HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK EDIBLE COATING Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan no 5 yaitu kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,3%:3%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang stabil pada pengadukan secara manual. Pada perlakuan no 1, 3, 4, 6 dan 8 kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,2%:1%), (2%:0,4%:1%), (2%:0,2%:3%), (2%:0,4%:3%) dan (2%:0,3%:5%) CMC tidak mampu mengikat air sehingga terjadi sineresis yang berakibat penampakan formula menjadi agak pecah dan apabila terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan penggumpalan seperti yang terjadi pada perlakuan no 2, 7, dan 9 kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,3%:1%), (2%:0,2%:5%) dan (2%:0,4%:5%). Tabel 2. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 2 % NO PERLAKUAN ph VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN * 1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % CMC 0,3% ; Gliserol 1 % CMC 0,4% ; Gliserol 1 % CMC 0,2% ; Gliserol 3 % CMC 0,3% ; Gliserol 3 % CMC 0,4% ; Gliserol 3 % CMC 0,2% ; Gliserol 5 % CMC 0,3% ; Gliserol 5 % CMC 0,4% ; Gliserol 5 % * penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++) Penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual tidak diikuti dengan tingkat kelarutan yang sempurna. Pada formula edible coating dan lapisan film yang terbentuk dari pengadukan manual terdapat bintik-bintik putih yang mengindikasikan bahwa bahan (pati singkong) tidak terlarut sempurna. 16

2 Dari Gambar 8 (b) dapat dilihat bahwa penampakan formula dengan pengadukan stirer tingkat kelarutannya lebih tinggi sehingga formula lebih homogen dan penampakan film (Gambar 9 (b)) yang terbentuk juga lebih bagus dibandingkan dengan penampakan formula dengan pengadukan manual dengan tangan (Gambar 8 (a)) dan penampakan film (Gambar 9 (a)). Pengadukan dengan stirer menyebabkan semua bahan dapat terlarut sempurna, sehingga metode ini dilanjutkan untuk aplikasi pada penelitian utama. (a) Gambar 8. (a) Penampakan Formula dengan Pengadukan Manual (b) Penampakan Formula dengan Pengadukan stirer (b) (a) (a) Gambar 9. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual (b) Penampakan Film dengan Pengadukan Stirer (b) Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 3% dengan kombinasi CMC : gliserol (0,4%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang stabil pada pengadukan dengan stirer, sedangkan nilai ph formula baik dengan pengadukan manual dengan tangan maupun dengan stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara cp. Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC yang ditambahkan menyebabkan nilai ph dan vikositas formula semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila larut dalam air dapat menyebabkan peningkatan nilai ph dan viskositas. 17

3 Tabel 3. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 3 % NO PERLAKUAN ph VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN * 1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % CMC 0,3% ; Gliserol 1 % CMC 0,4% ; Gliserol 1 % CMC 0,2% ; Gliserol 3 % CMC 0,3% ; Gliserol 3 % CMC 0,4% ; Gliserol 3 % CMC 0,2% ; Gliserol 5 % CMC 0,3% ; Gliserol 5 % CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7, * penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++) Tabel 4. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 4% NO PERLAKUAN ph VISKOSITAS (cp) 1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.81 PENAMPAKAN * CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7, * penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++) 18

4 Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 4% dengan kombisasi CMC : gliserol sama dengan (0,2%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang lebih stabil pada pengadukan dengan stirer dibandingan dengan formula yang lain, sedangkan nilai ph formula baik dengan pengadukan manual dengan tangan maupun dengan stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara cp. Dari Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC yang ditambahkan menyebabkan nilai ph dan vikositas formula semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila larut dalam air dapat menyebabkan peningkatan nilai ph dan viskositas. Dari masing masing formulasi edible coating yang dibuat untuk konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% di pilih satu yang terbaik dari masing masing konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4%. Formula edible coating yang dipilih didasarkan pada kriteria penampakan visual, ph dan viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan. Formula yang di pilih dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Formula Edible Coating yang dipakai untuk Aplikasi pada Pisang Cavendish dengan Konsentrasi Pati 2 %, 3 %, dan 4%. NO PERLAKUAN ph VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN * 1 Pati 2% ; CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 2 Pati 3% ; CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 3 Pati 4% ; CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6, , * penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++) Nilai Konsentrasi pati singkong dan CMC yang digunakan antara pengadukan manual dan pangadukan stirer pada formulasi edible coating berbeda. Kombinasi konsentrasi yang menghasilkan penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual, setelah digunakan pada pengadukan stirer nilai viskositasnya menjadi lebih tinggi. Pati singkong yang larut sempurna pada pengadukan stirer menyebabkan viskositas formula menjadi tinggi, sehingga kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC pada pengadukan stirer diturunkan. Nilai viskositas sangat mempengaruhi dalam kemudahan pencelupan dan kecepatan kering pada saat aplikasi pada buah pisang Cavendish. Proses pembuatan formula edible coating, penggunaan CMC berfungsi sebagai penstabil. CMC akan mengikat air dan menampakkan kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan komponen pati singkong dalam membentuk gel dan mencegah sineresis, sedangkan fungsi pati singkong merupakan pembentuk utama gel (gelling agent) di dalam formula. Penambahan gliserol dapat meningkatakan permeabilitas karena sifatnya yang hidrofilik. Penggunaan gliserol yang berlebih dalam aplikasi pisang cavendish mengakibatkan edible coating lebih lama kering karena sifat gliserol yang mengikat air. Menurut Gontard (1993), penambahan gliserol sebagai plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat mengurangi sifat-sifat barrier film atau coating. Plasticizer mampu mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film polimer 19

5 dengan cara mengganggu ikatan hidrogen antara molekul polimer yang berdekatan sehingga kekuatan tarik-menarik intermolekuler di antara rantai polimer menjadi berkurang (Kester dan Fennema 1989). Menurut Susan (1994) penambahan antimikroba pada edible coating dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri selama penyimpanan dan pemasaran, sedangkan penggunaan asam lemak stearat dimaksudkan untuk menurunkan nilai transmisi uap air. Hal ini disebabkan asam lemak stearat mengandung gugus hidrofobik. Potassium sorbat yang ditambahkan kedalam formula edible coating berfungsi sebagai antimikroba. 1. Penampakan Visual Larutan Edible Coating Penampakan visual terlihat bahwa formula edible coating yang terbuat dari kombinasi pati singkong, CMC, gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat berwarna putih susu. Menurut Wong et al. (1994) edible coating yang hanya terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat dari campuran beberapa bahan. Penggunaan stirer sebagai pengaduk formula akan menghasilkan tingkat kelarutan yang tinggi pada proses pembuatan formula edible coating, sehingga penampakan formula lebih homogen. Formula edible coating tidak mengalami kerusakan sampai penyimpanan hari ke-5 pada suhu kamar ( C). Formula edible coating yang telah rusak ditandai dengan timbulnya bau asam, buih, penggumpalan dan sineresis. Penggumpalan formula edible coating dipengaruhi oleh konsentrasi bahan yang digunakan pada pembuatan formula edible coating. Semakin tinggi konsentrasi bahan yang digunakan, viskositas formula akan meningkat yang berakibat kecenderungan formula untuk menggumpal meningkat pula. Formula edible coating yang telah dibuat sebaiknya digunakan tiga hari setelah pembuatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada proses coating atau aplikasinya. Hal ini disarankan karena setelah tiga hari formula edible coating yang dibuat akan mulai mengalami penurunan kualitas. Hal ini ditandai oleh mulai terjadinya pengumpalan, timbul bau asam dan tidak stabilnya formula dilihat dari penampakan ph, dan viskositasnya. (a) (b) Gambar 10. (a) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Pembuatan (b) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Penyimpanan. 20

6 2. ph Larutan Edible Coating Keterangan : 1. P2C02G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 1% 2. P2C03G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 1% 3. P2C04G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 1% 4. P2C02G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 3% 5. P2C03G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3% 6. P2C04G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 3% 7. P2C02G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 5% 8. P2C03G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 5% 9. P2C04G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 5% Gambar 11. Grafik Perubahan ph Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama Penyimpanan. Dari grafik (Gambar 11) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 2% menunjukkan bahwa ph formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami penurunan dari nilai ph tertinggi 6,94 menjadi 5,91. Dari sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 2%, formula P2C03G3 yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P2C03G3 berarti perbandingan antara pati : CMC : Gliserol yaitu Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%. 21

7 Keterangan : 1. P3C02G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 1% 2. P3C03G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 1% 3. P3C04G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 1% 4. P3C02G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 3% 5. P3C03G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 3% 6. P3C04G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 3% 7. P3C02G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 5% 8. P3C03G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 5% 9. P3C04G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5% Gambar 12. Grafik Perubahan ph Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama Penyimpanan. Dari grafik (Gambar 12) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 3% menunjukkan bahwa ph formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami penurunan dari nilai ph tertinggi 7,36 menjadi 5,92. Dari sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 3%, formula P3C04G5 yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk pada pisang Cavendish. Formula P3C04G5 berarti perbandingan antara pati : CMC : Gliserol yaitu Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%. 22

8 Keterangan : 1. P4C02G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 1% 2. P4C03G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 1% 3. P4C04G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 1% 4. P4C02G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 3% 5. P4C03G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 3% 6. P4C04G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 3% 7. P4C02G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5% 8. P4C03G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 5% 9. P4C04G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 5% Gambar 13. Grafik Perubahan ph Formula Edible Coating Konsentrasi Pati Penyimpanan. 4% Selama Dari grafik (Gambar 13) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 4% menunjukkan bahwa ph formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami penurunan dari nilai ph tertinggi 7,26 menjadi 6,03. Dari sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 4%, formula P4C02G5 yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P4C02G5 berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%. Dari hasil analisis ragam dan uji Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat yang tetap memberikan pengaruh nyata terhadap ph formula edible coating yang disimpan selama 5 hari pada suhu kamar ( C). Perlakuan kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol menunjukkan nilai ph yang cenderung netral selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 5,91-7,36. ph formula untuk edible coating sebaiknya mendekati 6-7, karena pati singkong stabil pada ph 6-7 dan jika ph turun atau asam, maka pati singkong akan terhidrolisis dan kemampuan untuk membentuk gel 23

9 akan berkurang. Selain itu, formula dengan ph mendekati 7 tidak akan mempengaruhi rasa (asam atau basa) dari edible coating yang digunakan. Dari penelitian yang dilakukan dan setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa ph formula edible coating selama 5 hari penyimpanan untuk formula edible coating dengan konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami penurunan. Kontaminasi selama penyimpanan menyebabkan munculnya mikroba pada formula yang ditandai dengan adanya buih dan terbentuknya asam pada formula yang mengakibatkan terjadinya penurunan ph formula. Berikut merupakan reaksi terbentuknya asam oleh mikroorganisme: polisakarida C 6 H 12 O 6 + mikroba alkohol asam 3. Viskositas Larutan Edible Coating Keterangan : 1. P2C02G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 1% 2. P2C03G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 1% 3. P2C04G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 1% 4. P2C02G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 3% 5. P2C03G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3% 6. P2C04G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 3% 7. P2C02G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 5% 8. P2C03G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 5% 9. P2C04G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 5% Gambar 14. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama Penyimpanan. Dari grafik (Gambar 14) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 2% menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 2%, formula P2C03G3 yang dijadikan formula edible coating 24

10 dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P2C03G3 berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%. Viskositas formula P2C03G3 pada awalnya 162 cp menjadi 200 cp pada hari berikutnya dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 193 cp. Keterangan : 1. P3C02G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 1% 2. P3C03G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 1% 3. P3C04G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 1% 4. P3C02G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 3% 5. P3C03G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 3% 6. P3C04G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 3% 7. P3C02G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 5% 8. P3C03G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 5% 9. P3C04G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5% Gambar 15. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama Penyimpanan. Dari grafik (Gambar 15) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 3% menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 3%, formula P3C04G5 yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P3C04G5 berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%. Viskositas formula P3C04G5 pada awalnya 255 cp menjadi 288 cp pada hari berikutnya dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 255 cp. 25

11 Keterangan : 1. P4C02G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 1% 2. P4C03G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 1% 3. P4C04G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 1% 4. P4C02G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 3% 5. P4C03G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 3% 6. P4C04G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 3% 7. P4C02G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5% 8. P4C03G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 5% 9. P4C04G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 5% Gambar 16. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama Penyimpanan Dari grafik (Gambar 16) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 4% menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 4%, formula P4C02G5 yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P4C02G5 berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%. Viskositas formula P4C02G5 pada awalnya 210 cp menjadi 256 cp pada hari berikutnya dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 249 cp. Dari penelitian yang dilakukan dan setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan untuk formula edible coating dengan konsentrasi pati 2%, 3% dan 4% pada suhu ruang (25-30 o C) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua selama penyimpanan dan kemudian turun sampai hari ke lima. Fenomena ini terjadi karena pada awal pembuatan formula edible coating gliserol yang ditambahkan mempunyai fungsi untuk meningkatkan viskositas dari pada formula edible coating yang dibuat. Pada hari penyimpan seterusnya viskositas mulai menurun karena kontaminasi selama penyimpanan menyebabkan munculnya mikroba pada formula yang ditandai dengan adanya 26

12 buih dan terbentuknya asam pada formula yang mengakibatkan terjadinya pengumpalan pada formula edible coating yang ada. Dari data yang ada dan dianalisis bahwa semakin besar kombinasi konsentrasi pati singkong, CMC dan gliserol yang digunakan, maka viskositasnya juga semakin tinggi. Hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 13) menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas formula edible coating sampai pada penyimpanan hari ke-2, sedangkan pada penyimpanan hari ke-3 sampai hari ke-5 kombinasi pati singkong dan CMC memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas formula edible coating. Kekentalan atau viskositas merupakan ketahanan terhadap aliran suatu cairan atau rasio shear stress (tenaga yang diberikan) terhadap shear rate (kecepatan) (Fardiaz 1987). Menurut Winarno (1992), kekentalan suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, konsentrasi larutan, berat molekul dan zat terlarut. Pengukuran viskositas ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan larutan edible coating yang disimpan selama lima hari pada suhu kamar ( C). Kekentalan formula edible coating diukur menggunakan Brookfield atau Rheometer dengan menggunakan spindle no 3 selama 60 detik. (a) Gambar 17. (a) Penampakan dari atas Brookfield (b) Penampakan dari depan Brookfield (b) Penurunan ph formula edible coating selama penyimpanan juga berpengaruh terhadap kenaikan nilai viskositas. Semakin rendah ph, polimer pati singkong akan terhidrolisis yang menyebabkan kemampuan pati singkong untuk membentuk gel akan menurun. Selain itu, penurunan ph akan mengurangi kemampuan CMC untuk mengikat air dan mencegah sineresis, sehingga menyebabkan air keluar dari gel. Keluarnya air dari gel berakibat gel menjadi menggumpal dan menaikkan nilai viskositas formula edible coating. ph optimum larutan CMC adalah 9, bila ph terlalu rendah (<3) maka CMC akan mengendap (Winarno 2002). 27

13 B. SIFAT FISIKO-KIMIA CAVENDISH SELAMA PENYIMPANAN 1. Persentase Kerusakan Pisang Cavendish 28

14 Keterangan : 1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) 2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) 3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) 4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) 7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) Gambar 18. Grafik Persentase Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 10 0 C (a), Suhu 16 0 C (b), dan Suhu 30 0 C (c) Persen kerusakan menunjukkan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Dari grafik (Gambar 17) dapat dilihat bahwa tingkat kerusakan yang terjadi pada penyimpanan suhu 10 0 C dan RH 87-88% lebih kecil daripada penyimpanan suhu 16 0 C dan RH 76-77% lebih kecih daripada penyimpanan suhu 30 0 C dan RH 50-51%. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung lebih lambat (Borgstorm 1968). Dari hasil analisa ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap persen kerusakan buah Pisang Cavendish pada penyimpanan hari ke-4 dan hari ke-6. Persen kerusakan pada suhu 30 0 C lebih tinggi daripada suhu 16 0 lebih tinggi daripada suhu 10 0 C. Uji lanjut dan analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) dan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 10 0 C. Adanya pelapisan pada permukaan buah menyebabkan proses respirasi dan transpirasi terhambat sehingga perubahan sifat fisiko-kimia yang berujung pada kerusakan atau kebusukan dapat ditekan. 29

15 Kerusakan tertinggi pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 10 0 C) terdapat pada kontrol, perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) dan P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1), yaitu masingmasing sebesar 20%, 10% dan 8%. Hal ini dimungkinkan formula edible coating yang digunakan sudah mengalami kerusakan dan terkontaminasi selama penyimpanan formula sebelum diaplikasikan pada buah Pisang Cavendish. Kerusakan terkecil pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 10 0 C) terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0), yaitu sebesar 3%. Hal ini membuktikan pelapisan perlakuan P3C04G5A0 mampu memperkecil tingkat kerusakan daripada kontrol (tanpa pelapisan) yang tingkat kerusakannya mencapai 20%. Kerusakan tertinggi pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 16 0 C) terdapat pada kontrol (tanpa pelapisan) dengan tingkat kerusakan mencapai 75%. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0), dan P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) mampu memperpanjang umur simpan buah Pisang Cavendish sampai 8 hari (2 hari lebih panjang) daripada buah Pisang Cavendish kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu bertahan sampai 6 hari penyimpanan pada suhu 10 0 C tanpa adanya kerusakan atau cacat pada buah pisang Cavendish, sedangkan perlakuan pelapisan P3C04G5A0, P3C04G5A1 dan P3C04G5A2 mampu memperpanjang umur simpan buah Pisang Cavendish sampai 4 hari (2 hari lebih panjang) daripada buah Pisang Cavendish kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu bertahan sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 16 0 C tanpa adanya kerusakan atau cacat pada buah pisang Cavendish. Fenomena yang hampir sama juga terjadi pada penyimpanan pada suhu 30 0 C dimana formula yang paling baik mempertahankan kualitas produk pisang Cavendish yaitu formula P3C04G5A0, P3C04G5A1 dan P3C04G5A2 yang dapat mempertahankan umur simpannya lebih panjang 2 hari lebih lama dari pada kontrol tanpa adanya kerusakan atau cacat pada buah pisang Cavendish. Persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) sebesar 10% (kontrol=20%) dan persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 sebesar 3% pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 10 0 C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 16 0 C) persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) sebesar 70% dan persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) sebesar 30%. Persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu pisang Cavendish telah membusuk dan persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 sebesar 66% pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 30 0 C) 30

