BAB II KAJIAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2005) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif
|
|
- Utami Hermanto
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Bullying Pengertian Bullying Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Olweus (2005) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam waktu yang cukup panjang dan berulang yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain, dimana terdapat ketidakseimbangan kekuatan dan korban tidak memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya. Sullivan (2000) menjelaskan bahwa bullying termasuk ke dalam bentuk perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan sadar oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang yang lain dengan tujuan menyakiti. Rigby (2008) menyatakan bahwa bullying merupakan penyalahgunaan kekuatan secara sistematis dalam berhubungan dengan orang lain. Olweus (2003) melengkapi definisi bullying dengan menambahkan bentuk dalam bullying. Menurutnya bullying dapat terjadi dalam bentuk verbal, fisik dan relasional. Perilaku bullying merupakan perilaku agresif yang serius. Perilaku agresif dapat terjadi karena berbagai faktor. Menurut teori General Aggression Model (GAM), faktor-faktor tersebut dapat berasal dari luar individu (situasional) dan personal (Anderson & Carnagey, 2006). Dalam teorinya, Anderson menyatakan agresi disebabkan oleh adanya sekumpulan faktor yang kemudian diterima, dipersepsi, dan dimaknai oleh seseorang berdasarkan sikap dan ketrampilan 8
2 masing-masing. Kemudian individu tersebut akan menghubungkannya dengan keadaan sosial di sekitar individu lalu mengekspresikannya dalam bentuk tingkah laku agresi. Faktor-faktor situasional yang dapat memicu terbentuknya perilaku agresi antara lain budaya sekolah (bullying yang dilakukan guru atau teman sebaya), teknologi dan norma kelompok (O Connell, 2003). Faktor situasional lain yang juga mempengaruhi perilaku bullying adalah media. Perry (1987) dalam O Connell, 2003) menyatakan bahwa media juga dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku bullying pada anak. Tayangan televisi yang menampilkan candaan yang kasar, menghina, dan mengandung kekerasan ditampilkan sebagai perilaku yang menghibur dan dapat diterima oleh orang lain sehingga hal ini dapat dianggap pembaca sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang lain. Faktor yang turut mempengaruhi perilaku bullying selain faktor situasional adalah faktor personal meliputi harga diri (Anderson & Carnagey, 2004), temperamen (Olweus, 2003), dan keluarga (O Connell, 2003) yang memberikan kecenderungan individu untuk menampilkan perilaku agresi. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu perilaku dapat dikatakan sebagai bullying apabila (a) dilakukan secara sadar dan sengaja, (b) berulang kali dalam waktu yang relatif lama, (c) terdapat ketidakseimbangankekuatan, (d) sistematis dan terorganisir, (e) bertujuan untuk meyakiti orang lain dalam hal ini korban, (f) dan dapat terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu dalam bentuk verbal, fisik dan mental. 9
3 2.1.2 Bentuk-bentuk Bullying Berdasarkan bentuknya menurut Olweus (dalam Sari, 2011) bullying dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu bullying secara verbal, fisik dan relasional. 1) Verbal Bentuk bullying ini berhubungan dengan verbal atau kata-kata. Tindakan yang termasuk di dalamnya adalah memaki, menghina, mengejek, memfitnah, memberi julukan yang tidak menyenangkan, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menyebarkan gosip yang negatif dan membentak. 2) Fisik Bentuk bullying ini yang paling terlihat karena bersifat langsung dan terdapat kontak fisik antara korban dan pelaku. Contoh perilakunya seperti memukul, meludahi, menampar, mendorong, menjambak, menjewer, menimpuk, menendang, dan berbagai ancam kontak fisik lainnya. 3) Relasional Bentuk bullying ini berhubungan dengan semua perilaku yang bersifat merusak hubungan dengan orang lain. Tindakan yang termasuk dengan sengaja mendiamkan seseorang, mengucilkan seseorang, penolakan kelompok, pemberian gesture yang tidak menyenangkan seperti memandang sinis, merendahkan dan penuh ancaman. Astuti (2008) juga mengemukakan mengenai bentuk-bentuk bullying, antara lain: 1) Fisik. Contohnya adalah menggigit, menarik rambut, memukul, menendang, mengunci, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan merusak barang-barang milik korban, penggunaan senjata dan perbuatan kriminal. 2) Non-fisik Terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal. Verbal contohnya panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata jorok pada korban, berkata menekan, dan menyebarluaskan kejelekan korban. Sedangkan non-verbal terbagi menjadi langsung dan tidak langsung. Non-verbal tidak langsung diantaranya adalah manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, curang, dan sembunyisembunyi. Non-verbal langsung contohnya gerakan kasar atau mengancam, menatap, muak mengancam, menggeram, hentakan mengancam atau menakuti. 10
4 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying Perilaku bullying dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun secara umum ada dua faktor yang berinteraksi, yaitu: faktor personal dan faktor situasional (Anderson & Carnagey, 2004). Faktor personal meliputi pola asuh ibu dan ayah serta harga diri (self-esteem). Sedangkan faktor situasional meliputi norma kelompok dan sekolah. O Connell (2003) menguraikan faktor-faktor tersebut di atas sehingga dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying. 1) Pola Asuh Orangtua Pola asuh dari orangtua sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku seorang anak. Orangtua yang menggunakan bullying sebagai cara untuk proses belajar anak akan membuat anak beranggapan bahwa bullying adalah perilaku yang wajar dan bisa diterima dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed dan Braithwaite (2004) menyatakan bahwa keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan keterlibatan seseorang pada perilaku bullying. Selain itu, penelitian Olweus (2003) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan dengan perilaku agresif pada remaja. 2) Harga Diri Harga diri dikatakan dapat mempengaruhi perilaku bullying. Seorang anak yang memiliki harga diri negatif atau harga diri rendah, anak tersebut akan memandang dirinya sebagai orang yang tidak berharga. Rasa tidak berharga tersebut dapat tercermin pada rasa tidak berguna dan tidak memiliki kemampuan baik dari segi akademik, interaksi sosial, keluarga dan keadaan fisiknya. Harga diri rendah dapat membuat seorang anak merasa tidak mampu menjalin hubungan dengan temannya sehingga dirinya menjadi mudah tersinggung dan marah. Akibatnya anak tersebut akan melakukan perbuatan yang menyakiti temannya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Septrina, Liow, Sulistiyawati, dan dalam Asdrian (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan perilaku bullying dimana semakin tinggi harga diri maka semakin rendah perilaku bullying. 3) Norma kelompok Menurut O Connell (2003), norma kelompok dapat membuat perilaku bullying sebagai perilaku yang wajar dan dapat diterima. Biasanya anak yang terlibat dalam perilaku bullying agar dapat diterima dalam kelompok. Jika kelompoknya melakukan perilaku bullying terhadap siswa lain biasanya siswa yang tergabung dalam kelompok itu akan mendukung anggota kelompoknya yang melakukan perilaku bullying. Selain itu, kelompok 11
5 menggunakan perilaku bullying sebagai cara untuk mengajarkan norma-norma yang dianut dalam kelompok pada siswa lain yang ingin bergabung dengan kelompok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara norma kelompok dengan perilaku bullying yang dilakukan siswa SMA. 4) Sekolah Budaya sekolah juga dapat mempengaruhi perilaku bullying. Menurut O Connell (2003), guru dan pihak sekolah yang bersikap tidak peduliterhadap kekerasan yang dilakukan oleh para siswa dapat meningkatkan perilaku bullying di sekolah. Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djuwita (2009) menunjukkan bahwa faktor situasional yang berperan secara signifikan adalah bullying yang dilakukan guru di sekolah Karakteristik Pelaku Bullying Karakteristik yang umum dimiliki oleh pelaku bullying (Olweus, 2003). adalah (a) memiliki keinginan untuk mendominasi orang lain, (b) kurang atau tidak berempati terhadap perasaan orang lain, (c) hanya peduli dengan keinginannya sendiri, (d) sulit melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, (e) tingkah lakunya cenderung impulsif, (f) agresif, (g) intimidatif, (h) dan suka memukul Dari beberapa karakteristik ini, dapat disimpulkan bahwa motivasi seseorang melakukan bullying bisa berdasarkan kebencian, perasaan iri dan dendam atau bisa juga untuk menyembunyikan rasa malu dan gelisah serta mendorong rasa percaya diri dengan menganggap orang lain tidak ada artinya. 12
6 2.2. Kepercayaan Diri Pengertian Percaya Diri Rasa percaya diri adalah sikap seorang individu mampu mengembangkan diri kearah yang positif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Rasa percaya diri yang tinggi dapat membantu seorang individu lebih percaya akan kemampuan yang individu miliki, dia percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman dan potensi yang dia miliki serta harapan realistik terhadap diri sendiri dan individu yang memiliki percaya diri tinggi lebih mudah dalam menyesuaikan diri dalam lingkungannya. Menurut Lauster (2012) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Kepercayaan diri berawal dari tekad pada diri sendiri, untuk melakukan segala yang kita inginkan dan kita butuhkan dalam hidup. Rasa percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, bukan dari karya-karya kita, walapun karya-karya kita sukses. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa sebagai manusia, tantangan hidup harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Bukan masalah berbuat sesuatu itu yang penting, namun kesediaan untuk melakukannya. Jika sebagai seorang individu yakin pada diri sendiri, maka apapun tantangan hidup akan dihadapi. Jadi bukan kepercayaan diri karena kemampuan mengerjakan sesuatu namun percaya diri karena kemampuan menghadapi segala tantangan hidup (Angelis, 2003). 13
7 Menurut Prayitno (1995) percaya diri itu lahir dari kesadaran bahwa ketika seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang akan dilakukan. Artinya keputusan untuk melakukan sesuatu dan sesuatu yang dilakukan itu bermakna bagi kehidupannya. Jika seseorang memiliki percaya diri didalam arena sosial, maka akan menjadi tidak gelisah dan lebih nyaman dengan dirinya sendiri serta mampu mengembangkan perilaku dalam situasi sosial. Rasa percaya diri dipengaruhi dua sumber penting dalam dukungan sosial adalah hubungan dengan orang tua dan dukungan dengan teman sebaya. Coopersmith (dalam Santrock, 2003). Sedangkan menurut Harter (dalam Santrock, 2003) dukungan dari teman sebaya lebih berpengaruh pada tingkat rasa percaya diri pada individu pada masa remaja awal daripada anak-anak, meskipun dukungan orang tua juga faktor yang penting untuk rasa percaya diri pada anak-anak dan remaja awal. Akan tetapi dukungan teman sebaya lebih penting dibandingkan dengan dukungan orang tua pada remaja akhir. Terdapat dua jenis dukungan teman sebaya yaitu dukungan teman sekelas dan teman akrab. Dukungan teman satu kelas lebih kuat berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja dalam berbagai usia dibandingkan dengan teman akrab, karena teman akrab selalu memberikan dukungan yang dibutuhkan, sehingga dukungan itu tidak dianggap oleh remaja untuk meningkatkan rasa percaya diri, karena remaja pada saat-saat tertentu membutuhkan sumber dukungan yang lebih obyektif untuk membenarkan rasa percaya dirinya. 14
8 2.2.2 Karakteristik kepercayaan diri Menurut Lauster (dalam Rini, 2002) individu yang memiliki rasa percaya diri yang Proporsional diantaranya adalah: 1. Percaya akan kompetensi atau kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa hormat orang lain. 2. Tidak terdorong untuk menunjukan konformitas demi diterima orang lain atau kelompok. 3. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri sendiri. 4. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil). 5. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung usaha dari diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain). 6. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi diluar dirinya. 7. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi. Kesimpulan dari karakteristik kepercayaan diri, individu yang memiliki kepercayaan diri memiliki karakteristik yang menunjukan individu yang mampu mengendalikan diri, yakin akan kemampuan yang dimilki, berpandangan positif, tidak konformitas dan memiliki harapan yang realistic terhadap diri sendiri Aspek-aspek dalam percaya diri Menurut Lauster (1997) aspek-aspek dalam percaya diri secara rinci adalah sebagai berikut: 1) Cinta diri. Merupakan perilaku seseorang untuk memelihara diri. 2) Pemahaman diri. Orang yang percaya diri selalu ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya sendiri, percaya akan kompetensi atau kemampuan diri sehingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa hormat orang lain, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain yaitu menjadi diri sendiri. 3) Tujuan hidup yang jelas. 15
9 Orang yang mengetahui tujuan hidupnya karena mempunyai pikiran yang jelas mengapa melakukan tindakan tertentu dan tahu hasil apa yang diharapkannya, tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformitas demi diterima oleh orang lain atau kelompok, memiliki harapan realistic terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dari dirinya dan situasi yang terjadi. 4) Berpikir positif. Orang yang dapat melihat dari kehidupan sisi cerah serta mencari pengalaman dari hasil yang bagus, mempunyai pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil), memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan, serta tidak tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain), mempunyai cara pandang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya. Menurut Lauster (2006) kepercayaan pada diri sendiri mempengaruhi sikap hati-hati, ketaktergantungan, ketidak serakahan, toleransi dan cita-cita. Seorang yang percaya diri tidaklah hati-hati secara berlebihan, yakin akan ketidaktergantungan dirinya kepada orang lain karena percaya pada diri sendiri, tidak menjadi terlalu egois, lebih toleran, karena individu yang percaya diri tidak melihat dirinya sedang dipersoalkan, dan cita-citanya normal dan tidak menutupi kekurangpercayaan pada diri sendiri dengan cita-cita yang berlebihan Faktor-faktor yang mempengaruhi percaya diri Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri (Angelis, 2003) adalah sebagi berikut : 1) Kemampuan pribadi. Rasa percaya diri timbul pada saat seseorang mengerjakan sesuatu yang memang mampu dilakukan. 2) Keberhasilan seseorang. Keberhasilan seseorang ketika mendapatkan apa yang selama ini diharapkan dan cita citakan akan memperkuat timbulnya rasa percaya diri. 3) Keinginan Ketika seseorang menghendaki sesuatu maka orang tersebut akan belajar dari kesalahan yang telah diperbuat untuk mendapatkannya. 16
10 4) Tekat yang kuat Rasa percaya diri yang datang ketika seseorang memiliki tekat yang kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dari uraian faktor-faktor percaya diri tersebut disimpulkan bahwa faktorfaktor yang dimiliki individu adalah adanya kemampuan pribadi, keberhasilan, keinginan dan tekat yang kuat untuk belajar dari pengalaman agar tidak terulang lagi Usaha-usaha membangun kepercayaan diri Menurut Lauster (2006) ada dua cara manusia beraksi untuk menutupi rasa rendah diri, yaitu menyerah dan kompensasi. Menyerah berarti bahwa rasa rendah diri dianggap sebagai perbaikan terhadap kepercayaan pada diri sendiri yang dapat dicapai. Adler (dalam Lauster, 2006) menyadari rasa rendah diri sering dikompensasi. Kompensasi ini mengambil berbagai bentuk. Salah satu cara adalah kompensasi langsung seperti yang dilakukan oleh Wilma Rudolph, yang terkena folio. Orang yang tak yakin pada dirinya mencari kompensasi untuk menutupi rasa rendah dirinay justru dalam bidang kekurangannya. Beberapa petunjuk untuk meningkatkan rasa percaya pada diri sendiri yaitu(lauster2006) : 1) Cari sebab-sebab merasa rendah diri. Sekali individu mengetahui sebab-sebab itu maka individu sudah mendapatkan prasyarat yang sangat penting untuk suatu perbaikan kepercayaan diri sendiri yang direncanakan. 2) Atasi kelemahan yang dimiliki. Hal yang penting adalah individu harus memiliki kemauan yang kuat. Karena hanya dengan begitu individu akan memandang suatu perbaikan yang kecil sebagai keberhasilan yang sebenarnya. 3) Kembangkan bakat dan kemampuan. Dengan mengembangkan bakat dan kemampuan individu mengadakan kompensasi bagi kelemahan individu, sehingga kelemahan itu tidak penting lagi bagi individu. 17
11 4) Bahagialah dengan keberhasilan dalam suatu bidang tertentu. Perkiraan individu atas keberhasilan adalah lebih penting untuk ke kesadaran sendiri dibandingkan dengan pendapat orang lain. 5) Bebaskan diri dari pendapat orang lain. Jaganlah berbuat berlawan dengan keyakinan sendiri. Hanya dengan begitu individu akan merasa merdeka dalam diri sendiri dan yakin. 6) Tidak puas dengan pekerjaan tapi tidak melihat sesuatu untuk memperbaiki, maka kembangkanlah baka-bakat yang dimiliki melalui hoby. Dengan begitu individu dapat mengkompensasikan kekecewaan dan dapat menjaga diri dari ketidak yakinan atas diri sendiri. 7) Jika disuruh melakukan pekerjaan yang sukar, cobalah melakukan pekerjaan tersebut dengan optimis. 8) Jangan terlalu bercita-cita, karena cita-cita yang kelewat batas tidak baik. Makin besar cita-cita, maka akan semakin sulit untuk memenuhi tuntutan yang tinggi. 9) Jangan terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain. Ada banyak hal yang dapat dilakukan dengan baik oleh orang lain dibanding dengan diri sendiri. Jika individu terus menerus membandingkan diri dengan orang lain maka ada kemungkinan individu akan kecewa dengan diri sendiri. Dan ini tidak baik bagi harga diri individu. 10) Janganlah mengambil motto ungkapan yang berbunyi, apapun yang dilakukan dengan baik oleh orang lain sayapun dapat melakukannya, karena tak seorangpun dapat mempunyai hasil yang sama dalam tiap bidang. 2.3 Penelitian Yang Relevan Menurut penelitian Ajeng Fiste Fiftina (2010) mengenai Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Perilaku Asertif Pada Siswa SMA Korban bullying. Pendekatan penelitiann yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah kuesioner dari kepercayaan diri dan perilaku asertiif yang berbentuk skala likert. Data yag diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis korelasi bivariate. Uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada uji korelasi Bivariate sebesar 0,506 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 ( ini disimpulkan bahwa hipotesis 18
12 diterima yang artinya terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada siswa SMA korban bullying. Berdasarkan penelitian Ulfatun Ni mah (2013) mengenai Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Korban Bullying Pada Siswa Kelas VII MTs Swasta Di Demak. Populasi dalam penelitian ini adala siswa kelas VII MTs Swasta di Demak Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan jumlah 54 siswa. Sampel yang diambil adalah 10 siswa dengan menggunakan Random Sampling. Data penelitian ini diperoleh melalui instrumen penelitian skala kepercayaan diri korban bullying dengan alternatif empat jawaban. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest, treatment, and posttest design. Berdasarkan analisis data penelitian setelah mendapatkan perlakuan layanan konseling kelompok, menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan dari konseling kelompok terhadap peningkatan kepercayaan diri korban bullying pada siswa tahun ajaran 2012/2013. T hitung (55) sedangkan T tabel (8). Karena T hitung > T tabel dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian berarti H A diterma dan H o ditolak sehingga penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konseling kelompok terhadap peningkatan kepercayaan diri korban bullying pada siswa tahun pelajaran 2012/ Hipotesis Dari penelitian ini diajukan hipotesis : Ada perbedaan yang signifikan antara kepercayaan diri siswa kelas X yang mengalami dan tidak mengalami perilaku Bullying di SMA Theresiana Weleri. 19
BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullying Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Beberapa tokoh mengemukakan bullying dalam berbagai definisi yang beragam. Sullivan (2000) menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Percaya Diri Menurut Rini (2002) percaya diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pada periode ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.
12 BAB I Pendahuluan I.A Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula golongan dewasa. Remaja
Lebih terperinciUPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK
UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK Dina Afriana (afriana.dina@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Diah Utaminingsih 3 ABSTRACT The aims of this research to
Lebih terperinciSELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)
Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan
Lebih terperinciBAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.
BAB I RENCANA PENELITIAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
38 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Waktu penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. B. Metode Penelitian Metode penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anak Anak a. Pengertian Anak adalah aset bagi suatu bangsa, negara dan juga sebagai generasi penerus yang akan memperjuangkan cita-cita bangsa dan menentukan
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying. 1. Pengertian bullying. Menurut Priyatna (2010), bullying merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku kepada korban yang terjadi secara berulang-ulang dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel. Perilaku Bullying Secara operasional, definisi bullying dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Coloroso (006:43-44),
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh
23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pasti memerlukan generasi penerus untuk menggantikan generasi lama. Bangsa yang memiliki generasi penerus akan tetap diakui keberadaannya, oleh
Lebih terperinciPETUNJUK PENGISIAN ANGKET PENELITIAN. pernyataan tersebut. Selanjutnya pilihlah salah satu dari beberapa alternative
Lampiran 10 PETUNJUK PENGISIAN ANGKET PENELITIAN Pada bagian berikut terdapat beberapa butir pernyataan dengan lima pilihan jawaban. Peserta didik di minta untuk membaca dan memahami pernyataan tersebut.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Sosial 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Sosial Menurut Goleman (2006) kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Bullying merupakan salah satu dari manifestasi perilaku agresif, Krahe (dalam Suharto, 2014) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis manifestasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah
Lebih terperinciBULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017
BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah
Lebih terperinciDAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING
DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING PADA SISWA SMA CHRISTIN Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Semakin hari kita semakin dekat dengan peristiwa kekerasan khususnya bullying yang dilakukan terhadap siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang erat dalam proses sejarah kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Ia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah penyesuaian diri lainnya Damon dkk (dalam Santrock, 2003). Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri merupakan kunci untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan pribadi, pekerjaan dan sosial. Di dalam kehidupan setiap individu akan mengalami perubahan
Lebih terperinciPEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN
PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN 1. Kondisi dan kesan umum (ciri fisik). 2. Kondisi lingkungan rumah tempat tinggal dan lingkungan tetangga serta lingkungan
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari pertama masuk sekolah, ia diculik dan dibawa ke rumah seniornya. Di sana, ia dibentak dan dipukuli oleh beberapa orang seniornya. Menurut pengakuan D, bukan hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterikatan antarmanusia adalah wujud harfiah yang telah ditetapkan sebagai makhluk hidup. Hal demikian ditunjukkan dengan sifat ketergantungan antara satu individu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bullying 2.1.1 Pengertian Bullying Agresifitas menurut Baron dan Richardson (dalam Krahe, 2005) menyatakan bahwa agresi adalah segala bentuk perilaku yang ditujukan untuk menyakiti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek dan Lokasi Penelitian 1. Subyek Penelitian Nama : SR Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 19 April 1999 Usia : 14 tahun Agama : Islam Alamat Kelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. 7 Universitas Indonesia. Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya teori remaja beserta karakteristiknya, teori mengenai motivasi dan teori mengenai agresi dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang dihadapkan dengan berbagai macam masalah yang menghadang di hadapannya.dari masalah yang ringan seperti mencontek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan
Lebih terperinciPssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita
Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138
Lebih terperinciINTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT
INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif
Lebih terperinciMemahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah
Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah (School Violence) Oleh : Nandang Rusmana Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan di Sekolah Faktor psikologis (hiperaktivitas, konsentrasi terhadap masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari. negatif yang diterima korban (Olweus, 1993).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengertian Bullying Bullying adalah perilaku negatif seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu
Lebih terperinciPetujuk Pengisian Angket
Petujuk Pengisian Angket Anda diminta untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan anda sekarang. Beberapa hal yang perlu anda perhatikan sebelum mengisi angket: 1. Anda bebas menentukan pilihan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin
Lebih terperinciPssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita
Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 121 122 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 123 124 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 125 126
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
Lebih terperinciUNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.
UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahrga Daerah Istimewa Yogyakarta Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,
Lebih terperinciH, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING
BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.
Lebih terperinciNo. Daftar Pernyataan STS
INSTRUMEN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA NAMA :. KELAS : Petunjuk mengerjakan Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan pilihan anda dengan memberi tanda ( ). Tidak ada penilaian yang baik dan buruk, juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat disini
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas
72 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memudahkan proses analisis dan penafsiran
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA SKRIPSI
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA SKRIPSI ANNISA 0806456940 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. Untuk berhubungan dengan orang lain dibutuhkan komunikasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciPENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA
PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian
Lebih terperinciPENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )
PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi ) Putri Wardhani 1 Muh. Mansyur Thalib Ridwan Syahran ABSTRAK
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).
12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying Dalam Bimbingan dan Konseling Secara umum tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Perilaku Bullying Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilahistilah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BULLYING (Kekerasan) 1. Pengertian Bullying (Kekerasan) Bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk memberikan pengajaran kepada siswa atau murid di bawah pengawasan guru dan kepala sekolah. Di dalam sebuah institusi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Tergantung : Bullying 2. Variabel Bebas : a. Secure Attachment dengan Orang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pemahaman Konsep Pengertian pemahaman menurut Sardiman (2007:42) dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Pengertian konsep menurut Winkel (1996:82) yaitu satuan arti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial
Lebih terperinciBULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent)
BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent) MILDA REYNA Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kekerasan bukanlah fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan siswa salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang secara sadar berupaya melakukan perbaikan perilaku, pengalaman dan pengetahuan peserta didik. Banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI PERILAKU BULLYING
Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 6, No. 1, April 2017 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitar. Baik lingkungan keluarga, atau dengan cakupan yang lebih luas yaitu teman sebaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak belajar tentang banyak hal, sejak lahir ke dunia ini. Anak belajar untuk mendapatkan perhatian, memuaskan keinginannya, maupun mendapatkan respon yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat pada saat sekarang ini, telah membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan
Lebih terperinciKONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta)
57 KONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta) Junita 1 Dra. Michiko Mamesah, M.Psi 2 Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi 3 Abstrak Tujuan untuk memperoleh
Lebih terperinciPERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR
CAHAYA PENDIDIKAN, 2(1): 84-91 Juni 2016 ISSN : 1460-4747 PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR Ramdani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini kasus kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun di layar televisi. Selain perkelahian antar pelajar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek bullying sudah merambah ke dalam dunia pendidikan, hal ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua dan masyarakat. Komnas Perlindungan Anak (PA)
Lebih terperinciPENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS KORBAN CYBER BULLYING. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd
PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS KORBAN CYBER BULLYING Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sadar, insaf, mengerti dan pandai. kerja scire yang artinya mempelajari, mengetahui.
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Ada banyak ahli yang mendefenisikan pengetahuan, (Salam, 2008) mengemukakan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciBAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah
35 BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah Kekerasan di sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja, dari
Lebih terperinci