HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian"

Transkripsi

1 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Keadaan pertanaman pada umur 0 7 minggu setelah tanam (MST) menunjukkan pertumbuhan yang sehat tapi cenderung mengalami pemanjangan (etiolasi) dan tingkat serangan hama yang relatif rendah. Hama yang menyerang tanaman yaitu belalang dan ulat tanah. Akibat yang ditimbulkan oleh serangan belalang dan ulat tidak terlalu mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Belalang menimbulkan kerusakan dengan meninggalkan bekas gigitan yang berupa lubang-lubang pada daun. Serangan belalang dan ulat tanah dapat diminimalkan dengan pengendalian secara mekanis dan penyemprotan insektisida (Decis). Saat tanaman berumur 8 MST paranet yang menutupi rumah kaca dibuka karena kondisi tanaman mengalami pemanjangan (etiolasi), diameter batang lebih kecil, dan batang tanaman kelihatan agak lemah (Gambar 1A). Setelah paranet dibuka bagian pinggir daun menjadi menguning (Gambar 1 B). Diduga hal tersebut terjadi karena respon tanaman terhadap perubahan kondisi lingkungan setelah paranet dibuka, terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara dalam rumah kaca. A B Gambar 1 (A) Kondisi tanaman 8 MST, tanaman mengalami pemanjangan dan batangnya lemah. (B) Daun muda mulai menguning dan kering ujungnya.

2 24 Suhu dan kelembaban Suhu dan kelembaban udara di dalam dan di luar rumah kaca selama penelitian kerkisar antara C dan % ( Lampiran 6). Suhu udara rataan dalam rumah kaca lebih tinggi dibanding suhu luar rumah kaca, sebaliknya kelembaban udara dalam rumah kaca lebih rendah dibanding keadaan lingkungan di luar rumah kaca selama penelitian dilaksanakan. Suhu dan kelembaban berkaitan dengan besarnya evapotranspirasi dalam rumah kaca dan mempengaruhi kadar air media. Semakin tinggi suhu dan atau semakin rendah kelembaban di dalam rumah kaca, maka kadar air media akan semakin cepat turun karena laju evapotranspirasi akan terus meningkat dengan meningkatnya suhu. Induksi Pembungaan Jahe Putih Besar (Zingiber officinale Rosc) 1. Induksi pembungaan dengan kadar air media yang berbeda Pertumbuhan tanaman dan produksi Data pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah tunas. Tinggi tanaman pada awal pengamatan sampai sampai minggu ke-6 setelah aplikasi tidak berbeda nyata antar perlakuan. Tinggi tanaman secara umum menunjukkan kenaikan setiap pengamatan (2 minggu sekali) (Gambar 2). Perlakuan kadar air media yang diaplikasikan belum menghambat pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini diduga disebabkan oleh kelembaban pada pagi hari dan sore hari yang relatif tinggi dalam rumah kaca karena tingginya curah hujan (Lampiran 6). Walaupun tanaman ternaungi karena berada dalam rumah kaca tapi lingkungan di luar rumah kaca tetap mempengaruhi keadaan dalam rumah kaca. Intensitas hujan yang cukup tinggi pada awal aplikasi kadar air media menyebabkan udara dalam rumah kaca menjadi sejuk, sehingga proses evapotranspirasi berjalan lambat dan tidak menghambat pertumbuhan tanaman. Pada minggu ke-6 setelah aplikasi diberikan mulai terlihat perbedaan tinggi tanaman antar perlakuan. Perlakuan media dengan kadar air (KAM) 48-49% menghasilkan tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu cm dan berbeda nyata dengan perlakuan KAM %, 36-37% dan %. Hal

3 25 tersebut menunjukkan bahwa media dengan kadar air sampai 42 % selama 8 minggu tidak mempengaruhi (menghambat) tinggi tanaman jahe, sedangkan kadar air media dibawahnya sudah berpengaruh terhadap tinggi tanaman jahe. Minggu ke-10 setelah aplikasi tinggi tanaman cenderung mengalami penurunan dari pengamatan sebelumnya (8 MSP), karena tanaman mulai memasuki umur 7 bulan setelah tanam. Pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman jahe sudah maksimal dan diikuti dengan masa pengisian rimpang. Beberapa tanaman sudah mulai luruh terutama tanaman dengan perlakuan kadar air media rendah. Tanaman dengan kadar air media yang rendah lebih cepat luruh dibandingkan tanaman dengan kadar air tinggi. Tanaman pada KAM 39-40%, 36-37% dan kadar air 33-34% pada 12 MSP telah luruh dan tumbuh tunas baru. Tanaman pada media yang lainnya layu yang merupakan Gambar 2 Tinggi tanaman selama 14 MSP pada kadar air media berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam. awal dari luruhnya tanaman. Tanaman pada kadar air media % pada akhir pengamatan ( 14 MSP) telah luruh dan hanya perlakuan dengan kadar air media dan % yang belum luruh sampai akhir pengamatan. Menurut Panggabean (1992) perkembangan rimpang jahe mulai meningkat pada saat jahe berumur 7 bulan hingga akhir panen sampai saat umur 9 bulan.

4 26 Pada saat itu terjadi penumpukan cadangan makanan di rimpang berupa karbohidrat dan hasil metabolisme sekunder berupa minyak atsiri. Tinggi tanaman pada 10 MSP tidak berbeda nyata antar perlakuan kecuali dengan perlakuan KAM 33-34% yaitu cm, paling rendah dibanding tinggi tanaman pada perlakuan lainnya. Hal tersebut terjadi sampai akhir pengamatan (14 MSP), dan tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada kadar air media dibawah 42-43%. Rendahnya kadar air media mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan bila berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan luruhnya daun sebelum waktunya (Gambar 3). Hal ini disebabkan oleh peranan air yang begitu besar bagi pertumbuhan tanaman. Air akan meningkatkan tekanan hidrolik internal sel tanaman, sehingga tanaman mengalami pembesaran sel yang akan merenggangkan dindingnya yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman berlangsung. Proses tersebut akan terganggu apabila kadar air media dibawah % yang menyebabkan tanaman menjadi luruh sebelum waktunya dan ketika dilanjutkan dengan pemeliharaan pada kondisi optimum tunas-tunas baru bermunculan. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Khaerana (2007) yang melakukan penelitian cekaman kekeringan pada temu lawak dan menunjukkan hasil bahwa cekaman kekeringan pada umumnya tidak mempengaruhi tinggi tanaman kecuali pada saat tanaman telah berumur diatas 7.5 bulan. Tunas layu Tunas baru Gambar 3 Kondisi tanaman perlakuan KAM 36-37% dan 33-34% pada 12 MSP Suhu dalam rumah kaca lebih tinggi dibanding suhu di luar rumah kaca. Suhu yang tinggi dengan tingkat kelembaban yang rendah akan

5 27 menyebabkan tingginya tingkat evapotranspirasi dalam rumah kaca. Peningkatan evapotranspirasi pada tanaman dengan kadar air media yang rendah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Penanaman dalam polybag semakin menyulitkan tanaman karena suhu media lebih tinggi. Tanaman jahe pada perlakuan kadar air yang rendah % tidak menyebabkan tanaman mati karena adanya persediaan air pada rimpang yang dapat dimanfaatkan tanaman. Penelitian Gardner et al. (1991) pada tanaman jagung menunjukkan bahwa perkembangan sel tanaman jagung yang ditanam dalam rumah kaca dengan suhu lebih tinggi dan kelembaban rendah akan terhenti pada potensial air yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang berada di luar rumah kaca, yang perkembangan selnya berhenti pada potensial yang lebih rendah. Pengaruh kadar air media terhadap diameter batang menunjukkan bahwa diameter batang tidak dipengaruhi oleh kadar air media. Peningkatan diameter batang hanya terjadi dua minggu sejak perlakuan, setelah itu diameter batang menurun (Gambar 4). Data ini memberi indikasi bahwa pada kondisi tercekam kekeringan, rimpang jahe yang mengandung air dapat mempertahankan pertumbuhan tanaman selama dua minggu. (MSP) (BST) Gambar 4 Diameter batang pada media tanam dengan kadar air berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam.

6 28 Terjadinya penurunan diameter batang pada beberapa perlakuan diakhir pengamatan disebabkan adanya tunas yang luruh secara keseluruhan terutama perlakuan kadar air media 36-37% dan 33-34%. Pada tanaman yang berbatang semu, batang merupakan pelepah daun yang tersusun rapat dengan kandungan air yang tinggi. Meningkatnya umur tanaman lapisan terluar dari batang semu akan mengering dan mengelupas, hal tersebut sejalan dengan penelitian pendahuluan. Menurut Sumeru 1995; Ajijah et al. 1997; dan Steenis et al. (2006) Zingiberaceae merupakan tumbuhan yang berbatang basah dan merupakan batang semu yang terdiri atas pelepah-pelepah. Pelepah yang mengering dan kemudian mengelupas akan mempengaruhi diameter batang. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa selama 14 MSP jumlah tunas mengalami fluktuatif, diduga kadar air media yang berbeda belum mempengaruhi jumlah tunas tanaman. Jumlah tunas pada jahe putih besar menunjukkan kenaikan dari awal pengamatan sampai 4 MSP. Penambahan tunas yang tertinggi cenderung terjadi pada 4 dan 6 MSP, dan penambahan tunas yang terbanyak terdapat pada perlakuan kontrol (Gambar 5). Penurunan jumlah tunas mulai terjadi pada 8 MSP, dimana umur tanaman sudah memasuki bulan ke-7 dan pertumbuhan tanaman sudah optimal. Berkurangnya jumlah tunas disebabkan oleh fase pertumbuhan dan perlakuan kadar air media. Kadar air media yang rendah pengurangan jumlah tunasnya lebih banyak dibandingkan kadar air media yang lebih tinggi. Berkurangnya air dalam media tanam mengganggu pertumbuhan tunas baru dan akhirnya layu dan mengering.

7 29 Gambar 5. Jumlah tunas pada media tanam dengan kadar air berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air media pada awal pengamatan (1MSP) belum berpengaruh nyata terhadap luas daun (Tabel 1). Perlakuan kadar air media dibawah kapasitas lapang (kontrol) mempengaruhi luas daun tanaman jahe. Luas area daun tertinggi pada akhir perlakuan terdapat pada perlakuan kontrol (KAM %), walaupun pada awal perlakuan luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan KAM % dengan berjalannya waktu dengan pemberian kadar air media yang berbeda maka luas daun jadi berubah dimana kadar air media rendah luas daun mulai menyempit. Lamanya perlakuan yang diberikan mempengaruhi luas daun, sama halnya dengan tinggi tanaman. Luas area daun terendah terdapat pada perlakuan KAM % yaitu cm 2 berbeda dengan luas daun perlakuan kadar air media yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan luas daun pada perlakuan KAM 45-49%. Tabel 1. Pengaruh kadar air media terhadap luas daun (cm 2 ) pada awal dan akhir perlakuan Luas daun (cm 2 ) KAM(%) Awal (1MSP) Akhir (8 MSP)

8 a ab ab ab ab b KK Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05 Tanaman dengan perlakuan kadar air rendah menunjukkan respon dimana daunnya menyempit dibandingkan kontrol. Semakin rendah kadar air media maka luas daun semakin mengecil pula. Mengecilnya ukuran luas daun terjadi setelah beberapa lama perlakuan diberikan yang merupakan salah satu respon tanaman terhadap kekurangan air. Hal ini merupakan mekanisme penghindaran tanaman untuk menekan kehilangan air karena proses transpirasi pada tanaman. Dengan mengecilnya daun maka traspirasi juga akan semakin berkurang. Semakin mengecilnya daun, maka luas bidang permukaan yang mengalami proses fotosintesa juga semakin menyempit yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini penghambatan pertumbuhan akibat kadar air dibawah kapasitas lapang pada awal perlakuan secara visual tidak terlalu mengganggu pertumbuhan karena perlakuan kadar air media diberikan pada saat jahe berumur 4 bulan dimana sudah terbentuk rimpang baru. Pertumbuhan mulai terganggu pada 8 MSP, beberapa tanaman mulai luruh terutama pada tanaman dengan kadar air rendah (33-37 %). Rimpang mengandung air dan karbohidrat yang dapat digunakan sebagai cadangan makanan dan sumber air bagi tanaman sehingga pada saat air di media sangat rendah sampai 33% (± 15 % kapasitas lapang) tanaman masih mampu mempertahankan hidupnya dan tidak mati. Menurut Lakitan (1995), jika kadar air daun turun (<90 %), maka pembesaran sel daun menjadi terhambat, dan pembesaran sel daun akan terhenti sama sekali jika kadar air turun sampai %. Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada

9 31 pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningkatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon (Kramer 1980). Pengamatan berat rimpang, dan tebal rimpang dilakukan setelah panen pada jahe umur 9 bulan setelah tanam (BST) menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan lainnya pada paramater berat rimpang (Tabel 2). Berat rimpang yang dihasilkan menunjukkan bahwa kontrol mempunyai berat rimpang tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar air media berpengaruh terhadap produksi rimpang dimana semakin rendah kadar air media semakin rendah Tabel 2. Pengaruh kadar air media terhadap produksi rimpang dan tebal rimpang (9 BST) Berat Tebal rimpang (g) rimpang Kadar air rimpang (mm) (%) a a a KAM( %) b ab d bc ab cd bc ab cb cd b b d b b KK Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05 produksi rimpang yang dihasilkan. Kadar air media mempengaruhi proses fisiologis tanaman secara keseluruhan. Peranan air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa secara langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi tanaman. Menurut Lakitan (1995), faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan umbi adalah laju dan

10 32 kuantitas fotosintat yang dipasok dari tajuk tanaman. Pada tanaman kentang ukuran umbi berbanding lurus dengan pertumbuhan tajuk. Pertumbuhan umbi akan terhenti apabila tajuk tanaman mati, karena pasokan fotosintat yang menopang pertumbuhan umbi berhenti. Umbi dapat berfungsi sebagai penyangga parsial untuk penyedia air bagi daun pada kondisi kekurangan air, jika air diangkut dari umbi ke daun, maka pertumbuhan umbi terhambat, pada kondisi ekstrim, pertumbuhan umbi akan terhenti sama sekali. Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman (Mubiyanto 1997). Tebal rimpang menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air media maka tebal rimpang yang diproduksi juga semakin kecil (Tabel 4). Perlakuan KAM % mempunyai tebal rimpang yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan KAM dengan kadar air % dan berbeda nyata dengan kadar air 38-33%. Hal ini menunjukkan bahwa pada kadar air media diatas 50 % kapasitas lapang belum mempengaruhi ketebalan rimpang secara nyata, walaupun sudah mempengaruhi produksi rimpang per rumpun. Kadar air rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan KAM % (kontro) dan yang terendah pada kadar air media 45-46%. Perlakuan kadar air media rendah yaitu KAM % dan % mempunyai kadar air rimpang yang cukup tinggi yaitu dan %, kadar air rimpang tersebut dibawah kadar air rimpang pada kontrol (88.92 %). Hal ini terjadi karena pada perlakuan kadar air media rendah % dan % pada 12 MSP telah mengalami luruh tapi pertumbuhan tidak berhenti. Pemeliharaan tanaman secara optimum setelah perlakuan kadar air media dihentikan menyebabkan tumbuhnya tunastunas baru pada tanaman yang sudah luruh. Tumbuhnya tunas-tunas baru pada tanaman jahe menunjukkan bahwa rimpang jahe kembali menjadi muda dan tentu saja mempunyai kadar air yang tinggi. Perlakuan kontrol yang selalu mendapatkan air yang cukup, sampai umur 9 bulan (pada saat panen) belum mengalami luruh total.

11 33 Pembungaan Perlakuan kadar air media rendah (cekaman) yang diberikan pada tanaman jahe secara umum tidak mampu menginduksi pembungaan (Tabel 5). Tanaman yang berbunga justru yang ditumbuhkan pada kadar air media 48-49% mampu berbunga dengan jumlah bunga 0,35 dan waktu bunga terinisiasi pada 9.62 MSP. Tanaman dengan kadar air media 46-47% juga mampu berbunga dengan waktu bunga terinisiasi pada 8.3 MSP. Tanaman dengan kadar air media yang lebih rendah yaitu kecil dari 45 % tidak mampu menginduksi bunga. Hasil tersebut menunjukkan bahwa induksi pembungaan dengan kadar air media yang rendah yang pada umumnya terjadi pada tanaman buah-buahan tidak terjadi pada tanaman jahe. Jumlah bunga yang terbentuk pada media kontrol 0,35 spika, hal ini menunjukkan bahwa pembungaan jahe secara alami rendah sekali dimana tidak semua sampel yang digunakan dapat menghasilkan bunga dan waktu teridentifikasi lama yaitu 9.62 MSP, yaitu pada saat tanaman berumur 6 bulan. Pada kadar air media < 45 % tanaman jahe tidak berbunga sama sekali. Hal tersebut diduga karena faktor yang menyebabkan jahe berbunga bukanlah kadar air media yang rendah, berbeda dengan beberapa tanaman lain dimana setelah mengalami musim kering yang panjang dan kadar air tanah menjadi rendah sehingga terjadi inisiasi tunas generatif dan tunas tersebut terdiffrensiasi pada saat musim kering berganti menjadi musim hujan, sehingga terbentuk bunga. Pada tanaman jahe setelah mengalami musim kering yang panjang daun akan luruh dan pada saat tanaman mendapatkan air yang cukup, yang terinisiasi bukanlah tunas generatif tetapi tunas vegetatif yang bermunculan. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pembungaan pada jahe tidak dapat terjadi pada tanaman jahe yang hidup pada kadar air yang rendah. Hal ini disebabkan oleh karena cekaman kekeringan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu sehingga pertumbuhan dan perkembangan rimpang sebagai jaringan tempat inisiasi bunga, terhambat. Selain itu diduga kadar air media % (± 66% kapasitas lapang) sudah merupakan kondisi yang mencekam bagi tanaman jahe, sehingga selain pertumbuhan, produksi rimpang juga mulai terganggu. Hal tersebut berbeda dengan tanaman mangga,

12 34 jeruk jambu dan banyak tanaman buah lainnya. Dimana kadar air media yang rendah merupakan salah satu cara untuk menginduksi pembungaan. Panjang tangkai spika berbeda nyata antar media yang dapat menginduksi bunga. Perlakuan media dengan kapasitas lapang yaitu % mempunyai panjang tangkai spika mencapai cm karena bunga terinduksi tidak langsung dari rimpang tetapi terbentuk tunas vegetatif terlebih dahulu. Waktu yang dibutuhkan untuk terinduksi juga lebih lama. Pada perlakuan kadar air media 45-46%, spika yang terbentuk dalam waktu yang lebih pendek. Tabel 3 Pengaruh kadar air media terhadap waktu bunga teridentifikasi, jumlah bunga dan jumlah rumpun yang berbunga KAM(%) Waktu spika teridentifikasi (MSP) Jumlah spika/rumpun Jumlah rumpun yang berbunga a b c c c c Panjang tangkai spika (cm) 2. Induksi Pembungaan Dengan Pemberian Paclobutrazol Pertumbuhan tanaman dan produksi Data pertumbuhan tanaman yang diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah tunas. Perlakuan paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sampai akhir pengamatan (14 MSP). Tinggi tanaman cenderung meningkat sampai 10 MSP dan kemudian menurun. Walaupun tinggi tanaman tidak berbeda nyata antar perlakuan tetapi penambahan tinggi tanaman antar perlakuan berbeda, semakin tinggi konsentrasi paclobutrazol yang diberikan semakin rendah laju pertumbuhan tinggi tanaman (Gambar 6).

13 35 Gambar 6. Tinggi tanaman pada konsentrasi paclobutrazol yang berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam. Pada perlakuan tanpa penambahan paclobutrazol (kontrol) terjadi penambahan tinggi tanaman tertinggi sampai cm dibandingkan perlakuan lainnya. Penambahan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan paclobutrazol 100 ppm yaitu cm. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol dengan dosis yang berbeda belum menghambat tinggi tanaman tetapi memperlambat tinggi tanaman. Paclobutrazol merupakan zat penghambat pertumbuhan vegetatif, hal tersebut tercapai apabila konsentrasi aplikasi retardan sesuai, adakalanya penambahan paclobutrazol meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun dan jumlah cabang. Pengamatan sampai 14 MSP menunjukkan bahwa tanaman jahe belum mengalami luruh walaupun tanaman sudah berumur 7.5 bulan, dapat dilihat dari tinggi tanaman yang masih tinggi. Yadafa (2001) menyatakan bahwa menambahan paclobutrazol 50 dan 100 ppm dapat meningkatkan tinggi tanaman Physalis peruviana L. Menurut Thohirah (2005), penambahan paclobutrazol (20, 40, 60, 80 dan 100 ppm) pada Zingiberaceae (Curcuma alistifolia) dapat menurunkan tinggi tanaman secara nyata antar perlakuan. Semakin tinggi konsentrasi paclobutrazol yang diberikan semakin pendek tanaman yang dihasilkan. Diameter batang tidak berbeda nyata antar perlakuan dari awal aplikasi paclobutrazol sampai akhir pengamatan (Gambar 7). Pertambahan diameter

14 36 batang tetap terjadi sampai 4 MSP setelah itu mengalami penurunan. Penambahan diameter batang tersebut terdapat pada semua perlakuan dan tidak berbeda nyata dengan tanpa aplikasi paclobutrazol. Hal tersebut diduga karena pertumbuhan vegetatif sudah mulai melambat, sehingga tidak terjadi penambahan pada diameter batang. Terjadinya penurunan diameter batang disebabkan oleh mengeringnya lapisan terluar batang semu Diameter batang pada 14 MSP mengalami penurunan dibandingkan awal pengamatan kecuali pada kontrol. Gambar 7. Diameter batang pada kosentrasi paclobutrazol yang berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas antar perlakuan sampai 14 MSP (Gambar 8). Jumlah tunas mengalami kenaikan dari awal pengamatan sampai 6 MSP. Jumlah tunas terbanyak cenderung terjadi pada 6 MSP pada semua perlakuan dan setelah itu mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi pada saat telah dilakukan 4 kali aplikasi penambahan paclobutrazol. Diduga pemberian paclobutrazol mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif yaitu dengan memperlambat tumbuhnya tunas baru.

15 37 Gambar 8. Jumlah tunas pada kosentrasi paclobutrazol yang berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam. Berkurangnya tunas pada 8 MSP sampai akhir pengamatan disebabkan oleh penambahan paclobutrazol yang menghambat pertumbuhan tunas baru dan pengaruh lingkungan rumah kaca terutama suhu. Pada tabel lampiran 1 dapat dilihat bahwa suhu pada rumah kaca cukup tinggi yaitu mencapai C pada pk 12.00, sehingga tunas-tunas yang baru tumbuh mengalami kekeringan. Sampai akhir pengamatan 14 MSP jumlah tunas masih cukup tinggi, tertinggi pada perlakuan kontrol dan yang terendah pada perlakuan 100 ppm. Tabel 4 menunjukkan bahwa luas daun sebelum aplikasi paclobutrazol tidak berbeda nyata antar perlakuan demikian juga pada akhir perlakuan. Luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan pemberian paclobutrazol menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan mempunyai kecendrungan luas daun semakin kecil pada akhir pengamatan. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya penurunan laju pertumbuhan dengan pemberian paclobutrazol, tetapi belum menyebabkan pertumbuhannya terganggu. Paclobutrazol merupakan zat penghambat pertumbuhan dimana dalam kondisi yang tepat dapat menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau pada daun tanpa menyebabkan pertumbuhan

16 38 tanaman menjadi abnormal. Weaver dalam Mursal (2004) menyatakan bahwa paclobutrazol diserap oleh tanaman melalui daun, akar atau pembuluh batang, kemudian akan ditranslokasikan ke bagian lain. Pada meristem sub apikal senyawa ini akan menyebabkan penurunan laju pembelahan sel sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif. Thohirah et al. (2005) melakukan penelitian mengenai pemberian konsentrasi paclobutrazol yang berbeda pada Curcuma roscoeana menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi paclobutrazol yang diberikan akan menurunkan luas daun. Tabel 4. Pengaruh paclobutrazol terhadap luas daun (cm 2 ) pada awal dan akhir perlakuan Konsentrasi PerlakuanP Luas daun (cm 2 ) Awal perlakuan (4 BST) Akhir perlakuan (6.5 BST) P P P P P KK Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05 Perlakuan penambahan paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap produksi rimpang (berat rimpang) dan tebal rimpang yang dihasilkan saat panen pada dengan umur jahe 9 BST. Berat rimpang tertinggi didapatkan pada perlakuan aplikasi paclobutrazol 80 ppm (Tabel 5), sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan 20 ppm. Data tersebut menunjukkan tidak adanya kecendrungan terhadap berat rimpang yang dihasilkan. Terjadinya perbedaan berat rimpang pada perlakuan disebabkan oleh adanya rimpang yang keropos karena terkena serangan lalat rimpang sehingga kesulitan untuk menyimpulkan pengaruh perlakuan penambahan paclobutrazol terhadap produksi rimpang pada saat jahe berumur 9 BST (Lampiran 5). Rosita et al. (1993) menyatakan penambahan

17 39 paclobutrazol 250 ppm dan 500 ppm tidak berpengaruh terhadap produksi rimpang kunyit yang dipanen pada saat 6 BST. Tabel 5 Pengaruh paclobutrazol terhadap produksi rimpang (berat rimpang, tebal rimpang dan kadar air rimpang. Konsentrasi Berat rimpang Tebal rimpang (mm) Kadar air rimpang (%) Perlakuan (g) P0 520 ab 24,90 a cd P b a bcd P ab a ab P ab a abc P4 565 a a a P5 409 ab a d KK ,14 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05 Serangan lalat rimpang tersebut biasanya terjadi pada rimpang yang tidak tertutup tanah. Januwati et al. (1991) menyatakan bahwa tanaman jahe dapat terserang lalat rimpang Mimegralla coerulifrons setelah tanaman berumur 5 bulan pada saat rimpang sudah terbentuk. Rimpang akan rusak, tetapi kulit rimpang terlihat seperti utuh, sementara bagian dalamnya sudah rusak/ keropos. Tebal rimpang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 5). Pemberian paclobutrazol yang berbeda tidak mempengaruhi ketebalan rimpang jahe. Hal tersebut sama halnya dengan parameter pertumbuhan yang lainnya dimana tidak secara nyata mempengaruhi pertumbuhan. Pemberian pacobutrazol ppm belum menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman jahe. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Pinto et al 2006 yang menyatakan bahwa pemberian paclobutrazol 35 ppm pada Curcuma alismatifolia (tulip thai) dapat mengurangi tinggi tanaman, memperkecil daun dan memperpendek tangkai bunga tanpa mempengaruhi panjang perbungaan dan menunda siklus produksi. Kadar air rimpang antar konsentrasi paclobutrazol tidak menunjukkan kecendrungan, kadar air tertinggi didapatkan pada perlakuan paclobutrazol 80 ppm dan yang terendah pada paclobutrazol 100 ppm. Hal tersebut terjadi bukan

18 40 disebabkan oleh pengaruh paclobutrazol yang diberikan, diduga karena kondisi tanaman di lapang, dimana tanaman yang lebih awal luruh dan belum muncul tunas baru kembali akan mempunyai kadar air yang rendah. Tanaman yang mengalami luruh lebih awal yang dipengaruhi oleh kondisi tanaman sendiri (bersifat kondisional). Berdasarkan pengamatan di lapang pada 9 BST ditemukan rumpun yang telah mempunyai tunas baru pada saat panen sehingga pada saat pengamatan kadar air rimpang dilaksanakan tunas-tunas baru cenderung untuk mempunyai kadar air yang tinggi pada rimpangnya, karena rimpang jahe yang bertunas menjadi muda kembali dan tentu saja mengandung kadar air yang tinggi. Selain itu tidak adanya trend dalam kadar air rimpang bisa juga disebabkan karena ketidak seragaman dalam pengambilan sampel untuk pengujian kadar air rimpang. Rosita et.al (2006) menyatakan bahwa penggunaan macam benih jahe ( tunas ke- 1, tunas ke-2, tunas-3 dan tunas ke-4) akan mempengaruhi produksi rimpang jahe. Pembungaan Respon pembungaan yang diamati adalah waktu awal munculnya spika, akhir munculnya spika, jumlah spika yang terbentuk per rumpun dan panjang tangkai spika. Awal dan akhir munculnya bunga Awal munculnya spika dipengaruhi oleh konsentrasi paclobutrazol yang diberikan pada tanaman (Tabel 6) Spika yang paling awal muncul didapatkan pada perlakuan paclubutrazol 100 ppm, yang berbeda nyata dengan perlakuan paclobutrazol 40 ppm. Awal munculnya spika belum menunjukkan perbedaan yang nyata pada paclobutrazol dengan konsentrasi yang lain. Spika terakhir muncul pada perlakuan paclobutrazol 100 ppm dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol ( tanpa penambahan paclobutrazol), tetapi penambahan paclobutrazol konsentrasi lainnya belum menunjukkan perbedaan yang nyata. Spika pertama pada perlakuan paclobutrazol 100 ppm muncul pada 6.33 MSP, hal itu terjadi pada saat aplikasi paclobutrazol telah dilakukan 3 kali. Terjadinya inisiasi bunga tersebut diduga setelah aplikasi paclobutrazol 2 kali, sedangkan pada perlakuan yang lain insiasi bunga terjadi setelah aplikasi

19 41 paclobutrazol 3 kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol konsentrasi 100 ppm mampu menginduksi bunga lebih awal dan waktu pembungaan yang lebih panjang dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hasil penelitian Banko dan Birr 1999; Burnett et al., 2000) menunjukkan bahwa penambahan paclobutrazol dapat mempercepat munculnya bunga dan meningkatkan jumlah bunga bawang. Tabel 6 Pengaruh konsentrasi paclobutrazol terhadap waktu munculnya spika Konsentrasi Perlakuan Awal muncul Spika (MSP)* Akhir Muncul Spika (MSP)* Lama fase pemunculan spika (MSP)** P ab 8.00 b 0.7 P ab ab 3.0 P a 9.66 ab 2.0 P ab 9.66 ab 2.7 P ab 9.33 ab 2.0 P b a 4.4 KK Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05 *MSP = Minggu Setelah Perlakuan ** data tidak diolah Paclobutrazol merupakan zat penghambat tumbuh yang banyak diberikan pada tanaman, diharapkan zat ini dapat memicu munculnya bunga tidak pada waktunya atau munculnya bunga lebih dini dibandingkan jika tanaman tumbuh secara alami. Paclobutrazol diharapkan dapat mengalihkan pertumbuhan vegetatif menjadi pertumbuhan generatif. Hasil penelitian Thohirah et.al (2005) pada tanaman Curcuma roscoeana menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol 20 ppm dan 40 ppm belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap munculnya spika. Jumlah Spika/rumpun Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah bunga per rumpun jahe secara statistik. Jumlah bunga per rumpun yang paling banyak

20 42 didapatkan pada perlakuan penambahan paclobutrazol konsentrasi 100 ppm yaitu 3.4. Tidak adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan walaupun nilai tengahnya jauh berbeda karena sampel yang berbunga tidak seragam, yang dapat dilihat dari koefisien keragamannya yang cukup tinggi. Tabel 7 Pengaruh konsentrasi paclobutrazol terhadap jumlah spika per rumpun dan panjang spika Konsentrasi ) Spika/rumpun Panjang tangkai spika (cm) P a 7.40 a P a 7.03 a P a 8.11 a P a 7.70 a P a 6.86 a P a 8.43 a KK Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05 Sampel yang posisinya di tengah rumah kaca cenderung bunganya sedikit dibandingkan sampel yang posisinya di pinggir. Suhu disekitar tanaman yang berada di tengah lebih tinggi dibandingkan suhu disekitar tanaman yang berada di pinggir, sehingga mengganggu inisiasi bunga yang telah terjadi untuk berkembang ke tingkat yang lanjut sehingga menyebabkan tunas generatifnya tidak berkembang (mati). Hal ini dapat diamati juga dari pertumbuhan vegetatif tanaman yang posisinya di tengah banyak yang daunnya mengering pada bagian pinggirnya. Panjang Tangkai Spika Pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tangkai spika (Tabel 7). Perlakuan pemberian paclobutrazol 100 ppm menunjukkan panjang tangkai spika sampai 8.43 cm, paling panjang dibandingkan panjang tangkai spika pada perlakuan yang lainnya. Spika yang terbentuk pada pemberian paclobutrazol 100 ppm

21 43 diantarnya berasal dari peralihan tunas vegetatif bukan merupakan spika yang tumbuh langsung dari rimpang seprti biasanya. Hal tersebut tidak mempengaruhi kualitas bunga jahe, karena bunga jahe tidak dimanfaatkan sebagai jahe hias yang harus kelihatan kompak yaitu dengan tangkai bunga yang pendek. Penelitian ini tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh Thohirah et.al (2005) pada tanaman Curcuma alismatifolia bahwa pemberian paclobutrazol ppm dapat memendekkan tangkai bunga, semakin tinggi konsentrasi paclobutrazol yang diberikan semakin pendek tangkai bunga. Biologi Bunga Jahe Putih Besar (Zingiber officinale Rosc) Jahe putih besar merupakan salah satu Zingiberaceae yang dikonsumsi rimpangnya. Bunganya tidak dapat perhatian khusus karena perbanyakannya dengan menggunakan rimpang dan bunga tidak dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena brakteanya berwarna hijau dan tidak berwarna cerah seperti Zingibereceae lain yang banyak digunakan sebagai Ornamental Ginger. Aspek biologi bunga belum banyak diketahui, terutama dalam hal pembungaan dan reproduksinya. Kajian biologi bunga diperlukan dalam usaha untuk perbanyakan jahe dengan menggunakan benih selain rimpang, benih yang merupakan true seed. Selain itu juga diperlukan dalam pemuliaan untuk mendapatkan varietas baru hasil persilangan dan untuk konservasi. Dengan mengetahui biologi pembungaan kita dapat mengetahui tingkat kesulitan reproduksi tumbuhan di alam sehingga dapat dipelajari bagaimana cara mengatasinya. Percobaan biologi bunga ini terdiri atas dua kegiatan yakni : 1. Biologi Bunga Periode pembungaan Waktu berbunga jahe putih besar diamati setiap minggu mulai dari awal tanam sampai tanaman luruh. Pengamatan dilakukan terhadap pertanaman jahe yang merupakan kontrol pada percobaan induksi pembungaan sebanyak 40 rumpun di Bogor dan pertanaman jahe yang ditanam tanpa perlakuan di Cicurug

22 44 sebanyak 250 rumpun. Tipe mekar perbungaaan pada tanaman jahe tidak terjadi secara serentak, sehingga pemekaran bunga berlangsung satu persatu. Tabel 8 menunjukkan bahwa pertanaman jahe yang ditanam di Cicurug lebih cepat berbunga yaitu bulan ke-4 setelah tanam dan masa terbentuknya spika berlangsung sampai bulan ke-7 setelah tanam. Pertanaman jahe yang ditanam di Bogor menunjukkan bahwa masa terbentuknya spika lebih pendek yang diawali pada bulan ke-5 dan berakhir pada bulan ke-6. Masa puncak pembungaan (terbentuknya spika) pada kedua lokasi pada bulan ke-5 setelah tanam. Rata-rata suhu harian pada bulan ke-5 di ke dua lokasi yaitu ±31 0 C. Cepatnya inisiasi bunga di Cicurug diduga karena pengaruh lingkungan yaitu ketinggian tempat, suhu dan kelembaban. Pertanaman jahe di Cicurug ditanam di lapangan terbuka dimana suhu lebih rendah dan kelembabannya lebih tinggi dibandingkan pertanaman jahe yang ditanam di Bogor yang ditanam dalam rumah kaca. Suhu di Bogor selama pengamatan yaitu: C (pk 7 00 ), C (pk ) dan C (pk ) (Lampiran 6 ). Suhu di Cicurug selama pengamatan yaitu C (pk 7 00 ), C (pk ) dan C (pk ) (Lampiran 7). Suhu dan kelembaban yang tidak ekstrim diduga menyebabkan pembungaan jahe lebih lama. Pembungaan tanaman sangat dipengaruhi oleh iklim terutama suhu udara. Hasil penelitian Adaniya et al. (1989) didapatkan bahwa jahe jarang berbunga tetapi jahe yang ditanam di Jepang dalam rumah kaca yang diberi pemanas pada musim gugur dapat berbunga. Gracie et al. (2003) menyatakan bahwa perkembangan tunas generatif pada Zingiber myoga dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu, sehingga produksi bunga bisa didapatkan di luar musim dengan mengatur lingkungan rumah kaca yang digunakan di Australia. Tabel 8. Periode terbentuknya spika di Bogor dan Cicurug Persentase terbentuknya spika Lokasi Bulan ke Cicurug Bogor Waktu Bunga Mekar

23 45 Waktu bunga mekar pada kedua lokasi hampir sama berkisar pukul (Tabel 9). Bunga mekar di Cicurug paling awal pk 14.05, pada suhu udara C dengan kelembaban 60-63%, waktu yang dibutuhkan bunga untuk mekar dari bunga telah keluar sempurna dari braktea sampai bunga mekar adalah menit dan udara cerah saat bunga mekar. Waktu terlama yang dibutuhkan bunga untuk mekar adalah menit dimana pada saat itu hari mendung dan mulai hujan, suhu 27 0 C dengan kelembaban 80%. Waktu yang dibutuhkan bunga untuk mekar di Bogor secara keseluruhan lebih lama daripada di Cicurug. Di Cicurug jahe ditanam di lapangan terbuka sehingga angin dengan bebas mengenai tanaman yang membantu mempercepat mekarnya bunga. Pengamatan terhadap waktu bunga mekar, ditemukan adanya bunga yang lebih awal mekar yaitu pukul 13.15, dengan suhu 29 0 C, kelembaban 80% dan udara cerah pada tanaman di Bogor. Pembungaan suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor eksternal Waktu bunga mekar pada jahe putih besar secara keseluruhan secara tidak langsung dipengaruhi oleh stimulasi lingkunga tertentu, baik itu suhu, kelembaban dan angin. Selama pengamatan berlangsung, pada saat kondisi lingkungan konstan waktu yang dibutuhkan bunga untuk mekar sempurna tanaman di Bogor dan di Cicurug menit. Pada saat udara mendung dan lalu hujan, waktu yang dibutuhkan untuk bunga mekar sempurna lebih lama dan adakalanya bunga tidak jadi mekar karena lingkungan yang tidak mendukung. Suhu dan kelembaban lingkungan berpengaruh besar terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan bunga untuk mekar. Pembungaan suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon, nutrisi dan faktor eksternal (lingkungan), seperti air, cahaya dan suhu. Perubahan lingkungan tersebut dapat mengubah respon pembungaan suatu tanaman (Darjanto dan Satifah 1990). Semakin rendah suhu lingkungan dan makin tinggi kelembaban maka waktu bunga mekar sempurna lebih lama. Rahayu et al mempelajari perkembangan bunga picis kecil (Hoya lacunosa) mendapatkan bahwa mekarnya bunga picis dipengaruhi oleh lingkungan ( suhu, kelembaban dan intensitas cahaya). Air hujan dapat menyebabkan kuncup bunga membusuk sebelum mekar.

24 46 Tabel 9. Waktu bunga mekar, suhu, dan kelembaban saat bunga mekar Lokasi Waktu bunga mekar penuh (pk) Cicurug Bogor Suhu ( 0 C) RH (%) Waktu yang dibutuhkan untuk bunga mekar B1-B4 (menit)* * Kuncup bunga mulai mekar sampai bunga mekar penuh (anthesis). B1 merupakan fase bunga saat kelopak bunga siap untuk mekar. B4 merupakan fase bunga pada saat bunga mekar penuh. Keterangan Udara cerah - mendung Hujan Udara cerah- mendung Hujan Fenologi dan Perkembangan Bunga Pengamatan tahap pembungaan jahe putih besar hanya meliputi tahap perkembangan bunga, sedangkan pada tahap inisiasi tidak dapat diketahui secara visual karena tidak terlihat perubahan pada morfologis spika. Pembentukan bunga diawali dengan terlihatnya calon tunas generatif berwarna hijau dan agak hijau muda dibagian ujungnya, ujung kuncup bunga membulat lebih besar dan seperti terbelah. Tunas vegetatif lebih ramping dan halus serta ujungnya meruncing dan tunas muncul langsung dari rimpang seperti tunas genetatif (Gambar 9 A dan 9 B) atau tunas bunga muncul setelah tunas vegetatif memanjang dan membentuk Tunas vegetatif Tunas generatif Tunas generatif A B C Gambar 9 A) Tunas vegetatif dan generatif B). Tunas generatif yang tumbuh dari rimpang, C). Tunas generatif yang muncul pada ujung tunas batang semu dan diujungnya terbentuk tunas generatif (Gambar 9 C), biasanya tunas generatif ini dikelilingi oleh daun (3-5 daun). Untuk tunas yang langsung muncul dari rimpang, diawal pertumbuhan tidak bertangkai hanya merupakan

25 47 kumpulan lapisan-lapisan berwarna hijau yang berkembang membentuk pelindung bunga (braktea), dan tunas akan semakin membesar. Tangkai akan semakin panjang seiring dengan perubahan bentuk tunas generatif, tunas membulat dan membentuk spika (bulir). Sedangkan untuk tunas generatif yang terdapat diujung batang perubahan dari bentuk pipih menjadi membulat dan akhirnya terbentuk spika lebih cepat. Spika terdiri atas kumpulan pelindung bunga (braktea) yang membulat, dari dalam braktea akan keluar mahkota bunga. Munculnya bunga pertama pada braktea menandakan bahwa diameter spika telah maksimal (spika telah dewasa), dan bunga akan muncul bergantian dari tiap helaian braktea. Bunga yang mekar tiap hari berkisar 1-3 bunga, tetapi pada umumnya hanya 1 bunga yang mekar dan tidak selalu ada yang mekar dalam 1 spika setiap harinya. Pada umumnya setiap helaian braktea mempunyai satu bunga, tetapi ada beberapa helaian braktea yang mempunyai dua bunga. (Gambar 10A). Pada Zingiberaceae genus Alpinia ( A. purpurata Kusuma dan A. purpurata Bethari ) juga terjadi hal yang sama dimana pada satu braktea terdapat dua bunga yang mekar tidak bersamaan (Oktaviani, 2009). Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Larsen et al. (1999) yang menyatakan bahwa pada famili Zingiberaceae bunga keluar dari braktea, dimana pada setiap braktea hanya terdapat satu bunga. Bunga mekar dari braktea bawah sampai atas dengan cara memutar, adakalanya ditemukan bunga dibagian atas dulu yang mekar baru setelah itu bunga pada braktea bawah, hal ini terjadi pada braktea yang mempunyai dua bunga dimana bunga kedua mekarnya belakangan. Setiap bunga yang ada dalam braktea mempunyai potensi untuk mekar. Tidak ditemukan bunga rudimenter dalam braktea sehingga tidak bisa mekar. Bunga yang tidak bisa mekar biasanya disebabkan karena bunga membusuk sebelum mekar karena curah hujan yang tinggi sehingga braktea penuh air dan bunga membusuk, keadaan ini banyak ditemukan di Cicurug karena jahe ditanam di lapang dan curah hujannya cukup tinggi. Suhu yang terlalu tinggi pada saat perkembangan bunga menyebabkan bunga mengering juga merupakan faktor yang menyebabkan bunga gagal untuk mekar keadaan tersebut banyak ditemukan pada jahe yang ditanam di rumah kaca. Hal tersebut diawali dengan berhentinya

26 48 A B C Gambar 10 A) Braktea yang mempunyai 2 bunga, B) Spika dan bunga mengering, C) Bunga mengering sebelum mekar perkembangan spika yang ditandai dengan diameter spika yang tidak bertambah lagi walaupun bunga pertama belum ada yang mekar, lalu spika mulai menguning, dan bunga langsung mengering sebelum bunga mekar (Gambar 10 B), atau spika tetap berwarna hijau tetapi bunga berwarna coklat karena membusuk (Gambar 10 C). Hasil pengamatan terhadap fase perkembangan pembungaan jahe yang tumbuh langsung dari rimpang diawali dengan terjadinya perubahan vegetatif menjadi generatif yang diamati secara visual sampai layunya bunga berlangsung selama hari.periode pembungaan terdiri atas 2 yaitu periode perkembangan spika dan periode bunga mekar sampai layu. Pengamatan selengkapnya disajikan dalam Tabel 10, Gambar 12 dan Gambar 13. Untuk tunas generatif yang tumbuh dari ujung tunas vegetatif sulit untuk diamati secara detail perkembangannya, karena berasal dari tunas vegetatif yang telah berkembang dan diujungnya berubah jadi tunas generatif. Biasanya tunas generatif tersebut teridentifikasi setelah spika membesar dan dilindungi oleh daun jahe ( Gambar 11).

27 49 Gambar 11. Tunas generatif (spika) yang muncul diujung tunas vegetatif Pengamatan fase perkembangan pembungaan jahe yang dimulai dengan muncul tunas generatif yang disebut dengan spika yang dicirikan dengan membesarnya ujung tunas. Ujung tunas yang tadinya meruncing dalam beberapa hari akan membulat, ujungnya seperti terbelah dan warna ujung tunas hijau keputihan yang merupakan ciri awal tunas generatif dan tunas teridentifikasi (Gambar 12 S0). Ujung kuncup mulai membulat dan kuncup memanjang (Gambar 12 S1). Kuncup membesar bagian ujungnya dan terbentuk bulir(spika) (Gambar 12 S2). Spika semakin membesar dan dapat dibedakan antara tangkai Tabel 10 Fenologi pembungaan tanaman jahe di Bogor dan Cicurug Fase pembungaan Waktu Ukuran Keterangan Periode perkembangan spika S0 Tunas generatif baru keluar dan teridentifikasi 0 HSMS cm Spika pipih, kehijauan-putih, ujungnya seperti terbelah S1 Ujung kuncup mulai membulat, kuncup 5-7 HSMS 2 cm Lapisan-lapisan braktea semakin jelas memanjang S2 Spika dapat dibedakan dari tangkai spika 10 HSMS 4 cm Warna hijau tua, dengan panjang tangkai bervariasi S3 Spika semakin membesar, berbeda dari tangkainya HSMS 7-20 cm Braktea membesar, kuncup bunga berkembang didalamnya S4 Ujung kuncup bunga muncul Ukuran braktea sudah maksimal dari spika HSMS S5 Kuncup bunga semakin mm panjang HSMS S6 Kuncup bunga sudah keluar Kelopak berwarna kuning sempurna dari braktea HSMS mm S7 Braktea memerah HSMS Terjadi setelah bunga yang terakhir dalam spika mekar S8 Braktea mulai mengering HSMS Dimulai dari ujung spika, berwarna kecoklatan Periode bunga mekar sampai layu(terjadi dalam waktu jam) Kuncup bunga keluar B0 sempurna 0 B1 Kelopak siap untuk ±72 MSKS Warna mahkota kelihatan nyata dari luar membuka B2 Kelopak mulai terbuka Putik mulai kelihatan Mahkota masih membulat ±74 MSKS Kelopak terbagi 3: 1 kelopak besar, 2 kelopak kecil. Warna kelopak kuning muda, mahkota mulai tampak Posisi putik antara mahkota yang besar dan kelopak yang besar B3 Putik kelihatan jelas ±76 MSKS Kelopak sudah terpisah B4 Mahkota terbuka ±87 MSKS Mahkota terbagi 3: 1 besar, 2 kecil B5 Kotak sari pecah ±93 MSKS Posisi kotak sari di pangkal putik seperti menempel B6 Putik mulai melengkung ±112 MSKS

28 50 B7 Kepala putik seakan-akan menyentuh mahkota ±232 MSKS Ada cairan bening di kepala putik dan diduga reseptif B8 Bunga layu ±12-18 JSKS Bunga layu keesokan harinya Ket: HSMS: hari setelah muncul spika MSKS: menit setelah kuncup keluar sempurna JSKS : jam setelah bunga keluar sempurna spika dengan spika (Gambar 12 S3). Setelah diameter besar spika maksimal, dari balik braktea akan muncul bunga (Gambar 12 S4). Kuncup bunga semakin panjang (Gambar 12 S5). Kuncup bunga sudah keluar sempurna dari braktea dan siap untuk mekar yang ditandai dengan adanya warna semburat merah corolla pada kelopak yang menipis (Gambar 12 S6). Braktea mulai memerah setelah semua bunga yang ada dalam braktea selesai mekar sempurna (Gambar 12 S7). Warna merah pada braktea merupan perubahan dari warna putih braktea. Braktea mulai mengering (Gambar 12 S8). Waktu yang dibutuhkan mulai dari spika teridentifikasi sampai spika layu adalah hari. Periode Perkembangan Spika Fase Pertumbuhan Waktu Ukuran (cm) Keterangan (hsmt) Fase munculnya tunas generatif ke kuncup bunga keluar dari braktea - Tunas generatif baru keluar. - Ujung kuncup mulai membulat,kuncup memanjang - Spika mulai kelihatan terpisah dengan tangkai spika - Antara spika dan tangkai semakin nyata - Ujung bunga terlihat keluar dari spika - Bunga sudah keluar sempurna dari braktea 5-7 hari 10 hari hari , Kuncup pipih kehijauan ujungnya seperti terbelah dan berwarna keputihan -Lapisan-lapisan bakal braktea semakin jelas -Warna hijau tua, dan panjang tangkai bervariasi -Braktea membesar menandakan adanya bunga didalamnya -Ukuran braktea sudah maksimal Fase bunga mulai mekar-

29 51 bunga layu - Bunga sudah mulai Mekar - Bunga mekar sempurna - Bunga mulai layu - Braktea memerah - Braktea mulai mengering Keterangan: Hsmt = hari setelah muncul tunas pembungaan -Terjadi dalam hitungan jam setelah bunga keluar maksimal -Berlangsung dalam waktu yang pendek (±12 jam) -Terjadi setelah bunga yang terakhir dalam spika mekar -Dimulai dari ujung spika, berwarna kecoklatan A B C

30 52 E F Gambar 12. Periode perkembangan spika.

31 53 S0) Tunas generatif teridentifikasi, S1) Ujung kuncup membulat, S2) Spika dapat dibedakan dengan tangkai spika, S3)Tangkai dan spika semakin berbeda, S4) Kuncup bunga keluar dari spika, S5) Kuncup semakin panjang, S6) Kuncup bunga keluar sempurna dari braktea, S7)Braktea memerah, S8) Braktea mulai mengering Periode Bunga Mekar Sampai Layu B3 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B B7 B8 Gambar 13. Periode bunga mekar sampai layu B0) Kuncup bunga keluar sempurna, B1) Kelopak siap untuk membuka, B2) Kelopak terbagi 3, B4) Mahkota terbuka sempurna,

32 54 B5)Kotak sari pecah, B6)Putik mulai melengkung, B7) Kepala putik seakan-akan menyentuh mahkota, B8) Bunga layu. Pada hari bunga akan mekar dapat ditandai dengan keluarnya ujung kuncup bunga yang lebih panjang (6-8 mm) (Gambar 12 B0) dari braktea yang warnanya kuning terang. Dalam waktu jam demi jam berikutnya pada hari yang sama pertumbuhan kuncup bunga sangat pesat dan dapat dilihat dengan kasat mata. Kuncup bunga akan keluar dari braktea (merenggang), setelah kuncup bunga keluar maksimal dari braktea bunga mulai mekar (Gambar 12 B1-B4). Kotak sari pecah (Gambar 12 B5), Putik mulai melengkung (Gambar 12 B6). Kepala putik seakan-akan menyentuh mahkota bunga (Gambar 12 B7). Bunga yang akan mekar ditandai dengan memudarnya warna calix, calix seakan-akan menipis sehingga terlihat semburat warna merah dari corolla, perlahan-lahan calix membuka sehingga corolla kelihatan (Gambar 12 B2), calix membuka penuh dan terbagi menjadi 3 (1 calix yang besar membuka ke atas dan 2 calix kecil membuka ke bawah) (Gambar 12 B4), corolla membuka penuh dengan kepala putik yang reseptif, ditandai dengan melengkungnya kepala putik ke labellum serta ujung kepala putik kelihatan basah dan mengkilat (Gambar 12 B7). Bunga jahe memiliki 3 helai calix dimana 1 helai lebih besar dari 2 helai mahkota yang lainnya, dan berwarna kuning muda transparant, sehingga pada saat bunga mulai mekar akan terlihat semburat warna merah yang merupakan warna labelum(corolla) yang dilindungi oleh calix. Corolla berwarna merah tua dan berbintik kuning, bagian pangkal corolla berwarna kuning. Semakin lama proses pemekaran bunga maka warna merahnya semakin nyata seakan-akan calix menipis. Pada saat bunga mekar tangkai putik yang berbentuk melengkung pada bagian ujungnya menyentuh labellum dan bunga mengeluarkan bau yang wangi seperti wangi rimpang jahe. Diduga pada saat itu kepala putik dalam keadaan reseptif. Tangkai putik berupa benang yang sangat halus berwarna putih dan dilindungi lapisan tipis yang berwarna merah tua pada bagian ujungnya (bagian yang melengkung). Lapisan tersebut juga melindungi kotak sari sehingga tangkai putik dan kotak sari seakan-akan menyatu, posisi kotak sari berada dibagian

33 55 bawah. ( Gambar 13 F) dan serbuk sari lengket. Posisi kepala putik dan kotak sari jahe tersebut hampir sama dengan jahe hias Alpinia. Hasil penelitian Oktaviani (2009) pada Alpinia menyatakan bahwa karakterisasi pada Zingiberaceae genus Alpinia pada berbagai kultivar yang diuji menunjukkan bahwa bunga hanya bertahan 1 hari kemudian layu, dan umumnya pada saat bunga mekar posisi putik lebih tinggi dari benang sari. Diduga posisi kotak sari dan serbuk sari yang bersifat lengket tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum pernah ditemukan biji pada tanaman jahe. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa penyerbukan secara alami tanpa bantuan vektor penyerbuk sulit terjadi dan angin tidak akan mampu berperan sebagai vektor penyerbuk. Sifat serbuk sari jahe yang lengket tersebut menyulitkan untuk diterbangkan oleh angin dan diperlukan vektor penyerbuk lain selain angin. Selama penelitian berlangsung belum ditemukan adanya serangga sebagai vektor penyerbuk jahe, diduga hal tersebut terjadi karena bunga jahe mekar pada siang sampai sore hari ( pk ) dimana serangga penyerbuk sudah jarang ditemukan berterbangan di alam, dan seandainya adapun serangga tersebut bukan merupan vektor penyerbuk Zingiberaceae. Tidak ditemukan adanya vektor pengerbuk berupa serangga atau binatang lainnya pada tanaman jahe juga mempersulit terjadinya penyerbukan dan terbentuknya biji pada tanaman jahe. Sebagian besar serangga penyerbuk beraktifitas dari pagi sampai sore hari, selama tanaman masih memproduksi penarik (attractant) yang biasanya terjadi pada siang hari. Bhattacharya (2004) menyatakan bahwa persentase pembentukan buah yang tinggi pada tanaman jambu mente dihasilkan oleh serangga yang aktif pada jam , sedangkan serangga yang aktif pada jam tidak membantu pembentukan buah jambu mente (bukan serangga penyerbuk). Hal tersebut berbeda dengan beberapa Zingiberaceae yang berfungsi sebagai tanaman hias Ornamental Ginger dan sering ditemukan adanya biji walaupun hidup liar di alam dan tidak dibudidayakan. Ada beberapa serangga yang banyak ditemukan pada Bornean Gingers yaitu Halictid, Amegilla dan burung (Spiderhunter) yang berperan sebagi vektor penyerbuk (Shoko Sakai et al. 1999). Pada Zingiberaceae lainnya juga ditemukan adanya serangga sebagai

34 56 faktor penyerbuk, selanjutnya Ling (2003) menemukan adanya lebah madu yaitu Apis cerana cerana sebagai vektor penyerbuk utama pada Alpinia blepharocalix dan serangga lainnya yaitu Xylocopa spp sedangkan pada Alpinia kwangsiensis ditemukan adanya burung (Arachnothera longirostra) sebagai vektor penyerbuk. Jiang et al. (2004) menyatakan bahwa pada Curcuma langifolia ditemukan Apis florae sebagai vektor penyerbuk yang datang pada saat hari pertama bunga mekar. Bunga yang mekar sempurna keesokan harinya sudah layu atau gugur. Hal tersebut diduga karena dipengaruhi lingkungan bunga tumbuh (mekar) dimana jika suhu lingkungan tinggi pada saat bunga mekar, maka bunga akan lebih cepat menjadi layu dan kemudian gugur dibandingkan jika suhu lingkungan rendah pada saat bunga mekar. Vektor yang menbantu penyerbukan pada Zingiberaceae diantaranya kupu-kupu dan ngengat, terutama pada genus Alpinia adalah semut dan lebah juga burung pada genus Etlingera (Larsen dan Larsen 2006). Menurut Bermawie dan Martono (1997) jahe jarang berbunga, bila terjadi bunga mekar pada siang hari, dan gugur pada keesokan harinya Deskripsi Bunga Deskripsi dan karakteristik spika dan bunga dilaksanakan pada dua tempat dengan ketinggian yang berbeda yaitu di Bogor 200 m dpl dan di Cicurug 550 m dpl dan sampel diambil secara acak masing-masingnya 10 bunga dan kemudian dirata-ratakan. Tabel 11. Deskripsi dan karakteristik spika dan bunga jahe Panjang /cm (awal inisiasi) Diameter tangkai /mm( awal inisiasi bunga) Panjang tangkai /cm (bunga pertama mekar) Diameter /mm (bunga pertama mekar) Spika 3.78 ± ,24 ± ± ,85 ± 1.97 Jumlah Jumlah bunga Panjang/mm Lebar/mm helaian pada braktea Braktea ± ± ± ± 1.96 Panjang /mm (besar) Lebar /mm (besar) Panjang /mm(kecil) Lebar/mm (kecil)

35 57 Calix bunga ± ± ± ± 0.78 Panjang/mm Lebar/mm Panjang /mm Lebar/mm (besar) (besar) (kecil) (kecil) Labellum ± ± 0.64 (corolla) Spika yang diamati merupakan spika yang tumbuh langsung dari rimpang dan diamati sesaat setelah bunga mekar penuh. Parameter bunga diamati meliputi jumlah helaian braktea, panjang dan lebar braktea, diameter spika, panjang spika, panjang tangkai spika diameter batang. Berdasarkan pengamatan pada 2 tempat yang berbeda di Bogor dan Cicurug, tidak ada pengaruh ketinggian tempat terhadap karakteristik bunga, sehingga hasil yang didapatkan tidak dipisahkan (Tabel 11). Bagian-bagian bunga cepat menjadi layu pada saat sudah dipisahkan dari tanaman induknya, sehingga pada saat diambil gambarnya bunga sudah mulai menciut (Gambar 14). Kepala putik Calix besar A B Kotak sari Labellum besar E Calix kecil C D Gambar 14. Bagian bunga jahe dan posisinya A) Kotak sari menyatu dengan stilus, B) Stilus, C) Calix, D)Bunga lengkap, E) Labellum (mahkota), F) Bunga jahe dan bagian-bagiannya F Hasil utama yang dapat diamati dari Tabel 11 tersebut adalah rata-rata jumlah braktea dalam 1 spika dan rata-rata jumlah bunga yang mekar tidak berbeda jauh. Jumlah braktea terbanyak yaitu dengan rata-rata 21 dengan rata-rata jumlah bunga 18, hal ini menunjukkan bahwa setiap braktea mempunyai potensi untuk mempunyai bunga yang mekar dan hanya sebagian kecil dari braktea yang tidak mekar bunganya. Informasi tersebut sangat bermanfaat untuk kemungkinan

36 58 didapatkannya biji nantinya. Spika yang terbentuk (tunas generatif) sudah dapat dideteksi saat ukurannya masih kecil yaitu 3.78±0.47 cm. Diameter tangkai spika pada saat awal inisiasi yaitu 12,24 ± 1.36 (mm) tidak bertambah banyak ukurannya dibandingkan dengan tangkai spika pada saat bunga pertama mekar 18,85 ± 1.97 (mm). Pengamatan serbuk sari Morfologi Serbuk sari Jahe putih besar berukuran 59,1±8.52 µm x 58,25±5.74 µm, mempunyai bentuk serbuk sari yang bulat di satu sisi (Gambar 15A) dan sisi yang lain berbentuk cekung (Gambar 15B), tidak mempunyai ornamen dan tidak berpori (unporate), tekstur permukaan serbuk sari membentuk pola yang teratur seperti jalinan (jala) (Gambar 10 C) dan serbuk sari akan mengalami perubahan bentuk setelah dipisahkan dari tanaman induk (Gambar 10 D) akibat terdehidrasi. A B C D

37 59 Gambar11 Morfologi serbuk sari dengan menggunakan scanning electron microscope SEM). A,B) Bentuk serbuk sari dengan perbesaran 1000 x, C) Bentuk serbuk sari dengan perbesaran 5000 x, D) Permukaan serbuk sari perbesaran 350 x Panjang aksis polar yang hampir sama dengan diameter ekuatorial menunjukkan bahwa bentuk serbuk sari mendekati bulat. Ukuran serbuk sari jahe putih besar tergolong besar dibandingkan serbuk sari Zingiberaceae lainnya, demikian juga jika dibandingkan serbuk sari famili lain misalnya (Euphorbiaceae, Solaneceae, Poaceae dan Myrtaceae) tetapi lebih kecil dari serbuk sari Malvaceae kembang sepatu. Piyaporn et al menyatakan bahwa diameter bidang ekuatorial serbuk sari famili Zingiberaceae, genus Cornukaempferia: (Cornukaempferia aurantiflora, C. Longipetiolata, dan C. Larsenii ) berturut-turut adalah : (47,65 µm, 42,47 µm dan 43,75 µm), polen mempunya ornamen berupa duri dengan panjang 4.28 ± Hal tersebut juga terdapat Zingiberaceae genus Alpinia dimana diameter serbuk sarinya 50±4.15 μm to ±5.95 μm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataaan Erdtman (1972) yang menyatakan bahwa beberapa species dalam famili Solanaceae tidak mempunyai pori sedangkan yang lainnya mempunyai pori, hal tersebut menunjukkan bahwa species-species dalam satu famili tidak selalu mempunyai morfologi yang sama. Warid (2009) menambahkan serbuk sari Codiaeum variegatum (Euphorbiaceae) yaitu 47,3 ± 1,98 µm; Capsicum annum 46,9 ± 2,89 µm dan Sorghum bicolor (Poaceae) 48,9 ± 1,87 µm. Ni Made dan Eniek (2007) menyatakan bahwa ukuran serbuk sari berbagai varietas kembang sepatu yaitu (90,10 102,31 µm ). Ukuran serbuk sari dibedakan dalam enam kelas berdasarkan aksis terpanjang. Pembagian kelas ukuran tersebut adalah: 1) < 10 μm = sangat kecil 2) μm = kecil 3) μm = sedang 4) μm = besar 5) μm = sangat besar 6) 200 μm = raksasa. ( Anonim 2010 ). Permukaan serbuk sari jahe rata tanpa adanya pori, duri maupun tonjolan yang biasanya terdapat pada permukaan serbuk sari. Pengamatan dengan mikroskop cahaya dengan menggunakan pewarnaan maupun tidak, dapat dilihat bahwa bagian paling luar dari serbuk sari ( exin) tanpa adanya tonjolan berupa duri atau yang lainnya. Permukaan exin terlihat berupa jala (retikulat), dinding sel

38 60 tebal dan terpisah dengan bagian didalamnya. Tidak adanya pori pada serbuk sari dan ketebalan dinding sel diduga juga dapat mempengaruhi munculnya tabung serbuk sari pada saat serbuk sari dikecambahkan. Pengamatan Kepala Putik Morfologi kepala putik Lebar kepala putik 708 µm, panjang glandula (bulu2 stigma) 312 µm. Permukaan kepala putik polos( tidak berkerut atau bergelombang). Gambar 16 Morfologi kepala putik dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM). (A) Foto dari samping sesaat setelah bunga mekar, dan (B) Foto dari atas ± 3 jam setelah bunga mekar Pengamatan kepala putik dimulai pada saat bunga mulai mekar sampai sampai pk Kuantifikasi sekresi permukaan kepala putik dengan menggunakan pipet mikro sulit dilakukan karena cairan sekresi yang terdapat pada permukaan kepala putik terlalu sedikit dan tidak dapat diukur dengan menggunakan pipet mikro sehingga hanya dilakukan secara visual. Sekresi pada permukaan kepala putik terlihat sesaat setelah bunga mekar dan bertambah terus sampai bunga mekar penuh, dimana tangkai kepala putik menyentuh labellum dan mencapai puncaknya saat terlihat seperti ada cairan bening mengkilat pada ujung kepala putik. (Gambar 13J). Hal tersebut berlangsung tidak lama, karena pada umumnya bunga jahe mekar dari pk13.00 pk Pengamatan dihentikan pada pk 17.00, karena hari sudah mulai gelap dan sulit untuk melihat

39 61 secara visual perubahan yang terjadi setelah itu. Keesokan harinya bunga jahe sudah layu dan bahkan ada yang langsung gugur. Bunga yang mekar merupakan tanda bahwa kepala putik reseptif, selain itu terdapat tanda-tanda lain untuk mengetahuninya yaitu dengan melihat ada tidaknya papila, ada tidaknya sekresi dari kelenjar pada dasar bunga dan terdapat aroma pada bunga. Kepala putik yang telah masak biasanya mengeluarkan lendir yang berwarna transparan yang mengandung zat-zat yang diperlukan untuk perlecambahan serbuk sari ( Darjanto dan Satifah 1990).Pada Melaleuca cajuputi masaknya kepala putik ditandai dengan ciri dimana kepala putik tegak, membesarnya diameter kepala putik, dan keluarnya cairan yang berwarna bening sehingga kepala putik terlihat kuning terang dan mengkilap (Baskorowati et al. (2008). 2. Viabilitas Serbuk Sari Fertilitas dan sterilitas serbuk sari merupakan bagian yang paling penting untuk menentukan tanaman dapat menghasilkan biji atau buah. Pada bunga yang mempunyai tingkat fertilitas tinggi, kemungkinan untuk mendapatkan bijinya juga lebih besar. Sebaliknya jika sterilitasntya tinggi maka bunga tersebut tidak dapat menghasilkan biji Pendugaan viabilitas serbuk sari diamati dengan mengecambahkan serbuk sari yang diambil sebanyak 5 kali waktu dengan interval waktu selangnya 15 menit, diawali pada saat bunga mekar penuh. Pengamatan serbuk sari yang viabel dilakukan 24 jam setelah pengambilan serbuk sari. Pewarnaan Metode pewarnaan banyak digunakan untuk pendugaan viabilitas serbuk sari karena membutuhkan waktu yang lebih pendek daripada pendugaan dengan menggunakan media perkecambahan polen. Pendugaan viabilitas serbuk sari dengan pewarnaan aniline blue menunjukkan serbuk sari akan terwarnai biru tua menunjukkan bahwa serbuk sari viabel dan terwarnai merah tua jika menggunakan pewarnaan acetocarmine (Gambar 17). Pendugaan viabilitas dengan menggunakan pewarnaan menghasilkan viabilitas serbuk sari 31-57%. Pengujian pendugaan viabilitas serbuk sari dengan pewarnaan aniline blue dan acetocarmine menunjukkan bahwa adanya interaksi antara pewarnaan dan

40 62 waktu perkecambahan (Tabel 12). Kedua pewarnaan yang digunakan dapat digunakan untuk menduga viabilitas serbuk sari jahe. Pendugaan tertinggi didapatkan pada pewarnaan anilinblue dengan waktu perkecambahan 45 menit setelah bunga mekar. Pewarnaan acetocarmin menunjukkan bahwa viabilitas terendah pada 15 menit setelah bunga mekar dan mencapai puncaknya pada menit ke 60 setelah bunga mekar, setalah itu viabilitas serbuk sari menurun. Diduga makin lama waktu setelah bunga mekar setelah menit ke 60, viabilitas serbuk sari akan semakin turun. Kecendrungan tersebut juga didapatkan pada pewarnaan anilineblue, dimana setelah menit ke-45 setelah bunga mekar viabilitas serbuk sari menurun. Menurut Warid (2009) pewarnaan aniline blue merupakan pewarna yang dapat menduga perkecambahan serbuk sari dengan PGM karena mempunyai korelasi positif sebesar 0,624 pada famili euphorbiaceae, solaneceae, poaceae dan myrtaceae. Adaniya dan Shirai (2001) menggunakan acetocarmin untuk perkecambahan serbuk sari jahe Sanshu dan didapatkan viabilitasnya 40 %. Tabel 12 Pengaruh interaksi antara pewarnaan dengan waktu pengambilan serbuk sari terhadap pendugaan viabilitas serbuk sari (% daya berkecambah) Pewarnaan Waktu pengambilan sampel (MSM) Aniline blue cd cd a ab d Acetocarmin e cb b ab 51.0 ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά = A Gambar 17 Hasil pewarnaan polen jahe (A) Anilin blue dan (B) B

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe 23 hasil rimpang ini selain karena keterbatasan suplai air dari media, juga karena tanaman mulai memasuki akhir fase pertumbuhan vegetatif. Ketersediaan air dalam media mempengaruhi perkembangan luas daun

Lebih terperinci

INDUKSI PEMBUNGAAN DAN STUDI FENOLOGI BUNGA PADA TANAMAN JAHE PUTIH BESAR (ZINGIBER OFFICINALE ROSC.) VAR CIMANGGU 1

INDUKSI PEMBUNGAAN DAN STUDI FENOLOGI BUNGA PADA TANAMAN JAHE PUTIH BESAR (ZINGIBER OFFICINALE ROSC.) VAR CIMANGGU 1 Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2010 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik INDUKSI PEMBUNGAAN DAN STUDI FENOLOGI BUNGA PADA TANAMAN JAHE PUTIH BESAR (ZINGIBER OFFICINALE ROSC.) VAR CIMANGGU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Keragaman mutu tiga jenis jahe (dalam %, pada lokasi 450 mdpl) Oleoresin Gingerol Pati Serat Air Abu Sari dalam air

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Keragaman mutu tiga jenis jahe (dalam %, pada lokasi 450 mdpl) Oleoresin Gingerol Pati Serat Air Abu Sari dalam air 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Menurut klasifikasi tanaman, jahe adalah tanaman herba tahunan yang termasuk famili Zingiberaceae. Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna kulit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Ubikayu Dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (tumbuhan)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah III. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah buku, dan panjang tangkai bunga. Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Jahe

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Jahe 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Jahe Zingiberaceae berasal dari bahasa Sanskerta zingiber yang artinya berbentuk seperti tanduk. Zingiberaceae berpangkal pada bentuk cabang rimpang yang

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan utama ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Ubi kayu yang berasal dari Brazil,

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Indikator pertumbuhan dan produksi bayam, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Jumlah Daun Tanaman Nilam (helai) pada umur -1. Berdasarkan hasil analisis terhadap jumlah daun (helai) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1. di bawah ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa)

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa) UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa) Libria Widiastuti dan Muhammad Hanif Khairudin Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm. PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dengan cara manual. Setelah dibersihkan, lahan diukur dengan ukuran panjang x lebar : 12 m x 4 m. Persiapan Bibit

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu ruangan selama pelaksanaan penelitian ini berkisar 18-20 0 C. Kondisi suhu ini baik untuk vase life bunga potong, karena kisaran suhu tersebut dapat memperlambat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV N A M A : JHONI N I M : 111134267 ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV I Ayo Belajar IPA A. StandarKompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya B. KompetensiDasar

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Buah Kualitas fisik buah merupakan salah satu kriteria kelayakan ekspor buah manggis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kualitas fisik buah meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci