BAB 1 PENDAHULUAN. flora dan fauna. Berdasarkan letak fisiografis wilayah Indonesia, seperti garis

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara beriklim tropis yang kaya akan keanekaragaman flora dan fauna. Berdasarkan letak fisiografis wilayah Indonesia, seperti garis lintang, ketinggian, sebaran bentang darat dan perairan, pegunungan dan gununggunung yang tinggi berpengaruh terhadap variasi dan tipe curah hujan di wilayah Indonesia (Tukidin, 2010) Terdapat dua musim utama sepanjang tahun, yakni musim hujan dan musim kemarau. Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, terutama pada saat musim hujan. Oleh karena itu ketersediaan air di Indonesia tergolong melimpah. Air merupakan sumberdaya alam yang paling utama untuk kehidupan, baik itu flora, fauna, bahkan manusia. Kebutuhan makhluk hidup akan air sangatlah tinggi, karena semua makhluk hidup membutuhkan air untuk keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan makhluk hidup akan air berbanding lurus dengan pertambahan jumlah makhluk hidup. Semakin banyak makhluk hidup yang ada maka semakin banyak air yang dibutuhkan untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Untuk mendapatkan air tidaklah sulit, banyak sumber air yang dapat ditemui sepeti: sungai, air tanah, dan masih banyak lagi sumbersumber air yang ada termasuk air hujan. 1

2 Hujan (presipitasi) merupakan curahan atau turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2010). Proses terjadinya hujan diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak ketempat yang lebih tinggi oleh karena adanya perbedaan tekanan uap air. Uap air bergerak dari tempat dengan tekanan uap air lebih tinggi ke tempat dengan tekanan uap air lebih rendah. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi (dengan suhu udara menjadi lebih rendah) tersebut pada ketinggian tertentu akan mengalami kejenuhan dan apabila hal ini terjadi diikuti dengan terjadinya kondensasi, maka uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran hujan (Asdak, 2010). Dengan adanya hujan maka kebutuhan makhluk hidup akan air dapat terpenuhi. Namun karena hujan tidak turun setiap saat, kita perlu menjaga agar ketersediaann air dapat cukup bila kelak kemarau datang. Salah satu caranya adalah dengan menjaga hutan. Hutan merupakan kumpulan suatu tumbuhan dan tanaman terutama pepohonan dan tumbuhan berkayu lain yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, dan berinteraksi dengan lingkungan sehingga membentuk suatu ekosistem didalamnya. Hutan dapat memberikan kita banyak keuntungan. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya memberikan produk kayu untuk manusia, namun hutan juga dapat menyediakan produk-produk non-kayu untuk dimanfaatkan manusia. Produk non-kayu tersebut bisa berupa kayu putih, getah pinus, getah gondorukem,terpentin, madu, dan produk-produk lainya. Selain memberikan manfaat secara ekonomi, hutan juga memberikan manfaat sebagai penyedia air, 2

3 penghasil oksigen, dan habitat satwa yang tinggal didalamnya. Selain itu, hutan juga dapat bermanfaat sebagai penahan erosi tanah yang terjadi disaat hujan. Peran hutan dalam pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional. Peran menonjol yang ke dua yang juga sering menjadi sumber penyebab kekawatiran masyarakat adalah evapotranspirasi. Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasi. Evapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air (Suryatmojo, 2004). Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan, hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting. Kebutuhan manusia dan hewan akan air sangat bergantung pada kemampuan hutan atau tegakan dalam menahan laju air yang turun dari hujan. Menurut Astuti (1998), hutan merupakan bentuk dari hampir seluruh daratan di permukaan bumi. Sebagai penutup yang bersifat alamiah, 3

4 banyak manfaat yang dapat diberikan oleh hutan. Penutupan oleh vegetasi penyusun hutan memegang peranan penting dalam mengatur perilaku tata air. Gerakan air pada skala global dapat dilukiskan atas pertukaran-pertukaran yang terjadi antara daratan, lautan, dan atmosfer. Suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi lalu kembali lagi ke atmosfer disebut daur hidrologi. Dalam daur hidrologi, penutupan hutan mempunyai peran yang sangat penting. Salah satu fungsi hutan yang telah dipercayai adalah perannya dalam pengendalian daur air suatu kawasan, selain itu hutan dapat memberikan naungan, mengurangi kecepatan angin, debu dan suara serta menurunkan suhu yang ekstrim (Asdak,2010). Dengan adanya daur hidrologi, proses jatuhnya air hujan ke lantai hutan terbagi menjadi tiga cara, yaitu; tetesan air yang langsung jatuh ke permukaan tanah, air yang jatuh dari sela-sela daun (aliran tembus), dan air yang mengalir melalui batang pohon (aliran batang). Proses tertahannya air hujan oleh pohon-pohon dan tidak sampai ke permukaan tanah, disebut intersepsi. Intersepsi mengakibatkan volume air hujan yang mencapai permukaan tanah berkurang karena sebagian air hujan yang diintersepsi dikembalikan ke atmosfir melalui proses evaporasi. Oleh karena itu, intersepsi merupakan faktor penting untuk menentukan curah hujan bersih atau jumlah curah hujan yang tersedia untuk menjadi air larian dan aliran air tanah. DAS Bogowonto merupakan DAS yang melintasi dua Provinsi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, dengan melewati empat wilayah Kabupaten, yaitu: Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Perworejo, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Kulon Progo. Dari masing-masing wilayah mempunyai 4

5 dari berbagai cara pengelolaan, yang didasarkan atas kebijakan-kebijakan pemerintah atas dasar pengelolaan administratif. Terdapat bermacam-macam satuan ekosistem di sekitar DAS Bogowonto, diantaranya adalah: satuan ekosistem daratan, satuan ekosistem daratan pantai, satuan ekosistem gunung berapi, dan satuan ekosistem pegunungan-perbukitan. Diantara satuan-satuan ekosistem tersebut terdapat berbagai kerusakan ekosistem yang terjadi, antara lain: penyusutan luas areal hutan, lahan kritis yang semakin banyak, sedimentasi, erosi, tanah longsor, pencemaran, kerusakan infrastruktur, dan lain-lain. Kerusakan-kerusakan tersebut berdampak sangat buruk pada kawasan hilir dari DAS Bogowonto. Salah satu dampaknya adalah banjir yang kerap terjadi ketika musim hujan tiba. Banjir ini dipicu oleh melemahnya fungsi hutan sebagai penahan aliran air hujan. Melemahnya fungsi hutan ini dikarenakan banyak masyarakat yg menebang pohon untuk mendapatkan wilayah subur yang akan ditanami dengan tanaman pertanian dan sayur-sayuran (Anonim,2009). Terdapat tegakan Acacia decurrens di sekitar hulu SUB-DAS Bogowonto yang merupakan salah satu tegakan yang mampu menahan laju air hujan, sehingga air hujan tidak langsung jatuh ke tanah. Besarnya aliran tembus dan aliran batang ini dipengaruhi oleh besarnya tebal hujan dan karakteristik pohon. Keberadaan tegakan-tegakan seperti ini perlu dilestarikan untuk dapat mengurangi aliran permukaan yang nantinya akan menyebabkan banjir di hilir. Memperhatikan fenomena di atas, akan sangat menarik untuk dilakukannya penelitian mengenai hubungan aliran tembus dan aliran batang dengan karakteristik hujan di kawasan hutan yang berada di hulu suatu DAS. 5

6 1.2 Rumusan Masalah DAS Bogowonto merupakan DAS yang mempunyai bermacam-macam satuan ekosistem dari satuan ekosistem gunung berapi hingga satuan ekosistem daratan pantai. Dari masing-masing satuan ekosistem tersebut memiliki berbagai masalah terkait kerusakan lingkungan. Kerusakan-kerusakan yang terjadi akan memberikan dampak yang buruk pada DAS Bogowonto terutama pada daerah hilir. Pada era tahun terjadi perambahan hutan secara besar-besaran di kawasan hulu Sub-DAS Bogowonto, Wonosobo. Hal ini mengakibatkan banyak tertinggal lahan-lahan gundul dikawasan tersebut. Masyarakat mulai berinisiatif untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami tanaman pertanian. Kegiatan penebangan pohon untuk dijadikan areal pertanian menyebabkan perubahan persentase penutupan tajuk. Perubahan lahan yang semula adalah hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi besarnya intersepsi tajuk hutan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suryatmojo (2010) bahwa intersepsi tajuk hutan merupakan bagian proses hidrologi yang mengalami gangguan akibat alih fungsi lahan, selain itu peran hutan dan suatu tegakan pohon dalam pengendalian air kawasan bersifat dinamik terhadap waktu, ruang, dan system pengelolaan. Pada tahun 2005 pemerintah bekerjasama dengan Perhutani mencanangkan program penanaman pohon akasia di sekitar hulu Sub-DAS Bogowonto. Dengan adanya tegakan Acacia decurren, laju air yang mengalir di sungai berubah secara 6

7 signifikan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari ketinggian air yang berubah sebelum dan sesudah adanya tegakan Acacia decurrens. Sebelum ada tegakan tersebut ketinggian air dapat merendam jembatan penghubung antara dusun Kwadungan dengan dusun Pencar. Namun ketika tegakan tersebut telah terbentuk, ketinggian air ketika hujan tidak sampai merendam jembatan yang menghubungkan kedua desa tersebut. Keterkaitan antara vegetasi dengan daur hidrologi mengakibatkan perlunya suatu kajian yang terkait dengan aliran batang, dan aliran tembus di tegakan Acacia decurrens, Hulu Sub-DAS Bogowonto, Wonosobo. Hasilnya diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan kawasan terutama pada daerah hulu agar kondisi tegakan hutan tetap lestari. 7

8 1.3 Tujuan Penelitian a) Mengetahui nilai rata-rata aliran tembus (throughfall), aliran batang (stemflow) dan tebal hujan pada setiap kejadian hujan di tegakan Acacia decurrens, di hulu sub-das Bogowonto b) Mengetahui hubungan antara tebal hujan dengan aliran tembus dan aliran batang di tegakan Acacia decurrens, di hulu sub-das Bogowonto 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam bentuk data aktual mengenai pengaruh aliran batang dan aliran tembus terhadap tebal hujan di tegakan Acacia decurrens, Wonosobo. Selain itu data ini juga diharapkan dapat memberi arahan kepada pengelola DAS agar dapat menyelesaikan masalahmasalah lingkungan yang ada. 8