BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Ari Halim
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medis pasien balita dengan penyakit ISPA atas di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi periode Januari 2013 Februari Berdasarkan penelusuran data diperoleh 129 pasien yang terdiagnosa penyakit ISPA atas, namun dalam penelusuran lebih lanjut hanya ditemukan 62 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 29 rekam medis pasien yang terdiagnosa ISPA atas tidak ditemukan dan 38 pasien tidak memenuhi kriteria inkulusi yaitu memiliki diagnosa utama bukan ISPA atas. A. Gambaran Pasien 1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin Distribusi pasien penderita ISPA atas yang menjadi subjek penelitian sebanyak 62 orang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Perempuan Laki-laki 39% 61% Gambar 2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari pasien balita penderita ISPA atas yang diteliti, sebanyak 61% (38 pasien) berjenis kelamin laki-laki dan 39% 28
2 (24 pasien) berjenis kelamin perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Handayani (2004) yang menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih rentan terkena gangguan saluran pernafasan dibanding dengan anak perempuan. Belum diketahui alasan anak laki-laki lebih rentan terkena gangguan saluran pernafasan dibanding anak perempuan. 2. Distribusi pasien berdasarkan usia Distribusi pasien penderita ISPA atas yang menjadi subjek penelitian sebanyak 62 orang berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel III di bawah ini. Tabel III. Distribusi pasien berdasarkan usia Rentang Usia Jumlah Pasien Persentase (%) 2-<4 bulan <12 bulan <3 tahun < 5 tahun Total Keterangan : Pembagian usia menurut Pedoman Pengendalian ISPA 2011 Pada hasil yang didapatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, hanya terdapat selisih 10% (5 pasien) menurut kelompok usia. Hasil ini sesuai dengan Mei (2013) yang menyatakan bahwa umur tidak berhubungan dengan frekuensi ISPA. Mikroorganisme penyebab ISPA sangat banyak jenisnya dan bisa menyerang segala usia sehingga infeksi saluran pernafasan atas dapat terjadi pada siapa saja, pada usia berapapun. Walaupun pada umumnya semakin dewasa, daya tahan tubuh sudah semakin sempurna, namun hal ini tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA (Mei, 2013). 3. Distribusi pasien berdasarkan lama pemberian antibiotik 29
3 Distribusi pasien penderita ISPA atas yang menjadi subjek penelitian sebanyak 62 orang berdasarkan lama rawat inap dapat dilihat pada Tabel IV di bawah ini. Tabel IV. Distribusi pasien berdasarkan lama pemberian antibiotik Lama Rawat Inap Jumlah Pasien Persentase (%) 1-3 hari hari hari Total Dari tabel IV dapat dilihat distribusi pasien berdasarkan lama pemberian antibiotik, pasien dengan lama pemberian antibiotik selama 4-7 hari memiliki persentase terbanyak yaitu Terapi penisilin (ampisilin dan amoksisilin) pada penyakit faringitis efektif bila diberikan selama 10 hari. Terapi penisilin (ampisilin dan amoksisilin) pada penyakit faringitis efektif bila diberikan selama 10 hari. (Istiantoro, Y., 2008). Pasien yang menerima terapi antibiotik hanya sebesar 3.22%. Lama pemberian antibiotik tidak dapat di evaluasi, karena lama perawatan pasien yang kurang dari 10 hari. Lama pemberian antibiotik yang ini berhubungan dengan efek samping antibiotik yaitu jika terlalu lama dapat menyebabkan ketoksikan dan jika terlalu singkat dapat menyebabkan resistensi. 4. Distribusi pasien berdasarkan status pulang Distribusi pasien berdasarkan status pulang adalah 100% pasien pulang hidup. Tidak ada pasien yang pulang paksa maupun meninggal dunia. Karena keterbatasan data dari rekam medis status pasien yang pulang hidup tidak diketahui pasien pulang dalam keadaan sudah sehat atau masih sakit. B. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Antibiotik 30
4 1. Tepat obat Persentase ketepatan obat yang digunakan 62 pasien ISPA atas dalam penelitian ini berdasarkan standar Kemenkes tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel V di bawah ini. Tabel V. Jenis antibiotik yang digunakan dalam penanganan ISPA.Jenis Antibiotik Total Penggunaan* Persentase (%)** Kesesuaian dengan Standar Ampisilin sesuai Amoksisilin sesuai Seftriakson tidak sesuai Sefiksim tidak sesuai Sefotaksim tidak sesuai Gentamisin sesuai Total Keterangan: * Total penggunaan antibiotik berdasarkan jumlah antibiotik yang diperoleh perharinya selama perawatan ** Persentase dihitung dari total penggunaan dibagi 785 dikali 100% Dari Tabel V dapat diketahui bahwa penggunaan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah ampisilin sebesar 67.4 %. Berdasarkan Pedoman Pengendalian ISPA tahun 2011, ampisilin adalah first line dalam penanganan ISPA dan penggunaan gentamisin sebesar 0.36 % merupakan second line untuk rute intramuskular. Adapun penggunaan amoksisilin sebesar % merupakan antibiotik second line dalam penanganan ISPA untuk rute oral. First line yang digunakan secara oral menurut Kemenkes adalah kotrimoksazol, namun pada penelitian tidak ditemukan pasien dengan penggunaan terapi kotrimoksazol. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan karena kotrimoksazol tidak dianjurkan untuk mengobati faringitis akut, sebagian besar jenis ISPA yang diderita oleh pasien adalah faringitis (Setiabudy, 2008). Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan keamanannya sudah terbukti, spektrum sempit serta harga yang 31
5 terjangkau. Amoksisilin menempati tempat yang sama dengan penicilin, khususnya pada anak dan menunjukkan efektivitas yang setara (Depkes, 2005). Ampisilin merupakan antibiotik golongan penisilin yang bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel. Obat ini berdifusi baik di jaringan dan cairan tubuh, akan tetapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Antibiotik ini sesuai digunakan untuk pengobatan ISPA karena spektrum kerjanya yang luas (Tjay dan Rahardja, 2007). Berdasarkan analisis data ditemukan ketidaktepatan penggunaan antibiotik berdasarkan Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes tahun 2011, yaitu dengan digunakannya sefotaksim, seftriakson, sefiksim. Antibiotik di atas merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga, antibiotik ini memiliki spektrum aktivitas untuk bakteri Stapylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, E. coli, Klebsiella spp., Enterobacter spp, Serratia marcescens. Walaupun pada standar Kemenkes 2011 antibiotik golongan ini tidak tertera, namun antibiotik ini efektif untuk terapi ISPA karena bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Haemofillus, Bordetella dan Corinobakterium. (Depkes, 2005). 2. Tepat dosis a. Ketepatan penggunaan ampisilin 32
6 Ketepatan penggunaan ampisilin yang digunakan pada pasien ISPA atas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel VI di bawah ini. Tabel VI. Ketepatan penggunaan ampisilin Nomor Umur / Berat Dosis dan Keterangan Sediaan Standar* pasien badan (Kg) frekuensi Dosis Durasi 1 4 tahun/ 15 Injeksi 4 x 500 mg, 4 hari 4 x 375 mg tahun/ 10 Injeksi 4 x 200 mg, 3 hari 4 x 250 mg tahun/ 15 Injeksi 4 x 500 mg, 4 hari 4 x 375 mg tahun/ 12 Injeksi 4 x 250 mg, 5 hari 4 x 300 mg - Sesuai 6 4 tahun / 14 Injeksi 4 x 400 mg, 1 hari 4 x 350 mg tahun/ 18 Injeksi 4 x 500 mg, 3 hari 4 x 450 mg tahun/ 9.2 Injeksi 4 x 200 mg, 4 hari 4 x 230 mg tahun/ 7 Injeksi 4 x 350 mg, 1 hari 4 x 175 mg tahun/ 16.5 Injeksi 4 x 250 mg, 2 hari 4 x mg tahun/ 10.5 Injeksi 4 x 250 mg, 2 hari 4 x mg tahun/ 12 Injeksi 4 x 300 mg, 6 hari 4 x 300 mg Sesuai tahun/ 9.5 Injeksi 4 x 250 mg, 2 hari 4 x mg bulan/ 7.2 Injeksi 4 x 150 mg, 3 hari 4 x 180 mg tahun/ 8 Injeksi 3 x 300 mg, 6 hari 4 x 200 mg tahun/ 12.2 Injeksi 4 x 300 mg, 2 hari 4 x 300 mg tahun/ 10 Injeksi 4 x 250 mg, 3 hari 4 x 250 mg Sesuai tahun/ 12.4 Injeksi 4 x 300 mg, 3 hari 4 x 300 mg Sesuai tahun/ 15 Injeksi 4 x 350 mg, 2 hari 4 x 375 mg tahun/ 13.5 Injeksi 4 x 350 mg, 2 hari 4 x mg tahun/ 15 Injeksi 4 x 370 mg, 5 hari 4 x 370 mg Sesuai Sesuai 28 2 tahun/ 10 Injeksi 4 x 250 mg, 2 hari 4 x 250 mg Sesuai tahun/ 11.7 injeksi 4 x 300 mg, 2 hari 4 x 300 mg Sesuai tahun/ 15 injeksi 4 x 350 mg, 4 hari 4 x 375 mg tahun/ 14 injeksi 4 x 350 mg, 3 hari 4 x 350 mg Sesuai tahun/ 11 injeksi 4 x 200 mg, 3 hari 4 x 275 mg tahun/ 9.5 injeksi 4 x 250 mg, 3 hari 4 x mg tahun/ 11 injeksi 4 x 250 mg, 2 hari 4 x 275 mg bulan/ 7 injeksi 4 x 175 mg, 2 hari 4 x 175 mg Sesuai tahun/ 12 Injeksi 4 x 300 mg, 2 hari 4 x 300 mg Sesuai tahun/ 16 Injeksi 4 x 350 mg, 2 hari 4 x 400 mg tahun/ 9.5 Injeksi 4 x 250 mg, 4 hari 4 x mg + - Tabel VI. lanjt tahun/ 13 Injeksi commit 4 x 350 to mg, user 4 hari 4 x 325 mg tahun/ 7 Injeksi 3 x 200 mg, 4 hari 4 x 175 mg
7 44 1 tahun/ 7 Injeksi 4 x 75 mg, 4 hari 4 x 175 mg tahun/ 15 Injeksi 4 x 350 mg, 1 hari 4 x 375 mg tahun/ 11.5 Injeksi 4 x 300 mg, 3 hari 4 x mg tahun/ 17 Injeksi 4 x 400 mg, 4 hari 4 x 425 mg tahun/ 15 Injeksi 4 x 400 mg, 2 hari 4 x 375 mg tahun/ 10 Injeksi 4 x 250 mg, 4 hari 4 x 250 mg tahun/ 16 Injeksi 4 x 400 mg, 3 hari 4 x 400 mg bulan/ 9 Injeksi 4 x 250 mg, 3 hari 4 x 225 mg tahun/ 10 Injeksi 4 x 200 mg, 7 hari 4 x 250 mg tahun/ 15 Injeksi 4 x 375 mg, 7 hari 4 x mg bulan/ 6.5 Injeksi 4 x 150 mg, 3 hari 4 x mg tahun/ 12 Injeksi 4 x 300 mg, 6 hari 4 x 300 mg Sesuai tahun/ 10 Injeksi 4 x 250 mg, 2 hari 4 x 250 mg Sesuai tahun/ 10 Injeksi 4 x 250 mg, 2 hari 4 x 250 mg Sesuai - Keterangan: * Standar menurut Depkes 50 mg/ kg bb setiap 12 jam selama 5 hari +/- artinya berlebih/kurang Dari Tabel V dapat dilihat ketepatan dosis penggunaan ampisilin bahwa hanya terdapat 1 pasien yang dosis dan durasi penggunaan antibiotik sesuai dengan Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes Penggunaan ampisilin menurut standar Kemenkes 2011 adalah 50 mg/kg BB/12 jam selama 5 hari. Dari data dapat dilihat dari 47 pasien yang menggunakan ampisilin terdapat 36.17% dosis berlebih, 25.53% dosis sesuai dan 38.29% dosis kurang. Untuk ketepatan durasi penggunaan terdapat 6.38% durasi berlebih, 4.25% durasi sesuai dan 85.11% durasi kurang. Salah satu penyebab resistensi terhadap antibiotik adalah penggunaan yang irasional (Setiabudy, 2008). Penggunaan antibiotik yang rasional meliputi tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat indikasi, tepat durasi. Ketidak tepatan dosis dan durasi pada pemberian antibiotik pasien yang diteliti dapat menyebabkan resistensi serta efek samping pada pasien. b. Ketepatan penggunaan amoksisilin 34
8 Ketepatan penggunaan amoksisilin yang digunakan pada pasien ISPA atas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel VII di bawah ini. Tabel VII. Ketepatan penggunaan amoksisilin Nomor Umur / Berat Keterangan Sediaan Dosis dan frekuensi Standar* pasien badan (Kg) Dosis Durasi 8 4 tahun/ 18.5 Oral 3 x 400 mg, 1 hari 3x 250 mg tahun/ 18 Oral 3 x 500 mg, 3 hari 3 x 250 mg + Sesuai 11 5 bulan/ 15 Oral 3 x 250 mg, 3 hari 3 x 220 mg + Sesuai 14 4 tahun/ 10.5 Oral 4 x 250 mg, 1 hari 3 x 220 mg tahun/ 8 Oral 3 x 250 mg, 1 hari 3 x 80 mg tahun/ 12.5 Oral 3 x 300 mg, 2 hari 3 x 220 mg tahun/ 12.2 Oral 3 x 300 mg, 1 hari 3 x 220 mg tahun/ 12.4 Oral 3 x 500 mg, 1 hari 3 x 220 mg tahun/ 15 Oral 3 x 250 mg, 1 hari 3 x 220 mg tahun/ 13.5 Oral 3 x 500 mg, 1 hari 3 x 220 mg tahun/ 11.7 Oral 3 x 500 mg, 1 hari 3 x 220 mg tahun/ 9.5 Oral 3 x 250 mg, 1 hari 3 x 150 mg tahun/ 12 Oral 3 x 250 mg, 1 hari 3 x 220 mg tahun/ 16 Oral 3 x 350 mg, 2 hari 3 x 250 mg tahun/ 9.5 Oral 3 x 250 mg, 2 hari 3 x 150 mg tahun/ 7 Oral 3 x 175 mg, 1 hari 3 x 150 mg tahun/ 15 Oral 3 x 350 mg, 2 hari 3 x 220 mg bulan/ 8.3 Oral 3 x 200 mg, 4 hari 3 x 150 mg tahun/ 16 oral 3 x 250 mg, 1 hari 3 x 250 mg Sesuai tahun/13 oral 4 x 300 mg, 2 hari 3 x 220 mg tahun/11 Oral 3 x 150 mg, 8 hari 3 x 220 mg bulan/ 6.5 Oral 3 x 125 mg, 1 hari 3 x 150 mg tahun/ 10 Oral 3 x 250 mg, 2 hari 3 x 220 mg + - Keterangan: +/- artinya berlebih/kurang Dari Tabel VII dapat dilihat ketepatan dosis penggunaan amoksisilin bahwa tidak terdapat pasien yang dosis dan durasi penggunaan antibiotik sesuai dengan Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes Penggunaan amoksisilin menurut standar Kemenkes 2011 dapat dilihat pada Tabel VII. Dari data dapat dilihat dari 23 pasien yang menggunakan amoksisilin terdapat 86.95% dosis berlebih, 4.34% dosis sesuai dan commit 8.69% to dosis user kurang. Untuk ketepatan durasi 35
9 penggunaan terdapat 82.6% durasi berlebih, 8.69% durasi sesuai dan 8.69% durasi kurang. c. Ketepatan penggunaan sefotaksim Ketepatan penggunaan sefotaksim yang digunakan pada pasien ISPA atas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel VIII di bawah ini. Nomor pasien Umur / Berat badan (Kg) Tabel VIII. Ketepatan penggunaan sefotaksim Sediaan Dosis dan frekuensi Standar ISO Keterangan 4 4 tahun/ 23 injeksi 2 x 500 mg, hari mg/kgbb/hari Subdosis 31 2 tahun/ 12 injeksi 3 x 400 mg, hari mg/kgbb/hari Sesuai 54 1 tahun/ 9.3 injeksi 2 x500 mg, hari mg/kgbb/hari Dosis berlebih Dari Tabel VIII dapat dilihat distribusi penggunaan sefotaksim, pada standar Kemenkes 2011 tidak terdapat sefotaksim sebagai terapi ISPA pada balita, sehingga standar yang digunakan adalah ISO. Pada data di atas dapat dilihat bahwa terapi pada pasien nomor 4 sub dosis atau dosis kurang, hal ini dapat mengakibatkan ketidak efektifan pada pengobatan pasien. Sedangkan pada pasien nomor 31 sudah sesuai dengan standar. d. Ketepatan penggunaan seftriakson Ketepatan penggunaan seftriakson yang digunakan pada pasien ISPA atas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel IX di bawah ini. Tabel IX. Ketepatan penggunaan seftriakson 36
10 Nomor pasien Umur / Berat badan (Kg) Sediaan 20 1 tahun/ 9 injeksi 21 1 tahun/ 9 injeksi 45 2 tahun/ 11.5 injeksi Dosis dan frekuensi 2 x 500 mg, 3 hari 3 x 250 mg, 5 hari 2 x 500 mg, 5 hari Standar ISO mg/kg BB/ hari mg/kg BB/ hari mg/kg BB/ hari Keterangan Dosis berlebih Sesuai Dosis berlebih Dari Tabel VIII dapat dilihat distribusi penggunaan seftriakson, pada standar Kemenkes 2011 tidak terdapat seftriakson sebagai terapi ISPA pada balita, sehingga standar yang digunakan adalah ISO. Pada pasien dengan pemberian seftriakson terdapat 2 pasien yang diberi terapi antibiotik dengan dosis berlebih yaitu pasien nomor 20 dan 45. e. Ketepatan penggunaan sefiksim Ketepatan penggunaan sefiksim yang digunakan pada pasien ISPA atas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel X di bawah ini. Nomor pasien Umur / Berat badan (Kg) Tabel X. Ketepatan penggunaan sefiksim Sediaan 36 5 bulan/ 9.1 injeksi 41 2 tahun/ 11.5 injeksi Dosis dan frekuensi 2 x 435 mg, 5 hari 2 x 300 mg, 2 hari Standar ISO 2 x 6 mg/kg BB/hari 2 x 6 mg/kg BB/hari Keterangan Dosis berlebih Dosis berlebih Dari Tabel X dapat dilihat distribusi penggunaan sefiksim, pada standar Kemenkes 2011 tidak terdapat sefiksim yang berisi sefiksim sebagai terapi ISPA pada balita, sehingga standar yang digunakan adalah ISO. Pada pemberian terapi 37
11 sefiksim dapat dilihat terdapat pemberian antibiotik dengan dosis berlebih, hal ini tentu dapat meningkatkan resiko toksik dan resistensi terhadap antibiotik ini. f. Ketepatan penggunaan gentamisin Pasien nomor 56 berumur 4 tahun dengan berat badan 15 kg diberikan gentamisin sediaan injeksi dengan dosis 1x 90 mg selama 2 hari. Jika di sesuaikan dengan standar Kemenkes 2011 yaitu seharusnya 1 x mg maka dosis yang diberikan kepada pasien kurang. Penggunaan gentamisin menurut standar Kemenkes 2011 adalah 7.5 mg/kg BB/24 jam. Pasien nomor 56 menerima terapi kombinasi antibiotik antara gentamisin dan ampisilin. Gentamisin yang dikombinasikan dengan penisilin atau vancomisin menghasilkan efek bakterisid yang kuat, yang sebagian disebabkan oleh peningkatan ambilan obat yang timbul karena penghambatan sintesis dinding sel. Penisilin mengubah struktur dinding sel sehingga memudahkan penetrasi gentamisin kedalam kuman (Katzung, 2001). Dari data yang diperoleh diketahui pola penggunaan antibiotik ISPA atas pada balita di RSUD Dr. Moewardi selama Januari Februari 2014 yaitu, ampisilin sebanyak 76.43%, amoksisilin sebanyak 15.9%, seftriakson sebanyak 3.94%, sefiksim sebanyak 1.78%, sefotaksim sebanyak 1.66% dan gentamisin sebanyak 0.25%. Ketepatan penggunaan antibiotik bila dibandingan dengan Kemenkes 2011 adalah sebanyak 92.23% dan ketepatan dosis dan durasi hanya terdapat 1 pasien yang sesuai dengan standar. 38
12 C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain: 1. Tidak tersedianya data hasil laboratorium pasien sehingga peneliti tidak dapat mengetahui ketepatan pemberian antibiotik dengan infeksi yang diderita pasien. 2. Peneliti hanya mengevaluasi berdasarkan literatur yang ada dan tidak mengetahui kondisi pasien yang sesungguhnya. Padahal kondisi pasien merupakan alasan pertimbangan pemberian terapi oleh dokter. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik
A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian balita tiap tahunnya. Jumlah ini melebihi angka kematian gabungan
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh : RIRIN DYAH AYU APRILIA K 100080057 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun
22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakter Subyek Penelitian 1. Distribusi pasien yang terdiagnosa diare anak Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik pasien anak dengan diagnosa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang
Lebih terperinciAntibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013
Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013 Advisedly, Tarigan A, Masykur-Berawi M. Faculty of Medicine Lampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila
Lebih terperinciSTUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009)
STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) SKRIPSI Oleh : Raden Yudho Pramono NIM. 042210101033 BAGIAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan jumlah rekam medik yang tercatat dengan kode tindakan operasi pada semua bagian periode bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit inflamasi yang mengenai parenkim paru. 1 Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh suatu mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas
Lebih terperincidalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.
BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar
Lebih terperinciPHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN
1) EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014 2) 1) Abraham Sanni 1), Fatimawali 1),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada saluran pernapasan merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan pada lokasi infeksinya terbagi menjadi dua yaitu,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi sering diderita oleh masyarakat kita, salah satu infeksi yang diketahui adalah infeksi organ urogenitalia.
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE
POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE Fitri Ayu Wahyuni, Victoria Yulita Fitriani, Muhammad Amir Masruhim Fakultas Farmasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang diteliti. Metode ini merupakan suatu bentuk pengumpulan data yang bertujuan menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit
Lebih terperinciPERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014
Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine Tahun 201 ISBN: 978-602-196-2-8 Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID
Lebih terperinciF. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan
Lebih terperinciPeresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat
Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat (Antibiotic prescription of children outpatient in BLUD RS Ratu Zalecha Martapura:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal. Frekuensi dan konsistensi BAB bervariasi dalam dan antar individu (Sukandar, 2008). Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare, infeksi saluran nafas, malaria, tuberkulosis masih menjadi penyebab utama kematian.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pengobatan Pasien Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk melihat profil dan evaluasi penggunaan
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat profil dan evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2015.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotika merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat bakteri (NHS, 2012). Setelah digunakan pertama kali tahun 1940an, antibiotika membawa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan pengambilan data dilakukan dengan pendekatan retrospektif melalui penelusuran terhadap
Lebih terperinciPHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN PENDERITA PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG PERIODE JANUARI JUNI 2015 EVALUATION OF ANTIBIOTIC USE AT CHILDRENS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang berada di saluran kemih manusia. Organ-organ pada saluran kemih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik yang sesuai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik yang sesuai dengan kriteria inklusi. Berdasarkan penelusuran data, diperoleh 4 pasien. Namun karena terdapat pasien
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
Lebih terperinciINTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42
KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI INSTALASI RAWAT JALAN RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU MUCHSON, YETTI OKTAVIANINGTYAS K, AYU WANDIRA INTISARI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi dan anak biasanya rentan terhadap penyakit infeksi salah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, demam,
BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Diare Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.
Lebih terperinciEVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D
EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Lisa Citra N. Kuluri 1), Fatimawali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bedah caesar semakin meningkat setiap tahunnya baik di negara maju maupun berkembang. Di Inggris disampaikan bahwa terjadi kenaikan yakni 12% pada tahun
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien
27 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 4.1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dimulai dengan mengambil data pasien demam tifoid berasal dari register status pasien. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. secara descriptive dengan metode cross sectional dan pengambilan data secara
BAB III METODE PENELITIAN Desain penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observational yang dirancang secara descriptive dengan metode cross sectional dan pengambilan data secara retrospective.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,
BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia, diketahui bahwa 10
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih
Lebih terperinciKAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO
KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO Siti Nurmanti Badu, Teti Sutriyati Tuloli, Nurain Thomas *) *) Jurusan Farmasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam merespon pemberian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi dan teknik-teknik operasi, penggunaan antibiotik dan anestesia yang semakin baik serta penemuan alat elektronik yang digunakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data
32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik yang diambil dari Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung.
Lebih terperinciDRUG RELATED PROBLEMS (DRP s) OF ANTIBIOTICS USE ON INPATIENTS CHILDREN IN SARI MEDIKA CLINIC AMBARAWA
DRUG RELATED PROBLEMS (DRP s) OF ANTIBIOTICS USE ON INPATIENTS CHILDREN IN SARI MEDIKA CLINIC AMBARAWA Nova Hasani Furdiyanti, Nyla Amelia Maharani, Meilinda Saputri novahasani@gmail.com ABSTRACT Infection
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan. mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakir, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan dikalangan masyarakat, penyakit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.
25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dan bersifat deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan melakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu
Lebih terperinciStudy of Antibiotic Use on Pneumonia Patient in Surakarta Referral Hospital
Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 2017, 02, 44 52 Study of Antibiotic Use on Pneumonia Patient in Surakarta Referral Hospital Studi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Pneumonia di
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien ILO. Data dikumpulkan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, yang menimbulkan konsolidasi paru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit
Lebih terperinciKAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI
KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Oleh NOVIA TUNGGAL DEWI K 100 100 027 FAKULTAS FARMASI
Lebih terperinciRASIONALITAS PENGOBATAN PNEUMONIA PADA BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK
RASIONALITAS PENGOBATAN PNEUMONIA PADA BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK Eka Kartika Untari 1, Ani Dharmastuti 2, Robiyanto 3 1,2,3 Program Studi Farmasi Fakultas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation
Lebih terperinciLARASITA RAKHMI UTARI K
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : LARASITA RAKHMI
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN OPERASI APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI TAHUN 2013 SKRIPSI
1 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN OPERASI APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: NOFIAH MAR ATUS SULIKHAH K 100 100 180 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi
Lebih terperinciPrevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012
44 Artikel Penelitian Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 21 - Desember 212 Novilla Rezka Sjahjadi, Roslaili Rasyid, Erlina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di berbagai negara khususnya negara berkembang, peranan antibiotik dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai negara khususnya negara berkembang, peranan antibiotik dalam menurunkan morbilitas dan mortilitas penyakit infeksi masih sangat menonjol sesuai dengan laporan
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT X DEMAK TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT X DEMAK TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI Oleh : RIRIN DYAH AYU APRILIA K 100080057 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperinciTruly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak
EVALUASI KESESUAIAN DOSIS DAN KESESUAIAN PEMILIHAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2015 ARTIKEL.
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2015 ARTIKEL Oleh NURLITA RIZQIANI NIM. 050112a066 PROGRAM STUDI FARMASI SEKOLAH
Lebih terperinciEVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI
EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2010-2011 NASKAH PUBLIKASI Oleh : AMILIA FITRIANGGRAINI K 100 080 186 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang
Lebih terperinci