1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang pertama kedua ketiga keempat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang pertama kedua ketiga keempat"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan perikanan saat ini semakin menarik bagi investor untuk dijadikan basis dalam pengembangan industri perikanan karena berbagai alasan yakni pertama, investor semakin sulit memperoleh tanah yang bebas masalah di luar kawasan pelabuhan sehingga areal industri perikanan di kawasan pelabuhan semakin diminati, kedua sesuai dengan ayat 3 pasal 41 UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan yang mengharuskan setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan untuk mendaratkan ikan tangkapan di pelabuhan perikanan, ketiga adanya kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan bahwa kapal-kapal asing dilarang melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia kecuali kapalkapal asing harus berpangkalan, mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan perikanan Indonesia dan membuka industri perikanan di Indonesia dan keempat semakin banyak kemudahan yang diberikan kepada investor di pelabuhan mulai dari pelayanan prima sampai kepada murahnya tarif dalam memanfaatkan fasilitas pelabuhan. Keberadaan pelabuhan perikanan sangat diperlukan guna menunjang aktivitas perikanan dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan, kegiatan praproduksi, produksi, pengolahan, pemasaran ikan dan pengawasan sumberdaya ikan. Keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan dalam menjalankan fungsinya merupakan salah satu tujuan dari pembangunan perikanan. Pelabuhan perikanan dapat dijadikan barometer keberhasilan pembangunan perikanan laut pada suatu daerah karena aktivitas perikanan terkonsentrasi dalam kawasan pelabuhan dan sangat mudah dilihat dan dievaluasi kemajuannya. Pelabuhan perikanan dalam operasionalnya sangat berdampak luas terhadap tumbuh dan berkembangnya usaha perikanan dan usaha-usaha kecil lainnya yang mendukung kegiatan perikanan seperti toko logistik, BAP, bengkel dan lain-lain. Sejak era reformasi hingga saat ini, pelabuhan perikanan dijadikan ujung tombak dalam menjalankan kebijakan pemerintah dalam pembangunan perikanan dan kelautan, hal ini dimungkinkan karena fungsi pelabuhan perikanan sebagai

2 pusat pengembangan ekonomi masyarakat perikanan. Mengingat pentingnya keberadaan pelabuhan perikanan, maka pemerintah telah membangun dan mengembangkan pelabuhan perikanan di Indonesia dan menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2006), bahwa pemerintah telah membangun pelabuhan perikanan sebanyak 784 unit yang terdiri dari 5 unit (0,64%) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 12 unit (1,53%) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 18 unit (2,17%) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan 750 unit (95,66%) Pusat Pendaratan Ikan (PPI). Tabel 1 menunjukkan penyebaran pelabuhan perikanan. Tabel 1. Penyebaran pelabuhan perikanan di Indonesia tahun 2006 Satuan: unit No Kelas WIB WITA WIT Jumlah 1 PPS (0,64%) 2 PPN (1,53%) 3 PPP (2,17%) 4 PPI (95,66%) Jumlah 502 (64,04%) 145 (18,49%) 137 (17,47%) 784 (100%) Sumber : Ditjen. Perikanan Tangkap, Berdasarkan Tabel 1, tentang penyebaran pelabuhan perikanan, ternyata 502 unit atau sebesar 64,04% pelabuhan perikanan berada di wilayah Indonesia bagian barat (WIB) dan hanya sebagian kecil saja berada di wilayah Indonesia bagian tengah (WITA) yakni sebanyak 145 unit atau sebesar 18,49% dan di wilayah Indonesia bagian timur (WIT) sebanyak 137 unit atau sebesar 17,47%, yang mengakibatkan adanya kesenjangan pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah Indonesia bagian barat dan wilayah Indonesia bagian timur. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah Indonesia bagian barat sudah ada yang mengalami over fishing seperti di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa, namun pada WIB jumlah pelabuhan perikanan justru lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pelabuhan perikanan yang ada di WITA dan WIT. Potensi sumberdaya ikan di WITA dan WIT justru banyak perairan yang masih besar potensi pemanfaatannya dan jumlah pelabuhan perikanan lebih sedikit. 2

3 Menurut Ditjen. Perikanan Tangkap (2005) bahwa untuk wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 9 Samudera Hindia terdapat 216 unit pelabuhan perikanan, namun hanya ada sebanyak 11 unit pelabuhan perikanan yang dapat didarati oleh kapal berukuran >30 GT. Kemudian belum ada satu pun pelabuhan perikanan yang secara khusus dipersiapkan sebagai pangkalan langsung untuk melakukan kegiatan ekspor, seperti belum dilengkapinya fasilitas crane di pelabuhan guna memindahkan kontainer, akibatnya selama ini kegiatan ekspor ikan masih memanfaatkan pelabuhan umum. Menurut Ditjen. Perikanan Tangkap (2006), komposisi kelas pelabuhan perikanan menunjukkan bahwa kelas PPS hanya ada 0,64% saja, kelas PPN sebanyak 1,53% dan PPP sebanyak 2,17% serta PPI memiliki jumlah yang terbanyak yakni sebanyak 95,66%. Dengan komposisi kelas pelabuhan perikanan tersebut di atas, maka lebih dari 80% atau sebanyak 627 unit pelabuhan perikanan mengakomodasikan kapal-kapal berukuran kecil (<10 GT), yang jangkauan operasional penangkapan ikan dilakukan di sekitar pantai saja dan sedikit kapalkapal perikanan memanfaatkan sumberdaya ikan di perairan ZEEI dan laut lepas. Selain itu terdapat kapal-kapal perikanan berukuran >30 GT memanfaatkan fasilitas pelabuhan umum seperti di Pelabuhan Umum Benoa Bali, Pelabuhan Umum Bitung yang pelayanannya belum sesuai dengan tata tertib pelayanan kapal perikanan, sehingga layanan aktivitas perikanan menjadi tidak optimal. Berdasarkan UU No.31/2004 tentang Perikanan telah ditetapkan bahwa selain pemerintah, maka swasta pun diberi hak untuk ikut membangun pelabuhan perikanan. Selama ini sudah ada pelabuhan perikanan yang telah dibangun oleh pihak swasta seperti pelabuhan perikanan swasta yang ada di Batam dan Tual yang secara resmi telah ditetapkan sebagai pelabuhan perikanan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tahun Namun ada juga tempat pendaratan ikan seperti Tangkahan di Sumatera Utara yang merupakan dermaga pendaratan ikan milik swasta serta dermaga-dermaga milik perusahaan perikanan. Menurut Lubis (2002), bahwa tingkat operasional pelabuhan perikanan bila dilihat dari aspek jumlah ikan laut yang didaratkan di pelabuhan perikanan adalah sebesar ton (tahun 1997) atau sekitar 22% dari total produksi perikanan laut sebesar ton, artinya bahwa ada 80% ikan mendarat di luar 3

4 pelabuhan perikanan. Kemudian disebutkan bahwa dari 595 unit pelabuhan perikanan pada tahun 1997 yang tidak berfungsi sebanyak 357 unit atau 60%. Selanjutnya menurut Lubis et al. (2005) bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap kondisi fasilitas vital pada 234 unit pelabuhan perikanan yang ada di pulau Jawa, ternyata 3 unit atau 10% dari jumlah pelabuhan perikanan sebanyak 30 unit berkategori buruk dan 121 unit atau 59% dari jumlah pangkalan pendaratan ikan sebanyak 204 unit memiliki kondisi fasilitas vital berkategori buruk. Berdasarkan indikasi-indikasi tersebut di atas, maka permasalahan yang dihadapi pelabuhan perikanan adalah belum sempurnanya pola pengembangan pelabuhan perikanan baik secara nasional ataupun lokal (regional). Akibat dari permasalahan tersebut menyebabkan tidak berfungsinya pelabuhan perikanan secara optimal. Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap (2004), melaporkan bahwa belum berfungsinya pelabuhan perikanan secara optimal tersebut disebabkan oleh: (1) Kelembagaan atau struktur organisasi yang ada di pelabuhan perikanan belum dapat berfungsi secara optimal, seperti halnya kesyahbandaran. (2) Sebagian pangkalan pendaratan ikan belum dibentuk status kelembagaannya oleh pemerintah daerah sehingga belum ada kejelasan operasionalnya. (3) Sumberdaya manusia pelabuhan perikanan yang ada sangat kurang dari segi kuantitas dan kualitas, sehingga pelabuhan perikanan dijalankan kurang profesional. (4) Terbatasnya biaya operasional. (5) Fasilitas pelabuhan perikanan sebagian kurang memenuhi persyaratan teknis, kualitas dan kuantitas sehingga pelayanan yang diberikan belum optimal. (6) Belum efektifnya koordinasi antara pengelola pelabuhan perikanan dengan instansi terkait. (7) Rendahnya kepedulian dan partisipasi masyarakat mendukung pengelolaan pelabuhan perikanan. (8) Belum jelasnya kebijakan dalam pengelolaan pelabuhan perikanan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 4

5 (9) Belum adanya standard operational procedure (SOP) pengelolaan pelabuhan perikanan. (10) Masih sedikitnya jumlah pelabuhan perikanan yang ada. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) adalah salah satu pelabuhan perikanan yang dibangun pemerintah pusat guna menunjang aktivitas perikanan yang memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 9 Samudera Hindia, melayani kapal-kapal yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan di daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan menyampaikan informasi yang diperlukan oleh nelayan, seperti informasi mengenai prakiraan potensi daerah penangkapan ikan, harga ikan, kondisi cuaca melalui radio komunikasi atau alat elektronik lainnya, melakukan pelayanan terhadap kapal-kapal perikanan baik untuk keberangkatan maupun pada saat kedatangan dan saat berada di pelabuhan, memfasilitasi kegiatan pengolahan ikan guna mempertahankan mutu ikan yang didaratkan sehingga layak dikonsumsi, memfasilitasi kegiatan pemasaran ikan sehingga ikan yang dipasarkan memperoleh harga yang wajar, seperti melalui kegiatan pelelangan ikan. Selain itu fungsi PPN Palabuhanratu guna memperlancar kegiatan distribusi ikan ke daerah konsumen, melakukan pembinaan terhadap masyarakat perikanan antara lain melakukan pelatihan-pelatihan dan pembinaan usaha nelayan. Semua tugas yang dilakukan oleh PPN Palabuhanratu tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan usaha perikanan guna meningkatkan pendapatan nelayan dan sekaligus kesejahteraannya. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan ketersediaan, mutu, nilai tambah, daya saing dan konsumsi sumber protein ikan, mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan dan meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan serta melakukan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan seperti kegiatan statistik perikanan dan pemeriksaan dokumen kapal perikanan. PPN Palabuhanratu mulai dioperasionalkan pada tahun Sejak pengembangannya pada periode tahun , PPN Palabuhanratu telah mengalami dua tahap pembangunan, yaitu pembangunan tahap pertama pada tahun 1993 dan beroperasi sampai dengan 2002, kemudian pembangunan tahap 5

6 kedua selama periode tahun , yang merupakan pengembangan pembangunan tahap pertama. Pembangunan pelabuhan perikanan tahap pertama ditujukan untuk menunjang aktivitas perikanan terutama unit penangkapan ikan dengan ukuran kapal sampai 30 GT dan pembangunan pelabuhan perikanan tahap kedua untuk menunjang aktivitas kapal berukuran 30 GT sampai dengan 150 GT. Pengembangan suatu pelabuhan perikanan harus direncanakan sesuai dengan pola pengembangan yang telah ditentukan. Menurut Lubis (2002), pola pengembangan suatu pelabuhan perikanan adalah acuan awal mengembangkan suatu pelabuhan perikanan. Pola pengembangan pelabuhan perikanan diperlukan agar pembangunan dan operasionalnya sesuai dengan fungsi dan tujuan pengembangannya. Penyusunan pola pengembangan pelabuhan perikanan harus ada di dalam triptyque portuaire untuk pelabuhan perikanan, yakni keterkaitan antara aspek wilayah produksi (foreland), wilayah distribusi (hinterland) dan aspek pelabuhan perikanan (fishing port) agar fungsi dan tujuannya bisa dicapai. Dalam pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan seharusnya dilakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pola pengembangannya guna meningkatkan fungsi pelabuhan perikanan. Di Indonesia, yang menjadi acuan pola pengembangan pelabuhan perikanan adalah hasil studi kelayakan, rencana induk pembangunan dan berdasarkan pada kriteria klasifikasi pelabuhan perikanan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan, bahwa rencana induk pelabuhan perikanan ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Pola pengembangan PPN Palabuhanratu tahap pertama sejak awal pembangunannya telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan pada tahun 1987 seperti yang tertera di dalam hasil studi kelayakan dan rencana induk pembangunan Pelabuhan Perikanan Palabuhanratu yang dibuat oleh Rogge Marine Gmbh (Jerman) dan PT. Inconeb tahun 1987 dan kriteria klasifikasi sebagai Pelabuhan Perikanan Nusantara (kelas B). Dalam hasil studi kelayakan dan rencana induk tersebut telah ditentukan, bahwa pemilihan lokasi Palabuhanratu didasarkan karena Palabuhanratu merupakan pusat perikanan sejak zaman penjajahan Belanda, dekat dengan daerah penangkapan ikan, berada di Teluk Palabuhanratu dan mudah diakses ke daerah pemasaran seperti Jakarta dan 6

7 Bandung. Pembangunan PPN Palabuhanratu sudah disesuaikan dengan rencana pembangunan perikanan secara nasional dan lokal Jawa Barat bahwa dengan adanya PPN Palabuhanratu yang berada di Pantai Selatan Jawa Barat akan dapat meningkatkan pembangunan perikanan di wilayah tersebut terutama untuk daerah perikanan di Pantai Selatan Jawa Barat. Namun pada kenyataannya melalui evaluasi tahun 2002, hasil pengoperasian PPN Palabuhanratu tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pelabuhan ini pada pembangunan tahap pertama, telah menetapkan pola pembangunan, yakni dibangun di atas tanah seluas 10,2 ha. Direncanakan bahwa dengan adanya pembangunan kolam pelabuhan seluas 3 ha dengan kedalaman kolam bervariasi, yakni 3,5 m, 2 m dan 1 m dan dermaga sepanjang 500 m, maka akan dapat mengakomodir sebanyak 125 unit kapal, yakni terdiri dari kapal perikanan berukuran 5-10 GT sebanyak 25 unit, kapal berukuran GT sebanyak 30 unit, kapal berukuran GT sebanyak 56 unit, kapal berukuran GT sebanyak 10 unit dan kapal berukuran >50 GT sebanyak 4 unit. Wilayah produksi yang merupakan daerah penangkapan ikan oleh kapal-kapal perikanan tersebut berada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 9 Samudera Hindia dan daerah pemasaran ikan yang meliputi Kabupeten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kota Bandung, Kabupaten Bogor, dan DKI Jakarta serta sebagian untuk diekspor. Diestimasikan sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2010 jumlah ikan yang didaratkan sebanyak ton per tahun atau 43,84 ton per hari. Kapal-kapal kecil berukuran sampai dengan 5 GT tidak diakomodir oleh PPN Palabuhanratu, melainkan diatur dan diarahkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mendarat di tempat pendaratan lain seperti di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok yang berjarak 11 km dari Palabuhanratu dan pendaratan pantai (beach landing) untuk kapal-kapal kincang (congkreng) ukuran <5 GT yang akan dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi di sebelah Selatan PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu mulai dioperasionalkan tahun 1993 dan menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, bahwa PPN Palabuhanratu adalah pelabuhan perikanan kelas B, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha 7

8 perikanan di wilayah laut teritorial dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. PPN Palabuhanratu merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap yang manajemen pelaksananya diatur oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan eseloneringnya ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Pengaturan tentang kepegawaian, biaya pembangunan dan operasional berasal dari pemerintah pusat, begitu pula segala bentuk penerimaan yang merupakan pendapatan pelabuhan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2002 dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) harus dimasukkan ke kas negara. Sejak operasional PPN Palabuhanratu tahap pertama periode tahun 1993 hingga tahun 2002 telah mengalami banyak perubahan. Tabel 2 menunjukkan evaluasi kondisi operasional PPN Palabuhanratu sampai akhir tahun 2002 dan tahun Tabel 2 Produksi perikanan dan kondisi kapal berdasarkan ukuran di PPN Palabuhanratu saat sebelum dibangun, estimasi studi kelayakan, kondisi pada tahun 2002 dan 2005 Kriteria Sebelum ada PPN Palabuhanratu tahun 1986 Estimasi studi kelayakan periode tahun Kondisi operasional tahun 2002 Kondisi operasional tahun 2005 Kapal ukuran (unit) <5 GT GT GT GT GT GT Total Produksi ikan (ton) Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Evaluasi terhadap pola pembangunan tahap pertama PPN Palabuhanratu yang disesuaikan dengan studi kelayakan tahun 1987, yakni kapal berukuran <5 GT tidak diakomodir di PPN Palabuhanratu, ternyata pada tahun 2002 jumlah kapal berukuran <5 GT yang menggunakan PPN Palabuhanratu justru meningkat 8

9 menjadi 317 buah. Kondisi ini terjadi karena Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi belum dapat mempersiapkan pembangunan PPI Cisolok dan pendaratan pantai (beach landing) di daerah Patuguran, sehingga manajemen pelabuhan mengalami kesulitan membendung masuknya kapal berukuran <5 GT. Selanjutnya kapal berukuran 5 10 GT akan berkurang jumlahnya dari 195 unit menjadi 25 unit, kenyataan jumlahnya turun sedikit atau menjadi 106 unit pada tahun Sebaliknya, kapal berukuran GT diestimasikan jumlahnya meningkat dari 15 unit pada saat sebelum adanya pelabuhan menjadi 30 unit, yang ada hanya 3 unit pada tahun 2002, kapal berukuran GT diestimasikan 56 unit, kenyataannya 13 unit, dan kapal berukuran GT diestimasikan 4 unit, kenyataannya kapal berukuran GT sebanyak 13 unit pada tahun Produksi ikan diestimasikan ton, namun kenyataannya produksi ikan hanya sebesar ton atau 7,9 ton/hari (tahun 2002) atau hanya 18% dari estimasi produksi ikan sebesar ton/ tahun. Pola pembangunan tahap I tidak sesuai dengan pola pembangunan yang telah ditentukan dalam studi kelayakan disebabkan oleh: (1) Kapal: 1) Struktur armada didominasi oleh kapal-kapal berukuran kecil berukuran <10 GT yakni sebanyak 423 unit atau 94% dari jumlah kapal yang ada pada tahun 2002 sebanyak 452 unit. 2) Kapal-kapal berukuran <5 GT direncanakan berpangkalan di PPI Cisolok namun sampai saat ini pembangunan konstruksinya belum selesai. 3) Jangkauan kapal ke daerah penangkapan ikan masih berada di sepanjang pantai (dibawah 12 mil), sehingga jumlah ikan yang didaratkan pada tahun 2002 adalah ton atau hanya 18% dari perkiraan produksi ikan yang didaratkan menurut hasil studi kelayakan ( ton). (2) Kolam I: 1) Kolam I sering mengalami pendangkalan karena kedua pintu sungai sering dibuka sehingga air sungai Cipalabuhan bebas masuk ke kolam dan sering terjadi banjir. 9

10 2) Kolam I sudah over capacity, yakni kolam I berkapasitas 125 unit kapal, namun diisi oleh 452 unit kapal. (3) Fasilitas pemeliharaan kapal: 1) Fasilitas docking hanya ada 1 unit, namun kondisinya rusak parah dan kapasitasnya sangat rendah dan hanya dapat mereparasi kapal <30 GT. 2) Fasilitas bengkel milik pelabuhan tidak sempurna karena tidak dilengkapi peralatan yang lengkap. (4) Sumberdaya manusia (SDM): kualitas pegawai pelabuhan kurang, 67% (jumlah pegawai 69 orang) terdiri dari tamatan SLTA yang tidak punya pengetahuan tentang pelabuhan perikanan. Sisanya 23% tamatan D3, S1 dan S2 yang belum banyak memiliki pengetahuan teknis kepelabuhanan perikanan, dan pendidikan nelayan rendah, didominasi tamatan SD. (5) Jalan sempit: jalan yang menghubungkan antara Palabuhanratu dengan daerah lain seperti ke kota Cibadak-Sukabumi sangat sempit (lebar 6 m) dan berbelok-belok, sehingga mobil tronton ukuran besar sulit ke Palabuhanratu. Pemda Sukabumi berkeinginan untuk memperlebar jalan, namun masih kekurangan biaya. (6) Pelelangan ikan belum berjalan optimal : 1) Pengelola pelelangan (KUD Mina) belum mampu dari segi manajemen, dan permodalan, hal ini diindikasikan oleh lemahnya kondisi sumberdaya manusia yang ada, terutama keterampilan untuk menjalankan kegiatan koperasi. Kemajuan koperasi sangat tergantung kepada partisipasi anggota dan kepemimpinan koperasi. Secara administrasi sangat sedikit anggota memiliki kartu tanda anggota (KTA), yakni dari orang nelayan hanya 740 orang atau 10% yang memiliki KTA. Koperasi belum memiliki modal khusus untuk penjaminan kegiatan pelelangan ikan, sehingga proses transaksi pelelangan ikan berlangsung secara tidak tunai, kondisi inilah yang menyebabkan pelelangan ikan belum berfungsi optimal. 2) Kemampuan bakul untuk membeli hasil lelang sangat kurang. Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 125 bakul, diantaranya 120 bakul tidak mempunyai modal yang cukup sehingga bakul dalam membeli hasil 10

11 lelang selalu bertransaksi tidak tunai. Kondisi tersebut merugikan pihak nelayan sebagai penjual dan mengganggu operasional pelelangan ikan. 3) Kondisi keamanan, ketertiban dan kenyamanan di TPI belum kondusif. Pada saat ikan dalam trays diletakkan di lantai TPI, sering kali orang yang berlalu lalang di dalam ruang TPI yang sangat mengganggu aktivitas pelelangan ikan 4) Pembongkaran ikan masih belum tertib. Setiap kali kapal melakukan pembongkaran ikan ke TPI, terlihat bahwa orang-orang yang tidak berkepentingan turun dan masuk ke kapal, sehingga mengganggu ketertiban dan keamanan sewaktu pembongkaran ikan. (7) Lahan sangat sempit, yakni 12,2 ha termasuk untuk kolam 5 ha, sehingga industri perikanan sulit untuk diakomodasikan didalam lokasi pelabuhan. (8) Ketersediaan es belum memenuhi kebutuhan. Saat ini hanya ada satu pabrik es dengan kapasitas maksimum 1000 balok per hari. Kebutuhan es pada tahun 2004 rata-rata per hari sebanyak 782 balok pada saat kondisi normal dan 1500 balok/hari pada kondisi musim ikan, sehingga kapal harus antri sekitar 3-4 hari untuk memperoleh es. (9) SPBU BBM khusus untuk kapal berukuran >30 GT pada pembangunan tahap I belum ada, sehingga kapal mengisi BBM dari SPBU umum. (10) Industri pengolahan hasil perikanan belum berkembang, karena bahan baku ikan sangat kurang. Jenis pengolahan ikan yang ada yakni pengeringan dan pemindangan ikan. (11) Standard operational procedure (SOP) yang ada belum dijalankan optimal, karena lemahnya pengawasan, misalnya ada sebagian kapal keluar masuk pelabuhan tidak melapor ke petugas. (12) Fungsi kesyahbandaran perikanan masih dijalankan oleh syahbandar umum. Kondisi tersebut menyebabkan kurangnya kesadaran nelayan terhadap ketentuan operasional pelabuhan, yakni banyak kapal-kapal ukuran <10 GT tidak melapor pada saat keluar masuk pelabuhan. (13) Masalah-masalah yang memerlukan pendanaan cepat tidak dapat diatasi karena terikat aturan pemerintah, seperti ada kerusakan fasilitas tidak dapat diperbaiki seketika karena menunggu proses pencairan dana tahun depan. 11

12 Gambar 1 memperlihatkan rumusan masalah PPN Palabuhanratu secara fish bone analysis. PERMEN PEL SESUAI UU 31 BLM ADA SOP BELUM DIJALAN SECARA OPTIMAL SDM BIDANG LUAR PERIKANAN KURANG SDM KURANG KOLAM SEMPIT FASILITAS BENGKEL & DOK KURANG SEMPURNA FASILITAS PEMELIHARAAN KAPAL PRODUKSI IKAN KURANG PENETAPAN RENCANA INDUK, DLKP PENGAWASAN KURANG DANA KURANG TANAH BLM DIBEBASKAN BANYAK KAPAL KECIL PABRIK ES KAP 1000 BALOK/HR DIDOMINASI KAPAL <10 GT ( 94 %) KUD KURANG PROFESIONAL PPN PALABUHANRATU SUDAH BERFUNGSI NAMUN BELUM OPTIMAL AKSES JALAN KELUAR PEL RATU SEMPIT LAHAN SEMPIT BAHAN BAKU KURANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN BLM BERKEMBANG SPDN SULIT DPT DO DARI PERTAMINA ES KURANG BBM KURANG & MAHAL PELELANGAN IKAN BLM JALAN Gambar 1 Fish bone analysis rumusan masalah PPN Palabuhanratu. Berdasarkan permasalahan di atas yang menyebabkan pola pengembangan pelabuhan yang telah direncanakan tidak tercapai, maka pada pembangunan tahap kedua telah ditetapkan pola pengembangannya yakni pada tahun 2002 telah dibangun dermaga II seluas 2 ha dengan kedalaman kolam 4 m dan dermaga sepanjang 410 m 2. Pembangunan tahap II ini bertujuan untuk mengatasi masalah terbatasnya luas kolam dan dermaga yang telah ada pada pembangunan tahap I guna meningkatkan produksi sampai dengan ton/tahun. Kolam dengan kedalaman 4 m, dapat mengakomodir kapal sampai ukuran 150 GT, dan dengan 12

13 luas kolam 2 ha dapat menampung kapal berukuran GT sekitar 40 unit sekaligus. Kondisi operasional PPN Palabuhanratu sejak pembangunan tahap kedua, yakni jumlah kapal berukuran <5 GT meningkat jumlahnya menjadi 457 unit, kapal berukuran 5-10 GT berjumlah 95 unit, kapal berukuran unit berjumlah 4 unit, kapal berukuran GT berjumlah 13 unit dan kapal GT berjumlah 68 unit dan produksi ikan sebesar ton atau 18,1 ton/hari (Tabel 2). Tabel 3 memperlihatkan evaluasi PPN Palabuhanratu. Tabel 3 Evaluasi PPN Palabuhanratu (kelas B) sampai dengan tahun 2005 Kriteria teknis Ukuran standar berdasarkan Permen KP No 16/2006 Kondisi tahap I tahun 2002 Kondisi tahap II tahun 2005 Ukuran standar Fasilitas tambat labuh 30 GT 30 GT 30 GT sesuai Panjang dermaga 150 m 500 m 410 m melebihi Kedalaman kolam 3 m 3,5 m 4 m sesuai Industri perikanan ada ada ada sesuai Jangkauan laut teritorial, laut teritorial, laut teritorial, sesuai operasional ZEEI ZEEI ZEEI Daya dukung fasilitas 75 kapal = GT 125 kapal = GT 40 kapal = GT sesuai Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Semua kriteria sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/2006 sebagai Pelabuhan Perikanan Nusantara telah dipenuhi oleh pelabuhan ini, mulai dari fasilitas tambat labuh, panjang dermaga, kedalaman kolam, industri perikanan, jangkauan operasional sampai dengan daya dukung fasilitas. Jumlah produksi ikan yang didaratkan masih sangat rendah, yakni sebesar 18 ton/hari yang tidak sesuai dengan jumlah produksi ikan yang ditetapkan didalam studi kelayakan sebesar 43,8 ton/hari atau menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.10/MEN/2004 tanggal 24 Pebruari 2004 tentang Pelabuhan Perikanan yang menyatakan bahwa jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 30 ton/hari. Kemudian karena terbatasnya areal industri perikanan maka hanya beberapa perusahaan swasta saja yang memanfaatkannya. Permasalahan pada operasional tahap kedua adalah belum berfungsi optimalnya PPN Palabuhanratu yang disebabkan oleh: 13

14 (1) Kurangnya kapasitas dermaga dan kolam yang tersedia. Kolam I dan kolam II seluas 5 ha dan kedalaman sampai 4 m, panjang dermaga seluruhnya 910 m belum mampu menampung perkembangan jumlah dan struktur kapal yang ada, yakni pada tahun 2005 jumlah kapal 676 unit, terdiri dari kapal berukuran <10 GT sebanyak 571 unit atau 84,46% dari jumlah kapal yang ada dan kapal berukuran GT sebanyak 105 unit atau 15,54% dari jumlah kapal yang ada. Kapal yang mendarat mengalami kesulitan melakukan olah gerak di kolam I dan kolam II. (2) Daerah penangkapan ikan semakin jauh dari pantai, seperti daerah penangkapan untuk ikan cucut sudah sampai ke perairan Kepulauan Siberut dan perairan sebelum Pulau Christmas. (3) Harga BBM solar untuk kapal berukuran >30 GT tidak disubsidi, sehingga harganya digolongkan kepada harga solar untuk industri sebesar Rp 5.400/liter. Dengan harga solar tidak bersubsidi tersebut menurunkan daya beli solar, sehingga lebih dari 85% kapal tidak melakukan operasi ke laut. (4) Tidak tersedianya es yang cukup. Pasokan es selama ini berasal dari satu pabrik es yang ada di Palabuhanratu berkapasitas 1000 balok/hari. Kebutuhan es untuk kapal >30 GT sebesar 1500 balok/hari. Kekurangan es dipasok dari luar Palabuhanratu dan kapal-kapal harus antri hingga 4-5 hari. Pola pengembangan PPN Palabuhanratu diperlukan dengan alasan: pertama menurut BRKP dan LIPI (2005), bahwa potensi sumberdaya ikan di WPP 9, khususnya untuk kelompok jenis ikan pelagis besar seperti ikan tuna dan cakalang yang merupakan komoditi ekspor masih besar untuk dapat dieksploitasi yakni baru dimanfaatkan sebesar ton per tahun atau sebesar 51,41% dari potensi yang ada sebanyak ton per tahun (Tabel 4), kedua untuk memanfaatkan sumberdaya ikan di WPP 9 tersebut diperlukan kapal-kapal perikanan yang berukuran lebih besar (>30 GT) dan kapal angkut untuk tujuan ekspor berukuran <1.000 GT, ketiga sejak PPN Palabuhanratu dioperasikan pada tahun 1993 sampai dengan tahun 2002 (pembangunan tahap pertama), kurang berfungsi optimal terutama target pencapaian produksi sekelas nusantara belum tercapai karena pendaratan ikan hanya sebesar ton atau 18% dari target sebesar 14

15 ton, keempat kebutuhan akan ikan berkualitas ekspor semakin meningkat sehingga diperlukan pelabuhan perikanan berkualitas internasional yang mampu menyediakan ikan berkualitas ekspor. Tabel 4 Potensi lestari dan peluang pengembangan masing-masing kelompok sumberdaya ikan laut pada WPP 9 tahun 2000 No Kelompok SDI Potensi (1000 ton/ tahun) Produksi (1000 ton/ tahun) Pemanfaatan (%) 1 Pelagis besar 366,26 188,28 51,41 2 Pelagis kecil 526,57 265,6 50,44 3 Demersal 135,13 134,83 99,78 4 Ikan karang konsumsi 12,88 19,42 150,78 5 Udang penaeid 10,7 10,24 95,70 6 Lobster 1,6 0,16 10,00 7 Cumi-cumi 3,75 6,29 167,73 Jumlah 1076,89 623,78 57,92 Sumber: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Dengan alasan tersebut di atas, maka PPN Palabuhanratu perlu dioptimalkan fungsinya, sehingga harus memiliki pola pengembangan yang lebih jelas dan terarah. Pola pengembangan pelabuhan perikanan diperlukan untuk menjadi standar dalam pembangunan dan operasional guna pencapaian tujuan pembangunan pelabuhan perikanan. Pola pengembangan pelabuhan perikanan dengan kasus di PPN Palabuhanratu dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun pola pengembangan pelabuhan perikanan lainnya dengan menyesuaikan parameter yang ada di komponen triptyque portuaire dari pelabuhan lain tersebut. Menurut Chaussade (1986) dalam Lubis (1989) bahwa, pelabuhan perikanan adalah bagian dari sistem perikanan, dalam operasionalnya sangat terpengaruh terhadap kondisi yang ada di luar pelabuhan perikanan yaitu kondisi yang ada di wilayah produksi (foreland) dan wilayah distribusi (hinterland). Selanjutnya dikatakan bahwa, ketiga komponen tersebut disebut triptyque portuaire untuk pelabuhan perikanan. Ketiga hubungan antara wilayah produksi, wilayah distribusi dan pelabuhan perikanan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, melainkan saling terkait dan di dalam pengembangan pelabuhan perikanan harus 15

16 mengkaitkan ketiganya, seperti pengembangan pelabuhan perikanan harus tergantung kepada kondisi daerah penangkapan ikan sampai sejauhmana ketersediaan potensi ikan, kemudian pengembangan pelabuhan perikanan juga sangat tergantung kepada sampai sejauhmana konsumen membutuhkan ikan dari pelabuhan perikanan tersebut. Setelah PPN Palabuhanratu dapat dioptimalkan fungsinya sesuai kriteria kelas B, maka selanjutnya perlu diantisipasi tentang rencana pengembangan PPN Palabuhanratu menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Palabuhanratu (PPS Palabuhanratu). Hal itu berkaitan dengan masih besarnya peluang pemanfaatan sumberdaya ikan di WPP 9 Samudera Hindia yang merupakan daerah penangkapan ikan. Selain itu, menurut Pemerintah Provinsi Jawa Barat (2004), bahwa prioritas pembangunan perikanan dan kelautan tahun 2005 menitikberatkan pengelolaan perikanan di wilayah Jawa Barat Bagian Selatan dengan pusat pengembangannya di Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu direncanakan akan ditingkatkan menjadi PPS Palabuhanratu. Pada tahun 2006 ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi akan melakukan pembebasan areal di bagian selatan PPN Palabuhanratu seluas 30 ha untuk tahap pertama, kemudian sampai dengan 100 ha pada tahap berikutnya. Dengan demikian keberadaan pelabuhan perikanan di wilayah ini sangat penting dalam menunjang pembangunan perikanan dan kelautan. Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah memasukkan rencana pengembangan PPN Palabuhanratu menjadi PPS Palabuhanratu ke dalam rencana umum tata ruang daerah (RUTRD) yang meliputi areal seluas 500 ha. Selanjutnya Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2005) telah memprioritaskan PPN Palabuhanratu masuk ke dalam program pembangunan pelabuhan perikanan yang berada di lingkar luar wilayah Indonesia (outer ring fishing port program) dan merupakan lokasi yang diprioritaskan untuk dikembangkan menjadi PPS Palabuhanratu. Kriteria pemilihannya terkait dengan pelayanan, bahwa pelabuhan perikanan tersebut harus dapat melayani kegiatan ekspor dan impor serta terkait dengan pengembangan wilayah. 16

17 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah: (1) Masalah pokok PPN Palabuhanratu adalah belum berjalannya fungsi secara optimal sebagai akibat dari pola pengembangannya yang kurang jelas. Fasilitas pelabuhan yang tersedia relatif lengkap, namun terdapat beberapa fasilitas yang telah mengalami daya tampung berlebihan (over capacity) seperti kolam pelabuhan I dan II, kolam pelabuhan I tidak dapat menampung kapal ukuran >30 GT serta areal industri perikanan yang sangat kurang memadai, sehingga memerlukan pengembangan. (2) Sejak awal pembangunan tahap pertama dan pembangunan tahap kedua sudah memiliki pola pengembangan pelabuhan, yakni dengan adanya hasil studi kelayakan dan rencana induk serta kriterianya sebagai kelas B. Pola pengembangan yang telah disusun tersebut dalam implementasinya sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perikanan sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada wilayah produksi (foreland) dan wilayah distribusi (hinterland). Pada wilayah produksi terjadi perubahan, yakni semakin menjauhnya potensi sumberdaya ikan dari pantai yang mengakibatkan ukuran kapal perikanan yang digunakan untuk menangkap bertambah besar. Perubahan yang terjadi di wilayah distribusi adalah semakin meningkatnya jumlah dan kualitas ikan yang diminta oleh konsumen sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk dan perubahan selera konsumen. Distribusi ikan semakin meluas, baik untuk konsumen domestik maupun untuk konsumen manca negara. Dengan demikian untuk mengatasi permasalahan implementasi pola pengembangan PPN Palabuhanratu diperlukan penetapan strategi pengembangan PPN Palabuhanratu. (3) PPN Palabuhanratu berpeluang untuk dikembangkan menjadi PPS Palabuhanratu. Permasalahannya adalah kelemahan dalam perencanaan, sehingga perlu diantisipasi agar fungsinya dapat dioptimalkan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menentukan arah pengembangan fasilitas dan operasional PPN Palabuhanratu. (2) Memformulasikan pola pengembangan PPN Palabuhanratu. 17

18 (3) Menentukan prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa: (1) Tersedianya suatu pola pengembangan PPN Palabuhanratu. (2) Memberi masukan dalam pembuatan kebijakan pembangunan dan pengelolaan PPN Palabuhanratu serta PPS Palabuhanratu. (3) Dapat dijadikan acuan untuk menyusun pola pengembangan pelabuhan perikanan lainnya. (4) Memberikan sumbangan dalam upaya pengembangan konsep atau teori pelabuhan perikanan. (5) Membuka wawasan tentang pelabuhan perikanan sehingga berpeluang untuk penelitian lebih lanjut tentang pelabuhan perikanan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dibatasi pada: (1) Menganalisis arah pengembangan PPN Palabuhanratu. (2) Memformulasikan pola pengembangan PPN Palabuhanratu. (3) Merekomendasikan prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu. 1.6 Novelty Berdasarkan hasil penelitian, maka kebaruan (novelty) yang ada dalam penelitian ini adalah : (1) Penerapan penggunaan konsep triptyque portuaire dalam menganalisis suatu pelabuhan perikanan baru pertama kali digunakan dalam penelitian ini. Selama ini untuk membangun pelabuhan perikanan hanya memperhatikan keberadaan sumberdaya ikan dan kapasitas fisik pelabuhan perikanan tanpa mengkaitkan tiga komponen secara terpadu dalam suatu konsep triptyque portuaire, sehingga tidak jarang pelabuhan perikanan yang telah dibangun tidak berfungsi optimal. Konsep triptyque portuaire adalah suatu kerangka analisis geografi yang terdiri dari tiga komponen yang tidak dapat dipisahkan didalam menganalisis pembangunan suatu pelabuhan perikanan yakni 18

19 komponen wilayah produksi (foreland), pelabuhan perikanan (fishing port) dan wilayah distribusi (hinterland). Menurut Chaussade (1986) yang diacu Lubis (1989), konsep triptyque portuaire pertama kali digunakan untuk menganalisis pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan di negara Perancis. Penerapan konsep triptyque portuaire untuk pengembangan PPN Palabuhanratu dapat berbeda apabila dibandingkan dengan konsep triptyque portuaire yang diterapkan pertama kali di Perancis karena adanya perbedaan penggunaan teknologi baik untuk kegiatan penangkapan ikan, operasional pelabuhan maupun aktivitas pembinaan mutu dan pemasaran ikan bahkan dalam kebijakan perikanan yang berlaku. (2) Pola pengembangan PPN Palabuhanratu dengan konsep triptyque portuaire dapat dijadikan acuan didalam membangun dan mengembangkan pelabuhan perikanan lain dengan melakukan penyesuaian terhadap parameter yang digunakan. 19

POLA PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DENGAN KONSEP TRIPTYQUE PORTUAIRE : KASUS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU BUSTAMI MAHYUDDIN

POLA PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DENGAN KONSEP TRIPTYQUE PORTUAIRE : KASUS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU BUSTAMI MAHYUDDIN POLA PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DENGAN KONSEP TRIPTYQUE PORTUAIRE : KASUS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU BUSTAMI MAHYUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 Ku

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana 75% dari luas wilayahnya adalah perairan laut. Luas keseluruhan wilayah Indonesia mencapai 5.8 juta kilometer persegi dan memiliki

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan PP selain menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4.1 DESKRIPSI PPSC Gagasan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Cilacap diawali sejak dekade 1980-an oleh Ditjen Perikanan dengan mengembangkan PPI Sentolokawat, namun rencana

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011) : 1-11 EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA Jonny Zain 1), Syaifuddin 1), Yudi Aditya 2) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.440, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Topografi dan Geografi Topografi wilayah Palabuhanratu adalah bertekstur kasar, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran bergelombang dan terdiri atas daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung 2. TINJAUAN PUSTAKA Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung dari badai atau ombak sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar atau membuang sauh sedemikian rupa sehingga bongkar

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT ANALISIS SUPPLY CHAIN DALAM AKTIVITAS DISTRIBUSI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU (PPNP) Supply Chain Analysis on the Distribution Activity in Palabuhanratu Archipelago Fishing Port Oleh:

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT

JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT JURNAL STUDI PEMANFAATAN FASILITAS FUNGSIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT OLEH RIMA STEFI EKARISKI FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 pasal 1, Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA 2 PROVINSI SUMATERA UTARA VISI Menjadi Provinsi yang Berdaya Saing Menuju Sumatera Utara Sejahtera MISI 1. Membangun sumberdaya manusia yang memiliki integritas dalam berbangsa dan bernegara, religius

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB III DESKRIPSI AREA 32 BAB III DESKRIPSI AREA 3.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan keindahan serta menjaga kelestarian wilayah pesisir, sejak tahun 1999 Pemerintah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelang hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia baik dari segi luas wilayah maupun jumlah pulaunya (17.480), dengan garis pantai terpanjang ke empat (95.150 km)

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Antisipasi Pengembangan PPN Palabuhanratu Pemanfaatan sumberdaya ikan dan fishing ground ( foreland)

6 PEMBAHASAN 6.1 Antisipasi Pengembangan PPN Palabuhanratu Pemanfaatan sumberdaya ikan dan fishing ground ( foreland) 6 PEMBAHASAN 6.1 Antisipasi Pengembangan PPN Palabuhanratu PPN Palabuhanratu yang akan dikembangkan berdasarkan konsep triptyque portuaire perlu diantisipasi agar berfungsi optimal terutama setelah tercapainya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 LAMPIRAN 153 154 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 154 155 Lampiran 2 Lay out PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu, 2007 155 156 Lampiran 3 Perhitungan besaran pemanfaatan

Lebih terperinci

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, yang terbentang di katulistiwa di antara dua benua : Asia dan Australia, dan dua samudera : Hindia dan Pasifik,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu juga merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografi dan keadaan topografi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta terletak di Muara Baru. Kawasan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun LAMPIRAN 96 97 Lampiran 1 Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 Tahun Produktivitas Produksi Pertumbuhan Ratarata per Pertumbuhan ikan yang Rata-rata didaratkan

Lebih terperinci

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini 33 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 ο 24 112 ο 11 BT dan 7 ο

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

Tugas Akhir Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD

Tugas Akhir Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi pengembangan sumber daya perikanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sangat stategis untuk dikembangkan karena didukung oleh beberapa faktor antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

KONDISI DAN ANALISIS KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) TERNATE

KONDISI DAN ANALISIS KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) TERNATE KONDISI DAN ANALISIS KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) TERNATE CONDITION AND THE DEVELOPMENT POSSIBILITY ANALYSIS OF FACILITY OF NUSANTARA FISHING PORT (PPN) TERNATE

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain LEmBRGn PEHELITinn STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR Jonny Zain ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2008 di Pelabuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PRIGI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peranan sub sektor perikanan semakin penting, karena sub sektor perikanan merupakan salah satu penghasil devisa. Program ekspor hasil perikanan dapat dicapai antara

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Lokasi PPS Belawan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan terletak pada koordinat geografis 03º 47 00 LU dan 98 42 BT, posisi yang cukup strategis bila ditinjau dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 di Tempat Pendaratan Ikan (TPI)

Lebih terperinci

6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP

6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP 40 6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP Fasilitas pabrik es merupakan bentuk pelayanan yang disediakan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Keberadaan fasilitas ini beserta pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sumberdaya ekonomi yang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Makna strategis itu tercermin dari kondisi objektif kira-kira dua

Lebih terperinci

Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA. Muhammad Syahrir R, S.Pi, M.Si

Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA. Muhammad Syahrir R, S.Pi, M.Si MODEL PELELANGAN IKAN OPTIMAL DI PELABUHAN PERIKANAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si Muhammad Syahrir R, S.Pi,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2 Abstrak Wilayah Pengelolaan Perikanan Repubik Indonesia (WPP RI)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 52 5 FASILITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 5.1 Fasilitas Pelayanan Penyediaan Bahan Perbekalan Kapal Perikanan Selama di laut, nelayan tetap melakukan aktivitas layaknya di darat seperti makan,

Lebih terperinci

Gambar 21 Pulau Ambon

Gambar 21 Pulau Ambon 4 KONDISI UMUM PPN AMBON 4.1 Lokasi dan wilayah kerja PPN Ambon Wilayah Perairan kota Ambon dapat dibagi atas 4 (empat) wilayah perairan, yaitu: perairan Teluk Ambon Dalam, Perairan Teluk Ambon Luar, perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya.

Lebih terperinci

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA TUAL

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA TUAL Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 2 November 2013: 155-172 ISSNN 2087-4871 KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA TUAL (OPERATIONAL PERFORMANCE OF TUAL ARCHIPELAGIC FISHING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci