4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 24 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Fisik Udang Mantis Udang mantis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran berat dan panjang yang tidak seragam, akan tetapi nilai rendemen daging yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan pangan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin kecil rendemennya maka semakin rendah pula nilai ekonomis dan keefektivitasan dari produk tersebut, begitu pula semakin besar nilai rendemen produk tersebut maka semakin tinggi nilai ekonomis dan keefektivitasan suatu produk atau bahan tersebut. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis Jambi dan Cirebon disajikan pada Gambar 4. n = 20 n = 20 n = 20 n = 20 Gambar 4. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi dan Cirebon

2 25 Pada udang mantis dari Jambi, rendemen daging yang diperoleh adalah sebesar 40,28%, sedangkan untuk rendemen daging udang mantis dari Cirebon adalah sebesar 39,91%. Rendemen ini merupakan bobot bersih daging yang terdapat pada sampel. Ukuran proporsi daging merupakan yang terbesar dari keseluruhan tubuh ikan (Rogers et al. 2004). Habitat hidup dan lingkungan perairan tempat sampel udang mantis ini tidak jauh berbeda meskipun berbeda wilayah. Kondisi fisika kimia perairan habitat hidup udang mantis Jambi berada pada kisaran suhu ºC, nilai ph perairan berkisar 7-8, salinitas 22-28, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-7 mg/l, sedangkan untuk wilayah perairan Cirebon berada pada kisaran suhu ºC, nilai ph perairan berkisar 7-8,5; salinitas 20-26, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-9 mg/l (Arifuddin 2004). Hal ini diperkirakan mengakibatkan karakteristik udang mantis Jambi dan Cirebon tidak jauh berbeda Komposisi Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air, abu, protein dan lemak yang terdapat pada sampel udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon. Kandungan karbohidrat yang terdapat pada sampel dihitung secara by difference yaitu dengan cara 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein + % kadar lemak). Hasil analisis proksimat pada kedua sampel udang mantis disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi proksimat udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Komposisi Udang Mantis Udang Jambi Cirebon vannamei* Air (%) 78,27 ± 1,42 a 78,49 ± 1,65 a 81,35 ± 0,97 Abu (%) 1,60 ± 0,71 a 1,64 ± 0,11 a 0,64 ± 0,06 Protein (%) 13,11 ± 0,88 a 14,39 ± 0,39 a 17,43 ± 0,89 Lemak (%) 1,29 ± 0,30 a 0,6 ± 0,00 b 0,15 ± 0,03 Karbohidrat (by difference) (%) 5,72 ± 0,45 a 4,88 ± 1,45 a 0,44 ± 0,11 Keterangan : Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006) Produk hasil perikanan umumnya memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Rata-rata kandungan air yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon

3 26 adalah sebesar 78,27% dan 78,49%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan air pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 65,69%. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada sampel udang mantis. Rata-rata kadar abu yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 1,60% dan 1,64%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan abu pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33%. Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar protein pada udang mantis Jambi adalah sebesar 13,11%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 14,39%. Hasil kadar protein pada kedua sampel udang mantis tersebut berada di bawah kisaran kadar protein menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan protein yang terdapat pada udang berada pada kisaran 17-20%. Nilai rata-rata kadar lemak pada udang mantis Jambi adalah sebesar 1,29%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 0,6%. Hasil kadar lemak pada kedua sampel udang mantis tersebut berada pada kisaran kadar lemak menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan lemak yang terdapat pada udang adalah 0.92%. Rata-rata kadar karbohidrat yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 5,72% dan 4,88%. Kadar karbohidrat pada sampel udang menjadikan udang bukan merupakan sumber karbohidrat yang utama. Perbedaan nilai proksimat antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini disebabkan oleh perbedaan spesies, umur udang, ukuran udang, tingkat kematangan gonad, perbedaan kondisi lingkungan hidup dan tingkat kesegaraan udang tersebut. Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi nutrient, hal ini akan mempengaruhi jumlah komposisi proksimat dari udang mantis tersebut.

4 Komposisi Mineral Mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh manusia. Mineral adalah salah satu bagian dari tubuh dan memiliki peranan penting dalam pemeliharaan fungsi dari tubuh, baik itu pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral memegang peranan penting pada reaksi biokimia dalam tubuh yaitu sebagai ko-faktor enzim (Almatsier 2003) Mineral makro Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar. Kelompok mineral makro meliputi kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur, klor dan fosfor (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral makro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi mineral makro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei* Jambi Cirebon (mg/100 g bk) Natrium (Na) 887,14 ± 30,79 a 604,53 ± 27,37 b 777,45 ± 88,07 Kalium (K) 674,79 ± 44,05 a 511,03 ± 25,81 b 457,02 ± 37,20 Kalsium (Ca) 137,16 ± 2,41 a 57,91 ± 13,43 b 354,28 ± 28,51 Magnesium (Mg) 68,50 ± 2,54 a 123,73 ± 10,05 a 173,77 ± 2,37 Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006) Kandungan mineral makro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah natrium, yaitu sebesar 887,14 mg/100 g bk, diikuti oleh kalium, kalsium dan magnesium, masing-masing sebesar 674,79; 137,16 dan 68,50 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan mineral makro tertinggi adalah natrium, yaitu sebesar 604,53 mg/100 g bk, diikuti oleh kalium, magnesium dan kalsium, berturut-turut sebesar 511,03; 123,73 dan 57,91 mg/100 g bk. Kandungan natrium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan natrium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 190,4 mg/100 g. Kandungan natrium pada udang mantis Jambi

5 28 memiliki nilai lebih besar apabila dibandingkan dengan udang mantis Cirebon dan udang vannamei (Irawan 2006). Kandungan kalium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar kalium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 154,70 mg/100 g. Kandungan kalium dari Jambi dan Cirebon juga memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kalium dari udang vannamei (Irawan 2006). Konsentrasi kalsium udang mantis dari Jambi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi kalsium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 33,15 mg/100 g, sedangkan konsentrasi kalsium daging udang mantis dari Cirebon lebih kecil apabila dibandingkan dengan konsentrasi udang menurut USDA (2006). Kandungan kalsium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Jumlah kandungan magnesium pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah magnesium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 28,90 mg/100 g. Kandungan magnesium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Perbedaan kandungan mineral makro antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada habitat perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001) Mineral mikro Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Kelompok mineral mikro antara lain besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluor dan tembaga (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral mikro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 4.

6 29 Tabel 4. Komposisi mineral mikro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei* Jambi Cirebon (mg/100 g bk) Seng (Zn) 9,86 ± 0,54 a 9,86 ± 2,51 a 19,49 ± 7,65 Besi (Fe) 0,88 ± 0,08 a 1,00 ± 0,10 a Tidak terdeteksi Tembaga (Cu) 0,19 ± 0,01 a 0,72 ± 0,51 a Tidak terdeteksi Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang sama (a) pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p>0,05) * Irawan (2006) Kandungan mineral mikro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, masing-masing sebesar 0,88 dan 0,19 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan mineral mikro tertinggi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, berturut-turut sebesar 1,00 dan 0,72 mg/100 g bk. Konsentrasi seng pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi seng pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33 mg/100 g. Kandungan seng dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Kandungan tembaga pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar tembaga pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 0,16 mg/100 g. Keberadaan tembaga udang mantis dari Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan tembaga (Irawan 2006). Jumlah kandungan besi pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah besi pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 2,63 mg/100 g. Keberadaan besi dari udang mantis Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan besi (Irawan 2006). Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat mahluk hidup tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Selain itu, perbedaan kadar mineral juga

7 30 dapat disebabkan oleh perbedaan jenis spesies, konsentrasi mineral dalam habitatnya dan fase pertumbuhan (Darmono 1995) Pemenuhan kecukupan gizi mineral Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari udang mantis oleh tubuh. Informasi angka kecukupan gizi mineral dari udang mantis disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase absorpsi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis Udang Jenis mineral JAMBI CIREBON vannamei* mg % mg % mg % Natrium 183,14 36,63 123,54 24,71 137,74 27,55 Kalium 131,97 6,60 98,93 4,95 76,71 3,84 Kalsium 8,94 1,79 3,74 0,75 19,82 3,96 Magnesium 7,07 2,83 12,64 5,06 15,39 6,16 Seng 0,76 5,06 0,75 5,02 1,29 8,59 Besi 0,03 0,11 0,03 0, Tembaga 0,01 0,67 0,04 2, * Irawan (2006) Natrium pada tubuh manusia berfungsi untuk mengatur tekanan osmotik yang menjaga agar cairan tidak keluar dari dan masuk ke dalam sel-sel. Kekurangan natrium dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan cairan dalam tubuh dan dapat menurunkan tekanan darah. Angka kecukupan gizi natrium adalah mg sehari (Almatsier 2003). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon hasil penelitian ini diperkirakan dapat memberikan sumbangan natrium sebanyak 183,14 dan 123,54 mg (bb) atau sekitar 25-37% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel, dimana kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kekurangan kalium dapat terjadi karena tubuh banyak kehilangan ion kalium melalui saluran pencernaan seperti muntah-muntah atau

8 31 diare yang berat. Kekurangan kalium dapat mengakibatkan lemah, letih, lesu dan kehilangan nafsu makan (Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi dari kalium sehari-hari adalah sebesar 2000 mg. Sebanyak 90% kalium yang dikonsumsi dapat diabsorpsi oleh tubuh pada kondisi normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang kalium sebanyak 131,97 dan mg (bb) atau sekitar 5-7% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Kalsium berfungsi dalam pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium ditandai dengan melunaknya tulang akibat matriks tulang yang tidak padat. Penyakit yang biasa terjadi akibat kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang (Winarno 2008). Pencegahan kekurangan kalsium dapat diupayakan dengan asupan gizi yang cukup bagi tubuh. Pada kondisi normal, tubuh dapat mengabsorpsi sebanyak 30% dari kalsium yang dikonsumsi oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan menyumbang kalsium sebanyak 8,94 dan 3,74 mg (bb) atau sekitar 1-2% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Magnesium memegang peranan penting dalam sistem enzim di dalam tubuh. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan pertumbuhan, lemah otot dan kejang kaki (Almatsier 2003). Sekitar 30-65% magnesium dapat diserap oleh tubuh normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang magnesium sebanyak 7,07 dan 12,64 mg (bb) atau sekitar 3-5% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Seng memiliki peranan penting dalam sintesis protein serta pembelahan sel. Kekurangan seng dapat mengakibatkan terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan sistem saraf dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang seng sebanyak 0,7 mg (bb) atau sekitar 5% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor enzim tirokinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan

9 32 dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda. Kekurangan kadar tembaga dapat mengakibatkan terjadinya leukopenia atau kekurangan sel darah putih, demineralisasi tulang dan kurangnya sel darah yang dihasilkan (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi tembaga yang aman untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg (Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang tembaga sebanyak 0,01 dan 0,04 mg (bb) atau sekitar 2% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Kekurangan besi dapat mengakibatkan anemia, proses pertumbuhan terganggu dan kehilangan nafsu makan (Winarno 2008). Sekitar 15% zat besi yang dikonsumsi oleh tubuh pada kondisi normal dapat diabsorpsi (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan menyumbang besi sebanyak 0,03 mg (bb) atau sekitar 0,12% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16) Kelarutan Mineral Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Bioavailable adalah banyaknya nutrien dalam makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh pada kondisi normal. Bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh (Newman dan Jagoe 1994). Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut dalam suatu pelarut. Pada penelitian ini diamati kelarutan mineral makro (natrium dan kalsium) dan mineral mikro (seng dan besi) dari daging udang mantis dalam berbagai pelarut yang digunakan yaitu larutan asam asetat, air dan garam dengan proses perebusan dan tanpa perebusan. Pemanasan air dalam proses perebusan akan meningkatkan daya kelarutan pada suatu bahan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada

10 33 bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008) Kelarutan mineral makro Pada udang mantis Jambi, proses perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan natrium yang tertinggi yaitu 22,53%, sedangkan kelarutan natrium terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media garam yaitu sebesar 4,63%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan nilai kelarutan yang tidak jauh berbeda, dimana tingkat kelarutan natrium tertinggi terdapat pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 18,29%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media garam dan tanpa mengalami proses perebusan yaitu sebesar 3,68%. Kelarutan natrium pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 5. Histogram rata-rata kelarutan natrium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Hasil analisis ragam kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100 ºC

11 34 memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan natrium pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan natrium. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 8). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan natrium. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 8). Pada Gambar 6 menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh proses perebusan terhadap kelarutan kalsium. Pada udang mantis Jambi, proses perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan kalsium yang tertinggi sebesar 23,26%, sedangkan kelarutan kalsium terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media air yaitu sebesar 2,43%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan kalsium tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 22,11%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami proses perebusan yaitu sebesar 4,32%. Kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisis ragam kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100 ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 10).

12 35 Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 6. Histogram rata-rata kelarutan kalsium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan kalsium. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 10). Molekul-molekul berbagai senyawa dalam makanan terikat satu sama lain dalam ikatan hidrogen. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Perebusan menggunakan media asam asetat meningkatkan kelarutan natrium pada udang mantis. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya peningkatan suhu yang terdapat meningkatkan kelarutan natrium pada udang mantis tersebut. Penggunaan asam sebagai media pelarut juga memberikan pengaruh kelarutan

13 36 mineral. Hal ini dapat disebabkan karena pada kondisi ph rendah (kondisi asam) banyak zat gizi yang lebih bersifat stabil dan sulit mengalami degradasi kimiawi sehingga aktivitas biologisnya masih terjaga (Sediaoetama 1993). Suzuki et al. (2000) mempelajari kelarutan mineral pada kerang dengan perebusan menggunakan air dan garam. Dilaporkan bahwa kelarutan Ca terkadang meningkat setelah perebusan, sedangkan kelarutan Fe pada kerang mengalami penurunan setelah mengalami perebusan Kelarutan mineral mikro Pada udang mantis Jambi, perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan seng yang tertinggi yaitu 15,38%, sedangkan kelarutan seng terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media air yaitu sebesar 0,14%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan seng tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 14,73%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami perebusan yaitu sebesar 0,05%. Kelarutan seng pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 7. Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 7. Histogram rata-rata kelarutan seng akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon

14 37 Hasil analisis ragam kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan seng pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan seng. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 12). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan seng. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 12). Pada Gambar 8 menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh proses perebusan terhadap kelarutan besi. Pada udang mantis Jambi, perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan besi yang tertinggi yaitu 12,03%, sedangkan kelarutan besi terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media garam sebesar 0,58%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan besi tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 14,73%, sedangkan tingkat kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami perebusan yaitu sebesar 0,83%. Kelarutan besi pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis ragam kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 14).

15 38 Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 8. Histogram rata-rata kelarutan besi akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan besi. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 14). Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa ph dapat mempengaruhi kelarutan dari mineral. Penggunaan asam asetat 0,5% dapat meningkatkan kelarutan mineral seperti kalsium dan magnesium yang berasal dari rumput laut Indonesia. Kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat keasaman (Yoshie et al. 1997), dan persentase kelarutan Fe pada ph 2,5-3,1 juga lebih tinggi daripada ph 5,5 dalam model studi dengan menggunakan asam organik dan lignin (Suzuki et al. 1992). Mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat

16 39 meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Pemanasan diketahui dapat menyebabkan protein menjadi terdenaturasi, hal ini dapat berinteraksi dengan mineral sehingga menyebabkan mineral sulit untuk larut (Santoso et al. 2006). Pemasakan makanan dapat mempunyai efek yang positif dimana pada proses pemasakan dapat merusak inhibitor dan mengubah komponen mineral pada makanan menjadi kompleks ligan yang dapat meningkatkan sifat bioavailable-nya. Selain itu dampak yang diakibatkan dari pemasakan dapat pula bersifat negatif, yaitu apabila terjadi pengaktifan enzim yang bersifat menghambat dan membuat mineral menjadi komponen yang sulit terlarut (Watzke 1998). Hal inilah yang dapat mengakibatkan kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan jenis udang yang bersifat sebagai predator. Pemberian nama udang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Remis (Corbicula javanica) Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup DASAR-DASAR KEHIDUPAN Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup 1.Reproduksi/Keturunan 2.Pertumbuhan dan perkembangan 3.Pemanfaatan energi 4.Respon terhadap lingkungan 5.Beradaptasi dengan lingkungan 6.Mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk MINERAL Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses

Lebih terperinci

KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C

KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C34060281 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen dan Komposisi Kimia Kerang Darah (A. granosa) Kerang darah termasuk dalam kelas pelecypoda atau sering disebut juga bivalvia memiliki karakteristik yang khas yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

Gambar 1 Kerang darah (Anadara granosa) (FAO 2012).

Gambar 1 Kerang darah (Anadara granosa) (FAO 2012). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Darah (Anadara granosa) Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis ( Corbicula javanica

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis ( Corbicula javanica 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis (Corbicula javanica). Remis (Corbicula javanica) merupakan sekelompok kerang-kerangan kecil yang hidup di dasar perairan. Remis (Corbicula javanica

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK Oleh : Titian Rahmad S. H0506010 JURUSAN/PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 MINERAL Mineral merupakan

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

KADAR PHOSPOR (P) DAN ZAT BESI (Fe) IKAN TERI ASIN HASIL PENGASINAN MENGGUNAKAN AIR ABU PELEPAH KELAPA

KADAR PHOSPOR (P) DAN ZAT BESI (Fe) IKAN TERI ASIN HASIL PENGASINAN MENGGUNAKAN AIR ABU PELEPAH KELAPA KADAR PHOSPOR (P) DAN ZAT BESI (Fe) IKAN TERI ASIN HASIL PENGASINAN MENGGUNAKAN AIR ABU PELEPAH KELAPA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ketanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Hasil pengukuran tanaman genjer (L. flava) Besaran Rata-rata (cm) pengukuran

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Hasil pengukuran tanaman genjer (L. flava) Besaran Rata-rata (cm) pengukuran 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik dan Morfologi Genjer (L. flava) Sampel genjer terlebih dahulu dipreparasi, kemudian sampel diukur morfometriknya. Besaran yang digunakan dalam pengukuran tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengolahan sumberdaya perikanan terutama ikan belum optimal dilakukan sampai dengan pemanfaatan limbah hasil perikanan, seperti kepala, tulang, sisik, dan kulit. Seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Mineral. Pandangan Nutrisi : bahan inorganik yang dibutuhkan. untuk proses kehidupan baik dalam bentuk ion atau

Mineral. Pandangan Nutrisi : bahan inorganik yang dibutuhkan. untuk proses kehidupan baik dalam bentuk ion atau Mineral Mineral Pandangan Nutrisi : bahan inorganik yang dibutuhkan untuk proses kehidupan baik dalam bentuk ion atau elemen bebas. Diperoleh dari makanan (tubuh tidak dpt memproduksi) Fungsi Sebagai katalisator

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S ANALISIS KADAR ABU ABU Residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : Kadar mineral Kemurnian Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Sel disusun oleh berbagai senyawa kimia, seperti karbohidrat, protein,lemak, asam nukleat dan berbagai senyawa atau unsur anorganik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan telah lama dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Pada zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan tubuh. Demikian pula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru Tujuan Instruksional Khusus Pada Akhir Perkuliahan Mhs memahami konsep dasar Kimia Tanah dlm hub.nya dg Kes.ling.,dan Kes.Masy.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT BAHAN BAKU DAN PRODUK BIOINDUSTRI Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Email :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Protein adalah senyawa organik besar, yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi atau

Lebih terperinci

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan GIZI Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan Lanjutan Gizi : Arab gizzah : zat makanan sehat Makanan : segala sesuatu yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) (Anonim 2011). Tebal Panjang. Lebar

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) (Anonim 2011). Tebal Panjang. Lebar 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Moluska, lebih dari 75.000 spesies yang ada telah teridentifikasi dan

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea, L.) merupakan kelompok tanaman sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman sawi yang murah dan kandungan nutrisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat yaitu selain dapat dimanfaatkan sebagai sayur, lalapan, salad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tubuh manusia, mineral berperan dalam proses fisiologis. Dalam sistem fisiologis manusia, mineral tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen antara lain

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat di Indonesia. Berdasarkan data statistik, produktivitas ubi jalar pada tahun 2015 mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Tanaman koro pedang telah lama dikenal di Indonesia, namun kompetisi antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam skala luas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Mozzarella Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan rennet atau enzim lain, fermentasi laktat, dan penggunaan bahan penggumpal,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok dari Familia Palmae dan disebut juga Cocos nucifera L dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. kelompok dari Familia Palmae dan disebut juga Cocos nucifera L dan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tanaman yang dapat hidup di beberapa ketinggian adalah tanaman kelapa. Selain mudah tumbuh, tanaman kelapa juga memiliki banyak manfaat. Tanaman kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa

Lebih terperinci

MINERAL. Rizqie Auliana, M.Kes

MINERAL. Rizqie Auliana, M.Kes MINERAL Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id PENGERTIAN Merpk bagian tubuh yg memegang peranan penting dlm pemeliharaan fungsi tubuh, terdiri dari : Mineral Makro : > 100 mg/hari Mineral Mikro

Lebih terperinci

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc Tujuan Pembelajaran Mengetahui ruang lingkup gizi Mengetahui hubungan gizi dengan kesehatan Mengetahui Pengelompokan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, tetapi belum meluas pembudidayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, tetapi belum meluas pembudidayaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan selada (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran yang sudah lama dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, tetapi belum meluas pembudidayaannya. Salah satu alasan

Lebih terperinci