I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dalam mendeteksi serangan hama wereng coklat. Data yang digunakan ialah data dan LST dari satelit MODIS. Data serangan hama yang digunakan berupa data luas serangan hama wereng coklat 2 mingguan tiap kecamatan di kabupaten Indramayu. Hal ini menyebabkan analisis data pada penelitian ini menggunakan skala waktu 2 mingguan. 4.1 Keadaan Kabupaten Indramayu Musim Tanam 27-28/29 Nilai hasil ekstraksi data satelit MOD9 berupa nilai 8 harian tiap kecamatan. Nilai diolah menjadi data 2 mingguan dengan cara merata-ratakan data selama 2 minggu, sehingga skalanya sama dengan data luas serangan hama. Hasil secara keseluruhan diperoleh nilai 2 mingguan berkisar antara,96,54 dengan ratarata,2315. Keadaan secara umum selama Musim Tanam 27-28/29 Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 7. rata-rata 2 mingguan musim tanam 27 28/29 merupakan nilai rata-rata 2 mingguan dari setiap kecamatan di Kabupaten Indramayu selama 4 musim tanam. Nilai berkisaran antara -1 sampai dengan 1, dimana nilai 1 menunjukkan vegetasi yg rapat dan nilai -1 menunjukkan vegetasi yg rendah. Gambar 7 memperlihatkan fase pertumbuhan padi yang terjadi selama selama 4 musim tanam. Berdasarkan penelitian sebelumnya, satu musim tanam padi berbentuk lonceng agak simetris. Puncak nilai pada musim hujan (basah) terjadi pada bulan Januari-Februari,,45,4,35,3,25,2,15,1, / /29 sedangkan pada musim kemarau (kering) puncak nilai terjadi pada bulan Juni-Juli. Pada musim basah nilai puncak lebih tinggi dibandingkan musim kering, hal ini disebabkan pada musim basah kandungan air lebih banyak sehingga tanaman padi lebih hijau dan rapat. Pada nilai berada dibawah,17 merupakan fase saat sawah bera atau memulai penanaman. Fase pertumbuhan tanaman padi terbagi dua yaitu fase vegetatif dan generatif. Nilai pada Gambar Musim Tanam 27-28/29 tidak dapat memperlihatkan kondisi umur tanaman padi secara detail, hal ini disebabkan Gambar 7 diperoleh dengan cara merata-ratakan nilai di kecamatan Indramayu secara keseluruhan, untuk melihat kondisi umur tanaman padi secara detail diperlukan analisis khusus dengan data tiap piksel. Pola pertumbuhan tanaman padi secara umum selama Musim Tanam 27-28/29 juga dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar setiap tahunnya memiliki pola yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Indramayu memiliki pola tanam padi yang hampir serentak untuk seluruh wilayah kecamatannya. Keadaan untuk setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar Keadaan dan Luas Serangan Hama Wereng Coklat Setiap Kecamatan (Lampiran 3). 4.2 Keadaan LST Kabupaten Indramayu Musim Tanam 27-28/29 Nilai LST 2 mingguan tiap kecamatan berkisar antara 17,2 C - 41,18 C dengan rata-rata 27,88 C. Suhu permukaan yang di hasilkan dalam data ini merupakan suhu permukaan padi, karena data kajian wilayah yang digunakan merupakan daerah sawah di Kabupaten Indramayu. Gambar 7. Rata-rata 2 Mingguan Musim Tanam 27-28/29 Kabupaten Indramayu 12

2 LST C LST 27-27/28 LST 28-28/29 Gambar 8. LST Rata-rata 2 Mingguan Musim Tanam 27-28/29 Kabupaten Indramayu. Nilai suhu permukaan pada siang hari rata-rata untuk tiap kecamatan di indramayu selama 4 musim tanam ditunjukkan pada Gambar 8. Suhu permukaan rata-rata siang hari musim 27-27/28 memiliki karakteristik yang hampir sama dengan musim 28-28/29. Keadaan LST secara umum setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar Keadaan LST dan Luas Serangan Hama Wereng Coklat Setiap Kecamatan (Lampiran 4). Keadaan LST setiap kecamatan hampir memiliki pola yang sama seperti pola LST rata-rata pada Gambar 8. Puncak suhu permukaan maksimal siang hari terjadi pada bulan Oktober, sedangkan suhu rata-rata permukaan mulai di atas 3 C pada bulan Juli atau Agustus, profil nilai LST kembali menurun menjelang akhir bulan Oktober. Pada bulan Desember hingga Juni suhu permukaan pada siang hari rata-rata berkisar antara 2 C - 3 C. Dinamika suhu permukaan ini terjadi karena pola monsoonal dari wilayah indramayu, sehingga suhu permukaan turun mulai bulan oktober, dimana mulai terjadi hujan. 4.3 Serangan Hama Wereng Coklat Musim Tanam 27-28/29 Kabupaten Indramayu Data luas serangan hama wereng coklat Musim Tanam 27-28/29 memperlihatkan serangan hama wereng coklat terjadi sebanyak 176 kejadian. Serangan hama terjadi pada hampir semua kecamatan dan waktu yang bervariasi. Sebanyak 14 kejadian serangan hama wereng coklat terjadi lebih dari 6 Ha sawah. Keadaan serangan hama wereng coklat selama musim tanam 27-28/29 di Kabupaten Indramayu secara umum dapat dilihat pada Gambar 9. Selama Musim Tanam 27-28/29 serangan hama wereng coklat paling banyak terjadi pada bulan Maret. Pada bulan tersebut terjadi 46 kejadian serangan hama wereng coklat dan terjadi dihampir seluruh kecamatan di wilayah Indramayu. Luas Serangan 27-27/28 Luas Serangan 28-28/29 Frekuensi Frekuensi 27-27/28 Frekuensi 28-28/ Luas Serangan Hama (Ha) Gambar 9. Serangan Hama Wereng Coklat Musim Tanam 27-28/29 Kabupaten Indramayu 13

3 Kecamatan Indramayu merupakan kecamatan yang paling banyak terjadi serangan hama wereng coklat dibandingkan kecamatan lain. Pada wilayah tersebut selama Musim Tanam 27-28/29 terdapat serangan hama wereng coklat sebanyak 16 kejadian. Selama Musim Tanam 27-28/29 serangan hama terluas terjadi di Kecamatan Gabuswetan. Serangan hama wereng coklat terjadi seluas 1223 Ha. Serangan hama wereng coklat terjadi pada minggu pertama bulan Maret tahun 29. Rata-rata serangan hama wereng coklat yang terjadi sebesar 74,4 Ha dari 176 kejadian. Data keseluruhan serangan hama wereng coklat dapat dilihat pada Tabel Kejadian Serangan Hama Wereng Coklat (Lampiran 5). Selama musim tanam 27 terjadi 43 kejadian serangan dengan luas 2254 Ha, dan musim tanam 27/28 terjadi 39 kejadian serangan hama wereng coklat dengan luas 442 Ha. Sedangkan musim tanam 28 terjadi 37 kejadian serangan dengan luas 245 Ha, dan musim tanam 28/29 terjadi 57 kejadian serangan dengan luas 4331 Ha. Hal tersebut memperlihatkan bahwa luas serangan lebih banyak terjadi pada saat musim hujan dibandingkan musim kemarau. 4.4 Keadaan LST dan Pada Serangan Hama Wereng Coklat Di Kabupaten Indramayu Selama Musim Tanam 27-28/29 Serangan hama wereng coklat terjadi pada saat nilai berkisar antara,198 -,371 dengan rata-rata,28 sedangkan nilai LST pada saat terjadi serangan hama wereng coklat berkisar antara 24,4 C - 31,1 C dengan rata-rata nilai LST 27,7 C. Secara deskriptif pola serangan dapat diperlihatkan dalam Gambar dan LST Saat Terjadi Serangan Hama Wereng Coklat (Gambar 1). Serangan hama wereng coklat lebih banyak terjadi pada musim hujan dibandingkan dengan musim kering. Suhu permukaan saat terjadi serangan hama wereng coklat cenderung tinggi, sedangkan pada musim hujan serangan hama terjadi pada saat LST rendah. Selain itu juga dapat dilihat sebagian besar serangan hama wereng coklat terjadi pada fase generatif musim tanam.,45,4,35,3,25,2,15,1,5 Luas Serangan 27-27/28 Luas Serangan 28-28/ / / Serangan Hama (Ha) (a) LST ( C) Luas Serangan 27-27/28 Luas Serangan 28-28/29 LST 27-27/28 LST 28-28/ Serangan Hama (Ha) (b) Gambar 1. (a) dan LST (b) Saat Serangan Hama Wereng Coklat Kabupaten Indramayu. 14

4 LST (C) 43, 42, 41, 4, 39, 38, 37, 36, 35, 34, 33, 32, 31, 3, 29, 28, 27, 26, 25, 24, 23, 22, 21, 2, 19, 18, 17, 16, 15,,,25,5,75,1,125,15,175,2,225,25,275,3,325,35,375,4,425,45,475,5,525 Gambar 11. Scatter Plot dan LST Kabupaten Indramayu Musim Tanam 27-28/29 Selama Musim Tanam 27 28/29 Serangan hama wereng coklat paling banyak terjadi pada bulan Maret, pada bulan tersebut nilai berkisar antara,132 -,437 dengan rata-rata,264 sedangkan nilai LST berkisar antara 23, C 31,8 C dengan rata-rata 27 C. Kecamatan Indramayu merupakan kecamatan yang paling banyak terjadi serangan hama wereng coklat selama Musim Tanam 27-28/29, kecamatan tersebut memiliki kisaran nilai,34,323 dengan rata-rata,218 sedangkan nilai LST berkisar antara 19,7 C 36,3 C dengan ratarata 27,4 C. Kejadian serangan hama wereng coklat paling luas selama Musim Tanam 27-28/29 terjadi seluas 1223 Ha. Pada serangan hama wereng coklat tersebut memiliki nilai,219 dan nilai LST 27,56 C. Korelasi secara langsung data luas serangan hama wereng coklat dengan nilai dan LST sangat kecil, bahkan hampir tidak ada. Aktifitas wereng coklat pada musim kering terjadi pada batas suhu maksimal wereng coklat untuk beraktifitas. Pada musim basah, aktifitas wereng coklat terjadi pada batas suhu minimal wereng coklat untuk beraktifitas. Penelitian ini tidak dapat menentukan acuan kondisi suhu yang nyaman untuk aktifitas wereng coklat, hal ini disebabkan data yang digunakan merupakan data LST, dimana untuk menentukan kondisi nyaman untuk aktifitas wereng digunakan parameter suhu udara. 4.5 Analisis Serangan Hama Wereng Coklat dengan Kombinasi Hubungan dan LST Hubungan langsung antara LST dan terhadap serangan hama tidak dapat terlihat jelas. Analisis dan LST dengan serangan hama wereng coklat dilakukan dengan cara pendekatan metode TVDI. Seluruh data dan LST di plotkan kedalam scatter plot diagram dengan sebagai sumbu X dan LST sumbu Y. Hasil scatter plot diagram seluruh data dan LST terlihat pada Gambar 11. Titik merah merupakan data dan LST yang terserang hama wereng coklat. Untuk melihat karakteristik dan LST saat serangan hama wereng coklat, data dan LST yang terserang hama wereng coklat dibentuk sebuah model indeks. Model indeks tersebut dinamakan Temperature Vegetation Brown Planthopper Index (TVBI). Model TVBI merupakan keadaan dan LST saat terjadi serangan hama wereng coklat. Nilai tersebut memperlihatkan kondisi dimana wereng coklat biasa menyerang tanaman padi. Dapat diasumsikan bahwa kondisi dan LST tersebut merupakan kondisi terdapat hama wereng coklat dan berpotensi terjadi serangan hama, berdasarkan asumsi inilah model tersebut dinamakan Temperature Vegetation Brown Planthopper Index (TVBI), indeks wereng coklat berdasarkan kondisi suhu dan keadaan lahan. 15