16 H0 ( Pisang Cavendish Awal) H3 (Kontrol chamber) H 9 ( Penyimpanan Pisang Cavendish ) H6 ( Foto Pengamatan) H12 (Pisang Mulai Rusak) H15 (Pisang yang Rusak) Gambar 19. Beberapa Gejala Kerusakkan pada Buah Pisang Cavendish. Kerusakan terbesar yang terjadi pada buah pisang Cavendish adalah berupa kerusakan mikrobiologis yang dimungkinkan berasal dari penanganan buah yang tidak tepat, cara transportasi yang tidak benar, penyimpanannya pada suhu yang tidak tepat, dan lingkungan kebun yang tidak bersih. Mikrobia khusunya jamur berpeluang untuk mengkontaminasi buah pisang Cavendish terutama di bagian buah yang luka atau memar sehingga laju rusaknya buah pisang Cavendish berlangsung lebih cepat. 31

17 2. Susut Bobot Pisang Cavendish 32

18 Keterangan : 1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) 2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) 3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) 4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) 7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) Gambar 20. Grafik Perubahan Susut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 10 0 C (a), Suhu 16 0 C (b), dan Suhu 30 0 C (c). Berdasarkan grafik (Gambar 20), secara umum nilai susut bobot pisang Cavendish selama penyimpanan baik pada kondisi penyimpanan suhu 10 0 C, suhu 16 0 C dan 30 0 C mengalami peningkatan. Semakin tinggi nilai susut bobot pisang Cavendish maka kehilangan bobot akan semakin tinggi sehingga bobot pisang Cavendish akan berkurang. Peningkatan susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 10 0 C tidak setajam pada suhu 16 0 C dan 30 0 C. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung lebih lambat, selain itu kelembaban udara relatif (RH) yang lebih tinggi pada suhu 10 0 C yaitu 87-88% berperan dalam menekan terjadinya susut bobot. Menurut Ryall dan Lipton (1983) bahwa kehilangan air (transpirasi) pada buah dan sayuran akan lebih rendah pada lingkungan dengan RH tinggi, dan sebaliknya pada RH rendah dengan suhu yang sama, sehingga faktor kelembaban udara ruangan juga berperan dalam terjadinya susut bobot. Dari hasil analisa ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa suhu memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot pisang Cavendish pada penyimpanan hari ke-2 dan hari ke-4. Sedangkan perlakuan formula dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot pisang cavendish pisang Cavendish. Peningkatan susut bobot pada suhu 30 0 C lebih tinggi daripada suhu 16 0 C dan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 10 0 C. Dari grafik data diatas menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) dan P2C03G3A2 : Pati 33

19 singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 10 0 C. Adanya lapisan coating yang berfungsi sebagai barier terhadap CO 2, O 2 dan air menyebabkan respirasi dan transpirasi dapat ditekan. Peningkatan susut bobot pada buah Pisang Cavendish disebabkan oleh adanya transpirasi dan respirasi. Respirasi terjadi dengan reaksi berikut : C 6 H 12 O 6 + 6O 2 6CO 2 + 6H 2 O + Energi Proses transpirasi dan respirasi menyebabkan berkurangnya kandungan air dalam buah. Proses transpirasi merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi tinggi karena adanya perbedaan tekanan air diluar dan didalam Pisang Cavendish. Tekanan air didalam bahan lebih tinggi dibanding diluar bahan sehingga uap air akan keluar dari bahan. Pada respirasi terjadi pembakaran gula atau substrat yang menghasilkan gas CO 2, air dan energi. Air, gas dan energi yang dihasilkan pada proses respirasi akan mengalami penguapan sehingga buah akan mengalami penyusutan bobot (Wills 1981). Peningkatan susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke-6 sampai ke-8 (suhu 10 0 C) terjadi pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 3,63% dari 6,78%-10,42%. Hal ini dimungkinkan formula edible coating yang digunakan sudah mengalami kerusakan dan terkontaminasi selama penyimpanan formula sebelum diaplikasikan pada buah Pisang Cavendish. Rusaknya coating menyebabkan berkurangnya kemampuannya sebagai barier terhadap gas CO 2 dan O 2 sehingga susut bobot Pisang Cavendish tinggi. Pada perlakuan P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) susut bobot terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 6 hari ke-8 (suhu 10 0 C) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 0,31% dari 5,14%-5,45%. Formulasi lainnya mampu memperkecil susut bobot daripada kontrol (tanpa pelapis) pada penyimpanan sampai hari ke-10 (suhu 10 0 C). Pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke- sampai 6 hari ke-8 (suhu 16 0 C) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 5,58% dari 15,80%-21,65%, sedangkan Pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) susut bobot terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 2 hari ke-4 (suhu 16 0 C) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 2,39% dari 5,44%-7,83%. Pada perlakuan P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke- sampai 8 hari ke-10 (suhu 30 0 C) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 5,58% dari 18,97%-24,93%, sedangkan Pada perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) susut bobot terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 8 hari ke-10 (suhu 30 0 C) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 3,40% dari 16,55%-19,95%. Pada semua perlakuan peningkatan susut bobot terbesar tejadi pada kontrol. Tidak adanya lapisan coating pada kontrol yang berfungsi sebagai barier terhadap CO 2, O 2 dan air menyebabkan CO 2, O 2 dan air yang keluar/masuk bahan tinggi sehingga respirasi meningkat dan kehilangan air tinggi. 34

20 3. Kekerasan Pisang Cavendish 35

21 Keterangan : 1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) 2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) 3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) 4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) 7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) Gambar 21. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 10 0 C (a), Suhu 16 0 C (b) dan Suhu 30 0 C (c) Dari grafik (Gambar 21) dapat dilihat bahwa penurunan kekerasan terbesar pada penyimpanan suhu 10 0 C hari ke-8 sampai hari ke-10 terdapat pada perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), dan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu masing-masing sebesar 0,8 mm/detik/100 gram. Hal ini dimungkinkan terjadinya kontaminasi formula edible coating selama penyimpanan sebelum aplikasi akan mempercepat kerusakan yang berakibat pelunakan buah juga semakin cepat. Kekerasan tertinggi terjadi pada penyimpanan hari ke-0 terjadi pada P3C04G5A0, P3C04G5A1, P3C04G5A2, P4C02G5A0,dan P4C02G5A1 yaitu 0 mm/detik/100 gram yang artinya pada alat belum bisa mengukur tingkat kekerasan buat tersebut. Analisa ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan formula dan suhu memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan pisang Cavendish pada penyimpanan hari ke-4 dan hari ke-10. Sedangkan interaksi antara formula dan suhu tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan nilai kekerasan pisang cavendish. Penurunan nilai kekerasan pada suhu 30 0 C lebih tinggi daripada suhu 16 0 C lebih tinggi daripada suhu 10 0 C. Analisa ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan kontrol (tanpa pelapis) pada penyimpanan hari ke-4. Perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 36

22 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) berbeda nyata dengan perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) dan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada hari ke 4. Perubahan nilai kekerasan pisang cavendish untuk penyimpanan suhu 30 0 C berbeda nyata dengan penyimpanan suhu 10 0 C dan 16 0 C pada hari ke 4, pada hari ke 10 Perubahan nilai kekerasan pisang cavendish untuk penyimpanan suhu 30 0 C dan 16 0 C berbeda nyata dengan penyimpanan suhu 10 0 C. Nilai kekerasan pisang cavendish pada penyimpanan suhu 10 0 C lebih tinggi dari suhu 16 0 C lebih tinggi dari 30 0 C. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5%, dan P4C02G5 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% sebesar 2,9 mm/detik/100 gram artinya pada pengukuran hari tersebut (hari ke-2) nilai kekerasan pisang Cavendish belum terukur oleh alat atau masih keras dan tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Nilai kekerasan pisang Cavendish terendah pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) dan kontrol pada (suhu 30 0 C) pada hari ke-10 penyimpanan, sedangkan pada suhu 16 0 C kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) sebesar 2,9 mm/detik/100 gram dan terendah pada perlakuan P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) dan kontrol masing masing sebesar 3,5 mm/detik/100 gram dan 6,3 mm/detik/100 gram. Terhambatnya proses transpirasi akibat adanya lapisan coating pada pisang Cavendish menyebabkan kehilangan air dalam buah pisang Cavendish berkurang dan kekerasan buah lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico (1986), bahwa pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam bahan. Selain itu kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses respirasi atau metabolisme, sehingga perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air berkurang, maka kekerasan buah pisang Cavendish akan bertahan. Penurunan kekerasan terjadi karena adanya perubahan zat pektin yang tidak larut dalam air terhidrolisa menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air (Winarno dan Aman 1981 di dalam Permanasari 1998). Pektin pada buah merupakan salah satu komponen dari dinding sel maupun lamela tengah yang mempengaruhi kekerasan buah. Pada saat buah berubah dari mentah menjadi matang terjadi degradasi senyawa pektin dan hemiselulosa yang menyebabkan buah matang lebih lunak dibandingkan buah mentah. Namun degradasi berlebihan akan menyebabkan tekstur buah menjadi lembek, yang mengindikasikan buah tersebut sudah mengarah pada kerusakan. Menurut Pantastico (1986) di dalam Zulfebriadi (1998) perubahan zat pektin ini menyebabkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. 37

23 4. Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish 38

24 Keterangan : 1.P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) 2.P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) 3.P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) 4.P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 5.P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 6.P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) 7.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 8.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 9.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) Gambar 22. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan Pada Suhu 10 0 C (a), Suhu 16 0 C (b) dan Suhu 30 0 C (c) Berdasarkan grafik (Gambar 22) dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut cenderung naik sampai hari ke-2 kemudian turun sampai hari ke-4 dan kemudian naik kembali sampai hari ke 6, hal ini berulang sampai hari ke-10. Nilai total padatan terlarut terbesar pada penyimpanan hari ke-2 (suhu 30 0 C) terdapat pada perlakuan kontrol, pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada hari ke-6 (suhu 30 0 C), yaitu masing-masing sebesar 24,4 0 brix, sedangkan nilai total padatan terlarut terkecil pada penyimpanan hari ke-4 (suhu 10 0 C) terdapat pada perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) dan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu masing masing sebesar 19,4 0 brix. Peningkatan total padatan terlarut dalam buah terjadi karena pemecahan polimer karbohidrat khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa (Paramawati 1998). Hasil analisa ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa faktor suhu memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut pada penyimpanan hari ke-4. Peningkatan perubahan total padatan terlarut pada suhu 10 0 C lebih tinggi daripada suhu 16 0 C dan suhu 30 0 C. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17) menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) dan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada 39

25 suhu 10 0 C berbeda nyata dengan perlakuan lainnya baik pada penyimpanan suhu 30 0 C maupun suhu 16 0 C. Adanya coating dapat memperlambat proses respirasi sehingga gula yang digunakan sebagai substrat saat proses respirasi akan berkurang. Penurunan total padatan terlarut yang terjadi pada penyimpanan hari ke-4 perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) dan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) (suhu 10 0 C) serta pada penyimpanan hari ke-6 perlakuan K1C1F2 (suhu 22 0 C) disebabkan proses respirasi dan mulai munculnya mikroba berakibat gula atau karbohidrat yang terdapat pada buah pisang Cavendish digunakan sebagai substrat atau sumber karbon oleh mikroba untuk pertumbuhannya. 5. Warna Pisang Cavendish 40

26 Keterangan : 1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) 2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) 3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) 4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) 7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) 8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) 9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) Gambar 23. Grafik Perubahan Warna Kecerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 10 0 C (a), Suhu 16 0 C (b) dan Suhu 30 0 C (c) Gambar 23 memperlihatkan bahwa nilai kecerahan permukaan daging buah pisang Cavendish pada penyimpanan suhu 10 0 C, 16 0 C, dan suhu 30 0 C cenderung mengalami penurunan. Penurunan nilai kecerahan permukaan buah pada suhu 10 0 C tidak setajam pada suhu 16 0 C dan suhu 30 0 C. Pertumbuhan mikroba terutama jamur serta aktifitas enzim fenolase (penyebab warna coklat) yang lebih tinggi pada suhu 16 0 C dan suhu 30 0 C menyebabkan kecerahan permukaan buah menurun dan cenderung lebih menguning. Analisis ragam (Lampiran 18) menunjukkan perlakuan pisang cavendish pada penyimpanan hari ke-10 pada suhu 10 0 C, 16 0 C, dan suhu 30 0 C memiliki perbedaan yang nyata. Nilai kecerahan ini lebih tinggi ditemukan pada perlakuan P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) pada suhu 10 0 C daripada perlakuan yang lainnya yaitu sebesar Begitu juga dengan perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) juga mempunyai nilai kecerahan yang lebih tinggi daripada kontrol pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 30 0 C). Tidak adanya barier pada kontrol yang dapat menghambat laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba menyebabkan nilai kecerahan yang terjadi pada kontrol lebih rendah daripada perlakuan pelapisan. Nilai kecerahan terendah baik pada penyimpanan suhu 10 0 C, suhu 16 0 C, dan suhu 30 0 C terdapat pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi 41

27 hari ke-0), P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1), dan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) yaitu masingmasing sebesar 63.90, dan Hal ini dimungkinkan kandungan mikroba yang lebih besar pada pisang Cavendish P3C04G5A0 sehingga nilai kecerahannya rendah. Nilai kecerahan melalui uji lanjut Duncan didapat kan bahwa pada suhu 10 0 C dan 16 0 C tidak berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-10 dan berbeda nyata pada penyimpanan suhu 30 0 C. nilai kecerahan didapatkan lebih baik pada penyimpanam pada suhu 10 0 C dan 16 0 C. Perubahan warna daging pisang Cavendish selama penyimpanan memperlihatkan perubahan warna daging buah pisang Cavendish selama penyimpanan. Secara visual (Gambar 19) perubahan warna pada daging buah pisang Cavendish tidak dapat dibedakan secara nyata, tetapi dengan colorimeter atau chromameter perubahan warna dapat dilihat. Pematangan buah pisang Cavendish menyebabkan terjadinya perubahan warna kulit buah pisang Cavendish menjadi lebih kuning pada penyimpanan hari ke-2 (suhu 30 0 C). Seiring masa penyimpanan, warna greening padan pisang Cavendish mulai menjadi kuning secara enzimatis atau jamur menyebabkan terjadinya perubahan warna kulit pisang Cavendish menjadi lebih cerah dan kuning pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 10 0 C dan 16 0 C). Penurunan nilai kecerahan pada buah pisang Cavendish yang dilapisi edible coating perlakuan P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) tidak setajam pada kontrol (tanpa pelapis). Tidak adanya barier pada kontrol menyebabkan laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba lebih tinggi daripada perlakuan pelapisan. Perubahan warna pada buah pisang Cavendish adalah perubahan warna pisang Cavendish menjadi kuning (penguningan). Proses penguningan mula-mula terjadi pada bagian tengah buah kemudian ke bagian ujung dan pinggir pisang Cavendish. Hal ini dikarenakan pada bagian tengah buah pisang Cavendish terjadi proses pematangan yang lebih cepat secara enzimatis karena kandungan zat etilen pada bagian tersebut lebih banyak dibandingkan pada daerah lainnya. Kerja zat etilen juga dipengaruhi oleh banyaknya kandungan substrat dan nutrisi pada bagian pisang cavendish. 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN 1. Persen Kerusakan Persen kerusakan menyatakan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Semakin lama penyimpanan, jumlah buah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill. BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) 4.1.1 Susut Bobot Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) :

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu jenis pangan yang disebut dalam al-qur an yang pengulangannya mencapai 33 kali, yaitu 14 kali untuk kata Hal ini menunjukkan peran

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ulangan. Faktor pertama adalah jenis pati bahan edible coating (P) yang

BAB III METODE PENELITIAN. ulangan. Faktor pertama adalah jenis pati bahan edible coating (P) yang 48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Stek Pengamatan keadaan umum stek bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kualitas dan daya tumbuh stek selama penyimpanan. Keadaan umum stek yang diamati meliputi warna,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat.

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara tropik yang sesuai untuk budidaya tanaman hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat. Seperti yang telah disebut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Penyakit Pascapanen Salak Pondoh Berdasarkan pengamatan identifikasi dapat diketahui bahwa salak pondoh yang diserang oleh kapang secara cepat menjadi busuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih

I. PENDAHULUAN. Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, pisang banyak digemari masyarakat. Namun,

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kosentrasi Kalsium Klorida (CaCl 2 ) terhadap Pematangan dan Kualitas Buah Pisang Ambon Kuning ( Musa paradisiaca Var Sapientum) Berdasarkan penelitian yang telah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji Buah jambu biji merupakan buah klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologis dengan menghasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan Asia adalah Fragaria chiloensis L. Spesies stroberi lain yang lebih

I. PENDAHULUAN. dan Asia adalah Fragaria chiloensis L. Spesies stroberi lain yang lebih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroberi merupakan tanaman hortikultura yang berasal dari benua Amerika. Spesies stroberi yang menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia adalah Fragaria chiloensis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut Bobot Buah Jambu Biji Merah Penimbagan susut bobot buah merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Buah merupakan salah satu produk pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Buah mengandung banyak nutrisi, air, dan serat, serta kaya akan karbohidrat sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999).

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis tanaman di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai produsen pisang dunia. Indonesia menempati urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90%

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis

Lebih terperinci

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Efek garam: saat aktivitas air menurun mikroorganisme terhambat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buah dan sayuran. Salah satunya adalah buah tomat (Lycopersicon esculentum

BAB I PENDAHULUAN. buah dan sayuran. Salah satunya adalah buah tomat (Lycopersicon esculentum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah dan sayuran. Buah yang berasal dari negara subtropis dapat tumbuh baik dan mudah dijumpai di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Susut Berat Susut berat merupakan proses penurunan berat buah akibat respirasi, transpirasi dan aktivitas bakteri. Susut bobot terjadi karena sebagian air dalam jaringan buah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae

TINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae yang berasal dari daerah subtropis. Buah terung belanda saat ini telah banyak dibudidayakan oleh petani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci