HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 40 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Daya Ikat Air Naget Kelinci Hasil pengukuran daya ikat air naget kelinci dengan tiga perlakuan penambahan wortel, disajikan pada Tabel 6. Ulangan Tabel 6. Nilai Rata-rata Daya Ikat Air Naget Kelinci dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel Perlakuan P1 P2 P (%). 1 54,89 55,96 57, ,66 54,87 59, ,69 55,06 59, ,01 55,87 57, ,20 54,65 55, ,61 56,38 56,09 Rata-rata 55,34 55,47 57,71 Keterangan : P1 = Penambahan Wortel 5% P2 = Penambahan Wortel 10% P3 = Penambahan Wortel 15% Berdasarkan Tabel 6. menunjukkan bahwa daya ikat air naget kelinci mengalami peningkatan dari setiap perlakuan penambahan wortel. Nilai rata-rata daya ikat air tertinggi yaitu sebesar 57,71% pada penambahan wortel 15% (P3), sedangkan terendah yaitu sebesar 55,34% pada penambahan wortel 5% (P1), selanjutnya untuk mengetahui apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap daya ikat air, maka dilakukan analisis sidik ragam (Lampiran 2). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan wortel nyata berpengaruh (P<0,05) terhadap daya ikat air naget kelinci.

2 41 Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan antar perlakuan dilakukan, hasil signifikansinya di sajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Multiple Range Test (DMRT) Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel dalam Adonan terhadap Daya Ikat Air Naget Kelinci Perlakuan Daya Ikat Air Signifikansi (0,05)...%... P3 57,71 a P2 55,47 b P1 55,34 b Keterangan: Huruf kecil yang tidak sama pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata. Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan bahwa daya ikat air naget kelinci pada perlakuan wortel 15% yaitu (57,71) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan wortel 5% yaitu (55,34) dan perlakuan wortel 10% yaitu (55,47), sementara perlakuan wortel 10% yaitu (55,47) jika di bandingkan dengan perlakuan wortel 5% yaitu (55,34) nyata tidak berbeda. Hal ini disebabkan rata-rata kadar air pada naget kelinci konsentrasi wortel 10% (55,80%) dan 5% (55,65%) tidak jauh berbeda, sedangkan pada konsentrasi wortel 15% (58,05%), dengan meningkatnya penambahan wortel 15% kadar air yang dihasilkan lebih tinggi sehingga mempengaruhi daya ikat air naget kelinci. Kadar air pada wortel sangat tinggi yaitu sebesar 88,29/100 gram. Hasil ini menunjukkan bahwa daya ikat air mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya konsentrasi wortel, hal ini diduga kandungan serat pada wortel. Peningkatan daya ikat air yang nyata pada konsentrasi wortel 15% karena dengan semakin banyaknya konsentrasi wortel yang ditambahkan dapat

3 42 meningkatkan kadar serat pangan sehingga berperan dalam mengikat air sehingga kemampuan penyerapan air menjadi lebih baik. Serat wortel ini akan mengikat air dalam matriks naget sehingga akan mengurangi kehilangan air. Hal ini sejalan dengan pendapat Wirjatmadi dkk, (2002), bahwa serat yang larut dalam air cenderung bercampur dengan air membentuk jaringan gel atau jaringan pekat. Jaringan pekat dalam penelitian ini yaitu dengan ditambahkannya bahan pengisi yaitu tepung meizena. Hasil penelitian ini sesuai dengan Evawati dan Irawan (2014), yang menyatakan penambahan 15% wortel pada naget menghasilkan nilai serat terbaik, sehingga kemampuan penyerapan air menjadi lebih baik. Bahan pengisi dalam proses gelatinisasi dapat mengikat lebih banyak air, sedangkan air dapat membantu melarutkan garam dan meningkatkan jumlah protein yang terekstrak sehingga produk yang dihasilkan akan menjadi lebih berisi dan bertekstur, selain itu bahan pengisi dalam pembuatan naget kelinci juga berfungsi untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan flavour, mengurangi pengerutan selama pemasakan, dan dapat meningkatkan karakteristik irisan produk. Selain itu dengan ditambahkannya bahan pengisi dapat menambah kokoh dan kopak pada naget kelinci. Sesuai dengan pendapat (Fitriadenti, 2011) bahwa kandungan pati yang menyebabkan gel yang terbentuk pada saat pemanasan juga akan menimbulkan produk yang kokoh dan kompak. Untuk mengetahui perlakuan yang paling optimal terhadap daya ikat air naget kelinci dilakukan uji polinomial orthogonal. Hasil dari uji polinomial orthogonal disajikan pada Ilustrasi 5.

4 Daya Ikat Air (%) Y = x R² = Persentase wortel Ilustrasi 5. Grafik Polinomial Orthogonal Daya Ikat Air Hasilnya menunjukkan bahwa pada daya ikat air mengikuti pola regresi linear dengan persamaan Y= x dengan R 2 = Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi wortel untuk setiap perlakuan diikuti oleh peningkatan kadar air naget kelinci, sesuai dengan pendapat Ghozali, (2012) jika nilai yang mendekati 1 berarti variable-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variable-variabel dependen. Koefisien determinasi penelitian ini diperoleh hasil 79% yang artinya daya ikat air naget kelinci sebesar 79% dipengaruhi oleh konsentrasi wortel dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti bahan utama dan bahan tambahan. Kandungan serat dan kadar air pada wortel sangat tinggi sehingga daya mengikat air pada naget kelinci tinggi dan baik pula, sesuai dengan pendapat Huber dkk, (2003) bahwa wortel mempunyai sifat daya ikat air yang tinggi dan sangat baik, karena ikatan airnya sangat kuat, serat wortel akan mengikat air dalam matrik naget sehingga akan mengurangi kehilangan air, semakin tinggi penambahan wortel, kandungan serat pada naget kelinci yang dihasilkan semakin tinggi dan daya ikat air juga tinggi sehingga sangat baik jika dikonsumsi terutama penderita kolesterol darah dan gula darah, karena naget kelinci rendah akan kolesterol. Sesuai

5 44 dengan pendapat Kasim (2004) bahwa makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula darah. 4.2 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Susut Masak Naget Kelinci Hasil pengukuran susut masak naget kelinci dengan tiga perlakuan konsentrasi penambahan wortel, disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Rata-rata Susut Masak Naget Kelinci dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel Ulangan Perlakuan P1 P2 P (%).. 1 2,01 1,60 2,47 2 1,67 2,19 0,90 3 2,29 1,92 2,79 4 2,03 2,28 2,43 5 2,35 1,63 0,63 6 2,25 2,21 1,51 Rata-rata 2,10 1,97 1,79 Berdasarkan data Tabel 8. dapat dijelaskan bahwa susut masak naget kelinci menurun dengan meningkatnya penambahan wortel. Nilai susut masak terendah diperoleh pada perlakuan wortel 15% (P3) yaitu 1,79%, diikuti dengan perlakuan wortel 10% (P2) yaitu 1,97% dan perlakuan wortel 5% (P1) yaitu 2,10%. Hasil analisis sidik ragam untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan wortel terhadap susut masak pada naget kelinci, dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil yang diperoleh bahwa susut masak naget kelinci tidak nyata berpengaruh (P>0,05) pada setiap perlakuan. Penambahan konsentrasi wortel pada naget kelinci dengan semakin tinggi memiliki susut masak yang rendah karena kemampuan serat pada wortel mengikat matrik pada naget sehingga cairan nutrisi yang hilangpun lebih rendah.

6 45 Hasil analisis ragam dan uji polinomial orthogonal (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tingkat penggunaan wortel tidak nyata berpengaruh (P>0.05) terhadap susut masak naget kelinci yang dihasilkan, hal ini disebabkan susut masak dipengaruhi oleh waktu dan suhu pemasakan, sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) bahwa faktor yang mempengaruhi susut masak yaitu waktu dan suhu pemasakan, banyak membrane seluler, banyak keluar air, degradasi protein, dan kemampuan daging mengikat air, ph, panjang sakromer serabut otot, ukuran otot, ukuran dan berat sampel daging serta penampang daging. Susut masak naget kelinci hasil penelitian yaitu 1,79% (P3), 1,97% (P2) dan 2,10% (P1) masih dalam kisaran normal sesuai dengan pendapat Soeparno (2009), bahwa umumnya nilai susut masak antara 1,5-54%. Pengukusan naget kelinci pada suhu C selama 45 menit menyebabkan terdegradasinya protein dalam adonan naget. Kandungan protein wortel yang sedikit yaitu sebesar 0.93% membuat nilai susut masak tidak berbeda jauh antar perlakuan dan jarak antar konsentrasi wortel yang tidak terlalu jauh tidak mampu menurunkan kualitas susut masak secara signifikan terhadap naget kelinci. Meningkatnya kadar protein akan meningkatkan daya ikat air dan menurunkan susut masak (Jajang, dkk., 2011). Susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan susut masak yang besar, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit, selain itu merupakan indikator nilai nutrisi naget yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot serta serta kadar air pada wortel dengan berbagai konsentrasi sehingga daya ikat air yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Soeparno (2009), bahwa daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik

7 46 daripada daging dengan susut masak lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit sehingga naget kelinci dengan susut masak rendah akan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan naget kelinci memiliki susut masak tinggi. 4.3 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Keempukan Naget Kelinci Hasil pengukuran keempukan naget kelinci dengan tiga perlakuan penambahan wortel, disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Rata-rata Keempukan Naget Kelinci dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel Ulangan Perlakuan P1 P2 P3... (mm/g/10 detik). 1 39,60 55,80 68, ,60 60,00 45, ,60 49,80 40, ,40 33,60 45, ,60 35,20 47, ,00 45,80 40,00 Rata-rata 39,63 46,70 47,73 Dari data Tabel 9. diketahui bahwa nilai rata-rata keempukan mengalami peningkatan dengan meningkatnya konsentrasi wortel berturut-turut diperoleh pada perlakuan wortel 5% (P1) yaitu 39,63 mm/g/10 detik, perlakuan wortel 10% (P2) yaitu 46,70 mm/g/10 detik, dan perlakuan wortel 15% (P3) yaitu 46,33 mm/g/10 detik. Hasil analisis ragam dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan wortel terhadap keempukan naget kelinci (Lampiran 4). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keempukan naget kelinci tidak nyata berpengaruh (P>0,05) suhu yang digunakan tinggi yaitu sebesar C dengan waktu 45 menit

8 47 pada saat pengukusan dan penggorengan dengan suhu C selama 5 menit sehingga dapat mengurangi kandungan air yang terdapat pada naget kelinci sehingga keempukan tidak nyata berbeda. Menurut Soeparno (2005) pada prinsipnya pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, dan kedua pengaruh pemasakan ini tergantung waktu atau temperatur. Hal yang menyebabkan tidak berpengaruhnya penambahan wortel terhadap keempukan naget kelinci ini diduga karena pemasakan. Uji polinomial orthogonal dilakukan untuk mengetahui perlakuan yang paling optimal terhadap keempukan naget kelinci (Lampiran 4). Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat penggunaan wortel tidak nyata berpengaruh (P>0,05) terhadap keempukan naget kelinci yang dihasilkan. Peningkatan konsentrasi wortel tidak diikuti oleh peningkatan keempukan yang nyata karena pada saat pengukusan dan penggorengan naget kelinci terjadi kerusakan dan perubahan struktur protein otot terutama pada aktin dan myosin. sehingga menyebabkan penurunan kemampuan protein otot dan meningkatkan keempukan pada daging sesuai dengan pendapat (Bouton, dkk., 1971) bahwa keempukan dipengaruhi oleh struktur otot seperti protein myofibrillar dan jaringan ikat dan proses pemasakan. 4.4 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Tingkat Akseptabilitas pada Naget Kelinci Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap warna naget kelinci (Lampiran 5) diperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi wortel tidak nyata berpengaruh (P>0,05) terhadap warna pada naget kelinci (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa warna naget dengan penambahan wortel sampai

9 48 konsentrasi 15% pada pembuatan naget kelinci memberikan respon warna yang sama karena penggunaan takaran wortel yang persentasenya sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap warna naget kelinci. Selain itu juga terjadi reaksi karamelisasi pada saat penggorengan sehingga warna yang dihasilkan sama. Morreira (1999) menyatakan bahwa metode penggorengan deep fat frying merupakan proses pemasakan makanan dengan menggunakan kontak langsung dengan minyak panas, dalam cara ini terjadi perpindahan panas dan massa. Perpindahan panas selama penggorengan berjalan cepat karena seluruh permukaan bahan berinteraksi langsung dengan minyak goreng sehingga akan menghasilkan penampakan produk yang seragam. Menurut Winarno (2008) warna merupakan hal penting bagi makanan, baik yang sudah diolah maupun yang tidak diolah. Secara visual faktor warna tampil lebih dulu dan kadang-kadang sangat menentukan sebelum mempertimbangkan faktor lain Pengaruh Perlakuan terhadap Rasa Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap rasa naget kelinci (Lampiran 6) diperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi wortel tidak nyata berpengaruh (P>0,05) terhadap rasa pada naget kelinci. Hal ini menunjukkan bahwa naget dengan penambahan wortel sampai konsentrasi 15% memberikan respon yang sama. Rasa pada naget kelinci diantaranya dipengaruhi oleh bahan daging yang ditambahkan, cara pemasakan terutama tingginya suhu dan lama pemasakan, serta bumbu. Presentase dari setiap bumbu yang digunakan dalam setiap perlakuan sama sehingga rasa yang dihasilkanpun sama. Bumbu ikut berperan penting dalam

10 49 pembentukan rasa naget kelinci. Hal ini sejalan dengan pernyataan Buckle, dkk., (1985) bahwa bumbu yang ditambahkan berperan dalam pembentukan flavour yang diperkuat oleh adanya pemasakan. Diikuti pula oleh pendapat Soeparno (2005), rasa daging masak banyak ditentukan oleh prekursor yang larut dalam air dan lemak, selain itu proses pengolahan dan lama penyimpanan serta lama dan temperatur pemasakan juga dapat mempengaruhi rasa pada naget. Rasa pada bahan makanan ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatile kompleks. Sedangkan wortel mengandung bahan-bahan volatile dalam jumlah sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap rasa naget. Sejalan dengan penelitian Arief Abadi (2004), mengenai penambahan kombinasi wortel dan minyak jagung pada sosis daging sapi terhadap rasa yang dihasilkan oleh sosis daging sapi tidak berpengaruh disebabkan wortel yang ditambahkan tidak mempunyai rasa khas yang cukup tajam yang dapat mempengaruhi rasa naget kelinci keseluruhan Pengaruh Perlakuan terhadap Aroma Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap aroma naget kelinci (Lampiran 7) hasilnya diperlihatkan bahwa penambahan wortel memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma naget kelinci. Kemudian diuji lanjut dengan uji Man-Whitney untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, hasilnya tercantum pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Aroma Naget Kelinci Perlakuan Rata-rata Ranking Skala Hedonik Signifikansi (0,05) P3 24,18 Suka a P2 28,43 Suka a P1 38,90 Agak suka b Keterangan: Huruf kecil yang tidak sama pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata.

11 50 Tabel 10. menunjukkan bahwa tingkat kesukaan aroma naget kelinci tinggi pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 15% (P3) tidak berbeda nyata dengan pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 10% (P2), tetapi berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi wortel 5% (P1). Hal ini disebabkan karena perlakuan konsentrasi wortel 5% (P1) memiliki presentasi wortel sedikit sehingga tidak memiliki aroma yang khas yang disukai oleh panelis tetapi pada penambahan konsentrasi wortel 10% (P2) dan 15% (P3) mulai memberikan aroma wortel pada naget kelinci sehingga disukai oleh panelis. Perlakuan konsentrasi wortel 10% (P2) dan 15% (P3) dengan 5% (P1) memberikan aroma yang berbeda karena aroma pada bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatil kompleks yang berasal dari bahan utama dan banyaknya bahan tambahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (2008) aroma atau bau merupakan sifat sensori yang pada umumnya menentukan kelezatan makanan. Tanggapan terhadap sifat sensori aroma biasanya diasosiasikan volatil kompleks yang berasal dari bumbu-bumbu yang ditambahkan. Pembuatan naget kelinci ditambah presentasi wortel memberi pengaruh pada aroma naget kelinci yang dapat diterima oleh panelis, dengan bertambah banyak konsentrasi wortel yang ditambahkan sangat mempengaruhi cita rasa khas pada naget kelinci, selain itu juga bau atau aroma yang khas daging kelinci tertutup oleh senyawa volatile yang terdapat pada wortel. Salah satu faktor penting yang pertimbangan konsumen dalam memilih produk makanan adalah aroma. Sesuai dengan pendapat Winarno (1997) menyatakan bahwa dalam banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh aroma atau bau dari makanan tersebut. Aroma yang menggugah selera akan menjadi parameter yang baik bagi konsumen untuk memilih produk tersebut.

12 51 Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar. Tanggapan terhadap sifat sensori bau dan aroma biasanya diasosiasikan dengan bau produk atau senyawa tertentu yang sudah umum dikenal seperti bau vanilla, asam butirat dan sebagainya. Penciuman bau atau aroma dapat dilakukan terhadap produk secara langsung (Dwi Setyaningsih dkk, 2010) Pengaruh Perlakuan terhadap Keempukan Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap keempukan naget kelinci (Lampiran 8). Hasilnya diperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi wortel berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap keempukan pada naget kelinci. Keempukan subjektif naget dengan penambahan wortel pada pembuatan naget kelinci memberikan respon yang sama karena rentang wortel yang hanya 5%. Sedangkan persentase daging yang ditambahkan pada masing-masing perlakuan sama, sesuai dengan pendapat Iqbal (2016) yang menyatakan persentase daging yang sama tidak berpengaruh terhadap keempukan naget ayam. Kesan keempukan subjektif pada naget kelinci ditentukan oleh panelis karena tergantung pada respon dan sensori diantara individu pada saat mengunyah, sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) kesan keempukan pada naget kelinci secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan beberapa aspek diantaranya mudah atau tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam naget, mudah atau tidaknya dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, dan jumlah residu yang tertinggal setelah dikunyah

13 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Penerimaan Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap total penerimaan naget kelinci diuji menggunakan statistik Kruskal-Wallis. Dari hasil analisis statistik Kruskal-Wallis (Lampiran 9) diperlihatkan bahwa penambahan wortel memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap total penerimaan pada naget kelinci. Data tersebut kemudian diuji lanjut dengan uji Man-Whitney untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Tabel 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Total Penerimaan Naget Kelinci Perlakuan Rata-rata Ranking Skala Hedonik Signifikansi (0,05) P3 27,60 Suka a P2 25,85 Suka a P1 38,05 Agak suka b Keterangan: Huruf kecil yang tidak sama pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata. Tabel 11. menunjukkan bahwa penilaian secara subjektif yang dilakukan oleh panelis terhadap total penerimaan naget kelinci memberikan tanggapan dan kesan yang berbeda. Total penerimaan naget kelinci pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 15% (P3) tidak berbeda nyata dengan total penerimaan pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 10% (P2), tetapi keduanya berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi wortel 5% (P1). Hal ini disebabkan karena perlakuan konsentrasi wortel 5% memiliki presentasi wortel yang sedikit sehingga agak disukai oleh panelis karena wortel tidak memiliki rasa yang khas sehingga takaran wortel yang sedikit tidak memberikan senyawa volatile yang begitu khas. Menurut Hendrick, dkk. 1994; Ali, dkk., (2011), Sayuran juga dapat dijadikan filler, binder, pengganti lemak dan sumber serat makanan dan antioksidan alami di sistem perdagingan.

14 53 Dari data yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian akseptabilitas panelis dari segi total penerimaan menunjukkan bahwa penambahan wortel mempengaruhi total penerimaan naget kelinci yang dihasilkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam Hasil pengamatan daya ikat air naget ayam dengan tiga perlakuan penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Ayam Petelur Afkir Rata-rata hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi sari buah stroberi (Fragaria

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Kualitas Fisik 4.1.1. Pengaruh terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam bahan pengisi terhadap daya ikat air pada bakso ayam disajikan pada Tabel 6. Tabel 6.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6. 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber bahan pangan memiliki banyak macam produk yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang berasal dari peternakan yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2 Karakteristik Fisik, Kimia dan Nilai Kesukaan Nugget Ayam Dengan Penambahan Pasta Tomat (Effect of Tomatos Paste to Physicochemical and Sensory Characteristics Chicken Nuggets) Eka Wulandari, Lilis Suryaningsih,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI Siswosubroto E. Surtijono 1 ; Indyah Wahyuni 1, Arie Dp. Mirah 1 1) Fakultas Peternakan Unsrat Manado, 95115

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR Sarah Mayang Surgawi, Wendry Setyadi Putranto, dan Kusmajadi Suradi Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk pangan semakin meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour)

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour) SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour) Yulianti 1, Harapin Hafid 2, Astriana Naphirah 2 1.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini gaya hidup serta pola konsumsi makanan pada masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, terhadap selera produk pangan yang cenderung lebih menyukai sesuatu yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget)

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget) Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget) Nurzainah Ginting Staf Pengajar Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang

PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang dikonsumsi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

Key words: chicken nuggets, broiler chicken livers, the fat content, elasticity, flavour

Key words: chicken nuggets, broiler chicken livers, the fat content, elasticity, flavour Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 301 308 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KADAR LEMAK, KEKENYALAN DAN CITA RASA NUGGET AYAM YANG DISUBSTITUSI DENGAN HATI AYAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum

Lebih terperinci

Karakteristik Dendeng Ayam Broiler Pada Berbagai Suhu dan Lama Pengeringan

Karakteristik Dendeng Ayam Broiler Pada Berbagai Suhu dan Lama Pengeringan Karakteristik Dendeng Ayam Broiler Pada Berbagai Suhu dan Lama Pengeringan Kusmajadi Suradi Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Pendahuluan Dendeng merupakan produk olahan daging menggunakan kombinasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama adalah daging segar puyuh petelur jenis lokal, hasil

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama adalah daging segar puyuh petelur jenis lokal, hasil III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 BahanPenelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama adalah daging

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi sudah banyak perubahan dalam pola makan, sebagai dampak dari adanya perubahan tingkat ekonomi dan pendidikan penduduknya.

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, karena pangan merupakan salah satu faktor utama yang dibutuhkan mahluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Kelinci Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci fryermerupakan karkas kelinci muda umur 2 bulan, sedangkan karkas kelinci

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN JENIS FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK NUGGET IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) PENULISAN DAN SEMINAR ILMIAH

PENGARUH PERBEDAAN JENIS FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK NUGGET IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) PENULISAN DAN SEMINAR ILMIAH PENGARUH PERBEDAAN JENIS FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK NUGGET IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) PENULISAN DAN SEMINAR ILMIAH OLEH: DEBBY NATALLIA NRP 6103007066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pembuatan Gel Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan frekuensi pencucian terbaik pada surimi ikan nila merah. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian daging lumat yang tepat (1 kali pencucian, 2 kali pencucian dan 3 kali pencucian) dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Cobb umur 55 minggu yang di ambil bagian dadanya dan dipisahkan dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Cobb umur 55 minggu yang di ambil bagian dadanya dan dipisahkan dari III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang digunakan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi ditinjau dari kandungan asam amino yang lengkap dalam protein daging, hal ini memungkinkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakso merupakan salah satu olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki rasa yang khas, enak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katak merupakan komoditas yang sangat penting, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara Eropa, Amerika dan beberapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside) III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Cassava stick adalah singkong goreng yang memiliki bentuk menyerupai french fries. Cassava stick tidak hanya menyerupai bentuk french fries saja, namun juga memiliki karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci