BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia yang masuk dalam kawasan iklim tropis dunia terkena dampak akan salah satu efek besar dari pemanasan global, yakni kenaikan muka air laut sebagai salah satu akibat dari mencairnya es di kutub bumi. Lebih lanjut lagi, kenaikan muka air laut sendiri memunculkan dampak cukup besar terutama pada kota-kota yang berada di kawasan pesisir. Kenaikan muka air laut menyebabkan beberapa kerugian, seperti terjadinya pengikisan wilayah peisir atau abrasi dan banjir pasang air laut atau rob. Banjir rob diperkirakan akan terus mengalami peningkatan baik pada frekuensi dan besar luasan di masa mendatang (Marfai, 2013). Banjir rob juga akan menjadi bencana yang memiliki efek kian parah karena adanya ketidak tepatan penggunaan dan manajemen lahan pada wilayah pesisir dan hal tersebut akan mengancam sekitar lebih dari km pesisir (Triatmodjo, 1999) Indonesia. Meningkatnya pembangunan pada wilayah pesisir untuk tujuan ekonomi, pariwisata, kawasan permukiman, dan industri serta perdagangan merupakan bentuk-bentuk tidak tepatnya penggunaan dan pengelolaan lahan di wilayah pesisir (Marfai dan King, 2008). Wilayah pesisir utara Pulau Jawa, terutama pada kota-kota yang berada pada area pesisir utara Provinsi Jawa Tengah, seperti Semarang, Kendal, Demak, Jepara dan sebagainya merupakan kota-kota yang sering terkena dampak dari banjir rob (Maulana, 2012). Penyebab bencana ini sendiri tidak hanya disebabkan oleh kenaikan tinggi muka air laut yang menambah buruknya dampak banjir rob namun faktor-faktor lainnya yang juga ikut berpengaruh, seperti karakteristik dari geomorfologi pesisir yang terdiri dari dataran lumpur dan pantai berpasir yang memiliki elevasi kurang dari 5 meter. Beberapa kota di Jawa Tengah memiliki karakterisik spesifik dalam sudut kenampakan fisik pesisir yang menambah semakin buruknya dampak banjir rob. Contoh utama di Semarang terjadi 1

2 penurunan tanah akibat dari beban pembangunan kawasan urban dan pengambilan airtanah (Marfai dan King, 2007). Demak juga memiliki dinamika pesisir yang cukup berpengaruh terhadap bencana banjir rob ini, yakni adanya intensivitas yang tinggi dari proses abrasi dan akresi di sebagian besar daerah pesisir Demak (Maulina, 2010). Contoh-contoh tersebut merupakan beberapa fakta yang dapat diungkapkan secara pasti tentang mengapa banjir rob semakin intensif. Kejadian ini dinilai baik dalam segi kualitas maupun kuantitas terjadinya di Pulau Jawa yang memiliki kawasan pesisir dengan panjang sekitar km dan lebar lebih dari 250 km (Bird dan Ongkosongo, 2005). Banyak penelitian dan perhatian khusus yang dilakukan dalam menangani permasalahan banjir di Indonesia dan salah satu perlakuannya adalah dengan perlu diadakannya kegiatan mitigasi akan banjir rob agar membuat dampaknya diharapkan dapat terkurangi, seperti apa yang tercantum pada Gambar 1.1 dalam penelitian Kodoatie dan Sugiyanto (2002) untuk pengendalian banjir yang termasuk di dalamnya juga banjir rob maka dapat dilakukan dengan skema berikut: Pengendalian Banjir Metode Struktur Metode Non Struktur Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai * Sistem jaringan sungai * Normalisasi Sungai * Perlindungan Tanggul * Sudetan (By pass) * Floodway Bangunan Pengendali Banjir * Bendungan * Kolam Retensi * Pembuatan check dam * Bangunan pengurang kemiringan sungai * Groundsill * Retarding Basin * Pembuatan Polder * Pengelolaan DAS * Pengaturan Tata Guna Lahan * Pengendalian Erosi * Pengembangan Daerah Banjir * Penanganan Kondisi Darurat * Peramalan banjir * Peringatan Bahaya Banjir * Asuransi * Law Enforcement Gambar 1.1 Metode penanganan bencana banjir (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002) 2

3 Penelitian dan investigasi akan bencana banjir rob di wilayah pesisir juga dapat menggunakan pendekatan spasial dengan membuat pemodelan akan banjir rob. Menurut Marfai (2013), pendekatan spasial memanfaatkan analisis spasial dari penggunaan dan pengolahan data raster SIG dan Digital Elevation Model (DEM). Pemanfaatan dalam pendekatan spasial sendiri berguna dalam aspek perkiraaan dampak bencana, kerugian yang ditimbulkan, serta proses mitigasi akibat dari bencana banjir rob yang kemungkinan akan timbul dari suatu lokasi. Nantinya setelah diketahui dampak akibat dari banjir rob maka bisa disusun berbagai rencana dan mitigasi yang bermanfaat bagi lingkungan pesisir utamanya di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Wilayah kepesisiran Kabupaten Pekalongan memiliki permasalahan banjir pasang laut yang sudah mulai parah. Gambar 1.3 menunjukkan citra lokasi dari wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan dan beberapa penggunaan lahan serta peta administrasi. Banjir rob juga kini telah terjadi hampir setiap hari dan tidak mengenal musim hujan ataupun musim kemarau dan memilikinvariasi ketinggian genangan yang dapat mencapai antara 20 hingga 50 cm. Tentu penanganan akan banjir rob perlu dilakukan seperti yang telah diinstruksikan Pemerintah Kabupaten Pekalongan mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam Perda Nomor 16 tahun Hal ini semakin mengingatkan tingkat urgensi maupun kepentingan dalam penuntasan permasalahan banjir rob atau setidaknya pengurangan dampak di wilayah Pesisir Pekalongan agar potensi-potensi yang ada tetap terjaga. Selayaknya arti lingkungan hidup dalam Santosa (2013) yang menyatakan bahwa adanya hubungan timbal balik antara 3 komponen (Gambar I.2) lingkungan hidup, yakni komponen abiotik (lingkungan fisik), komponen biotik (lingkungan hidup,flora-fauna), dan komponen kultural (lingkungan manusia beserta dengan perilakunya, berupa kependudukan, sosial dan ekonomi, serta sosial budaya). 3

4 Gambar 1.2 Tiga komponen utama lingkungan hidup Dampak negatif khusunya kepada sektor perekonomian akibat banjir rob dapat menimbulkan kerugian bagi wilayah di pesisir yang terpapar banjir rob. Gangguan ini berdampak secara langsung dengan mengakibatkan berkurangnya intensivitas dan bahkan mengakibatkan kelumpuhan aktivitas kegiatan perekonomian wilayah pesisir saat terjadi banjir. Potensi pada bidang pertanian dan potensi lainnya tentu memerlukan pengelolaan yang tepat guna agar bermanfaat dan berkelanjutan, mengingat wilayah pesisir Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan kerugian yang ada ditakutkan akan berdampak besar. Gambar I.4 menggambarkan peta sebaran lahan sawah di lokasi penelitian pada tahun Y-2013 Gambar 1.3.a. Citra Ikonos tahun 2013 Kabupaten Pekalongan 4

5 Gambar I.3.b. Peta Kabupaten Pekalongan 5

6 PETA LAHAN SAWAH KAB. PEKALONGAN DAN KOTA PEKALONGAN Gambar I.4 Peta Lahan Sawah Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan (sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Holtikultura, Prov. Jawa Tengah) 6

7 I.2 Masalah Penelitian Bencana merupakan sebuah keadaan ketika lingkungan dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian daerah sekitarnya dan kejadian yang terjadi dapat berlangsung secara tiba-tiba maupun perlahan. Bencana juga digolongkan jika terdapat lingkungan manusia yang terkena dampak tersebut. Dampaknya sendiri dapat secara langsung yang berupa kerusakan pada sektor primer dan dampak tidak langsung berupa kerusakan sektor-sektor pendukung kegiatan dan aktivitas manusia, seperti karingan transportas-komunikasi, infrastruktur, dan pendukung lainnya, (Mardianto, dkk, 2012). Pemanasan global yang terjadi membuat kenaikan suhu rerata di bumi berdampak negatif pada daerah yang berada di kawasan pesisir. Indonesia yang dikenal dengan bentuk negara kepulauannya memiliki wilayah pesisir yang luas. Sepanjang km (Marfai dan King, 2008) wilayah pesisir juga memiliki permasalahan dan persoalan yang dihadapi, mulai dari abrasi, banjir rob, tidak tepatnya pembangunan dan pengelolaan, serta permasalahan lain dari kian parahnya akibat dari efek pemanasan global. Marfai (2013) juga mengungkapkan bahwa wilayah pesisir yang sudah mengalami bencana banjir rob akan terus mengalami peningkatan dan besaran frekuensi serta luasan di masa mendatang. Wilayah kepesisiran Pekalongan yang terletak pada pesisir di utara Provinsi Jawa Tengah juga tidak lepas dengan permasalahan di kawasan pesisir dengan salah satu yang utama adalah banjir rob. Banjir rob di wilayah pesisir Pekalongan mengakibatkan beberapa dampak negatif, seperti munculnya penyakit terutama yang timbul karena nyamuk (Prihatno, 2013) dan adanya penambahan luasan serta frekuensi banjir rob yang juga berdampak pada sektor pertanian. Sektor pertanian mengalami kerugian karena adanya lahan sawah yang tenggelam akibat genangan banjir rob oleh air laut yang diketahui bahwa tanaman padi membutuhkan air tawar untuk pertumbuhannya atau air yang memiliki ph normal bukan air laut yang ph-nya cenderung asam dan bisa merusak tanaman padi. Jika hal ini tidak segera ditangani dengan pengelolaan, antisipai, dan mitigasi yang tepat, maka kerugian 7

8 dalam bidang pertanian akan semakin besar sejalan dengan dampak dari banjir rob yang diperkirakan akan terus parah karena pemanasan global terus terjadi di bumi. Luas lahan pertanian sawah padi Kabupaten Pekalongan mencapai Ha (BPS, 2013) dan menggambarkan besarnya potensi pada sektor pertanian yang ada di Kabupaten Pekalongan, khusunya pada sawah padi yang dapat terpengaruh akibat dari kejadian banjir rob dan merugikan penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani. Lewat permasalahan tersebut, maka perumusan permasalahan penelitian ini dapat disusun sebagar berikut: 1) Bagaimana model genangan banjir dan luasan akibat dari aktivitas banjir rob di pesisiran Pekalongan? 2) Berapa besar luasan lahan pertanian padi sawah yang terkena genangan banjir rob di wilayah pesisir Pekalongan? 3) Berapa besar kerugian petani akibat banjir rob di wilayah pesisir Pekalongan yang berdasar pada pemodelan banjir? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui dan memetakan daerah yang terkena dampak banjir rob pada lokasi yang dikaji. 2) Mengetahui luasan penggunaan lahan pertanian sawah padi yang terkena dampak banjir rob. 3) Mengetahui besar kerugian ekonomi kegiatan pertanian sawah padi dari dampak banjir rob di daerah penelitian. I.4 Manfaat Peneltian 1. Memberikan informasi dan data terkait kawasan pesisi Kabupaten Pekalongan. 2. Pengembangan aplikasi pemodelan khususnya dalam pemetaan skenario genangan banjir. 3. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah terkait dengan penanganan banjir rob. 4. Memberikan masukan terkait kebijakan dan antisipasi yang dapat dibuat pemerintah daerah yang diakibatkan dari banjir rob. 8