5 LST ( C) Batas Bawah y = -19,38x + 27,12 R² =,862 III BW1 Gambar 12. Model TVBI Kabupaten Indramayu Musim Tanam 27-28/29 LST (27,12 (19,38 )) Model TVBI untuk <,368 : TVBI = (12) (38,25 (26,49 )) (27,12 (19,38 )) LST 2 Model TVBI untuk >,368 : TVBI =.. (13) Penentuan nilai TVBI dilakukan dengan pendekatan metode Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI), hal ini dikarenakan model Scatter Plot Diagram dan LST keseluruhan data mirip dengan model TVDI. Model TVBI dan model TVDI yang dimaksud pada penelitian ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan model TVDI pada penelitian sebelumnya yang menggunakan metode TVDI. Scatter plot diagram dan LST yang membentuk skema model dibentuk berdasarkan nilai dan LST rata-rata 2 mingguan tiap kecamatan. Pada umumnya model TVDI dibentuk berdasarkan nilai dan LST tiap piksel data, sedangkan data serangan hama wereng coklat yang diperoleh pada peneltian ini berupa data 2 mingguan tiap kecamatan. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan metode penentuan persamaan batas atas dan batas bawah pada model TVBI dengan persamaan batas atas (Dry Edge) dan batas bawah (Wet Edge) pada model TVDI. Skema model TVBI mengilustrasikan keadaan suhu dan vegetasi yang berpotensi terjadi serangan hama wereng coklat. Batas atas TVBI diasumsikan sebagai suhu maksimum terdapat hama wereng coklat, sedang batas bawah pada TVBI diasumsikan sebagai suhu minimum terdapat hama wereng coklat. Jika dihubungkan dengan model TVDI, TVBI bernilai 1 berindikasi kondisi kering terdapat hama wereng coklat dan TVBI bernilai berindikasi kondisi basah terdapat hama wereng coklat. II (( 26,49 )+38,25) 2 Batas Atas y = -26,49x + 38,25 R² =,87 y = 2,5,1,15,2,25,3,35,4,45,5,55,6 I BW2 Serangan hama wereng coklat pada Model TVBI dalam gambar 12 secara deskriptif terkumpul dalam 3 wilayah besar yaitu, Wilayah I pada nilai,268,424 dan LST 24,51 C 3,64 C, Wilayah II pada nilai,164,26 dan LST 26 C 3,66 C, serta wilayah III pada nilai,158,288 dan LST 3,27 C 37,5 C. Skema model TVBI pada Gambar 12 memiliki 2 persamaan yang membentuk skema TVBI yaitu batas atas dan batas bawah. Persamaan untuk batas atas ialah LSTmax = - 26,49*+38,25 dengan R 2 sebesar,81, sedangkan persamaan batas bawahnya terbagi menjadi 2. Nilai kurang dari,368 menggunakan Batas Bawah 1 (BW1) dan nilai yang lebih besar,36 menggunakan Batas Bawah 2 (BW2). Persamaan yang diperoleh untuk BW1 ialah LSTmin = - 19,38*+27,12 dengan R 2 sebesar,86 sedangkan untuk BW2 diasumsikan konstan 2 C. Persamaan model TVBI secara umum tercantum pada persamaan 12 dan 13. Penentuan titik yang digunakan untuk membuat persamaan berdasarkan titik yang terdekat di sekitar batas yang memiliki nilai R 2 besar dan mewakili kisaran tiap data. Penggunaan TVBI bertujuan untuk mengetahui nilai TVBI yang berpotensi terjadi serangan hama wereng coklat. Saat terjadi serangan hama wereng coklat nilai TVBI berkisar antara,36 1,1. Nilai yang digunakan dalam menentukan kisaran ini merupakan kisaran yang diperoleh sesuai persamaan 11 bagian metodologi. 16

6 LST (C) 43, 42, 41, 4, 39, 38, 37, 36, 35, 34, 33, 32, 31, 3, 29, 28, 27, 26, 25, 24, 23, 22, 21, 2, 19, 18, 17, 16, 15, Gambar 13. Model TVDI Kabupaten Indramayu Musim Tanam 27-28/29 Nilai TVBI yang digunakan merupakan nilai TVBI pada data serangan hama wereng coklat yang terjadi diatas 6 Ha. Resolusi data MODIS yang digunakan 25m x 25m, sehingga data satu piksel satelit menggambarkan lahan kurang lebih seluas 6 Ha oleh karena itu serangan hama yang terjadi dibawah 6 Ha tidak digunakan karena tidak terdeteksi di satelit Analisis Hubungan Temperature Vegetation Brown planhopper Index (TVBI) dengan Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI). Analisis serangan hama wereng coklat pada penelitian ini bertujuan untuk menemukan kondisi dan LST yang berpotensi terjadi serangan hama wereng coklat. Secara umum scatter plot diagram antara seluruh data dan LST membentuk model TVDI. Model TVDI merupakan salah satu indeks kekeringan berdasarkan kepekaan spektrum cahaya tampak dan inframerah dekat terhadap perilaku vegetasi dan kondisi stres vegetasi yang berkaitan dengan kekurangan air. Indeks TVDI biasa digunakan untuk mengetahui kondisi kelembaban dan tutupan lahan berdasarkan tingkat kelengasannya. Scatter plot diagram TVDI memperlihatkan bentuk seperti sebuah segitiga, yang merupakan hasil variasi kondisi kelembaban tanah yang luas. Batas garis atas segitiga diasumsikan sebagai batas kering (dry edge), sedangkan batas garis y = -29,2x + 38,99 R² =,93 y = 2,,25,5,75,1,125,15,175,2,225,25,275,3,325,35,375,4,425,45,475,5,525 Dry Edge(DE) TVDI Wet Edge(WE) TVDI bawah sebagai batas basah (wet edge). Data yang berada dekat dengan garis batas kering akan lebih rendah lengas lahannya dibandingkan dengan piksel yang berada di dekat garis batas basah (wet edge). Secara teoritis, TVDI bernilai 1 berindikasi ketersediaan air yang terbatas (batas kering), sedangkan TDVI bernilai berindikasi terjaminnya ketersediaan air. Nilai TVDI dibentuk dari persamaan Dry Edge dan Wet Edge. Persamaan Dry Egde (DE) Model TVDI ialah LSTmax= - 29,2* + 38,99 dengan R 2 sebesar,9 sedangkan persamaan Wet Edge (WE) diasumsikan konstan 2 C (Gambar 13). Penentuan persamaan Dry Edge yang digunakan menggunakan persamaan dengan koefisien regresi (R) sekitar,9 yang menunjukkan persamaan Dry Edge yang baik untuk digunakan dalam persamaan Dry Edge. Persamaan tersebut dibentuk berdasarkan titik yang terdekat disekitar batas dan mewakili kisaran tiap kejadian data. Hubungan antara LST dan adalah negatif, yang berarti semakin tinggi suhu permukaan maka indeks vegetasinya menurun. Hal ini menyebabkan persamaan yang digunakan untuk Wet Edge konstan 2 C, karena sebagian besar nilai minimum suhu pada skema TVDI tersebut berada pada nilai 2 C. Pada penelitian ini nilai TVDI dirumuskan untuk mengetahui kondisi lahan pada saat terjadi serangan hama wereng coklat dengan mencari hubungan persamaan dengan TVBI. 17

7 TVBI 1,6 1,4 1,2 1,,8,6,4,2, -,4 TVDI Gambar 14. Hubungan Model TVBI dan TVDI Tabel 4. Tingkat Kelengasan TVDI dan TVBI Indramayu Musim Tanam 27-28/29 Saat Serangan Hama Wereng Coklat Frekuensi Tingkat Kelengasan TVDI TVBI Serangan Hama Persentase (%) Basah <TVDI,2 -,16<TVBI,7 7 5% Agak Basah,2<TVDI,4,7< TVBI,3 9 6% Normal,4<TVDI,6,3< TVBI, % Agak Kering,6<TVDI,8,53< TVBI, % Kering,8<TVDI 1,,75< TVBI, % Total Kejadian Serangan Hama Korelasi Temperature Vegetation Brown planhopper Index (TVBI) dengan Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI). Nilai TVBI dan TVDI yang telah dibentuk di plot kedalam sumbu X dan Y. Gambar 14 memperlihatkan plot TVBI dan TVDI dengan hubungan persamaan TVBI=1,135*TVDI-,155 dengan R 2 sebesar,97. Nilai R 2 tersebut menujukkan korelasi yang baik antara TVDI dengan TVBI. Secara gambar model, antara TVBI dan TVDI terlihat hampir sama. Perbedaannya nilai TVBI lebih menggambarkan keberadaan hama wereng coklat. Persamaan korelasi antara TVBI dengan TVDI digunakan untuk mengubah tingkat kelengasan berdasarkan TVDI yang telah. diklasifikasikan sandholt kedalam nilai TVBI. Hubungan antara TVDI - TVBI dapat dilihat pada Tabel 4. Persamaan korelasi antara TVBI dengan TVDI digunakan untuk mengubah tingkat kekeringan berdasarkan TVDI yang telah diklasifikasikan sandholt kedalam nilai TVBI. Tabel 4 memperlihatkan hubungan kondisi kelengasan tanah berdasarkan nilai TVDI dengan TVBI. Data frekuensi serangan hama wereng coklat memperlihatkan bahwa frekuensi serangan hama wereng coklat paling banyak terjadi pada saat kondisi kering. Saat kondisi lembab frekuensi y = 1,135x -,155 R² =,972 TVBI dan TVDI Linear (TVBI dan TVDI) -,2,,2,4,6,8 1, 1,2 1,4 1,6 terjadinya serangan hama wereng coklat tidak sebanyak pada saat kondisi kering. Sebanyak 96 kejadian (69%) serangan hama wereng coklat terjadi pada kondisi sawah agak kering dan kering. Model TVBI dan TVDI secara umum dapat dilihat pada lampiran Validasi Akurasi Nilai TVBI Terhadap Serangan Hama Validasi nilai TBVI dilakukan untuk mengetahui akurasi kisaran TVBI terserang hama dengan nilai TVBI saat terjadi serangan hama wereng coklat. Nilai Kisaran TVBI saat terjadi serangan hama wereng coklat dijadikan acuan untuk melakukan validasi. Nilai kisaran TVBI tersebut divalidasi dengan nilai TVBI setiap kejadian data. Tabel 5. Validasi Kisaran TVBI,36 1,1 Kategori Jumlah Validasi Akurasi Data Benar (%) Terserang ,43 Tidak Terserang ,86 Total ,96 Kisaran TVBI saat terjadi serangan hama ialah,36 1,1 setelah divalidasi terhadap seluruh data tiap kejadian menunjukkan bahwa 51,96% data terdeteksi dengan benar, sedangkan untuk data yang terserang terdeteksi 71,43% benar. Akurasi 18

8 data tersebut menunjukkan bahwa kisaran nilai TVBI,36 1,1 dapat menggambarkan serangan hama wereng coklat sebesar 71,43% terserang. Hasil validasi dapat dilihat pada Tabel Validasi Kisaran,36 1,1 Terhadap Data Serangan Hama Wereng Coklat (Lampiran 7). 4.7 Pemetaan Sebaran Spasial Hama Wereng Coklat Pemetaan spasial potensi serangan hama wereng coklat dibuat berdasarkan frekuensi serangan hama yang sering terjadi. Nilai TVBI,36 1,1 merupakan kisaran TVBI yang sering terjadi serangan hama. Nilai TVBI kurang dari.36 dan lebih dari 1.1 merupakan nilai yang tidak berpotensi terjadi serangan hama, karena pada nilai tersebut frekuensi terjadinya serangan hama wereng coklat tidak sebanyak dalam kisaran TVBI,36 1,1. Kisaran nilai TVBI,36 1,1dibagi kedalam 1 kelas. Pembagian 1 kelas tersebut bertujuan melihat nilai TVBI yang berpotensi terjadi serangan hama wereng secara lebih jelas. Berdasarkan 1 kelas luas serangan hama wereng coklat, terdapat 3 bagian besar luasan terjadi serangan hama, yaitu luas serangan hama yang terjadi kurang dari 284 Ha (Rendah), luas 284 Ha sampai 927 Ha (Sedang) dan luas lebih besar dari 927 Ha (Tinggi). Pembagian kelas klasifikasi potensi serangan hama wereng coklat dapat dilihat pada lampiran Pembagian Kelas Klasifikasi Potensi Serangan Hama Wereng Coklat (Lampiran 8). Hasil pembagian kelas potensi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kelas Potensi Serangan Hama Wereng Coklat Kelas Nilai TVBI Tidak Potensi <.36 dan 1.1 > Rendah dan Sedang , dan Tinggi dan Hasil pembagian kelas potensi pada Tabel 6 memperlihatkan kisaran,49,55 dan,94 1,1 merupakan kisaran dengan frekuensi serangan hama wereng coklat yang tinggi dan luas serangan hama yang lebih dari 927 Ha (Kelas Tinggi). Kedua kisaran tersebut mewakili potensi tinggi terserang hama saat kondisi lahan lembab dan kering. Pembagian klasifikasi ini bertujuan untuk memetakan kejadian serangan hama wereng coklat berdasarkan nilai TVBI, pada penelitian selanjutnya diperluakan klasifikasi data kembali karena data luas serangan hama yang digunakan untuk membagi klasifikasi ini berdasarkan data serangan hama selama musim tanam 27-28/29. Nilai TVBI merupakan nilai yang memperlihatkan kondisi kelembaban lahan saat terserang hama wereng coklat. Berdasarkan hasil klasifikasi kelas Tabel 6, dibuat peta spasial potensi serangan hama wereng coklat yang ditunjukkan dalam Gambar 15. Peta potensi serangan hama wereng coklat yang ditunjukkan dalam Gambar 15 merupakan keadaan serangan hama wereng coklat berdasarkan nilai TVBI yang terjadi pada bulan maret minggu ke-2 28 dan maret minggu ke Peta potensi serangan hama wereng coklat di buat berdasarkan 2 frekuensi paling banyak terjadi serangan hama wereng coklat selama musim tanam 27-28/29. Peta potensi serangan hama wereng coklat pada bulan maret minggu ke-2 tahun 28 (Gambar 15 a), memperlihatkan bahwa sebanyak 32% sawah di kabupaten indramayu berpotensi rendah terserang hama wereng coklat (kuning), 23% sawah berpotensi tinggi (merah) dan sedang (jingga) terserang hama wereng coklat, serta 21% sawah tidak berpotensi (hijau) terserang hama wereng coklat. Pada bulan maret mingu ke-2 28 Kabupaten Indramayu sebagian besar sawah memiliki potensi rendah (kuning) terserang hama wereng coklat, namun terdapat beberapa sawah yang berpotensi tinggi (merah) terserang hama wereng coklat yang sebagian besar berada di kecamatan Haurgeulis, Gabuswetan, Cikedung, dan Kroya. Peta potensi serangan hama wereng coklat pada bulan maret minggu ke-1 tahun 29 (Gambar 15 b), memperlihatkan bahwa sebanyak 39% sawah di kabupaten indramayu berpotensi sedang terserang hama wereng coklat (jingga), 21% sawah berpotensi rendah (kuning) terserang hama, 19% sawah berpotensi tinggi (merah) terserang hama wereng coklat, dan 21% sawah tidak berpotensi (hijau) terserang hama wereng coklat. Pada bulan maret mingu ke-1 29 Kabupaten Indramayu sebagian besar sawah memiliki potensi sedang (jingga) terserang hama wereng coklat, sawah yang berpotensi tinggi (merah) terserang hama wereng coklat sebagian besar berada di kecamatan Gabuswetan, Bongas, dan Kroya. 19

9 Peta potensi serangan hama wereng coklat pada Gambar 15 merupakan data spasial yang memiliki variasi keadaan serangan hama wereng coklat yang lebih jelas disetiap kecamatan. Jika dibandingkan dengan data serangan hama wereng coklat yang diperoleh dari lapangan masih jauh dari keadaan sebenarnya. Peta potensi serangan hama wereng coklat Gambar 15 hanya dapat memperlihatkan 71,43% gambaran umum dari terjadinya terserangan atau tidak terserang hama wereng coklat. Peta potensi ini hanya dapat memperlihatkan sawahsawah yang berpotensi terjadinya serangan hama wereng coklat berdasarkan nilai TVBI. Pada penelitian ini analisis nilai TVBI yang dilakukan berdasarkan data luas serangan hama tiap kecamatan, sehingga luas serangan hama wereng yang terjadi luasnya tidak sama dengan yang terjadi di peta potensi. Data MODIS memiliki periode data 8 harian, sehingga pengembangan penelitian lebih lanjut menggunakan resolusi data serangan hama yang lebih detail dan banyak diperlukan agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan maksimal. (a). Maret Minggu Ke ' Sukra 18 1' Sindang 18 2' 18 3' Legenda Batas Kecamatan 1. Tinggi 2. Sedang 3. Rendah 4. Tidak Potensi 6 2' Anjatan Kandanghaur Losarang Bongas Gabuswetan Indramayu Balongan Lohbener Jatibarang Juntinyuat Sliyeg 6 2' W N S E 1: ' Haurgeulis Kroya Cikedung Lelea W idasari Karangampel Krangkeng 6 3' 6 4' Bangodua Kertasemaya 6 4' Dibuat oleh: M. Ghulaman Z (G245132) Sumber Data: - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional LAPAN) Pekayon - Pusat Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (PPOPT) Indramayu - Data Administrasi Biro Pusat Statistik (BPS) 18 ' 18 1' 18 2' 18 3' (b). Maret Minggu Ke ' Sukra 18 1' Sindang 18 2' 18 3' Legenda Batas Kecamatan 1. Tinggi 2. Sedang 3. Rendah 4. Tidak Potensi 6 2' Anjatan Kandanghaur Losarang Bongas Gabuswetan Indramayu Balongan Lohbener Jatibarang Juntinyuat Sliyeg 6 2' W N S E 1: ' Haurgeulis Kroya Cikedung Lelea W idasari Karangampel Krangkeng 6 3' 6 4' Bangodua Kertasemaya 6 4' Dibuat oleh: M. Ghulaman Z (G245132) Sumber Data: - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional LAPAN) Pekayon - Pusat Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (PPOPT) Indramayu - Data Administrasi Biro Pusat Statistik (BPS) 18 ' 18 1' 18 2' 18 3' Gambar 15. Peta Potensi Serangan Hama Wereng Coklat Indramayu (a) Maret Minggu Ke-2 28 (b) Maret Minggu Ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu merupakan penyebab utama (79.8%)

Lebih terperinci

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan didapatkan dari interpretasi citra Landsat wilayah Kabupaten Indramayu tahun 2009. Citra Landsat yang digunakan adalah citra saat musim hujan

Lebih terperinci

III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM

III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM III. ANALISIS DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM 3.1. Pendahuluan Salah satu indikator terjadinya perubahan iklim adalah semakin meningkatnya kejadian iklim ekstrim

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN BAB III III.1 Gambaran Umum Kabupaten Indramayu III.1.1 Kondisi Geografis dan Topografi Kabupaten Indramayu berada di wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Indramayu berada pada

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WILAYAH CAKUPAN INDEKS UNTUK PENERAPAN ASURANSI IKLIM

IV. PENETAPAN WILAYAH CAKUPAN INDEKS UNTUK PENERAPAN ASURANSI IKLIM IV. PENETAPAN WILAYAH CAKUPAN INDEKS UNTUK PENERAPAN ASURANSI IKLIM 4.1. Pendahuluan Ketersediaan data curah hujan dalam jangka panjang secara runut waktu (time series) sangat diperlukan dalam analisis,

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki iklim tropis, serta tidak lepas dari pengaruh angin muson barat maupun angin muson timur. Dalam kondisi normal, angin muson barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan posisi geografis diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 55 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografis dan Cuaca Kabupaten Indramayu sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.Ibukotanya adalah Indramayu, Indramayu sebagai pusat pemerintahan,

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Indramayu Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Indramayu Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Indramayu Tahun 2013 sebanyak 166.527 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Indramayu Tahun 2013 sebanyak 56 Perusahaan Jumlah

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN

3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN 3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN Pendahuluan Daerah prakiraan musim (DPM) merupakan daerah dengan tipe hujan yang memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan pola hujan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 34 III. METODE PENELITIAN Metoda penelitian ini meliputi unsur-unsur: (1) populasi, sampel, dan responden, (2) desain penelitian, (3) data dan instrumentasi, (4) pengumpulan data, dan (5) analisis data.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan Ibu kotanya Indramayu. Kabupaten Indramayu berada pada 6º15 sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

Nomor : 102/SM.120/J.3.7/03/ Maret 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat

Nomor : 102/SM.120/J.3.7/03/ Maret 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat Nomor : 102/SM.120/J.3.7/03/2015 3 Maret 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat Yang terhormat, (Terlampir) Dalam mendukung program Kementerian Pertanian terutama dalam pencapaian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data Potensi Desa (PODES) 2006, pengambilan datanya dilakukan tahun 2005. Data PODES berisi data tentang keterangan

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Ardiawan Jati, Hepi Hapsari H, Udiana Wahyu D Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+ untuk Menganalisa Kelembaban Hutan Berdasarkan Nilai Indeks Kekeringan (Studi Kasus : Hutan KPH Banyuwangi Utara)

Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+ untuk Menganalisa Kelembaban Hutan Berdasarkan Nilai Indeks Kekeringan (Studi Kasus : Hutan KPH Banyuwangi Utara) Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+ untuk Menganalisa Kelembaban Hutan Berdasarkan Nilai Indeks Kekeringan (Studi Kasus : Hutan KPH Banyuwangi Utara) Abstrak Kelembaban tanah merupakan salah satu variabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan masyarakat Indonesia. Peningkatan produksi tanaman pangan perlu dilakukan untuk mencapai

Lebih terperinci

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O Sidang Tugas Akhir Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur Agneszia Anggi Ashazy 3509100061 L/O/G/O PENDAHULUAN Latar Belakang Carolita

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

Nomor : 225/SM.120/J.3.7/04/ April 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat

Nomor : 225/SM.120/J.3.7/04/ April 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat Nomor : 225/SM.120/J.3.7/04/2015 2 April 2015 Lampiran : Satu Berkas Perihal : Panggilan Peserta Diklat Yang terhormat, (Terlampir) Dalam mendukung program Kementerian Pertanian terutama dalam pencapaian

Lebih terperinci

1* Woro Estiningtyas, Rizaldi Boer, Irsal Las, Agus Buono 1

1* Woro Estiningtyas, Rizaldi Boer, Irsal Las, Agus Buono 1 IDENTIFIKASI DAN DELINEASI WILAYAH ENDEMIK KEKERINGAN UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM DI KABUPATEN INDRAMAYU IDENTIFICATION AND DELINEATION OF DROUGHT AREA FOR CLIMATE RISK MANAGEMENT IN INDRAMAYU DISTRIC

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Wereng Coklat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Wereng Coklat II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kabupaten Indramayu Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada 107 0 52 BT 108 0 36 BT dan 6 0 14 LS 6 0 40 LS. Wilayah Kabupaten Indramayu memiliki luas 204.011 Ha,

Lebih terperinci

Analisis Potensi Banjir di Sawah Menggunakan... (Nur Febrianti et al.)

Analisis Potensi Banjir di Sawah Menggunakan... (Nur Febrianti et al.) ANALISIS POTENSI BANJIR DI SAWAH MENGGUNAKAN DATA MODIS DAN TRMM (STUDI KASUS KABUPATEN INDRAMAYU) (ANALYSIS OF POTENTIAL FLOOD IN PADDY FIELD USING MODIS AND TRMM DATA (CASE STUDY: INDRAMAYU DISTRICTS))

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Citra MODIS Terra/Aqua Jawa 24 Terkoreksi Radiometrik Data CH Koreksi Geometrik Bogor & Indramayu Malang *) & Surabaya *) Eo Lapang Regresi Vs Lapang Regeresi MODIS Vs lapang Hubungan dengan Kekeringan

Lebih terperinci

Meidi Nugroho Adi Sudaryatno

Meidi Nugroho Adi Sudaryatno PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK PENENTUAN ZONASI KEKERINGAN PERTANIAN DI SEBAGIAN KABUPATEN GROBOGAN DENGAN METODE TVDI (TEMPERATURE VEGETATION DRYNESS INDEX) Meidi Nugroho Adi meidi_nugroho@yahoo.com

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

PENDEKATAN HIERARCHICAL BAYES SMALL AREA ESTIMATION (HB SAE) DALAM MENGESTIMASI ANGKA MELEK HURUF KECAMATAN DI KABUPATEN INDRAMAYU

PENDEKATAN HIERARCHICAL BAYES SMALL AREA ESTIMATION (HB SAE) DALAM MENGESTIMASI ANGKA MELEK HURUF KECAMATAN DI KABUPATEN INDRAMAYU PENDEKATAN HIERARCHICAL BAYES SMALL AREA ESTIMATION (HB SAE) DALAM MENGESTIMASI ANGKA MELEK HURUF KECAMATAN DI KABUPATEN INDRAMAYU Ari Shobri B 1), Septiadi Padmadisastra 2), Sri Winarni 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

MODEL INDEKS TVDI (TEMPERATURE VEGETATION DRYNESS INDEX) UNTUK MENDETEKSI KEKERINGAN LAHAN BERDASARKAN DATA MODIS-TERRA

MODEL INDEKS TVDI (TEMPERATURE VEGETATION DRYNESS INDEX) UNTUK MENDETEKSI KEKERINGAN LAHAN BERDASARKAN DATA MODIS-TERRA Model Indeks TVDI (Temperature Vegetation...(Parwati et al.) MODEL INDEKS TVDI (TEMPERATURE VEGETATION DRYNESS INDEX) UNTUK MENDETEKSI KEKERINGAN LAHAN BERDASARKAN DATA MODIS-TERRA Parwati dan Suwarsono

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, padi adalah komoditas strategis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Hingga saat ini padi atau beras

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali 7 Lambang p menyatakan produktivitas (ton/ha), Δp persentase penurunan produktivitas (%). Penggunaan formula linest dengan menggunakan excel diatas akan menghasilkan nilai m yang dapat diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Data Land Surface Temperature (LST) MODIS pada Wilayah Penelitian 5.1.1 Gambaran Umum Data Land Surface Temperature (LST) MODIS LST MODIS merupakan suatu

Lebih terperinci

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI I Wayan Astika 1, Hasbi M. Suud 2, Radite P.A. Setiawan 1, M. Faiz Syuaib 1, M. Solahudin 1 1 Departemen Teknik

Lebih terperinci

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG PENGINDRAAN JAUH (REMOTE SENSING)

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG PENGINDRAAN JAUH (REMOTE SENSING) REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG PENGINDRAAN JAUH (REMOTE SENSING) Poin Review Judul Jurnal Remote Sensing of the Seasonal Variability of Penulis/Peneliti Abstract Pendahuluan Vegetation in A Semi-Arid

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

Lampiran K Tabel Jumlah Penduduk, Luas Sawah dan Produksi Padi Tahun 1998

Lampiran K Tabel Jumlah Penduduk, Luas Sawah dan Produksi Padi Tahun 1998 105 Lampiran K Tabel Jumlah Penduduk, Luas Sawah dan Produksi Padi Tahun 1998 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Sawah (Ha) 1998 Jumlah Produksi Padi (Ton) KAB. BEKASI 1 Babelan 98.136 4.751,57

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu

Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu No. Kecamatan Status Nelayan Jumlah Pemilik (RTP) Buruh (RTP) 1. Haurgeulis 0 0 0 2. Gantar 0 0 0 3. Kroya 0 0 0 4. Gabuswetan 0 0 0 5. Cikedung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY DALAM PENENTUAN CAKUPAN WILAYAH INDEKS CURAH HUJAN

PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY DALAM PENENTUAN CAKUPAN WILAYAH INDEKS CURAH HUJAN PENGGUNAAN METODE FUZZY SIMILARITY DALAM PENENTUAN CAKUPAN WILAYAH INDEKS CURAH HUJAN USING FUZZY SIMILARITY METHOD FOR DETERMINING COVERAGE RAINFALL INDEX AREAS 1 2 3 1 Woro Estiningtyas, Agus Buono,

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 73 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Kebijaksanaan Pembangunan Pada Sub-Sektor Perikanan Di Kabupaten Indramayu Sesuai dengan arahan kebijaksanaan pusat dan Provinsi Jawa Barat (Laporan tahunan Dinas

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan hal yang mendasari pemilihan, pengolahan dan penafsiran suatu data dan keterangan yang berkaitan dengan apa yang menjadi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: 2301-9271 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Memetakan Kekeringan Lahan dengan Metode Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) (Studi Kasus : TN Bromo

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 29 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografi, dan Iklim Secara geografis wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada koordinat 107 52-108 36 bujur timur dan 6 15-6 40 lintang selatan.

Lebih terperinci

DETEKSI KONDISI KETAHANAN PANGAN BERAS MENGGUNAKAN PEMODELAN SPASIAL KERENTANAN PANGAN

DETEKSI KONDISI KETAHANAN PANGAN BERAS MENGGUNAKAN PEMODELAN SPASIAL KERENTANAN PANGAN Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 2 No. 2 (Desember 2012): 85-93 DETEKSI KONDISI KETAHANAN PANGAN BERAS MENGGUNAKAN PEMODELAN SPASIAL KERENTANAN PANGAN Correlation Detection of Food

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKERINGAN LAHAN BERBASIS ANALISA CITRA ASTER DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENENTUAN TINGKAT KEKERINGAN LAHAN BERBASIS ANALISA CITRA ASTER DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ISSN 0125-1790 MGI Vol. 26, No. 1, Maret 2012 (1-26 ) 2012 Fakultas Geografi UGM PENENTUAN TINGKAT KEKERINGAN LAHAN BERBASIS ANALISA CITRA ASTER DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS alfian-pijian@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet ESTIMASI PRODUKTIVITAS PADI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah studi literatur, pembuatan program komputer, dan simulasi. Studi literatur yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI KABUPATEN INDRAMAYU

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI KABUPATEN INDRAMAYU Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian... (Murdaningsih, et al.) ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI KABUPATEN INDRAMAYU (Spatial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Alih fungsi lahan pertanian merupakan salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dalam bidang pertanian di Indonesia. Luas lahan pertanian sawah di Indonesia saat

Lebih terperinci

Mirza Achmad Fathoni Sudaryatno Abstract

Mirza Achmad Fathoni Sudaryatno Abstract PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK PEMETAAN KEKERINGAN PERTANIAN DENGAN TRANSFORMASI TEMPERATURE VEGETATION DRYNESS INDEX (TVDI) DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013-2014 Mirza Achmad Fathoni mirza.achmad.f@mail.ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci