BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan suatu kegawatan abdomen akut akibat peradangan pada apendiks vermiformis. Keterlambatan dalam diagnosis dan tindakan pembedahan dapat meningkatkan angka komplikasi apendisitis perforasi, morbiditas pasca operasi, mortalitas dan lama tinggal di rumah sakit. Diagnosis apendisitis pada dewasa umumnya dilakukan secara klinis namun pada beberapa kondisi tertentu parameter biokimia dapat membantu penegakan diagnosis, derajat keparahan, serta komplikasi yang mungkin terjadi. Beberapa parameter biokimia tersebut diantaranya leukosit dan hitung jenis sel neutrofil, C-reactive protein (CRP), interleukin-6 (IL6) dan prokalsitonin (PCT). Prokalsitonin telah lama digunakan untuk menunjang diagnosis klinis apendisitis akut meskipun masih terdapat pro kontra. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan biomarker angka leukosit, itung jenis neutrofil, dan prokalsitonin sebagai prediktor diagnosis dan tingkat keparahan dengan tujuan memperbaiki keputusan klinis sehingga tidak terjadi keterlambatan. Tujuan sekunder adalah untuk memperkuat penelitian sebelumnya dan membuktikan adanya nilai diagnostik angka leukosit, hitung jenis neutrofil dan prokalsitonin pada apendisitis akut. Faktor yang mempengaruhi keterlambatan penanganan apendisitis akut dapat mengakibatkan timbulnya komplikasi. Faktor tersebut dapat berasal dari pasien maupun tenaga medis. Faktor yang berasal dari pasien meliputi pengetahuan, mahalnya biaya yang harus dikeluarkan dan keterlambatan kedatangan ke fasilitas pelayanan medis. Sedangkan faktor keterlambatan penanganan berasal dari tenaga medis yaitu keterlambatan diagnosis, keterlambatan merujuk dan penundaan tindakan bedah. Penundaan pengobatan apendisitis dapat menyebabkan peningkatan risiko perforasi 60-80% sehingga menyebabkan kondisi sepsis sampai kematian (Brennan, 2006). Insiden apendisitis akut di Indonesia belum pernah diteliti, namun dilaporkan menempati urutan tertinggi diantara kasus kegawatan 1

2 2 abdomen. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada kasus pembedahan, 35% nya adalah kasus apendisitis akut. Angka kejadian apendektomi negatif juga masih tergolong tinggi berkisar 15-30% (Chakhuna, 2013) Strategi penanganan apendisitis akut di Eropa dan Amerika Serikat dengan pendekatan pertama pemberian antibiotik pada apendisitis akut non komplikata ternyata tidak menunjukkan hasil yang baik. Keluaran klinis pada strategi tersebut hanya menunjukkan angka kesuksesan 10-37% saja dengan kerjadian rekurensi yang tinggi (34-80%) dan meningkatkan angka dan biaya readmisi berulang serta meningkatkan resiko kejadian perforasi dan komplikasi sepsis (Flum, 2015) Usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut dan mencegah tindakan pembedahan yang tidak diperlukan (unnecessary appendectomy) merupakan masalah aktual dan masih sering diperdebatkan. Selain menilai riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik, pemakaian alat laparoskopi diagnostik, ultrasonografi dan CT Scan dalam upaya meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut (Wilson, 2000). Pada beberapa kondisi, masih ditemukan keterlambatan tindakan pembedahan (delayed surgery) akibat keragu-raguan tim medis dalam upaya pelacakan dan penegakan diagnosis, sehingga mengakibatkan apendisitis perforasi dan terjadinya komplikasi sepsis sampai kematian. Belum adanya biomarker yang spesifik pada apendisitis menjadi salah satu masalah yang sampai saat ini masih terus menjadi bahan kajian peneliti. Biomarker spesifik sebagai prediktor diharapkan dapat memberi penilaian mengenai resiko terjadinya komplikasi perforasi. Pemeriksaan angka leukosit, sensitivitas dan spesifisitasnya masih rendah pada apendisitis, karena adanya kemungkinan penyebab nyeri perut kanan bawah yang ditimbulkan oleh penyakit lainnya selain apendisitis. Pemeriksaan CRP spesifisitasnya lebih tinggi dibandingkan angka leukosit, namun sensitivitasnya dalam mendeteksi apendisitis perforasi dan abses masih rendah. Walaupun nilai positive predictive value (PPV) sebagai marker inflamasi masih rendah, namun kombinasi

3 3 angka leukosit dan CRP memberikan gambaran negative predictive value (NPV) yang lebih bermakna (Yu CW, 2013) Untuk mengatasi kelemahan dari biomarker angka leukosit dan CRP dalam mendiagnosis apendisitis, saat ini mulai diteliti pemanfaatan biomarker prokalsitonin (PCT) dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Perkembangan penggunaan prokalsitonin ini awalnya di kawasan Eropa, kemudian berkembang di Amerika. Saat ini oleh American College of Critical Care Medicine and Infectious Disease Society biomarker prokalsitonin telah digunakan dalam menilai infeksi intraabdomen termasuk apendisitis (Domingues, 2013). Sejak awal tahun 1990-an prokalsitonin (PCT) pertama kali digambarkan sebagai tanda spesifik infeksi bakteri. Kepekatan serum prokalsitonin akan meningkat saat inflamasi sistemik, khususnya pada kasus yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Connor EO, 2001). Prokalsitonin (PCT) diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa, virus, penyakit autoimun tidak menginduksi PCT. Kadar PCT muncul cepat dalam 2-3 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam awal. Seperti halnya CRP, IL 6 juga tidak dapat membedakan secara jelas sumber inflamasi. Pada keadaan inflamasi berat akibat bakteri kadar PCT selalu > 2 ng/ml, pada kasus akibat infeksi virus kadar PCT < 0,05 ng/ml (Connor EO, 2001). Pada studi meta analisis dan sistematik review (Yu CW, 2013) menjelaskan tentang manfaat prokalsitonin dalam menegakkan diagnosis apendisitis. PCT merupakan biomarker uji laboratorium yang akurat dengan sensitivitas 89%, spesifisitas 94%, nilai positif prediktif value 94% dan negatif prediktif value sebesar 90 %. Pada penelitian lanjutan didapatkan bahwa PCT lebih bermanfaat dalam mengindentifikasi apendisitis yang komplikata dibandingkan pada apendisitis non komplikata. Hasil PCT dapat dipakai tidak hanya sebagai alat diagnostik, namun kini bermanfaat sebagai alat prognostik dalam menilai adanya komplikasi pada apendisitis akut (Chakhuna, 2013).

4 4 Pemanfaatan beberapa biomarker seperti C-reactive protein (CRP) dan prokalsitonin (PCT) kini mulai berkembang pesat terutama di negara maju. Pemeriksaannya sangat dianjurkan pada pasien dengan kecurigaan apendisitis akut. Sehingga dapat menekan angka komplikasi. Pasien dengan nilai CRP > 3 mg/dl dan PCT > 0,18 ng/ml memiliki risiko besar timbul komplikasi. Tindakan pembedahan dan monitoring ketat harus segera dilakukan lebih cepat (Gavela, 2013). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami, merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan biomarker angka leukosit, itung jenis neutrofil, dan prokalsitonin dalam penegakan diagnosis serta penilaian tingkat keparahan pada apendisitis akut. C. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan biomarker angka leukosit, itung jenis neutrofil, dan prokalsitonin dalam penegakan diagnosis serta penilaian tingkat keparahan pada apendisitis akut. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk sejawat dokter bedah dapat digunakan sebagai perangkat pemeriksaan dalam mendiagnosis dan memprediksi tingkat keparahan apendisitis akut. 2. Bidang akademis Dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai angka leukosit, hitung jenis neutrofil dan prokalsitonin sebagai biomarker penegakan diagnosis serta penilaian tingkat keparahan pada apendisitis akut. 3.Bidang pelayanan

5 5 Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat terhadap pelayanan medik di seluruh rumah sakit agar menggunakan biomarker PCT sebagai salah satu biomarker menegakkan diagnosis apendisitis akut. 4. Bidang penelitian Sebagai acuan pengembangan penelitian mengenai biomarker apendisitis. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan, dengan kata kunci Diagnostic procalcitonin and white blood cell count for acute appendicitis dengan menggunakan mesin pencari Clinicalkey, Pubmed didapatkan antara lain : 1. Yu CW et al, (2013) : Melakukan penelitian tentang sistematik review dan meta analisis tentang akurasi diagnostik prokalsitonin, c-reactive protein dan angka leukosit pada pasien apendisitis akut 2. Abu et al, (2012) : Sebagai pilot study tentang kegunaan prokalsitonin dalam mendiagnosis apendisitis. 3. Sayuti, (2012) : Dalam karya ilmiah paripurna dengan judul kepekaan kadar prokalsitonin serum dibandingkan jumlah leukosit dalam diagnosis infeksi luka operasi di RSUP Sardjito Yogyakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis adalah penyakit sistemik disebabkan penyebaran mikroba atau toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada anak dan paling sering jadiindikasi bedah abdomen emergensi pada anak.insiden apendisitis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan kasus paling sering dilakukan pembedahaan pada anak, walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi keterlambatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari 7 sampai 15 cm (Dorland, 2000)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab

BAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya di hadapi negara maju, tapi juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR ORIGINAL ARTICLE VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR Dewi Prima Christian 1, I Gede Suwedagatha 2, Nyoman Golden 3, I Ketut Wiargitha 2 1 Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat (AS). Diperkirakan terdapat 751.000 kasus sepsis berat setiap tahunnya di AS dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai adanya konsentrasi Lactobacillus sebagai flora normal vagina digantikan oleh

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASAR KADAR ALBUMIN SERUM DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI PASCA APENDEKTOMI PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun dari mikroorganisme di dalam darah dan munculnya manifestasi klinis yang dihasilkan

Lebih terperinci

PROCALCITONIN DAN SEL DARAH PUTIH SEBAGAI PREDIKTOR UROSEPSIS PADA PASIEN OBSTRUKSI SALURAN KEMIH DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PROCALCITONIN DAN SEL DARAH PUTIH SEBAGAI PREDIKTOR UROSEPSIS PADA PASIEN OBSTRUKSI SALURAN KEMIH DI RSUP SANGLAH DENPASAR Gatot Triwono PROCALCITONIN DAN SEL DARAH PUTIH SEBAGAI PREDIKTOR UROSEPSIS PADA PASIEN OBSTRUKSI SALURAN KEMIH DI RSUP SANGLAH DENPASAR Abstrak Pasien obstruksi saluran kemih sering disertai dengan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu catatan penting dalam beberapa dekade terakhir adalah semakin meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula halnya

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 TESIS VALIDITAS DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 JIMMY NIM 0914028203 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. apendisitis akut (Lee et al., 2010; Shrestha et al., 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden

BAB 1 PENDAHULUAN. apendisitis akut (Lee et al., 2010; Shrestha et al., 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu kasus bedah abdomen yang paling sering terjadi di dunia. Apendektomi menjadi salah satu operasi abdomen terbanyak di dunia. Sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke merupakan satu dari masalah kesehatan yang penting bagi individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian stroke, akan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J PERBEDAAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI BERDASARKAN KATEGORI OPERASI PADA PASIEN BEDAH YANG DIBERIKAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di RSUP Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura yang disebabkan oleh produksi berlebihan cairan ataupun berkurangnya absorpsi. Efusi pleura merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang terjadi oleh apapun penyebabnya yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak

Lebih terperinci

Ery Suhaymi,* Erjan Fikri,** Iqbal Pahlevi Adeputra Nasution**

Ery Suhaymi,* Erjan Fikri,** Iqbal Pahlevi Adeputra Nasution** Perbandingan Akurasi Diagnostik Kadar Procalcitonin dan C-Reactive Protein pada Pasien Anak di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan Ery Suhaymi,* Erjan Fikri,** Iqbal Pahlevi Adeputra Nasution**

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, infeksi susunan saraf pusat menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit (Saharso dan Hidayati, 2000). Inflamasi yang terjadi pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian A.1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya tentang appendisitis. A.2. Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii DAFTAR ISI SAMPUL DALAM i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK. vi ABSTRACT... vii RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling sering dijumpai setelah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab tingginya angka kematian pada pasien trauma tumpul abdomen adalah perdarahan pada organ hepar yang umumnya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Salah satu dari tujuan Millenium Development Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita sebesar dua-pertiga, antara tahun 1990 dan 2015. Pada kasus kematian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer ataupun infeksi sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyakit gastrointestinal (saluran pencernaan) merupakan masalah kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan penyebab terbanyak kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena kesulitan yang dihadapi untuk mendiagnosis TB paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. dengan apendisitis akut perforasi di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. dengan apendisitis akut perforasi di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pada penelitian mengenai hubungan peningkatan jumlah leukosit dengan apendisitis akut perforasi di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2012-2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci