HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan darah dilakukan sesaat sebelum operasi penanaman material implan (H0), dan beberapa hari setelah operasi penanaman, yaitu hari ke-3, 7, 14, 21, 30, 60 dan 90. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan berdasarkan waktu proses persembuhan tulang dan kerusakan jaringan (Cheville 2006). Pemeriksaan darah yang dilakukan adalah jumlah total sel darah putih dan diferensial sel darah putih yang meliputi jumlah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Jumlah Total Sel Darah Putih (Leukosit) Jumlah Total Sel Darah Putih (/µl) HA-TKF HA-Kitosan Normal Waktu (hari) Gambar 15 Rataan jumlah total sel darah putih domba sebelum dan setelah operasi penanaman material implan tulang. Keterangan: Data pada H60=2 ekor, H90=1 ekor. Gambar 15 memperlihatkan bahwa kelompok perlakuan HA-Kitosan memiliki pola yang relatif stabil namun berada dibatas atas ambang normal, yaitu berkisar antara µl (Lawhead & Baker 2005). Peningkatan jumlah total sel darah putih pada kelompok HA-Kitosan yang cukup tinggi terjadi pada hari ke-3 setelah operasi. Hal ini merupakan respon alami tubuh dalam mengatasi kerusakan jaringan akibat trauma setelah operasi (Underwood 1992). Kerusakan jaringan meningkatkan kebutuhan sel darah putih menuju jaringan tersebut. Jika kebutuhan tidak mencukupi, maka di dalam sumsum tulang akan terjadi peningkatan produksi dan melepaskan sel darah putih dalam jumlah yang lebih

2 32 banyak ke dalam sirkulasi (Bush 1991). Peningkatan jumlah total sel darah putih yang melebihi batas kisaran normal terjadi pada hari ke-90. Hal ini diduga karena material implan HA-Kitosan lebih sulit terdegradasi dibandingkan HA-TKF, sehingga keberadaannya yang tidak terserap sempurna pada akhir pemeriksaan, direspon oleh tubuh sebagai benda asing. Hasil penelitian Nurlaela (2009) menunjukkan bahwa morfologi komposit HA-Kitosan terlihat lebih rapat dibandingkan dengan HA-TKF yang lebih rapuh, sehingga HA-Kitosan lebih sulit terdegradasi dibandingkan HA-TKF. Kelompok HA-TKF memiliki jumlah total sel darah putih yang masih berada dalam kisaran normal. Kelompok ini memperlihatkan pola yang menyerupai kurva terbalik, terjadi peningkatan hingga mencapai puncak kurva pada hari ke-14 dan kemudian mengalami penurunan hingga hari terakhir pengamatan (hari ke-90) menuju nilai awal sebelum diberi perlakuan (hari ke-0). Namun demikian, nilai tersebut masih berada dalam kisaran normal. Peningkatan jumlah total sel darah putih terjadi hingga hari ke-14 merupakan respon tubuh akibat kerusakan jaringan. Menurut Underwood (1992), apabila terjadi kerusakan jaringan, tubuh akan merespon dengan cara sumsum tulang melepaskan cadangan sel darah putih ke dalam sirkulasi darah, sehingga jumlah total sel darah putih dalam darah akan meningkat. Jumlah total sel darah putih yang menurun hingga hari ke-90 merupakan indikasi bahwa HA-TKF memberikan persembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok HA-Kitosan. Hal ini dikarenakan sifat senyawa HA-TKF yang biodegradable (Cai et al. 2009), biokompatibiliti sempurna, osteokonduktif (Shi 2004). Material TKF memiliki sifat biologis non-reaktif dan resorbable, bertindak sebagai scaffold untuk pertumbuhan ke dalam tulang sehingga penggantian tulang dapat mengalami degradasi progresif (Lange et al. 1986). HA terbukti memiliki kemampuan osteokompatibiliti dan osteokonduktif yang mempercepat proses regenerasi tulang (Fujishiro et al. 2005). Struktur HA relatif stabil, memiliki sifat biokompatibilitas yang baik sehingga cepat bergabung dengan jaringan tulang (Ratajska et al. 2008). Brown et al. (2002) melaporkan bahwa HA-TKF menyebabkan reaksi inflamasi yang minimal, sehingga peningkatan jumlah total sel darah putih yang terjadi masih berada dalam kisaran normal.

3 33 Kelompok HA-Kitosan secara umum memiliki jumlah total sel darah putih yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok HA-TKF. HA merupakan garam kristal yang terdapat pada matriks organik tulang (Guyton & Hall 2006) dan TKF merupakan mineral kalsium yang terdapat dalam tubuh dalam jumlah rendah (Samuelson 2007), sehingga komposisi HA dan TKF dapat diterima oleh tubuh. Sunil et al. (2008) mengatakan bahwa TKF memiliki kemampuan biodegradation dan incorporation yang lebih baik ketika digabungkan dengan HA. Dalam penelitian ini tujuan penggunaan kitosan adalah sebagai perekat dalam penggunaannya dengan HA (Ratajaska et al. 2008), dan secara morfologi HA-Kitosan memiliki struktur yang lebih rapat (Nurlaela 2009), sehingga kitosan dimungkinkan lebih sulit terdegradasi. Jumlah Neutrofil Jumlah Neutrofil (/µl) HA-TKF HA-Kitosan Normal Waktu (hari) Gambar 16 Rataan jumlah neutrofil domba sebelum dan setelah operasi penanaman material implan tulang. Keterangan: Data pada H60=2 ekor, H90=1 ekor. Gambar 16 menunjukkan bahwa jumlah neutrofil pada kelompok HA- Kitosan secara umum masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Kelompok HA-Kitosan mengalami peningkatan jumlah neutrofil pada hari ke-3, ke-30 dan pada hari terakhir pemeriksaan.

4 34 Peningkatan jumlah neutrofil kelompok HA-Kitosan yang terjadi pada hari ke-3 merupakan respon alami tubuh dalam mengatasi kerusakan jaringan. Peningkatan jumlah neutrofil terjadi akibat meningkatnya kebutuhan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan. Kerusakan sel akan melepaskan mediator yang menghasilkan akumulasi sel polimorfik (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan makrofag, serta faktor humoral seperti antibodi menuju lokasi kerusakan (Wolfensohn dan Lloyd 2000). Jika kebutuhan tidak mencukupi, maka di dalam sumsum tulang akan terjadi peningkatan produksi dan pelepasan neutrofil dalam jumlah yang lebih banyak ke dalam sirkulasi. Produksi sel neutrofil yang terjadi di sumsum tulang distimuli dalam 1-2 hari dan setelah itu neutrofil dilepaskan, sehingga neutrofil akan terlihat di dalam sirkulasi (Bush 1991). Penurunan jumlah neutrofil kelompok HA-Kitosan terjadi pada hari ke-7 dan mendekati nilai pada awal pemeriksaan. Hal ini merupakan sistem pengaturan tubuh setelah sumsum tulang memproduksi sel neutrofil yang berlebihan untuk mengatasi kerusakan jaringan yang terjadi (Jain 1993), sehingga jumlah neutrofil yang ditemukan dalam sirkulasi darah pada hari ke-7 menurun mendekati nilai pada awal pemeriksaan. Peningkatan jumlah neutrofil kelompok HA-Kitosan yang terjadi pada hari ke-30 diduga disebabkan akumulasi stres. Stres dapat meningkatkan jumlah neutrofil dalam darah (Kelly 1984). Stres ini dimungkinkan terjadi akibat handling yang dilakukan setiap hari. Menurut Kelly (1984), stres akibat rasa sakit, takut ataupun exercise yang berlebihan juga dapat meningkatkan frekuensi nafas dan denyut jantung. Hal ini didukung oleh pemeriksaan klinis setelah operasi yang dilakukan Paradisa (2010) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan frekuensi nafas dan denyut jantung melebihi kisaran normal pada domba tersebut. Peningkatan yang terjadi pada hari terakhir pengamatan dapat disebabkan oleh jaringan pada kelompok HA-Kitosan yang mengalami persembuhan jaringan dan degradasi yang lebih lama dibandingkan dengan kelompok HA-TKF. Hal ini karena HA-Kitosan memiliki struktur yang lebih rapat, sehingga tidak ada poripori untuk vaskularisasi yang akan merangsang sel-sel progenitor untuk memperbaiki kerusakan tulang. Idealnya campuran material implan tersebut harus

5 35 memiliki porositas tinggi, ruang yang besar (berpori), untuk memberi ruang yang cukup bagi perkembangan jaringan dan vaskularisasi baru (Feng Zhao et al. 2002). Peningkatan jumlah neutrofil pada kelompok HA-Kitosan merupakan respon normal setelah operasi dalam proses persembuhan, bukan disebabkan adanya infeksi bakteri, karena berdasarkan hasil penelitian tentang pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh Paradisa (2010) tidak memperlihatkan terjadinya demam yang merupakan salah satu indikasi adanya infeksi. Hal ini ditunjukkan dengan temperatur tubuh domba yang masih berada dalam kisaran normal. Kelompok HA-TKF memperlihatkan jumlah neutrofil yang masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Kelompok ini memiliki jumlah neutrofil yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok HA-Kitosan. Kelompok ini mengalami peningkatan jumlah neutrofil pada hari ke- 3 dan hari ke-14 setelah operasi dan secara perlahan mengalami penurunan hingga mencapai nilai seperti pada titik awal pemeriksaan. Underwood (1992) melaporkan bahwa peningkatan jumlah neutrofil merupakan respon alami tubuh yang terjadi akibat trauma operasi. Penurunan yang terjadi pada akhir pengamatan merupakan proses pemulihan (persembuhan), dengan ditandai jumlah neutrofil yang sebelumnya tinggi akan menurun menjadi normal (Bush 1991). Menurut Brown et al. (2002), HA-TKF merupakan bahan sintetik dengan reaksi inflamasi minimal. Neutrofil berperan dalam pertahanan pertama terhadap infeksi bakteri (Underwood 1992). Sel ini memiliki kemampuan fagositik dan bakterisidal serta sangat berperan dalam kondisi inflamasi (McCurnin & Bassert 2006). Neutrofil berperan dalam melawan infeksi dengan cara migrasi menuju jaringan yang terinfeksi oleh bakteri, menembus dinding kapiler dengan cara diapedesis dan memfagosit bakteri tersebut. Neutrofil menuju jaringan yang terluka ataupun diserang, kemudian melepaskan zat-zat kemotoksik. Sel-sel yang mengalami luka atau kerusakan melepaskan histamin yang membantu mengawali proses peradangan (Frandson 1992). Jumlah neutrofil pada kedua kelompok perlakuan secara umum masih berada dalam kisaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi infeksi bakteri selama proses persembuhan.

6 36 Jumlah Limfosit Jumlah Limfosit (/µl) HA-TKF HA-Kitosan Normal Waktu (hari) Gambar 17 Rataan jumlah limfosit domba sebelum dan setelah operasi penanaman material implan tulang. Keterangan: Data pada H60=2 ekor, H90=1 ekor Gambar 15 memperlihatkan bahwa kelompok HA-Kitosan masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Kelompok HA-Kitosan memiliki jumlah limfosit yang mendekati kelompok HA- TKF. Kelompok HA-Kitosan memiliki jumlah limfosit yang lebih tinggi dibandingkan kelompok HA-TKF sejak awal hingga hari ke-3 pemeriksaan, namun mengalami penurunan hingga jumlahnya berada dibawah kelompok HA- TKF. Selanjutnya kelompok ini mengalami peningkatan hingga akhir pemeriksaan. Peningkatan jumlah limfosit terjadi pada hari ke-3, 60 dan 90, namun demikian peningkatan yang terjadi masih berada dalam kisaran normal. Menurut Jain (1993), peningkatan jumlah limfosit distimuli oleh paparan antigen akibat adanya infeksi bakteri, virus dan agen parasit. Kelompok HA-TKF memiliki jumlah limfosit yang masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Pada hari terakhir pengamatan, kelompok HA-TKF mengalami penurunan jumlah limfosit hingga mencapai batas bawah nilai awal pengamatan, namun demikian nilainya masih berada dalam kisaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa material implan HA-TKF dapat memberikan persembuhan tulang yang baik karena senyawa ini

7 37 memiliki sifat fisis, kimia, mekanis, dan biologis yang mirip dengan struktur tulang (Guyton & Hall 2006), sehingga keberadaannya dapat diterima dengan baik di dalam tubuh. Jumlah limfosit domba pada kedua kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran jumlah limfosit domba normal. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam material implan HA-TKF dan HA-Kitosan masih dapat diterima oleh tubuh dan tidak mempengaruhi dinamika limfosit domba. HA tidak menimbulkan respon tubuh terhadap material asing (Aprilia 2008), sehingga tidak menimbulkan respon imun berupa respon penolakan terhadap implan. Jumlah Monosit Jumlah Monosit (/µl) Waktu (hari) HA-TKF HA-Kitosan Normal Gambar 18 Rataan jumlah monosit domba sebelum dan setelah operasi penanaman material implan tulang. Keterangan: Data pada H60=2 ekor, H90=1 ekor Gambar 18 memperlihatkan jumlah monosit kelompok HA-Kitosan memiliki jumlah monosit yang masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Kelompok HA-Kitosan memiliki pola yang fluktuatif. Peningkatan jumlah monosit terjadi pada hari ke-3, 14, 21 dan 90. Peningkatan jumlah monosit terjadi akibat adanya respon untuk melakukan fagositosit benda asing seperti jaringan yang mati (sel debris) (Underwood 1992), sel rusak atau sel yang tidak berfungsi (Bush 1991). Sel ini memfagosit partikel besar dan sel

8 38 debris yang tidak dapat ditangani oleh sel neutrofil (McCurnin & Bassert 2006). Penurunan jumlah monosit terjadi pada hari ke-7. Jain (1993) melaporkan jumlah monosit dalam darah juga dipengaruhi oleh konsentrasi kortikosteroid. Steroid menginduksi penurunan jumlah monosit yang akan menghambat pelepasan monosit dari sumsum tulang atau terjadi penurunan jumlah produksi. Kelompok HA-TKF mulai awal hingga akhir pengamatan menunjukkan pola yang relatif stabil dan memiliki jumlah monosit yang cenderung rendah dibandingkan dengan HA-Kitosan. Namun demikian, jumlah monosit kelompok ini masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Peningkatan dan penurunan yang ditunjukkan pada Gambar 18 memperlihatkan jumlah monosit kedua kelompok masih dalam kisaran normal. Bush (1991) mengatakan bahwa monosit dalam darah normal jumlahnya sangat sedikit. Hal serupa dipaparkan oleh Reece (2006) bahwa monosit bersirkulasi di dalam darah kurang dari 24 jam, sehingga jumlahnya dalam darah normal sangat sedikit. Monosit berada di sirkulasi darah dalam waktu yang pendek, kemudian masuk ke dalam jaringan dan berubah menjadi makrofag akibat adanya respon untuk melakukan fagositosit benda asing seperti bakteri (Frandson 1992) dan jaringan yang mati (sel debris) (Underwood 1992), sel rusak atau sel yang tidak berfungsi (Bush 1991). Kemampuan biocompatible yang dimiliki HA-TKF (Shi 2004, Fujishiro et al. 2005) dan HA-Kitosan (Maachou et al. 2008) menunjukkan bahwa pada material tersebut terjadi harmonisasi dengan sistem tubuh, tidak mempunyai efek toksik atau mengganggu fungsi biologis (Dorland 2002). HA-TKF memiliki reaksi inflamasi yang minimal (Brown et al. 2002) dan HA-Kitosan memiliki kemampuan bakteriostatik dan fungistatik yang mencegah infeksi (Aprilia 2008), sehingga tubuh tidak merespon kedua material implan sebagai benda asing dan dapat diterima oleh tubuh. Jumlah Eosinofil Gambar 19 memperlihatkan bahwa kelompok HA-Kitosan memiliki jumlah eosinofil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok HA-TKF. Kelompok HA-Kitosan mengalami peningkatan dan penurunan jumlah eosinofil

9 39 yang fluktuatif, namun masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Peningkatan jumlah eosinofil terjadi pada hari ke-3, 14 dan 90, sedangkan penurunan jumlah eosinofil terjadi pada hari ke-7 dan 60 yang mencapai nilai di bawah nilai awal pemeriksaan. Bush (1991) melaporkan bahwa peningkatan jumlah eosinofil dapat juga terjadi akibat kerusakan jaringan kronis. Kerusakan jaringan mengandung sejumlah besar sel mast (terutama pada kulit, sehingga sel mast melepaskan histamin). Hal ini akan menarik lebih banyak eosinofil menuju ke lokasi jaringan yang rusak. Penurunan jumlah eosinofil dapat disebabkan stres dan rasa takut akibat handling. Jain (1993) melaporkan bahwa penurunan jumlah eosinofil terlihat dalam kondisi stres, yang ditandai dengan peningkatan pelepasan glukokortikoid oleh korteks adrenal. Glukokortikoid ini akan menurunkan pelepasan eosinofil dari sumsum tulang, sehingga jumlah eosinofil dalam sirkulasi menurun Jumlah Eosinofil (/µl) HA-TKF HA-Kitosan Normal Waktu (hari) Gambar 19 Rataan jumlah eosinofil domba sebelum dan setelah operasi penanaman material implan tulang. Keterangan: Data pada H60=2 ekor, H90=1 ekor Jumlah eosinofil pada kelompok HA-TKF relatif stabil, kecuali pada hari ke-14 terjadi sedikit peningkatan. Menurut Frandson (1992), peningkatan ini dapat disebabkan juga oleh adanya respon tubuh terhadap reaksi alergi. Tubuh dalam merespon adanya reaksi alergi, akan meningkatkan jumlah eosinofil. Eosinofil berperan dalam merespon adanya reaksi alergi dan pertahanan terhadap

10 40 infeksi agen parasit (Underwood 1992) dan mengurangi inflamasi (Bush 1991). Menurut Frandson (1992), eosinofil yang bersirkulasi dalam darah normal jumlahnya sedikit. Pergerakan jumlah eosinofil pada hari terakhir pemeriksaan yang mencapai nilai awal merupakan indikasi bahwa selama proses persembuhan tulang, domba tidak mengalami infeksi parasit, reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas anafilaksis yang merupakan peran eosinofil dalam mengontrol reaksi tersebut, sehingga jumlah eosinofil dalam darah yang ditemukan pada kelompok HA-TKF berada dalam kisaran normal dan mancapai nilai awal sebelum diberi perlakuan. Jumlah Basofil Jumlah Basofil (/µl) Waktu (hari) HA-TKF HA-Kitosan Normal Gambar 20 Rataan jumlah basofil domba sebelum dan setelah operasi penanaman material implan tulang. Keterangan: Data pada H60=2 ekor, H90=1 ekor Gambar 20 memperlihatkan bahwa jumlah basofil kelompok HA-Kitosan masih berada dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara µl (Jain 1993). Jumlah basofil yang ditemukan pada kelompok ini sangat sedikit. Hal ini didukung oleh Underwood (1992) yang melaporkan bahwa jumlah basofil yang bersirkulasi dalam darah normal sangat sedikit. Kelompok HA-Kitosan mengalami peningkatan jumlah basofil pada hari ke-30 hingga hari ke-90, namun peningkatan yang terjadi sangat sedikit, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok HA-Kitosan memiliki jumlah basofil yang relatif stabil. Menurut

11 41 Frandson (1992), peningkatan ini dapat disebabkan adanya reaksi sel basofil yang merangsang sel mast dalam mengontrol peradangan di lokasi kerusakan jaringan. Kelompok HA-TKF juga memperlihatkan jumlah basofil yang masih berada dalam kisaran normal dan secara umum memiliki jumlah basofil yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok HA-Kitosan. Sampai hari terakhir pengamatan, basofil hampir tidak ditemukan pada kelompok HA-TKF, kecuali pada hari ke-30, namun peningkatan yang terjadi dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok HA-TKF memiliki jumlah basofil yang relatif stabil. Peningkatan ini diakibatkan pelepasan heparin dan histamin oleh sel mast dalam mengontrol peradangan di lokasi kerusakan jaringan (Frandson 1992). Basofil mengandung heparin dan histamin (Underwood 1992). Basofil memiliki fungsi utama dalam reaksi alergi (terutama hipersensitivitas) oleh pelepasan sejumlah mediator termasuk histamin, heparin dan serotonin (Bush 1991). Heparin dilepaskan di daerah peradangan. Basofil merupakan prekusor bagi sel mast. Sel mast dan basofil melepaskan histamin, sedikit bradikinin dan serotonin. Sel-sel ini terlibat dalam reaksi peradangan jaringan dan proses reaksi alergi (Frandson 1992). Gambar 18 menunjukkan bahwa jumlah basofil kedua kelompok perlakuan berada dalam kisaran normal dan memiliki jumlah yang sedikit. Hal ini menggambarkan bahwa selama proses persembuhan tulang, domba pada kedua kelompok perlakuan, yaitu kelompok HA-TKF dan HA- Kitosan tidak mengalami reaksi alergi yang ditimbulkan oleh kedua material implan. Penanaman material implan tulang yang dilakukan tidak mempengaruhi dinamika sel darah putih domba. Peningkatan sel darah putih pada awal pemeriksaan setelah dilakukan operasi penanaman material implan merupakan reaksi yang normal dalam mengatasi kerusakan jaringan akibat trauma operasi (Underwood 1992). Berdasarkan hasil penelitian Paradisa (2010), dikatakan bahwa terjadi peradangan secara lokal pada bagian proksimal tibia yang ditanami material implan berupa rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit) dan tumor (pembengkakan) selama beberapa hari setelah operasi. Tanda peradangan yang terjadi merupakan reaksi yang normal setelah operasi dan dialami pada

12 42 proses persembuhan (Wolfensohn & Lloyd 2000). Brown et al. (2002) melaporkan bahwa HA-TKF memiliki reaksi inflamasi minimal dan rekasi imunologi yang rendah, sehingga sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi bakteri maupun dalam reaksi alergi dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Pemilihan biomaterial yang tepat sangat penting dalam proses implantasi. Idealnya biomaterial yang dipilih harus bersifat osteogenic, biocompatible, bioresorbable (Nandi et al. 2008), osteoinductive, osteoconductive, biodegradable (Thanaphat et al. 2008) dan memiliki stabilitas mekanik (Pearce et al. 2007). Biomaterial tersebut juga harus memiliki porositas tinggi (berpori) agar dapat memberikan ruang untuk vaskularisasi sehingga akan merangsang sel-sel osteoprogenitor dalam proses osteogenesis (Maachou et al. 2008).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai waktu panen domba. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla 4 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan hewan ruminansia kecil yang telah dijinakkan sejak ribuan tahun yang lalu sebagai hewan gembala dataran rendah. Hal ini didasarkan pada penemuan tulang-belulang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang yang menyangga struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat didalam tengkorak

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menghadapi permasalahan serius dalam aktivitasnya yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Kasus kecelakaan kerap mengakibatkan korbannya menderita

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan HISTOPATOLOGI MEMAR PENDAHULUAN MEMAR Memar adalahsuatu keadaan dimana terjadipengumpulan darahdalam jaringan yang terjadi dikarenakan pecahnya pembuluh darahkapiler akibat kekerasan benda tumpul yang

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung 16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi pulpa dapat disebabkan oleh iritasi mekanis. 1 Preparasi kavitas yang dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah salah satu organ terbesar dalam tubuh. Kulit menutupi tubuh 2 m 2, berat sekitar 3 kg atau 15% dari berat badan dan menerima 1/3 suplai sirkulasi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu jaringan organ (Harper dkk., 2014). Luka trauma pada jaringan lunak rongga mulut umumnya

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan untuk prosedur transplantasi (Ana dkk., 2008). Setiap tahun, lebih dari lima ratus ribu prosedur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengamatan diferensial leukosit pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei setelah pemberian ekstrak akar kayu kuning (C. fenestratum) dengan pelarut etanol yaitu sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bone grafting merupakan prosedur kedua terbanyak dalam hal transplantasi jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur ini

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udema (Inflamasi) Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan jaringan. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

Dalam penelitian ini, akan diuji aktivitas antiinflamasi senyawa turunan benzoiltiourea sebagai berikut:

Dalam penelitian ini, akan diuji aktivitas antiinflamasi senyawa turunan benzoiltiourea sebagai berikut: BAB 1 PEDAULUA intesis merupakan uji nyata dengan menggunakan dan mengendalikan reaksi organik. intesis dapat pula dimanfaatkan untuk membuat zat yang belum diketahui sebelumnya tetapi diramalkan akan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi terjadi di dalam tubuh dimediasi oleh berbagai macam mekanisme molekular. Salah satunya yang sangat popular adalah karena produksi nitrit oksida (NO) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik

BAB I PENDAHULUAN. Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik dengan kerja lama. Deksametason (16 alpha methyl, 9 alpha fluoro-prednisolone) dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit. Bab 10 Sumber: Biology: www. Realm nanopicoftheday.org of Life, 2006 Limfosit T termasuk ke dalam sistem pertahanan tubuh spesifik. Pertahanan Tubuh Hasil yang harus Anda capai: menjelaskan struktur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci