Foto 3.7 Satuan Punggungan Homoklin (warna kuning), foto menghadap ke NNW dari jalan raya sebelah barat PY8-6.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Foto 3.7 Satuan Punggungan Homoklin (warna kuning), foto menghadap ke NNW dari jalan raya sebelah barat PY8-6."

Transkripsi

1 Bentukan morfologi satuan ini selain dikontrol oleh litologi, dikontrol pula oleh aktivitas sesar yang mengakibatkan terbentuknya gawir sesar di bagian batas selatannya (Foto 3.5). Daerah di bagian selatan dari gawir tersebut merupakan dip slope. Kemiringan dip slope yang cukup landai menandakan bahwa kemiringan lapisan batuan penyusunnya kemungkinan tidak terlalu besar. Pada satuan ini hampir tidak ditemui adanya aliran sungai sama sekali, hanya terdapat satu sungai di daerah Cioray. Sungai tersebut berarah utara selatan dengan lembah berbentuk V Satuan Punggungan Homoklin Satuan Punggungan Homoklin (Foto 3.7) ini meliputi 22% daerah penelitian yang membentang dari barat ke timur, tepat di selatan Satuan Perbukitan Karst. Satuan ini membentuk kelurusan punggungan berarah W-E, dengan ketinggian topografinya berada pada kisaran mdpl. Foto 3.7 Satuan Punggungan Homoklin (warna kuning), foto menghadap ke NNW dari jalan raya sebelah barat PY8-6. Elevasi yang lebih rendah dari pada satuan sebelumnya menandakan bahwa satuan ini memiliki tingkat resistensi yang lebih rendah terhadap denudasi dan erosi. Hal tersebut dibuktikan dari data lapangan bahwa batuan penyusun unit satuan ini adalah batupasir-batulempung. Pola kontur yang relatif berarah barattimur merupakan cerminan dari arah jurus lapisan batuan penyusunnya. 24

2 Satuan ini dicirikan oleh lereng (back slope) yang memanjang berarah barat-timur, dengan kemiringan ke arah selatan sebesar ±15. Besar kemiringan lapisan yang kurang dari 45 dan dip slope yang lebih landai dibandingkan back slope pada satuan ini merupakan penciri dari suatu bentukan punggungan homoklin. Satuan ini jarang sekali memiliki aliran sungai, hanya sedikit di bagian selatan dekat dengan aliran S. Ciseyah. Sebagian besar sungai yang berada di satuan ini sudah kering dan umumnya memiliki lembah yang berbentuk V Satuan Bukit Antiklin Satuan Bukit Antiklin (Foto 3.8) ini meliputi 22% daerah penelitian. Satuan yang terletak di bagian timur daerah penelitian ini memiliki ketinggian topografi yang berada pada kisaran mdpl. Elevasi tersebut menandakan bahwa intensitas denudasi dan erosi yang terjadi pada satuan ini hampir sama dengan Satuan Perbukitan Homoklin, dibuktikan dengan komposisi litologi penyusun yang sama, yaitu batupasir yang dominan. Foto 3.8 Satuan Bukit Antiklin (warna merah), foto menghadap ke WNW dari jalan raya di sebelah barat PY17-4. Ciri khas dari Satuan Bukit Antiklin adalah pola kontur yang berbentuk seperti bukit yang mengkerucut ke arah barat. Bentukan tersebut mengindikasikan suatu lipatan yang menunjam. Satuan ini mirip dengan pitching anticline 25

3 yangmerupakan salah satu tipe antiklin yang terbentuk pada daerah perbukitan lipatan atau folded mountain (Lobeck, 1939). Pada bagian tengah satuan ini terdapat pola punggungan yang memanjang berarah barat-timur yang merupakan cerminan dari sumbu lipatan. Kemiringan lereng (sayap lipatan) yang relatif landai menandakan bahwa kemiringan lapisan batuannya juga tidak terlalu besar Satuan Perbukitan Blok Sesar Satuan Perbukitan Blok Sesar meliputi 36% daerah penelitian. Satuan yang terletak di bagian tengah hingga selatan daerah penelitian ini memiliki ketinggian topografi yang berada pada kisaran mdpl (Foto 3.9). Morfologi pada satuan ini dicirikan oleh punggungan dan lembah yang memiliki pola pada arah relatih NE-SW dan NW-SE. Variasi elevasi dan morfologi tersebut dipengaruhi oleh faktor struktur berupa sesar, baik sesar naik maupun sesar mendatar, yang memotong litologi yang sebagian besar berupa batulempung sehingga menghasilkan suatu block mountain (Lobeck, 1939) atau yang dinamakan dengan faulted block (Gilbert, 1875 op.cit. Lobeck, 1939). Proses eksogen seperti denudasi dan erosi pada Satuan Perbukitan Blok Sesar berlangsung cukup signifikan sehingga bentuk-bentuk khas yang mencirikan satuan blok sesar seperti gawir sesar ataupun triangular facet sudah tidak terlihat lagi. Hal tersebut menandakan bahwa proses erosi yang berlangsung menyebabkan satuan ini termasuk ke dalam tahap tua atau old age (Lobeck, 1939). 26

4 Foto 3.9 Satuan Perbukitan Blok Sesar (foto menghadap ke SSW dari jembatan di utara PY4-12) Satuan Dataran Fluvial Satuan Dataran Fluvial (Foto 3.10) ini meliputi sekitar 10% daerah penelitian dan terletak di bagian tengah. Satuan ini berupa daerah yang melingkupi dua sungai besar di daerah penelitian, yaitu S. Cibadak dan S. Cijanggel, dengan arah relatif N-S dan NW-SE. Satuan ini memiliki ketinggian topografi yang berada pada kisaran mdpl. Ekspresi morfologi pada satuan ini berupa pola kontur yang sangat renggang yang diapit oleh pola kontur yang rapat. Hal tersebut menandakan bahwa daerah ini memiliki topografi cukup rendah yang diapit oleh perbukitan. Litologi penyusun unit satuan ini adalah material-material lepas yang berasal dari material hasil pelapukan berupa batuan sedimen klastik, batuan beku, ataupun batugamping berukuran pasir halus hingga bongkah. Sungai pada satuan ini memiliki bentuk berkelok-kelok, yang merupakan cikal bakal terbentuknya sungai meander. Proses geomorfik yang dominan berlangsung pada satuan ini adalah erosi dan pengendapan yang terjadi pada sisisisi kelokan sungai. Ciri khas dari satuan ini adalah lembah sungai yang berbentuk U, yang mengindikasikan tahapan geomorfik dewasa. 27

5 Foto 3.10 Satuan Dataran Fluvial (warna biru) yang terdiri dari endapan material-material lepas di sepanjang aliran sungai (inset) (foto diambil ke arah SSW dari jembatan di utara PY4-12). 3.2 Stratigrafi Daerah Cileungsi dan sekitarnya memiliki empat satuan batuan yang dibagi berdasarkan ciri litologinya, yaitu dari tua ke muda berturut-turut adalah Satuan Batulempung, Satuan Batupasir, Satuan Batugamping, dan Satuan Endapan Aluvial. Keempat satuan tersebut disusun di dalam sebuah kolom stratigrafi umum yang selanjutnya disetarakan dengan formasi batuan yang telah diamati oleh peneliti sebelumnya (Gambar 3.6). 28

6 Gambar 3.6 Kolom Stratigrafi Umum daerah penelitian Satuan Batulempung Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batulempung yang meliputi 65% dari luas daerah penelitian ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran A3). Penyebarannya dimulai 29

7 dari bagian tengah hingga bagian selatan daerah penelitian dengan pola penyebaran berarah W-E. Batuan ini tersingkap dalam kondisi segar hingga lapuk, dengan dimensi yang sedang hingga sangat besar di lokasi-lokasi tertentu. Jurus lapisan dari satuan ini umumnya berarah W-E dengan kemiringan yang relatif landai, berkisar antara Satuan ini tersingkap sepanjang sungaisungai besar seperti S. Cibadak, S. Cijanggel, dan S. Ciherang Satu (Lampiran A1, Peta Lintasan). Ketebalan satuan batuan ini sangat sulit untuk diketahui karena tidak ditemukan kontak stratigrafi di daerah penelitian, baik dengan batuan yang lebih tua maupun muda. Pengukuran penampang stratigrafi juga sulit untuk dilakukan karena singkapan yang tidak menerus dan terbatas. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, tebal satuan ini mencapai >650 m Ciri Litologi Satuan Batulempung sebagian besar tersusun oleh batulempung yang di bagian paling bawahnya terdapat sisipan berupa batupasir sangat halus berlapis tipis, sedangkan pada bagian tengahnya terdapat sisipan berupa perselingan batupasir sangat halus-batupasir halus yang ke atas berubah menjadi perselingan batugamping-napal. Setempat ditemui adanya sisipan dan lensa batugamping setebal m dan urat kalsit. Litologi yang berupa punggungan umumnya mengalami pelapukan intensif dan berwarna cokelat keabuan. Beberapa singkapan yang dijumpai pada satuan ini adalah zona hancuran dan terkadang muncul sebagai scalyclay. Pada satuan ini terdapat ichnofossil yang melimpah dan terkadang di bagian atasnya diakhiri oleh batugamping kalkarenit (Foto 3.11). 30

8 Foto 3.11 Singkapan Satuan Batulempung yang menunjukkan keterdapatan ichnofossil (inset) yang di bagian atasnya diendapkan batugamping kalkarenit sebagai sisipan (foto di stasiun PY4-11, menghadap ke timur). Batulempung pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu hingga abu kehitaman, lanauan, karbonatan, menyerpih, dan getas. (Foto 3.12). Foto 3.12 Singkapan Batulempung pada Satuan Batulempung yang memperlihatkan ciri litologi berwarna abu kehitaman dan menyerpih (foto di stasiun PY14-3b, menghadap ke utara). 31

9 Sisipan batupasir pada bagian bawah Satuan Batulempung adalah batupasir sangat halus, berwarna abu terang, terpilah baik, kemas tertutup, porositas sedang, karbonatan, kompak, berlapis baik, tebal bed seragam sekitar 1-2 cm, struktur sedimen laminasi sejajar dan setempat ichnofossil. Ketebalan sisipan ini diperkirakan mencapai >43m. Sayatan tipis sisipan batupasir menunjukkan ciri-ciri tekstur klastik; terpilah baik; kemas terbuka; butiran (55%) terdiri dari kuarsa (15%), plagioklas (10%), K-feldspar (5%), dan sisanya 25% terdiri dari kalsit, glaukonit, opak, kalsit, glaukonit, opak, fragmen litik dan fosil berupa foraminifera kecil plankton dan bentos, serta foraminifera besar; berukuran pasir sangat halus ( mm), berbentuk menyudut tanggung-menyudut; matriks (20%) berupa mineral lempung, mulai terekristalisasi menjadi serisit; semen (5%) berupa kalsit; porositas (20%) intergranular (Lampiran B1). Sisipan batupasir tersebut termasuk ke dalam jenis batupasir feldspathic wacke (Gilbert, 1954). Sisipan berupa perselingan batugamping-napal yang berada di bagian tengah satuan ini dicirikan oleh batugamping yang menipis lalu menebal lagi ke atas pada suksesi vertikalnya (Foto 3.13). Ketebalan sisipan ini diperkirakan mencapai 35 meter. Foto 3.13 Singkapan Satuan Batulempung bagian tengah yang memperlihatkan sisipan batugamping-napal (foto di stasiun PY11-6, menghadap ke utara). 32

10 Batugamping berwana abu kecokelatan, kompak, tebal di bagian yang menipis (thinning) adalah cm, sedangkan tebal di bagian yang menebal (thickening) adalah cm. Hasil analisis sayatan tipis pada batugamping tersebut menunjukkan komposisi butir sebesar 45%; berukuran 0,05-1,5 mm; terdiri dari fragmen fosil foraminifera, alga, koral, dan detritus berupa kuarsa; lumpur karbonat (25%); semen (25%); dan porositas interpartikel (5%) (Lampiran B2). Batugamping tersebut termasuk ke dalam jenis batugamping packstone (Dunham, 1962). Napal berwarna abu-abu, getas, dan tebal 5-10 cm Umur Hasil analisis mikrofosil, berdasarkan pada kandungan fosil foraminifera kecil plankton pada conto batuan di stasiun PY14-3, menunjukkan bahwa satuan ini memiliki kisaran umur N9-N12 ½ (Biozonasi Bolli dan Saunders, 1985) atau Awal Miosen Tengah (Lampiran C1) Lingkungan Pengendapan Analisis mikrofosil foraminifera kecil bentonik pada conto batuan di stasiun PY14-3, Sungai Cibadak menunjukkan bahwa Satuan Batulempung diendapkan pada lingkungan neritik tengah dengan kedalaman m (Lampiran C1). Pada satuan ini ditemukan ichnofossil yang jumlahnya cukup melimpah dan tersebar di beberapa stasiun. Ichnofossil tersebut termasuk ke dalam burrow jenis thalassinoides (Tucker, 2003). Thalassinoides merupakan salah satu jenis cruziana yang merupakan penciri lingkungan sublitoral atau offshore inner shelf (kedalaman m) dan lagoon (Tucker, 2003). Hasil analisis berdasarkan ichnofossil tersebut juga didukung oleh bukti bahwa di beberapa stasiun pada satuan ini dijumpai litologi batulempung yang ke atas berubah menjadi batulempung lanauan dan diakhiri oleh batugamping kalkarenit. Ciri tersebut menandakan bentukan gosong pasir lepas pantai atau offshore bar (Martodjojo, 1984). 33

11 Kesebandingan dan Hubungan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi dan waktu terbentuknya, maka Satuan Batulempung dapat disebandingkan dengan Formasi Cibulakan bagian atas (Arpandi, 1975 op.cit. Martodjojo, 1984) atau yang sinonim dengan Formasi Jatiluhur (Sudjatmiko, 1972 op.cit. Martodjojo, 1984). Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya tidak dapat diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian, sedangkan hubungan dengan Satuan Batupasir yang berada di atasnya adalah selaras dengan kontak berupa sesar naik yang diinterpretasikan dari rekonstruksi penampang geologi (Lampiran A3) Satuan Batupasir Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batupasir yang meliputi 25% dari luas daerah penelitian ditandai oleh warna kuning pada Peta Geologi (Lampiran A3). Penyebaran satuan ini berada di utara Satuan Batulempung hingga batas gawir sesar di utara, dengan pola penyebaran berarah W-E. Batuan pada satuan ini umunya tersingkap dalam kondisi segar (di tepi sungai) hingga sangat lapuk (di punggungan), dengan dimensi sedang hingga besar. Jurus lapisan dari satuan ini umumnya berarah W-E dengan kemiringan yang landai hingga cukup terjal, berkisar antara Satuan ini umumnya tersingkap di sekitar percabangan S. Cileungsi dan di sepanjang jalan quarry Desa Klapanunggal (Lampiran A1, Peta Lintasan). Ketebalan satuan batuan ini sangat sulit untuk diketahui karena di daerah penelitian tidak ditemukan kontak stratigrafi, baik dengan batuan yang lebih tua maupun muda. Pengukuran penampang stratigrafi juga sulit untuk dilakukan karena singkapan yang tidak menerus dan terbatas. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, tebal satuan ini mencapai >900 m Ciri Litologi Satuan Batupasir bagian bawah berupa batupasir dengan struktur laminasi sejajar yang parallel hingga wavy (Foto 3.14), lalu ke atas berubah menjadi batupasir berlapis tipis hingga sedang dengan suksesi vertikal menipis (thinning)lalu 34

12 menebal (thickening) lagi ke atas. Setelah itu, litologi tersebut berubah menjadi batupasir berselingan dengan batulempung dengan struktur di bagian bawah berupa lapisan sejajar dan bagian atas berubah menjadi lapisan silang-siur serta setempat sisipan dan lensa batugamping, kemudian di atasnya diendapkan batupasir masif (Foto 3.15). a b Foto 3.14 Singkapan batupasir pada Satuan Batupasir yang memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar parallel (a) dan wavy (b) (foto di stasiun PY15-1 dan PY5-4b). Foto 3.15 Singkapan Satuan batupasir yang menunjukkan struktur sedimen berupa lapisan silang-siur (bagian bawah) dan masif (bagian atas) (foto di stasiun PY15-5, menghadap ke barat). 35

13 Di atas batupasir masif diendapkan lagi perselingan antara batupasir dan batulempung yang kemudian berubah menjadi batupasir yang setempat terdapat sisipan dan lensa batugamping, lalu ke atas berubah lagi menjadi perselingan batupasir dan batulempung. Batupasir pada satuan ini umumnya berwarna abu terang-abu kecokelatan, ukuran butir halus, kemas tertutup, terpilah baik, porositas sedang, agak getaskompak, karbonatan, butir mengasar dan perlapisan semakin baik ke atas, tebal lapisan 2 cm hingga 8 m (masif), dan setempat urat kalsit. Hasil analisis sayatan tipis batupasir pada conto batuan di stasiun PY15-7 menunjukkan ciri-ciri tekstur klastik; terpilah baik; kemas terbuka; butiran (48%) terdiri dari kuarsa (22%), plagioklas (5%), K-feldspar (7%), dan sisanya 14% berupa kalsit, glaukonit, opak, fragmen litik dan fosil berupa foraminifera kecil plankton dan bentos, serta foraminifera besar; berukuran pasir sangat halus ( mm), berbentuk menyudut tanggung-menyudut; matriks (25%) berupa mineral lempung, mulai terekristalisasi menjadi serisit; semen (7%) berupa kalsit dan karbon; porositas (20%) intergranular (Lampiran B3). Batupasir tersebut termasuk ke dalam jenis batupasir feldspathic wacke (Gilbert, 1954). Batulempung yang menjadi perselingan dengan batupasir umumnya berwarna abu-abu, karbonatan, getas, tebal lapisan 2-3 cm. Batugamping yang menjadi sisipan dan lensa pada satuan ini adalah berupa batugamping kalkarenit, berwarna abu kecokelatan, sangat kompak, dan memiliki ketebalan cm Umur Hasil analisis mikrofosil, berdasarkan pada kandungan fosil foraminifera kecil plankton pada conto batuan di stasiun PY1-1, menunjukkan bahwa satuan ini memiliki kisaran umur N12 ½ - N14 (Biozonasi Bolli dan Saunders, 1985) atau Tengah Miosen Tengah Akhir Miosen Tengah (Lampiran C2) Lingkungan Pengendapan Analisis mikrofosil foraminifera kecil bentonik yang terdapat pada conto batuan di pada stasiun PY1-1 menunjukkan bahwa Satuan Batupasir diendapkan pada lingkungan neritik tengah dengan kedalaman m (Lampiran C2). 36

14 Kesebandingan dan Hubungan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi dan waktu terbentuknya, maka Satuan Batupasir dapat disebandingkan dengan Formasi Cibulakan bagian atas (Arpandi, 1975 op.cit. Martodjojo, 1984) yang sinonim dengan Formasi Jatiluhur (Sudjatmiko, 1972 op.cit. Martodjojo, 1984). Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya adalah selaras dengan kontak berupa sesar naik yang didapatkan dari rekonstruksi penampang geologi. Begitupula hubungan satuan ini dengan satuan di atasnya adalah selaras dengan kontak berupa sesar naik yang jelas terlihat dari keberadaan gawir sesar di bagian utara yang memanjang relatif barat-timur Satuan Batugamping Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batugamping yang meliputi 10% dari luas daerah penelitian ditandai oleh warna biru pada Peta Geologi (Lampiran A3). Penyebaran satuan ini berada di bagian paling utara daerah penelitian, tepatnya di utara Satuan Batupasir, dengan pola penyebaran berarah W-E. Umunya batuan pada satuan ini tersingkap dalam kondisi lapuk, berupa bukit-bukit gamping yang setempat ditemui goa-goa alami, dengan dimensi sedang hingga sangat besar. Jurus lapisan batuan pada beberapa singkapan yang ditemui dilapangan umumnya berarah NNW-SSE. Satuan ini umumnya tersingkap dengan baik di tebing utara (Foto 3.16), tetapi singkapan ini tidak mungkin digapai karena kondisi jalur penghubung yang tidak memungkinkan. Ketebalan satuan ini sangat sulit untuk diketahui karena di daerah penelitian tidak ditemukan kontak stratigrafi, baik dengan batuan yang lebih tua maupun muda. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi dan literatur yang ada, tebal Satuan Batugamping di daerah penelitian ini mencapai >250 m. 37

15 Foto 3.16 Singkapan Satuan Batugamping berupa tebing sangat curam (foto ke arah utara dari jalan quarry di Desa Klapanunggal) Ciri Litologi Satuan Batugamping berupa batugamping terumbu yang memiliki ciri berwarna abu-putih kecokelatan, kapuran, kompak, masif, terdapat fosil head coral masif sebagai biota utamanya (beberapa dalam posisi tumbuh), foraminifera kecil bentos dan foraminifera besar, ditemui pula rekahan-rekahan yang terisi oleh rekristalisasi kalsit (Foto 3.17). a b c d e Foto 3.17 Satuan Batugamping Terumbu (a), yang memperlihatkan kumpulan fosil-fosil foram besar dan alga (b), head coral (c dan e), dan rekristalisasi kalsit (d) yang diambil dari stasiun PY1-3 (foto ke NE). Pelarutan intensif yang terjadi pada batuan di satuan ini menghasilkan porositas sekunder hingga dimensi yang sangat besar berupa goa-goa alami yang di dalamnya terdapat stalaktit. Batugamping ini termasuk ke dalam fasies 38

16 boundstone (Dunham, 1962). Hasil analisis petrografi dari matriks untuk fasies ini menunjukkan keterdapatan fosil-fosil berupa koral, alga merah, alga hijau, foraminifera plankton dan bentos, serta foraminifera besar berupa Miogypsina sp, Lepidocyclina sp, dan Cycloclypeus sp (Lampiran B4) Umur Analisis umur berdasarkan kandungan fosil foraminifera kecil tidak dapat dilakukan pada Satuan Batugamping karena tidak ditemukannya batuan klastik halus. Analisis umur pada satuan ini didasarkan pada kandunga fosil foraminifera besar, yaitu antara lain berupa Miogypsina yang memilki kisaran umur Te5-Tf2 dan Lepidocyclina yang memiliki kisaran umur Te1-Tf3 (van der Vlerk dan Umbgrove, 1927 op.cit. Pringgoprawiro dan Kapid, 2000). Oleh karena itu, satuan ini memiliki kisaran waktu pengendapan mulai dari Te5 hingga Tf2. Analisis tersebut juga didukung oleh data literatur berupa umur Formasi Klapanunggal yang dapat disetarakan dengan satuan ini, yaitu N14-N16 atau Akhir Miosen Tengah Awal Miosen Akhir (Martodjojo, 1984) Lingkungan Pengendapan Berdasarkan pada kandungan biota utamanya yang berupa head coral, maka Satuan Batugamping memiliki lingkungan pengendapan yang dekat dengan reef crest yaitu pada reef front atau yang hampir setara dengan neritik dangkal (James et al., 1979 op.cit James et al., 1989) Kesebandingan dan Hubungan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi dan waktu terbentuknya, maka Satuan Batugamping ini dapat disebandingkan dengan Formasi Klapanunggal (Effendi, 1974 op.cit Martodjojo, 1984) yang sinonim dengan Formasi Parigi (Frei, 1931 op.cit Martodjojo, 1984). Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya adalah selaras dengan kontak berupa sesar yang ditandai oleh adanya gawir sesar, sedangkan hubungan satuan ini dengan satuan di atasnya tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian. 39

17 3.2.4 Satuan Endapan Aluvial Penyebaran dan Ketebalan Satuan Endapan Aluvial yang meliputi 5% dari luas daerah penelitian ditandai dengan warna abu-abu pada Peta Geologi (Lampiran A3). Penyebaran satuan ini berada di sepanjang sungai besar yang memotong bagian tengah daerah penelitian dalam arah N-S. Satuan ini tersingkap dengan baik terutama di sepanjang S. Cibadak, S. Cijanggel, dan S. Ciherang Satu (Foto 3.18). Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketebalan satuan ini diperkirakan >5 meter. Foto 3.18 Endapan Aluvial di Sungai Ciherang Satu (foto menghadap ke SSW) Ciri Litologi Satuan Endapan Aluvial tersusun oleh material lepas-lepas hasil pelapukan batuan yang lebih tua. Material lepas tersebut berukuran pasir halus hingga bongkah, berbentuk menyudut tanggung-membundar, terdiri dari fragmenfragmen batuan sedimen dan batuan beku, antara lain batulempung, batulanau, batupasir, batugamping, andesit, dan basalt Umur Satuan Endapan Aluvial berumur Resen karena proses pengendapannya masih terus berlangsung hingga sekarang. 40

18 Lingkungan Pengendapan Satuan Endapan Aluvial diendapkan di lingkungan darat berupa sungai. Fragmen-fragmennya merupakan hasil transport dari daerah di bagian selatan daerah penelitian melalui media air sungai Kesebandingan dan Hubungan Stratigrafi Satuan Endapan Aluvial tidak memiliki kesebandingan stratigrafi dengan satuan-satuan resmi yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya. Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya adalah tidak selaras, ditandai oleh terbentuknya bidang atau permukaan erosional. 3.3 Struktur Geologi Pola struktur geologi yang berkembang di daerah Cileungsi dan sekitarnya termasuk ke dalam Pola Jawa. Daerah Cileungsi termasuk ke dalam Daerah Struktur Krawang Selatan yang umumnya ditandai oleh kelurusan struktur berarah hampir barat timur (Martodjojo, 1984) (Gambar 3.7). Struktur geologi yang berkembang di daerah Cileungsi dan sekitarnya terdiri dari sesar-sesar anjak berarah W-E, sesar-sesar mendatar berarah NNW-SSE dan NNE-SSW, perlipatan dengan sumbu yang relatif sejajar dengan sesar anjak, dan sesar sobekan berarah N-S. Bukti-bukti yang menunjukkan adanya strukturstruktur tersebut antara lain berupa zona hancuran, data kekar gerus (shear fracture), kekar tarik (gash fracture), breksiasi, offset lapisan, cermin sesar, litologi scalyclay, dan kedudukan lapisan beserta sebarannya. Selain itu, hasil analisis kelurusan dari peta kontur dan citra SRTM juga dapat dijadikan sebagai data pendukung keberadaan jalur zona lemah yang berkembang di daerah penelitian. Data-data yang diambil dari lapangan tersebut kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Stereonet for Window v Penamaan sesar dilakukan berdasarkan klasifikasi ganda (Rickard, 1973 op.cit. Harsolumakso, dkk, 1997). Penamaan struktur diambil dari nama sungai, desa, atau bukit tempat ditemukannya bukti jalur sesar tersebut. 41

19 Gambar 3.7 Peta Daerah Struktur Krawang Selatan yang menunjukkan lokasi daerah Cileungsi dan sekitarnya (kotak hijau) (Martodjojo, 1984). Sesar naik yang dijumpai di daerah penelitian antara lain adalah Sesar Naik Bukit Klapanunggal, Sesar Naik Leuwibilik, Sesar Naik Ciseyah, Sesar Naik Jaura, Sesar Naik Cibadak, Sesar Naik Ciherangpeuntas, Sesar Naik Kuprak, dan Sesar Naik Ciheranglandeuh. Sesar-sesar naik tersebut memotong seluruh satuan batuan yang ada di daerah penelitian. Sesar mendatar di daerah penelitian memiliki dua arah umum. Pertama adalah berarah NNE-SSW yang merupakan sesar mendatar mengiri, antara lain 42

20 adalah Sesar Mengiri Leuwikaret, Sesar Mengiri Nanggerang, dan Sesar Mengiri Parungpanteng. Kedua adalah berarah NNW-SSE yang merupakan sesar mendatar menganan, yaitu Sesar Menganan Cijanggel. Sesar Mengiri Pabuaran yang berarah relatif N-S atau relatif tegaklurus terhadap arah sesar naik dan sumbu lipatan. Sesar mendatar ini digolongkan kedalam sesar sobekan atau tearfault yang memotong barisan sesar naik dan lipatan yang berkembang di daerah penelitian (Twiss dan Moore, 1992). Lipatan yang berkembang di daerah penelitian adalah berupa antiklin dan sinklin yang terpisahkan oleh sesar sobekan menjadi dua blok, yaitu di bagian barat dan timur. Lipatan-lipatan yang berada di blok bagian barat memiliki arah penunjaman ke timur, sedangkan lipatan-lipatan yang berada di blok bagian timur memiliki arah penunjaman ke barat. Kelurusan arah sumbu lipatan dan sesar-sesar tersebut di atas memberikan kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian memiliki arah relatif N-S yang sesuai dengan Pola Jawa. Analisis mengenai struktur geologi akan dibahas secara lebih rinci pada Bab Analisis Struktur Geologi Daerah Cileungsi dan Sekitarnya. 43

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm. Gambar 3.17. Foto singkapan konglomerat, lokasi GGR-9 Gambar 3.18. Foto singkapan konglomerat, menunjukkan fragmen kuarsa dan litik, lokasi GGR-9 Secara megaskopis, ciri litologi batupasir berwarna putih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian III.1.1 Morfologi dan Kondisi Umum Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian. Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari bagaimana bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari proses bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1 Geomorfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi, pengamatan

Lebih terperinci

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Foto 3.5 Singkapan batugamping di lapangan pada titik pengamatan: A.GH-10, B. GHB - 2 C. SCT -3 D. GHB-4 20 3.2.3 Satuan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. Adapun sisipan tebal konglomerat dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan, fragmen

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

Batupasir. Batugamping. Batupasir. Batugamping. Batupasir

Batupasir. Batugamping. Batupasir. Batugamping. Batupasir nama Anggota Tawun Formasi Tuban. Van Bemmelen (1949 dalam Kadar dan Sudijono, 1994) menggunakan nama Lower Orbitoiden-Kalk (Lower OK) dan dimasukkan dalam apa yang disebut Rembang Beds. Selanjutnya, oleh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Geomorfologi pada daerah penelitian diamati dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan yang kemudian diintegrasikan dengan interpretasi

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Penafsiran Kondisi Geomorfologi Daerah Penelitian Daerah penelitian di Ds. Nglegi, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen adalah prosesproses yang

Lebih terperinci

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan B T Batupasir Batulanau Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan Lokasi pengamatan untuk singkapan breksi volkanik berada pada lokasi Sdm.1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Bentuk-bentuk muka bumi yang ada sekarang seperti benua, dasar samudera, palung, pegunungan, lembah, bukit, dataran dan seterusnya merupakan hasil dari proses

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi pada satuan batuan ini, maka satuan batulempung disetarakan dengan Formasi Sangkarewang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci