HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Gliserol Minyak jarak pagar yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar asam lemak bebas (FFA) 9,6%. Asam lemak bebas yang terdapat pada minyak mengganggu proses transesterifikasi karena asam lemak ini dapat bereaksi dengan KH membentuk sabun (Gambar 12). Minyak dengan kadar FFA < 5% dapat ditransesterifikasi langsung dengan larutan metoksida tetapi jika kadar FFA 5% maka sabun yang terbentuk akan menghambat proses pembentukan biodiesel dan gliserol (Gerpen 2005). leh karena itu perlu dilakukan esterifikasi asam lemak menggunakan metanol dengan katalis asam. Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses esterifikasi asam lemak disajikan pada Gambar 13. KH H 2 R H Asam lemak R - sabun K + Gambar 12 Pembentukan sabun dari asam lemak. H + H CH 3 H R H C H R H Asam lemak R H H CH 3 R H C H transf er proton R H C H 2 H H CH 3 CH 3 R CH 3 H H 2 R CH 3 R CH 3 Ester metil asam lemak Gambar 13 Mekanisme reaksi esterifikasi asam lemak.

2 20 Dari hasil penelitian diperoleh dua lapisan yang terbentuk pada proses esterifikasi (Gambar 14). Lapisan bawah ialah ester metil asam lemak dan trigliserida sedangkan lapisan atas ialah sisa metanol yang tidak bereaksi. Lapisan yang digunakan untuk tahap transesterifikasi ialah lapisan bawah. Sisa metanol Ester metil asam lemak dan trigliserida Gambar 14 Lapisan yang terbentuk pada proses esterifikasi. Proses transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan trigliserida dengan metanol dan katalis. Metanol dipilih karena proses reaksi transesterifikasi menggunakan metanol lebih cenderung ke kanan dibandingkan dengan etanol serta mutu ester metil yang dihasilkan lebih baik dibanding ester etil (Adriaans 2006). Katalis yang dapat digunakan pada proses transesterifikasi trigliserida ialah katalis asam, basa, dan enzim. Efek pelancaran reaksi dengan katalis basa adalah yang paling besar sehingga katalis inilah yang sekarang lazim digunakan. Katalis basa yang paling populer untuk proses transesterifikasi ialah kalium hidroksida karena gliserol kasar yang dihasilkan berbentuk cair sehingga lebih mudah penanganannya. Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya ialah ion metoksida yang terbentuk dari hasil reaksi antara kalium hidroksida dan metanol melalui reaksi kesetimbangan sebagai berikut H - CH 3 H CH 3 - H 2 basa metanol ion metoksida air Ion metoksida yang dihasilkan bereaksi dengan trigliserida melalui tiga tahap, yaitu pembentukan digliserida, monogliserida, dan gliserol. Mekanisme reaksi

3 21 pembentukan gliserol dan ester metil asam lemak yang diajukan disajikan pada Gambar 15. Tahap 1: Pembentukan digliserida - R 1 R 3 CH 3 R 2 Trigliserida ion metoksida R 3 H 3 C - R 1 R 2 H 3 C - R 1 R 3 R 2 - R 3 H CH 3 R 2 - R CH 3 3 R 1 R 2 Ester metil asam lemak R 3 Digliserida H R 2 - CH 3 ion metoksida Tahap 2: Pembentukan monogliserida H R 3 - CH 3 R 3 R 2 H - R 2 CH 3 R 3 H - R 2 CH 3 R 3 H - CH 3 R 2 Ester metil asam lemak R 3 H - H CH 3 H R 3 H Monogliserida

4 22 Tahap 3: Pembentukan gliserol R 3 H H - CH 3 - CH 3 R 3 H H - CH 3 R 3 H H - H H CH 3 R 2 Ester metil asam lemak - H H CH 3 H H H H Gliserol Gambar 15 Mekanisme reaksi pembentukan gliserol dan ester metil asam lemak. Dari hasil tahap transesterifikasi ini diperoleh dua lapisan, yaitu biodiesel pada lapisan atas dan gliserol pada lapisan bawah (Gambar 16). Lapisan atas tidak larut dalam air sedangkan lapisan bawah larut dalam air. Hal ini karena biodiesel merupakan senyawa nonpolar sedangkan gliserol merupakan senyawa organik polar. Biodiesel Gliserol Gambar 16 Lapisan yang terbentuk pada proses transesterifikasi.

5 23 Gliserol Hasil Pemurnian Gliserol kasar yang diperoleh langsung dari pemisahan biodiesel masih mengandung banyak pengotor dan berwarna hitam (Gambar 17). Senyawa pengotor yang lazim terdapat pada gliserol kasar ialah metanol yang tidak bereaksi, sabun, dan katalis kalium hidroksida (Kocsisová & Cvengroš 2006 dan El-Diwani et al. 2009). leh karena itu perlu dilakukan proses pemurnian yang berfungsi mengurangi bahan kimia lain yang tidak dibutuhkan atau bahkan mengganggu selama proses penggilingan bahan baku semen. Gambar 17 Gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. Pemisahan senyawa pengotor dari gliserol dapat dilakukan dengan penambahan asam fosfat. Asam ini akan bereaksi dengan sisa katalis kalium hidroksida membentuk garam kalium fosfat (Gambar 18 A). Sisa metanol yang tidak bereaksi dapat dihilangkan dengan memanaskan gliserol pada suhu 65ºC karena metanol akan menguap pada suhu tersebut. Selain itu asam fosfat akan mengubah sabun membentuk asam lemak bebas kembali (Gambar 18 B). KH + H 3 P 4 K 3 P 4 +H 2 (A) H H R - K + sabun P H -H R H Asam lemak bebas P H - K + (B) Gambar 18 Reaksi pembentukan (A) garam kalium fosfat dan (B) asam lemak bebas.

6 24 Penambahan asam fosfat ke dalam gliserol kasar dari hasil penelitian ini membentuk 3 lapisan dengan persentase distribusi massa sebagai berikut: a. Lapisan atas (FFA) (38,98%), yang di bawah suhu kamar berwujud padat b. Lapisan tengah (gliserol) (40,34%), berwujud cair c. Lapisan bawah (garam K 3 P 4 ) (20,68%), berwujud padat. Distribusi persentase massa yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan pada Gambar 19. Distribusi massa ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian oi et al. (2001), yaitu rerata persentase hasil pemurnian gliserol dari biodiesel kelapa sawit diperoleh sebesar 33,9% gliserol, asam lemak kasar 10,5%, dan garam 65,2%. Perbedaan ini karena komposisi asam lemak penyusun minyak jarak pagar dan kelapa sawit berbeda. Selain itu, jumlah katalis yang ditambahkan pada pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit lebih besar dibandingkan pada jarak pagar sehingga kadar garam yang diperoleh lebih besar pada gliserol berbasis kelapa sawit. Namun, rerata persentase gliserol berbasis kelapa sawit dan jarak pagar tidak berbeda secara signifikan. Hasil penelitian FFA = 38,98% Gliserol = 40,34% Garam = 20,68% Penelitian oi et al. (2001) FFA = 10,5% Gliserol = 33,9% Garam = 65,2% Gambar 19 Lapisan hasil pemurnian gliserol dan persentase distribusi massanya. Lapisan-lapisan yang terbentuk dengan asam fosfat dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 (A) diambil setelah campuran didiamkan selama 5 menit, sedangkan Gambar 20 (B) diambil setelah suhu campuran berada di bawah suhu kamar. Perbedaan yang tampak dari kedua gambar tersebut adalah pada lapisan atas (FFA). Pada suhu di atas 25ºC, lapisan ini akan berwujud cair dan akan berbentuk padatan pada suhu di bawahnya.

7 25 A B Gambar 20 Tiga lapisan yang terbentuk setelah penambahan asam fosfat (A) pada suhu di atas 25ºC dan (B) pada suhu di bawah 25ºC. Pemisahan lapisan gliserol dan FFA dari garam K 3 P 4 dilakukan dengan penyaringann menggunakan corong Buchner karena ada endapan yang terbentuk di dasar larutan. Proses penyaringan ini membutuhkan waktu yang lama, yaitu sekitar satu jam untuk 1200 ml larutan gliserol. Hal ini karena larutan gliserol memiliki viskositas yang tinggi. Garam kalium fosfat hasil penyaringann disajikan pada Gambar 21 A. Garam ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tetapi masih mengandungg gliserol sehingga sangat mudah mencair. Pemurnian lebih lanjut dari garam ini dapat dilakukan dengan kristalisasi sehingga diperoleh pupuk K 3 P 4 murni (Gambar 21 B). Gambar 21 Garam kalium fosfat (A) hasil pemurnian gliserol dan (B) hasil kristalisasi. Hasil pemisahan larutan diperoleh filtrat dengan dua lapisan. Lapisan atas adalah sisa asam lemak bebas (FFA) dengan ph 5,0 sedangkan lapisan bawah adalah gliserol dengan ph 6,87 (Gambar 22 A). Larutan gliserol hasil penyaringan ini dapat dilihat pada Gambar 22 B. Dari gambar tersebut terlihat bahwa gliserol

8 26 hasil penyaringan lebih jernih dibandingkan gliserol kasar. Selain itu, gliserol hasil pemurnian tidak memadat walaupun berada di bawah suhu kamar sehingga lebih mudah dalam hal penanganan lebih lanjut. FFA Gliserol A B Gambar 22 (A) Lapisan FFA dan gliserol dan (B) gliserol hasil pemurnian. Ciri Gliserol Keberadaan senyawa-senyawa yang terkandung pada gliserol sebelum pemurnian bergantung pada bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel. Dalam hal ini, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah minyak jarak pagar. Menurut Akbar et al. 2009, kandungan terbesar pada minyak jarak pagar ialah asam oleat yang diikuti asam linoleat dan asam palmitat dengan komposisi berturut-turut 44,7; 32,8; dan 14,2%. Asam lemak tersebut masih terdapat pada gliserol kasar. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa gliserol kasar memunculkan lebih banyak puncak dibandingkan dengan gliserol murni (Gambar 23). Hal ini menujukkan bahwa gliserol kasar masih banyak mengandung senyawa selain gliserol. Analisis kualitatif yang dilakukan menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa pemurnian gliserol kasar menghasilkan senyawa yang lebih murni yang dapat dilihat dari berkurangnya jenis senyawa pengotor yang awalnya berjumlah 17 dalam gliserol kasar menjadi 11 setelah dilakukan pemurnian.

9 27 (A) (B) Gambar 23 Spektrum GC-MS (A) gliserol kasar dan (B) gliserol hasil pemurnian. Analisis kuantitatif terhadap gliserol sebelum dan setelah pemurnian dilakukan menggunakan penentuan kadar gliserol yang mengacu pada SNI Kadar gliserol ini perlu ditentukan untuk melihat tingkat kemurnian gliserol. Dari hasil penelitian diperoleh kadar gliserol kasar dari jarak pagar sebesar 40,19%, sedangkan kadar gliserol dari hasil pemurnian adalah sebesar 82,15% (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa gliserol jarak pagar dapat digunakan sebagai CGA sesuai dengan temuan Tran et al. (2007), yaitu bahwa kadar gliserol yang baik digunakan sebagai CGA ialah sebesar 50 sampai 90%. Persyaratan kadar gliserol yang diperbolehkan untuk dikomersialkan menurut SNI minimum 80% sedangkan menurut Kocsisová dan Cvengroš (2006) minimum sebesar 70%. Perbandingan beberapa kadar gliserol dari beberapa pustaka disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Perbandingan beberapa kadar gliserol hasil pemurnian Sumber Kadar gliserol hasil pemurnian (%) SNI minimum 80 oi et al. (2001) 51,4 Kocsisová dan Cvengroš (2006) 70 Standar Inggris 80 Hasil Penelitian 82,15

10 28 Warna CGA CGA yang dibuat dari hasil penelitian ini berbasis pada gliserol jarak pagar. Senyawa ini dapat berperan sebagai CGA karena memiliki pasangan elektron bebas yang dapat mengurangi gaya tarik elektrostatik antarpartikel bahan baku semen (klinker) sehingga semen yang dihasilkan lebih halus. Pembuatan CGA ini diformulasikan dengan TEA karena senyawa ini umum digunakan sebagai bahan aditif CGA. Selain itu, TEA berfungsi meningkatkan ph CGA sehingga tidak merusak komponen alat penghancur semen. CGA yang diperoleh dari hasil penelitian ini disajikan pada Gambar 24. Terlihat bahwa dari kiri ke kanan warna larutan semakin pekat. Hal ini karena TEA yang ditambahkan dari kiri ke kanan semakin banyak (0 sampai 15%) sehingga warna larutan yang dihasilkan semakin pekat. Warna ini berubah karena dengan tambahan TEA terjadi reaksi pengionan yang membawa perubahan struktur, yaitu struktur ion dan molekulnya berbeda (Gambar 25). leh karena itu sifat penyerapan sinar ikut berbeda dan mengakibatkan perbedaan warna. Gliserol 100% & TEA 0% (80ºC) Gliserol 95% & TEA 5% (80ºC) Gliserol 90% & TEA 10% (80ºC) Gliserol 85% & TEA 15% (80ºC) Gliserol 100% & TEA 0% (90ºC) Gliserol 95% & TEA 5% (90ºC) Gliserol 90% & TEA 10% (90ºC) Gliserol 85% & TEA 15% (90ºC) Gambar 24 Kenampakan CGA yang diperoleh dari hasil penelitian.

11 29 H H -H H N H - H NH H H H H H kuning (asam) kuning kemerahan (basa) Gambar 25 Reaksi antara gliserol dan TEA. Salah satu parameter CGA yang baik ialah tidak bersifat asam (ph 7). Hal ini karena CGA yang bersifat asam (ph < 7) menyebabkan terjadinya korosi pada mesin penggerus. Hasil pengukuran ph dari beberapa bahan penghancur disajikan pada Tabel 6. Terlihat bahwa larutan CGA dengan komposisi gliserol jarak pagar 100% dan TEA 0% (80ºC) serta CGA dengan komposisi gliserol jarak pagar 100% dan TEA 0% (90ºC) memiliki ph yang sama, yaitu 6,87. Hasil ini menunjukkan bahwa dari paramter ph, CGA dengan komposisi gliserol jarak pagar 100% dan dibuat pada suhu 80 maupun 90ºC tidak baik digunakan sebagai bahan penolong penghancur semen karena memiliki nilai ph < 7. Sebaliknya, larutan CGA lainnya memiliki ph > 7. Hal ini karena ada tambahan trietanol amina yang bersifat basa. Tabel 6 Nilai ph beberapa bahan penghancur Formulasi bahan penghancur ph Gliserol 100% + TEA 0% (80ºC) 6,87 Gliserol 95% + TEA 5% (80ºC) 9,18 Gliserol 90% + TEA 10% (80ºC) 9,18 Gliserol 85% + TEA 15% (80ºC) 9,18 Gliserol 100% + TEA 0% (90ºC) 6,87 Gliserol 95% + TEA 5% (90ºC) 9,18 Gliserol 90% + TEA 10% (90ºC) 9,18 Gliserol 85% + TEA 15% (90ºC) 9,18

12 30 Tekstur Produk Secara kasat mata semen yang dihasilkan dengan tambahan CGA lebih halus dibandingkan dengan semen tanpa tambahan CGA (blangko) (Gambar 26). Urutan tingkat kehalusan semen dari kenampakan fisis ialah semen dengan tambahan CGA hasil penelitian lebih besar dibandingkan dengan semen dengan tambahan gliserol p.a dan lebih besar dibandingkan dengan semen blangko. Blangko gliserol p.a gliserol 100%+TEA 0% (80ºC) gliserol 95%+TEA 5% (80ºC) gliserol 90%+TEA 10% (80ºC) gliserol 85%+TEA 15% (80ºC) gliserol 100%+TEA 0% (90ºC) gliserol 95%+TEA 5% (90ºC) gliserol 90%+TEA 10% (90ºC) gliserol 85%+TEA 15% (90ºC) Gambar 26 Semen yang diperoleh dengan dan tanpa tambahan CGA.

13 31 Keunggulan lain dari penggunaan CGA berbasis gliserol pada pembuatan semen ialah dapat menghilangkan salutan bola dan dapat mendispersikan bahan yang telah digiling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partikel semen yang diperoleh tanpa tambahan CGA mudah melekat pada penggiling bola dibandingkan dengan semen dengan tambahan CGA (Gambar 27). (A) (B) Gambar 27 Penggiling bola (A) pada semen tanpa tambahan CGA (blangko) dan (B) pada semen dengan tambahan CGA hasil penelitian. Faktor yang paling berperan pada proses salutan bola ini ialah gaya elektrostatik. Bahan baku pembuat semen, dalam hal ini klinker yang tersusun dari komponen kalsium silikat, kalsium aluminat, dan kalsium aluminoferit (Jardine et al. 2006) akan memiliki distribusi muatan positif dan negatif tatkala bahan tersebut digiling menjadi partikel yang lebih halus. Muatan ini akan mengakibatkan gaya tarik elektrostatik sehingga terjadi aglomerasi. Penggumpalan yang terjadi akan berimbas pada mudah melekatnya partikel semen pada penggiling bola. CGA berbasis gliserol yang merupakan senyawa organik polar berperan sebagai pelemah gaya tarik elektrostatik sehingga aglomerasi menjadi turun. Tambahan pula, menurut Bernard (2004) gaya tolak elektrostatik yang dihasilkan pada semen dengan tambahan CGA jauh lebih besar dibandingkan dengan semen tanpa tambahan CGA walaupun gaya van der Waals yang dihasilkan sama. Dengan semakin besarnya gaya tolak elektrostatik yang dihasilkan maka penggiling bola akan semakin bersih sehingga kemampuan untuk

14 32 menghaluskan partikel semakin besar. leh karena itu, semen dengan tambahan CGA memiliki nilai kehalusan yang lebih besar dibandingkan dengan semen tanpa tambahan CGA. BSS Analisis BSS perlu dilakukan untuk melihat tingkat kehalusan semen yang diperoleh secara kuantitatif. Dari hasil penelitian, semen dengan tambahan CGA secara keseluruhan menghasilkan nilai BSS yang lebih besar dibandingkan dengan semen tanpa tambahan CGA (blangko) (Lampiran 6). Secara teori, semakin besar nilai BSS semakin halus partikel semen sehingga kekuatan mekanis semen lebih besar (Zhang et al. 1995). Hal ini menunjukkan bahwa semen dengan tambahan CGA lebih halus dibandingkan dengan semen tanpa tambahan CGA. Nilai BSS dari beberapa CGA berbasis gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar disajikan pada Gambar 28. Terlihat bahwa nilai BSS dari semen dengan tambahan CGA lebih besar dibandingkan dengan nilai BSS dari semen dengan tambahan gliserol p.a. Selain itu semen dengan tambahan gliserol p.a memiliki nilai BSS yang lebih besar dibandingkan dengan semen blangko. Jadi, urutan tingkat kehalusan semen yang diperoleh dari penelitian ini ialah semen dengan tambahan CGA hasil penelitian > semen dengan tambahan gliserol p.a > semen blangko. Juga ditemukan bahwa CGA yang paling optimum untuk menghaluskan partikel semen ialah CGA dengan komposisi gliserol murni jarak pagar 95% dan TEA 5% yang dicampur pada suhu 80ºC. Nilai BSS dari semen dengan tambahan CGA ini sebesar cm 2 /g. Nilai BSS ini sesuai dengan SNI dan ASTM C , yaitu bahwa nilai minimum BSS semen ialah cm 2 /g (Tabel 7). Tabel 7 Perbandingan nilai BSS semen Sumber Nilai BSS (cm 2 /g) SNI Min ASTM C Min PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Hasil Penelitian

15 33 Nilai BSS yang diperoleh dari semen dengan tambahan gliserol p.a (0,05% b/b) adalah sebesar cm 2 /g. Nilai BSS ini tidak berbeda jauh dengan hasil temuan Jost dan Schrabback (2007), yaitu semen dengan tambahan CGA berbasis glikol (0,05% b/b) memiliki nilai BSS sebesar cm 2 /g sedangkan dengan produk buatannya (SikaGrind 0,03% b/b) sebesar cm 2 /g. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan yang diperoleh Maeder et al. (2008), yaitu nilai BSS dari CGA berbasis trietanolamina dengan waktu penggilingan 1 jam sebesar cm 2 /g sedangkan CGA berbasis triisopropanolamina sebesar cm 2 /g. Perbedaan ini diduga karena komposisi bahan baku semen yang digunakan berbeda dan atau jumlah penggilingg bola yang digunakan berbeda. Hal ini karena komposisi bahan baku dan jumlah penggilingg bola sangat mempengaruhi nilai kehalusan semen walaupun waktu penggilingan yang digunakan sama. Nilai BSS (cm 2 /g) Gambar 28 Hasil analisis BSS pada semen blangko dan CGA dengan waktu pengadukan selama 1 jam. Hasil analisis ragam pada α = 5% menunjukkan bahwa komposisi TEA, suhu reaksi, serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai BSS (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa nilai BSS semen dipengaruhi oleh parameter komposisi TEA dan suhu reaksi dari CGA.

16 34 Uji lanjut Duncan pada α = 5% menunjukkan bahwa pada komposisi TEA 0, 5, dan 15% setiap suhu memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain pada nilai BSS (Lampiran 8). Namun, pada komposisi TEA 10% setiap suhu memberikan pengaruh yang sama satu sama lain pada nilai BSS. Pada suhu 80ºC nilai BSS yang diperoleh sebesar 4.313,64 cm 2 /g sedangkan pada suhu 90ºC sebesar 4.326,70 cm 2 /g. Uji lanjut Duncan pada suhu 80ºC dengan α = 5% menunjukkan bahwa pada komposisi TEA 0 dan 5% memberikan pengaruh yang sama pada nilai BSS sedangkan pada komposisi yang lainnya memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain pada nilai BSS. Uji lanjut Duncan pada suhu 90ºC dengan α = 5% menunjukkan bahwa semua komposisi TEA memberikan pengaruh yang sama pada nilai BSS yang dihasilkan. Residu Selain menggunakan BSS, uji yang dapat digunakan untuk melihat kehalusan semen ialah dengan uji residu. Uji ini dilakukan menggunakan ayakan silinder dengan diameter pori 45 µm. Prinsip dari uji residu ialah semakin kecil % residu yang dihasilkan dari suatu produk maka partikel yang lolos semakin banyak. leh karena itu, semakin kecil % residu maka semen yang dihasilkan semakin halus. Hasil uji residu dari beberapa sampel disajikan pada Lampiran 9 dan rerata % residu disajikan pada Tabel 8. Terlihat bahwa semen blangko (tanpa tambahan CGA) memiliki nilai % residu lebih besar dibandingkan dengan semen yang ditambah CGA. Perbedaan antara semen blangko dan semen dengan tambahan CGA cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa CGA mampu meningkatkan kehalusan semen secara signifikan. Menurut Sottili et al. (2002), sedikit CGA mampu meningkatkan kehalusan semen sebanyak 5 sampai 30% bergantung pada bahan dan kekhasan proses. Dari Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa nilai % residu dari semen dengan tambahan gliserol lebih kecil dibandingkan dengan semen blangko. Namun, nilai % residu dari semen dengan tambahan gliserol ini lebih besar dibandingkan dengan semen yang ditambah CGA. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kehalusan semen dengan tambahan CGA berbasis gliserol jarak

17 35 pagar lebih besar dibandingkan dengan semen yang ditambah gliserol p.a. dan lebih besar dibandingkan dengan semen blangko. Semen yang memiliki nilai % residu terkecil diperoleh pada semen dengan tambahan CGA dengan komposisi gliserol jarak pagar 95% dan TEA 5% yang dicampur pada suhu 80ºC. Hal ini menunjukkan bahwa semen yang memiliki ukuran partikel yang paling halus diperoleh dengan tambahan CGA dengan komposisi gliserol murni jarak pagar 95% dan TEA 5% serta proses pembuatannya dilakukan pada suhu 80ºC. Hasil uji residu memiliki simpulan sama dengan uji BSS yang menunjukkan bahwa semen dengan tambahan CGA dengan komposisi gliserol jarak pagar 95% dan TEA 5% yang dicampur pada suhu 80ºC memiliki ukuran partikel yang paling halus dibandingkan lainnya. Tabel 8 Rerata % residu yang diperoleh dari beberapa sampel semen Jenis Sampel Rerata Residu (%) Blangko 2,65±0,01 Gliserol p.a 1,32±0,006 Gliserol 100% + TEA 0% (80ºC) 0,59±0,006 Gliserol 95% + TEA 5% (80ºC) 0,11±0,006 Gliserol 90% + TEA 10% (80ºC) 0,16±0,006 Gliserol 85% + TEA 15% (80ºC) 0,28±0,006 Gliserol 100% + TEA 0% (90ºC) 0,45±0,01 Gliserol 95% + TEA 5% (90ºC) 0,26±0,006 Gliserol 90% + TEA 10% (90ºC) 0,20±0,01 Gliserol 85% + TEA 15% (90ºC) 0,13±0,006 Nilai % residu dari semen dengan bahan baku klinker portland ialah 0,5-8,0% sedangkan nilai % residu hasil penelitian dengan menggunakan klinker plan 4 ialah 0,11-0,59%. Nilai % residu semen salah satunya dipengaruhi oleh komposisi kimia klinker. Semakin banyak kandungan senyawa oksida logam pada klinker, maka semakin mudah klinker tersebut terpisah menjadi muatan positif dan negatif. Hal ini berimbas pada semen yang dihasilkan semakin mudah teraglomerasi sehingga % residu semakin besar. Komposisi oksida logam antara klinker portland dan klinker yang digunakan pada penelitian (klinker plan 4) disajikan pada Tabel 9. Terlihat bahwa komposisi oksida logam klinker portland

18 36 lebih besar dibandingkan klinker plan 4. leh karena itu, nilai % residu semen berbahan baku klinker portland lebih besar dibandingkan dengan semen berbahan baku klinker plan 4. Tabel 9 Perbandingan komposisi kimia klinker Komposisi Kimia (%) Klinker Portland (Anna et al ) Klinker Plan 4 Si 2 25,21 21,3 Al 2 3 5,13 4,85 Fe 2 3 3,97 2,76 Ca 59,99 65,36 Mg 1,29 3,22 S 3 1,32 0,37 Na 2 0,25 0,20 K 2 0,64 0,55 Hasil analisis ragam pada α = 5% menunjukkan bahwa komposisi TEA, suhu reaksi, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada % residu (Lampiran 10). Uji lanjut Duncan pada α = 5% menunjukkan bahwa pada komposisi TEA 0, 5, dan 15%, setiap suhu memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain pada % residu (Lampiran 11). Uji lanjut Duncan pada suhu 80ºC dan 90ºC dengan α = 5% menunjukkan bahwa setiap komposisi TEA memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain pada % residu. Pembahasan Umum Industri pembuat semen selama beberapa dekade terakhir ini menyisakan persoalan yang sama, yaitu mengenai aglomerasi dan salutan bola. Masalah ini disebabkan oleh gaya tarik elektrostatik antar partikel semen yang memiliki perbedaan muatan, dehidrasi gipsum, dan kenaikan suhu akibat tumbukan antar penggiling bola. leh karenanya perlu ditemukan inovasi untuk mengatasi masalah ini, yaitu dengan menciptakan bahan yang dapat menghambat aglomerasi dan salutan bola yang dikenal sebagai CGA. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa semen dengan tambahan CGA berbasis gliserol dari hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat

19 37 menghambat terbentuknya salutan bola. Dengan hilangnya penghalang tersebut, proses penghancuran semen di dalam mesin penggerus berjalan lebih efektif sehingga semen yang dihasilkan semakin halus serta produk semen yang dihasilkan per jam semakin meningkat. Selain itu, penambahan CGA berbasis gliserol dari hasil samping produksi biodiesel jarak pagar mampu menghasilkan partikel dengan dispersi yang lebih baik sehingga menghalangi terjadinya aglomerasi antarpartikel. Cheung (2001) telah membuat CGA berbahan dasar hidroksilamina. Namun, CGA berbasis amina meninggalkan bau yang tidak sedap pada produk akhir semen. Jardine et al. (2006) membuat CGA dengan komposisi air sebanyak 10-30%, trietanolamina sebanyak 10-80%, dan gliserol hasil samping biodiesel sebanyak 10-80%. Penambahan air pada CGA akan terjadi kontak dengan klinker sehingga klinker akan terhidrasi. Proses hidrasi klinker menyebabkan struktur kimianya berubah dan membentuk jeli sehingga kekuatan mekanis semen menjadi rendah. Keunggulan produk CGA berbasis gliserol dari hasil samping produksi biodiesel jarak pagar ialah tidak beracun dan tidak berbahaya, bau yang dihasilkan dari CGA berbasis gliserol tidak menyengat dibandingkan CGA berbasis amina, ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah biodiesel, berbentuk cair sehingga mudah diaplikasikan dan konsistensi dosis lebih mudah dikontrol, dapat menghambat terbentuknya salutan bola, serta mampu meningkatkan kehalusan semen dengan nilai BSS sebesar cm 2 /g selama waktu penggerusan 1 jam. Dari Uji BSS dan % residu telah membuktikan bahwa semen dengan tambahan CGA berbasis gliserol ini lebih halus dibandingkan dengan cemen tanpa tambahan CGA. CGA yang paling optimum untuk menghaluskan partikel semen ialah CGA dengan komposisi gliserol jarak pagar 95% dan TEA 5% yang dibuat pada suhu 80ºC dengan nilai BSS sebesar cm 2 /g.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al. 13 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar dari Indramayu, klinker Plan 4 dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cibinong, dan gipsum sintetis.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gliserol. Gambar 1 Struktur gliserol.

TINJAUAN PUSTAKA. Gliserol. Gambar 1 Struktur gliserol. 4 TINJAUAN PUSTAKA Gliserol Gliserol atau 1,2,3-propanatriol merupakan senyawa dengan tiga gugus hidroksil (Gambar 1) yang mempunyai kekentalan yang tinggi, tidak berbau, tidak berwarna, dan berasa manis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GLISEROL HASIL SAMPING PRODUKSI BIODIESEL SEBAGAI BAHAN PENOLONG PENGHANCUR SEMEN OBIE FAROBIE

PEMANFAATAN GLISEROL HASIL SAMPING PRODUKSI BIODIESEL SEBAGAI BAHAN PENOLONG PENGHANCUR SEMEN OBIE FAROBIE PEMANFAATAN GLISERL HASIL SAMPING PRDUKSI BIDIESEL SEBAGAI BAHAN PENLNG PENGHANCUR SEMEN BIE FARBIE SEKLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BGR BGR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFRMASI Dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dapat dilaporkan dalam dua analisa, yakni secara kuantitatif dan kualitatif. Data analisa kuantitatif diperoleh dari analisa kandungan gliserol total, gliserol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar Sifat fisikokimia minyak jarak pagar merupakan salah satu informasi awal yang harus diperoleh untuk memproduksi biodiesel jarak pagar. Informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penyiapan aditif dan analisa sifat-sifat fisik biodiesel tanpa dan dengan penambahan aditif. IV.1 Penyiapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini Indonesia masih mengimpor monogliserida dan digliserida yang dibutuhkan oleh industri (Anggoro dan Budi, 2008). Monogliserida dan digliserida dapat dibuat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Katalis. Gambar 1. Persamaan Reaksi Transesterifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. Katalis. Gambar 1. Persamaan Reaksi Transesterifikasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUKSI BIODIESEL Biodiesel merupakan senyawa alkil ester hasil transesterifikasi trigliserida dan alkohol sederhana seperti metanol dengan bantuan katalis (Gerpen, 2005) sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH CPO HASIL ANALISA GC-MS Tabel L1.1 Komposisi Trigliserida CPO Komponen Penyusun Komposisi Berat Mol %Mol %Mol x (%)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL Imroatul Qoniah (1407100026) Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Kamis, 14 Juli 2011 @ R. J111 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...vi. DAFTAR ISI...viii. DAFTAR GAMBAR...xii. DAFTAR TABEL...xiv. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...vi. DAFTAR ISI...viii. DAFTAR GAMBAR...xii. DAFTAR TABEL...xiv. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN MOTTO...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv KATA PENGANTAR...vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xv INTISARI...xvi

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping produksi biodiesel dari minyak goreng 1 kali penggorengan, pemurnian gliserol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di Laboratorium Kimia dan Biokimia, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN Tugas Akhir / 28 Januari 2014 PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN IBNU MUHARIAWAN R. / 1409100046

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU LEMAK AYAM HASIL ANALISA GCMS Komposisi asam lemak dari lemak ayam diperlihatkan pada tabel LA.1. Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Bahan Baku

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Mensintesis Senyawa rganotimah Sebanyak 50 mmol atau 2 ekivalen senyawa maltol, C 6 H 6 3 (Mr=126) ditambahkan dalam 50 mmol atau 2 ekivalen larutan natrium hidroksida,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ketersediaan sumber energi khususnya energi fosil semakin mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia (Arisurya, 2009). Indonesia yang dahulu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Dari perhitungan, maka diperoleh berat molekul rata-rata FFA CPO sebesar 272,30

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395

Lebih terperinci

Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel

Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel ISBN 978-979-3541-25-9 Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel H.N. Chamidy Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung INDONESIA E-mail:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Asam Lemak Komposisi Berat (%) Molekul Mol %Mol %Mol x BM Asam Laurat (C 12:0

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN y BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : heksana (Ceih), aquades, Katalis Abu Tandan Sawit (K2CO3) pijar, CH3OH, Na2S203, KMn04/H20,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci