V. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Yuliana Gunardi
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Komposisi Jenis Pohon Komposisi jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon pada keseluruhan plot pengamatan contoh di masing-masing zona hutan mangrove Tanjung Bara menunjukkan bahwa pohon jenis S. alba mendominasi zona I dan II dengan nilai INP tertinggi, yaitu 238,06 % dan 130,47%. Sedangkan zona III dan IV didominasi masing-masing oleh. dan C.tagal (Tabel 8). Tabel 8 Komposisi jenis pohon pada plot contoh vegetasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis KR (%) DR (%) FR (%) INP (%) Sonneratia Rhizophora Sonneratia- Rhizophora- Ceriops S. alba 78,69 84,37 75,00 238,06 21,31 15,63 25,00 61,94 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 S. alba 43,30 49,67 37,50 130,47 56,70 50,33 62,50 169,53 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 56,41 62,23 52,38 171,03 C. tagal 43,59 37,77 47,62 128,97 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 Ceriops C. tagal 100,00 100,00 100,00 300,00 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 Jenis S. alba mendominasi zona I karena jumlah vegetasinya yang banyak dengan ukuran diameter hingga 80 cm. Jenis C. tagal mendominasi Zona IV sebagai zona yang berada paling jauh dari arah garis pantai. Jenis S. alba dan R. apiculata tidak lagi ditemui di zona ini. Nilai INP masing-masing jenis tersebut juga dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah biomassa dan karbon yang tersimpan di hutan mangrove Tanjung Bara. Makin besar nilai INP-nya, maka indikasi jumlah biomassa dan karbonnya pun akan semakin besar pula.
2 Diameter dan Tinggi Hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon terhadap ketiga jenis mangrove di Tanjung Bara menunjukkan rata-rata diameter tertinggi pada S. alba di zona Sonneratia sebesar 40,29 cm dan terkecil 14,95 cm pada jenis C. tagal di zona Rhizophora-Ceriops. Sedangkan hasil pengukuran tinggi pohon menunjukkan data sebaran tinggi rata-rata tertinggi 17,63 m pada jenis S. alba di Ceriops (Tabel 9). Tabel 9 Rata-rata diameter dan tinggi pohon mangrove pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara Zona Jenis Diameter (cm) Tinggi (m) Sonneratia zona Sonneratia dan terkecil 10,42 m pada jenis C. tagal di zona Rhizophora- Sonneratia- Rhizophora Rhizophora-Ceriops S. alba S. alba C. tagal 40,29 26,66 22,27 23,19 16,68 14,95 13,06 17,63 10,64 14,67 12,09 10,42 Ceriops C. tagal 18,90 13, Kadar Air Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar air anakan pohon pada bagian daun, batang dan cabang S.alba, masing-masing 50,64%, 84,37%, dan 90,71%, lebih tinggi dibanding dengan anakan pohon dan C. tagal. Bahkan C. tagal memiliki rata-rata kadar air terendah baik pada bagian daun, batang maupun cabang, masing-masing 17,75%, 7,69% dan 10,74% (Tabel 10).
3 43 Tabel 10 No Rata-rata kadar air anakan pohon pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara Kadar Air (%) Nomor Daun Batang Cabang Rata-rata 1 S. alba 50,64 84,37 90,71 75, ,42 27,37 31,44 28,74 3 C. tagal 17,75 7,69 10,74 12,06 Rata-rata kadar air anakan pohon yang tertinggi ditunjukkan oleh bagian cabang S. alba, yaitu 90,71%. Sedangkan rata-rata kadar air terendah berada pada bagian batang C. tagal sebesar 7,69% (Gambar 9). Kadar air (%) Daun Batang Cabang S. alba C. tagal Bagian Tumbuhan Gambar 9 Rata-rata kadar air anakan pohon S. alba, dan C. tagal pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara. Tingginya rata-rata kadar air pada bagian cabang anakan pohon S. alba disebabkan karena pada tahap pertumbuhan tingkat anakan pohon, perkembangan dan pembentukan struktur cabang mulai lebih banyak dibanding bagian lainnya. Selain itu, jenis S. alba berada pada zona mangrove terdepan dengan pengaruh pasang surut air laut yang tinggi.
4 44 Kondisi berbeda ditunjukkan oleh C. tagal, kadar air bagian daunnya cenderung lebih tinggi dibanding bagian batang dan cabang. Hal ini dapat disebabkan karena pada bagian daun umumnya memiliki rongga sel yang dapat diisi oleh air lebih banyak serta klorofil sebagai zat hijau daun. Kramer dan Kozlowski (1979) mengemukakan bahwa daun sebagai unit fotosintesis terdiri dari kloroplas yang mengandung ratusan rantai molekul yang dapat menimbulkan banyak rongga yang mudah diisi oleh air dan udara. Namun rendahnya kadar air C. tagal dibanding kedua jenis mangrove lainnya juga disebabkan karena tapaknya berada pada zona dengan pengaruh intensitas pasang air laut yang rendah. Berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap semai ketiga jenis mangrove di Tanjung Bara, rata-rata kadar air semai jenis S. alba lebih besar dibanding dan C. tagal, baik pada bagian daun maupun batang. S. alba secara spesifik memiliki kadar air tertinggi yaitu 23,87%. Sedangkan ratarata kadar air semai yang terendah ditunjukkan oleh C. tagal sebesar 10,11% (Tabel 11). Tabel 11 No Rata-rata kadar air semai pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara Kadar Air (%) Nomor Daun Batang Rata-rata 1 S. alba 21,71 26,02 23, ,26 13,07 13,17 3 C. tagal 12,60 7,61 10,11 Berdasarkan bagian daun dan batang, semai S. alba pada batang memiliki kadar air lebih tinggi dibanding bagian daun. Sedangkan semai dan C. tagal menunjukkan kondisi yang berbeda, bagian daun mengandung kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian batang (Gambar 10).
5 Kadar Air (%) Daun 7.61 Batang S. alba C. tagal Bagian Tumbuhan Gambar 10 Rata-rata kadar air semai S. alba, dan C. tagal pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara. Rata-rata kadar air semai pada bagian daun dan batang C. tagal memberikan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan kedua jenis mangrove lainnya. Kondisi ini cenderung lebih diakibatkan karena jenis ini terletak pada zona yang jauh dari pengaruh pasang surut air laut sehingga intensitas masuknya air ke dalam tubuh vegetasi juga makin berkurang Kadar Zat Terbang, Kadar Abu dan Karbon Terikat Hasil analisis laboratorium terhadap kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat pada anakan pohon menunjukkan bahwa zat terbang merupakan kandungan tertinggi dan mendominasi pada tiap bagian anatomi pada ketiga jenis mangrove. Ketiga jenis anakan pohon di Tanjung Bara tersebut memiliki jumlah kadar karbon terikat tertinggi pada bagian batang. Kadar karbon terikat pada batang S. alba sebesar 46,67%, sebesar 45,41% dan C. tagal sebesar 41,86% (Gambar 11, 12 dan 13).
6 Daun KZT, KAb & KKT (%) Batang Cabang Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Bagian Tumbuhan Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada anakan pohon S. alba Daun 2.97 Kadar Zat Terbang KZT, KAb & KKT (%) Gambar 11 Batang Cabang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Bagian Tumbuhan Gambar 12 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada anakan pohon KZT, KAb & KKT (%) Kadar Zat Terbang Batang Cabang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat 0.00 Daun Bagian Tumbuhan Gambar 13 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada anakan pohon C. tagal.
7 47 Hasil analisis laboratorium terhadap kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat pada semai juga menunjukkan proporsi yang sama dengan anakan pohon. Zat terbang merupakan kandungan yang paling mendominasi pada ketiga jenis mangrove di Tanjung Bara, diikuti oleh kadar karbon terikat dan kadar abu. Ketiga jenis semai mangrove tersebut memiliki jumlah kadar karbon terikat yang bervariasi berdasarkan bagian daun dan batang (Gambar 14, 15 dan 16) KZT, KAb & KKT (%) Daun Batang Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Bagian Tumbuhan Gambar 14 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada semai S. alba. KZT, KAb & KKT (%) Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat 0.00 Daun Batang Bagian Tumbuhan Gambar 15 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada semai.
8 48 KZT, KAb & KKT (%) Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Daun Batang Bagian Tumbuhan Gambar 16 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada semai C. tagal. Kadar karbon terikat tertinggi pada S. alba dan C. tagal berada pada bagian daun, masing-masing sebesar 28,24% dan 31,87%. Sedangkan memiliki proporsi yang berbeda, kadar karbon terikat tertinggi jenis ini berada pada bagian batang sebesar 33,98% Biomassa Potensi biomassa merupakan total berat bahan organik dalam suatu komunitas atau spesies utama dalam komunitas. Pendugaan biomassa dapat dijadikan sebagai penduga kasar terhadap laju produktivitas suatu jenis atau komunitas (Hutching dan Saenger 1987). Potensi bahan organik pohon sendiri akan dipengaruhi oleh dimensi pohon lainnya, seperti diameter dan tinggi pohon. Dimensi pohon dapat dijadikan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk menduga berat bahan organik atau biomassa pohon. Pendugaan ini umumnya dilakukan dengan pendekatan hubungan dimensi diameter dan atau tinggi pohon dengan biomassa dalam bentuk persamaan allometrik (allometric equation). Potensi biomassa vegetasi mangrove di Tanjung Bara merupakan potensi biomassa di atas permukaan tanah yang diperoleh berdasarkan potensi biomassa pohon, anakan pohon dan semai pada keseluruhan plot contoh.
9 Biomassa Atas Permukaan-Tanah pada Pohon Persamaan allometrik terpilih untuk biomassa tingkat pohon di atas permukaan tanah pada jenis S. alba dan C. tagal yaitu, Y = 0,251 ρ D 2,46 dengan R 2 = 0,98 (Komiyama et al. 2005), dimana biomassa dapat dihitung dengan menggunakan parameter berupa diameter pohon saja. Sedangkan persamaan allometrik terpilih untuk biomassa di atas permukaan tanah pada jenis adalah persamaan allometrik yang secara spesifik digunakan untuk jenis, yaitu Y = 0,235 D 2,42 dengan R 2 = 0,98 (Ong et al. 2004). Berdasarkan hasil perhitungan dengan pendekatan persamaan allometrik terpilih tersebut, maka diperoleh total biomassa atas permukaan-tanah pada masing-masing jenis mangrove. Jumlah total biomassa atas permukaan-tanah tingkat pohon jenis S. alba pada plot contoh zona Sonneratia sebesar 39,53 ton menunjukkan biomassa atas permukaan-tanah terbesar dibandingkan dengan dan C. tagal. Kondisi ini disebabkan karena sebaran S. alba pada zona Sonneratia didominasi oleh pohon-pohon dengan rata-rata diameter maksimum mencapai 40,29 cm. Sedangkan C. tagal dengan rata-rata diameter 14,95 memberi konstribusi biomassa atas permukaan-tanah terkecil sebesar 8,47 ton. Biomassa vegetasi atau pohon akan makin meningkat seiring dengan pertambahan diameter berdasarkan tahapan pertumbuhan. Total bahan organik pohon pada diameter cm mengalami peningkatan 1,5 2,5 kali lipat dari pohon berdiameter cm. Bahkan pada jenis, terjadi peningkatan bahan organik pohon sebesar 3,2 kali lipat pada kelas diameter cm (Hilmi 2003). Kondisi ini menunjukkan bahwa makin meningkat umur suatu tegakan, maka biomassanya pun akan makin besar (Porte et al. 2002).
10 50 Tabel 12 Biomassa atas permukaan-tanah tingkat pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis Rata-rata Diameter (cm) Biomassa Atas Permukaan-Tanah (ton/ha) Sonneratia Sonneratia- Rhizophora Rhizophora- Ceriops S. alba Subtotal S. alba Subtotal C. tagal Subtotal 40,29 26,66 22,27 23,19 16,68 14,95 Ceriops C. tagal Subtotal Rata-rata Biomassa Atas Permukaan-Tanah per Zona 263,56 40,20 303,76 84,11 176,45 260,56 78,68 56,44 135,12 18,90 192,63 192,63 223,02 Berdasarkan data pada Tabel 12 di atas, vegetasi mangrove pada plot contoh zona Sonneratia memiliki subtotal biomassa atas-permukaan sebesar 303,76 ton/ha. Jumlah biomassa pada zona ini merupakan biomassa atas permukaan-tanah terbesar dibandingkan dengan ketiga zona lainnya. Jumlah biomassa atas permukaan-tanah terkecil berada pada zona Rhizophora-Ceriops sebesar 135,12 ton/ha (Gambar 17). Biomassa Atas- Permukaan Tanah (ton/ha) Gambar 17 Z o n a C. tagal S. alba Biomassa atas permukaan-tanah tingkat pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara.
11 Biomassa Atas Pemukaan-Tanah pada Anakan Pohon Pengukuran berat bahan organik atau biomassa atas permukaan-tanah anakan pohon dilakukan dengan pendekatan analisis di laboratorium terhadap tiga bagian vegetasi, yaitu daun, batang dan cabang. Biomassa atas permukaan-tanah pada anakan pohon yang dinyatakan dalam berat bahan organik tiap bagian anatomi vegetasi mangrove (Tabel 13). Tabel 13 Biomassa atas permukaan-tanah anakan pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis Biomassa Atas Permukaan (ton/ha) Daun Batang Cabang Total Sonneratia S. alba 5,10 4,27 2,34 11,70 Subtotal 5,10 4,27 2,34 11,70 Sonneratia- S. alba 0,82 1,59 0,54 2,94 Rhizophora 2,26 3,77 1,89 7,92 Subtotal 3,08 5,36 2,43 10,87 Rhizophora- 1,75 2,91 1,70 6,36 Ceriops C. tagal 0,73 0,29 0,37 1,40 Subtotal 2,48 3,20 2,07 7,76 Ceriops C. tagal 5,46 2,03 3,03 10,53 Subtotal 5,46 2,03 3,03 10,53 Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa anakan pohon di masing-masing zona memiliki total biomassa atas permukaan-tanah yang bervariasi dalam kisaran 7,76 ton/ha sampai 11,70 ton/ha. Bagian daun pada zona Ceriops secara spesifik memiliki biomassa terbesar, yaitu 5,46 ton/ha. Total biomassa atas permukaantanah terbesar pada zona Sonneratia dan terkecil pada zona Rhizophora-Ceriops (Gambar 18).
12 Biomassa Atas 8.00 Permukaan Tanah (ton/ha) C. tagal S. alba Gambar 18 Biomassa atas permukaan-tanah tingkat anakan pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara. Anakan pohon umumnya memiliki karakteristik pertumbuhan berupa kayu muda dengan jaringan-jaringan muda dan air. Jumlah selulosa, hemiselulosa, lignin ataupun zat-zat ekstraktif lainnya masih sangat sedikit atau bahkan hampir tidak ada mengakibatkan berat bahan organik pancang umumnya juga relatif rendah (Hilmi 2003) Biomassa Atas Permukaan-Tanah pada Semai Berdasarkan hasil analisis data, biomassa atas permukaan-tanah pada semai diperoleh berdasarkan bagian daun dan batang. Bagian batang S. alba dan memiliki potensi biomassa atas permukaan-tanah lebih besar di banding bagian daunnya (Tabel 14). Kondisi ini disebabkan karena jumlah daun pada semai masih sangat muda dan jumlahnya sedikit. C. tagal memiliki proporsi potensi biomassa yang berbeda, potensi biomassa bagian daun lebih banyak dibanding bagian batangnya. Meskipun C. tagal memiliki konstruksi daun yang lebih kecil, namun jenis ini cenderung memiliki jumlah helai daun yang lebih banyak pada setiap individunya.
13 53 Tabel 14 Biomassa atas permukaan-tanah semai pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis Biomassa (ton/ha) Daun Batang Total Sonneratia S. alba 2,74 4,68 7,42 0,03 0,04 0,07 Subtotal 2,77 4,73 7,49 Sonneratia- S. alba 1,62 2,48 4,10 Rhizophora 0,75 1,00 1,74 Subtotal 2,37 3,48 5,85 Rhizophora- 1,38 1,78 3,16 Ceriops C. tagal 0,84 0,41 1,26 Subtotal 2,23 2,19 4,42 Ceriops 0,15 0,20 0,35 C. tagal 1,73 1,02 2,75 Subtotal 1,88 1,22 3,10 Biomassa atas permukaan-tanah vegetasi tingkat semai menunjukkan bahwa zona Sonneratia memiliki potensi biomassa yang lebih banyak dibandingkan dengan zona lainnya. Zona ini bahkan didominasi sebagian besar S. alba dengan biomassa sebesar 7,42 ton/ha. Sedangkan semai pada zona Ceriops hanya mengandung biomassa sebesar 3,10 ton/ha (Gambar 19). Biomassa Atas- Permukaan (ton/ha) Z o n a C. tagal S. alba Gambar 19 Biomassa atas permukaan-tanah tingkat semai pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara
14 Total Biomassa Atas Permukaan-Tanah Total biomassa atas permukaan-tanah meliputi nilai total biomassa pada tingkat pohon, anakan pohon dan semai di atas permukaan tanah. Biomassa atas permukaan-tanah pohon jenis S. alba pada zona Sonneratia sebesar 263,56 ton/ha memberi konstribusi yang besar terhadap biomassa atas permukaan-tanah jenis S. alba. Jenis ini memiliki biomassa atas permukaan-tanah terbesar yaitu 282,68 ton/ha. Sedangkan yang memiliki biomassa atas permukaan-tanah terbesar berada pada zona Sonneratia-Rhizophora yaitu 186,12 ton/ha. C. tagal yang memiliki jumlah biomassa atas permukaan-tanah terbesar terdapat pada zona Ceriops sebesar 205,90 ton/ha. Tabel 15 Total biomassa atas permukaan-tanah vegetasi mangrove pada plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Je nis Tingkat Biomassa Biomassa Total Pertumbuhan per Jenis pe r Zona (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) Sonneratia S. alba Pohon 263,56 282,68 322,95 Anakan pohon 11,70 Semai 7,42 Pohon 40,20 40,27 Anakan pohon 0,00 Semai 0,07 Sonneratia- S. alba Pohon 84,11 91,16 277,28 Rhizophora Anakan pohon 2,94 Semai 4,10 Pohon 176,45 186,12 Anakan pohon 7,92 Semai 1,74 Rhizophora- Pohon 78,68 88,20 147,29 Ceriops Anakan pohon 6,36 Semai 3,16 C.tagal Pohon 56,44 59,09 Anakan pohon 1,40 Semai 1,26 Ceriops Pohon 0,00 0,35 206,26 Anakan pohon 0,00 Semai 0,35 C. tagal Pohon 192,63 205,90 Anakan pohon 10,53 Semai 2,75 Biomassa Rata-rata pe r Zona 238,44
15 55 Berdasarkan Tabel 15, total biomassa atas permukaan-tanah zona Sonneratia sebesar 322,95 ton/ha merupakan zona dengan jumlah total biomassa atas permukaan-tanah terbesar dibanding dengan ketiga zona lainnya. Sedangkan zona Rhizophora-Ceriops dengan biomassa atas permukaan-tanah hanya sebesar 147,29 ton/ha merupakan zona yang memiliki total biomassa atas permukaantanah terkecil dari semua zona mangrove di Tanjung Bara (Gambar 20). Biomassa atas permukaan-tanah rata-rata vegetasi mangrove yang diperoleh dari keseluruhan plot contoh adalah 238,44 ton/ha. Biomassa Atas Permukaan - Tanah (ton/ha) Z o n a C. tagal S. alba Gambar 20 Total biomassa atas permukaan-tanah vegetasi mangrove pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara. Penelitian-penelitian sebelumnya melakukan kajian tentang biomassa atas permukaan-tanah vegetasi pada beberapa lokasi hutan mangrove. Beberapa di antaranya adalah hutan mangrove di Malaysia, Thailand, Kenya, Brazil dan Indonesia (Tabel 16). Tabel 16 Beberapa penelitian tentang biomassa atas permukaan-tanah di hutan mangrove. No Lokasi Biomassa Atas Permukaan-Tanah (ton/ha) Referensi 1 Malaysia Ong et al. (1984) Rhizophora apiculata 300 plantation forest 2 Matang, Malaysia - Rhizophora apiculata ( ) Putz and Chan (1986)
16 56 3 Southern Thailand - Rhizophora spp. - Bruguiera spp. Total 4 Halmahera, Maluku, Indonesia - Rhizophora apiculata - Rhizophora stylosa - Bruguiera gymnorrhiza 5 Tritih, Jawa Tengah, Indonesia 252,737 28, , ,9 (299,1 356,8) 178,2 421,5 (406,6 436,4) Rhizophora mucronata : 93,73 6 Talidendang Besar, Riau Eastern Sumatera, Indonesia - Bruguiera parviflora - Bruguiera sexangula 97,53 (42,94 159,96) 186,80 (75,99 279,03) 177,92 (40,70 315,13) - Bruguiera sexangula-nypa fruticans 7 Secondary Forest, Thailand Ceriops tagal Forest - Stem 53,35 - Branch 23,61 - Leaf 13,29 - Total 90,25 8 Hutan alam mangrove, Indragiri Hilir, Riau, Indonesia - Rhizophora apiculata - Bruguiera spp. - Rhizophora mucronata 9 Gazy Bay, Kenya R. mucronata Lamk. 452,02 10 Itamaraca, Pernambuco, Brazil - Rhizophora mangle 81,9 - Avicennia schaueriana 3,15 - Laguncularia racemosa 19,95 - Total Tanjung Bara, Sangatta Utara, Kalimantan Timur, Indonesia - Zona Sonneratia - Zona Sonneratia- Rhizophora - Zona Rhizophora-Ceriops - Zona Ceriops Rata-rata (148,92 316,17) (4,86 24,22) (9,59 11,62) 322,95 277,28 147,29 206,26 238,44 Keterangan : Nilai dalam tanda kurung menyatakan nilai kisaran data. Tamai et al. (1986) Komiyama et al. (1988) Sukardjo and Yamada (1992) Kusmana (1993) Komiyama, et al. (2000) Hilmi (2003) Kirui et al. (2006) Medeiros and Sampaio (2008) Studi ini (2010)
17 57 Tabel 16 di atas menunjukkan biomassa atas permukaan-tanah pada hutan mangrove umumnya memiliki jumlah yang bervariasi pada masing-masing lokasi yang berbeda. Hutan mangrove di Matang, Malaysia memiliki biomassa tertinggi mencapai 460 ton/ha. Biomassa atas permukaan-tanah tertinggi pada studi ini sebesar 322,95 ton/ha. Jumlah ini relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan biomassa atas permukaan-tanah (356,8 ton/ha) dan B. gymnorrhiza (436,4 ton/ha) di Halmahera, Maluku, R.mucronata Lamk. di Gazi Bay, Kenya (452,02 ton/ha) dan di Matang, Malaysia (460 ton/ha). Rata-rata biomassa atas permukaan-tanah pada studi ini secara umum masih lebih tinggi dibanding Tritih, Jawa Tengah (93,73 ton/ha), Hutan Sekunder di Thailand (90,25 ton/ha) dan Itamaraca, Pernambuco, Brazil (105 ton/ha). Kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor pembatas berupa suhu dan curah hujan. Temperatur dan presipitasi menjadi faktor iklim yang sangat penting menyebabkan adanya perbedaan biomassa mangrove (Satoo and Madgwick 1982 dalam Kusmana 1993). Selain itu, variasi jumlah biomassa yang diperoleh juga dapat disebabkan karena variasi dalam desain sampling yang digunakan (Kirui et al. 2006). Kirui et al. (2006) dalam penentuan allometrik equation-nya menggunakan 15 pohon contoh yang dipilih dan dipanen secara acak. Hilmi (2003) menggunakan 40 pohon contoh dengan distribusi R. mucronata sebanyak 7 pohon, sebanyak 21 pohon dan Bruguiera spp. sebanyak 12 pohon. Sedangkan studi ini menggunakan allometrik equation yang telah ada dari penelitian sebelumnya. Contoh yang digunakan meliputi vegetasi mangrove tingkat pohon (dbh > 5 cm), anakan pohon (t > 1,5 m dbh < 5 cm) dan semai (t < 1,5 m). Hutan mangrove memiliki jumlah biomassa dan tinggi yang relatif besar, menyaingi ukuran hutan hujan tropika. Biomassa pada tegakan mangrove biasanya lebih besar dibanding ekosistem perairan lainnya. Mangrove di sekitar khatulistiwa atu beriklim tropis dapat mengalami peningkatan hingga ton/ha (Alongi 2002).
18 Karbon dan Karbondioksida Simpanan karbon vegetasi mangrove di Tanjung Bara diperoleh melalui hasil konversi sebesar 46% dari total biomassa atas permukaan-tanah pada masing-masing zona mangrove. Simpanan karbon terbesar berada pada zona Sonneratia sebesar 148,55 tonc/ha dan terkecil pada zona Rhizophora-Ceriops sebesar 67,75 tonc/ha. Data karbon yang diperoleh kemudian dikonversi lagi untuk mengetahui kandungan atau serapan karbondioksida ekuivalen pada tiap zona mangrove. Total karbondioksida di atas permukaan tanah pada masingmasing zona mangrove di Tanjung Bara berkisar 248,64-545,18 tonco 2 /ha. Vegetasi mangrove yang memiliki jumlah serapan karbondioksida terbesar berada pada zona Sonneratia dan terkecil berada pada zona Rhizophora-Ceriops (Tabel 17). Tabel 17 Simpanan karbon dan karbondioksida di atas permukaan tanah pada tiap zona mangrove Zona Jenis Karbon Karbondioksida (ton C/ha) (ton CO 2 /ha) Sonneratia S. alba 130,03 545,18 18,52 Subtotal 148,55 Sonneratia- S. alba 41,93 468,07 Rhizophora 85,61 Subtotal 127,54 Rhizophora- 40,57 248,64 Ceriops C. tagal 27,18 Subtotal 67,75 Ceriops 0,16 348,21 C. tagal 94,72 Subtotal 94,88 Rata-rata per Zona 109,68 402,53 Jumlah simpanan karbon berbanding lurus dengan jumlah serapan karbondioksida ekuivalen vegetasi mangrove di Pantai Tanjung pada masingmasing zona (Gambar 21).
19 59 Jumlah Karbon dan Karbon dioksida Karbon (tonc/ha) Karbondioksida (tonco2/ha) Zona Gambar 21 Simpanan karbon vegetasi mangrove pada masing-masing zona di Tanjung Bara. Hilmi (2003) mengemukakan bahwa kandungan karbon tegakan jenis (diameter 10-40cm) dipengaruhi oleh faktor kesesuaian habitat sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Lokasi tegakan dibagi menjadi tiga blok. blok 1 merupakan habitat dengan ciri-ciri salinitas berkisar antara o / oo (habitat memiliki rata-rata 15 o / oo ) dengan tekstur tanah yang didominasi oleh liat 60,4% dan debu 39,6%. Blok 2 memiliki karakteristik habitat berupa liat halus dan debu dengan salinitas rata-rata o / oo. Blok 3 memiliki karakteristik tekstur tanah liat 50,6% dan debu 47,4% dengan kisaran salinitas antara o / oo. Simpanan karbon pada blok 1 sebesar 42,89 tonc/ha, pada blok 2 sebesar 105,76 tonc/ha dan pada blok 3 sebesar 87,48 tonc/ha. Estimasi simpanan karbon di atas permukaan-tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan berkisar antara 4,2-230 tonc/ha. Sedangkan simpanan karbon di atas permukaan-tanah pada hutan primer di Kecamatan Sebuku dan Sembakung Kabupaten Nunukan yaitu 230 tonc/ha. Mudiyarso et al. (1995) dalam Rahayu et al. (2005) mengemukakan bahwa hutan di Indonesia diperkirakan memiliki simpanan karbon antara tonc/ha.
20 Potensi Jasa Lingkungan Total luas kawasan mangrove berdasarkan Peta Tutupan Lahan di Kecamatan Sangatta Utara adalah 841,8 ha (0,52% dari total luas hutan di Sangatta Utara). Jika diasumsikan hutan mangrove Sangatta Utara secara keseluruhan memiliki zonasi yang sama dengan zonasi di lokasi pengambilan sampel, maka simpanan karbon vegetasi mangrove di Sangatta Utara adalah sebesar ,62 ton C atau setara dengan ,75 ton CO 2. Kegiatan operasional perusahaan tambang batubara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1.K/40.00/DJB/2007 tanggal 1 Januari 2007 tentang penciutan wilayah seluas 22 ha, maka luas area konsesi menjadi ha dari luas sebelumnya ha. Perusahaan ini telah melakukan pembukaan lahan sejak tahun 1993 hingga 2006 seluas ha dengan areal yang telah direklamasi ha atau 25,55 % dari luas total pembukaan lahan (PT. KPC 2008). Tingkat emisi karbondioksida dihitung berdasarkan analisa dan prediksi tingkat emisi CO 2 dari kegiatan operasional perusahaan tambang batubara ini pada tahun 2010 mencapai ,94 ton CO 2. Jumlah ini diakumulasi dari total emisi kegiatan operasional tambang batubara dikurangi dengan jumlah simpanan karbon pada areal pasca tambang yang telah direhabilitasi sebesar ton CO 2 (3,2% dari total emisi sebesar ,94 ton CO 2 ). Kegiatan operasional tambang batubara yang dianalisa meliputi sektor transportasi, ketenagalistrikan, peledakan, dan pembukaan lahan (Wibawa 2006). Jumlah emisi karbondioksida yang dihasilkan oleh kegiatan operasional tambang batubara menjadi salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengukur peran jasa lingkungan hutan mangrove di Tanjung Bara. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa karbondiokasida di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh vegetasi berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh vegetasi atau biomassa pada suatu areal tertentu dapat menggambarkan banyaknya jumlah karbondioksida di atmosfer yang dapat diserap oleh vegetasi tersebut melalui proses sekuestrasi (C-sequestration). Hutan mangrove dengan proporsi luasan
21 61 0,52% dari total luas hutan Sangatta Utara ini, berdasarkan jumlah simpanan karbondioksida sebesar ,75 ton CO2, mampu memberi peran jasa lingkungan dalam bentuk reduksi terhadap emisi dari kawasan tambang batubara sebesar 14,34% (Gambar 22). (a) Hutan Mangrove; 0,52% Tipe Hutan lain; 99,48% (b) CO2 Mangrove 14,34% Emisi CO2 sisa 85,66% Gambar 22 Proporsi luas hutan mangrove di Tanjung Bara terhadap total luas hutan di Sangatta Utara (a) dan serapan karbondioksida hutan mangrove di Tanjung Bara terhadap total emisi karbondioksida dari kegiatan tambang batubara (b). Berdasarkan serapan karbondioksida hutan mangrove di Tanjung Bara terhadap total emisi karbondioksida yang diillustrasikan dalam Gambar 22 di atas, nampak bahwa masih terdapat 85,66% jumlah emisi karbondioksida dari kegiatan operasional tambang batubara yang membutuhkan reduksi. Jasa lingkungan untuk mereduksi sisa emisi ini dapat diprediksi dari simpanan karbon pada hutan-hutan di sekitar Sangatta Utara. Hutan tipe lain dengan proporsi 99,48% merupakan proporsi yang cukup besar pada konteks jasa lingkungan hutan sebagai pereduksi emisi karbon.
22 62 MacLaren (1996) mengemukakan konteks yang sama dengan mengangkat potensi New Zealand yang memiliki 5,5 juta ha padang rumput. Berdasarkan asumsi bahawa suatu tipe hutan (sebaran pinus pada 1 rotasi selama 30 tahun) terdiri dari 112 ton C/ha, maka 5,5 juta ha padang rumput yang dikonversi menjadi hutan akan dapat mengurangi 616 juta ton karbon dari atmosfer. New Zealand berpotensi besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan penanaman atau rehabilitasi padang rumput seluas 5,5 juta ha. Densitas karbon dengan cara ini akan bertambah hingga 112 ton C/ha. Penyerapan oleh hutan tanaman mencapai lebih kurang 75% emisi CO 2 dari pembakaran bahan bakar fosil pada tahun Indikasi jumlah serapan ini diharapkan akan mencapai 100% pada kondisi absorbsi karbon lebih banyak dari yang teremisikan ke atmosfer. Penambahan luas hutan secara berkelanjutan akan mereduksi emisi gas-gas rumah kaca. Kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan mengindikasikan bahwa karbon yang telah tersimpan dalam bentuk biomassa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke atmosfer melalui pembakaran (tebas dan bakar) atau dekomposisi bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Tahun diperkirakan perubahan penggunaan lahan menambah ±1,7 Gt/thn dari total emisi CO 2 (Watson et al dalam Rahayu et al. 2005).
III. METODE PENELITIAN
21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi
16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.
4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk
Lebih terperinci9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI
9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
Lebih terperinciVI. SIMPULAN DAN SARAN
135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciTINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal
TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1. Lokasi Penelitian (Google Map, 2014)
III. METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di hutan mangrove Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah, International Tropical Marine and Earth Science Laboratory
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain
Lebih terperinciModel Pendugaan Biomassa Vegetasi Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir Riau
Model Pendugaan Biomassa Vegetasi Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir Riau Endang Hilmi 1) dan Asrul Sahri Siregar 2) 1) Program Studi Perikanan dan Kelautan Unversitas Jenderal Soedirman 2) Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan
Lebih terperinciStruktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili
Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi UHO jamili66@yahoo.com 2012. BNPB, 2012 1 bencana tsunami 15 gelombang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA
ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA Oleh : AUFA IMILIYANA (1508100020) Dosen Pembimbing: Mukhammad Muryono, S.Si.,M.Si. Drs. Hery Purnobasuki,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa
TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan
LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan tingkat salinitas di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Analisis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah
Lebih terperinciKegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan
Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO
Lebih terperinciANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN
ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk PLANT 12 TARJUN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Kerjasama Antara LEMBAGA PENELITIAN UNLAM dengan PT. INDOCEMENT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut
4 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang ekstrim, seperti habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai dengan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek
Lebih terperinciStruktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage
Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Elok Swasono Putro (1), J. S. Tasirin (1), M. T. Lasut (1), M. A. Langi (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Lebih terperinciSTRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN
MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):1-8 STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN NATURAL MANGROVE VEGETATION STRUCTURE IN SEMBILANG NATIONAL PARK, BANYUASIN
Lebih terperinciMETODOLOGI. Lokasi dan Waktu
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis
Lebih terperinciHutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini
II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
Lebih terperinciANALYSIS OF BIOMASS AND CARBON STOCK ON MANGROVE FOREST ECOSYTEM IN NORTH COASTAL AREA OF RUPAT ISLAND RIAU PROVINCE
ANALYSIS OF BIOMASS AND CARBON STOCK ON MANGROVE FOREST ECOSYTEM IN NORTH COASTAL AREA OF RUPAT ISLAND RIAU PROVINCE Muhammad Sofyan 1 Aras Mulyadi 2 Elizal 3 Department of Marine Science, Faculty of Fisheries
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan
Lebih terperinciANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT
ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan formasi hutan yang tumbuh dan berkembang pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Oleh
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG
KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG Aria Israini Putri 1, Marlina Kamelia 2, dan Rifda El Fiah 3 1,2 Tadris Biologi, Fakultas
Lebih terperinciKERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)
1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat
TINJAUAN PUSTAKA Hutan mangrove Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan
Lebih terperinci4 KERUSAKAN EKOSISTEM
4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai
Lebih terperinciDiagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah
hasil stok karbon Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah Biomassa Mangrove di Zona Pasang Tertinggi 0% Batang Nekromassa 16% 0% Akar seresah Biomassa Mangrove di zona Pasang Terendah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2011, bertempat di Seksi Wilayah Konservasi II Ambulu, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove
6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian a. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove pada area restorasi yang berbeda di kawasan Segara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).
Lebih terperinciStruktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara
Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Amna dajafar, 2 Abd Hafidz Olii, 2 Femmy Sahami 1 amanjadjafar@yahoo.co.id 2 Jurusan Teknologi Perikanan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya
1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida
Lebih terperinciV HASIL DAN PEMBAHASAN
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel
Lebih terperinciPENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk
PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan
PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Mangrove Karakteristik Hutan Mangrove
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Mangrove 2.1.1. Karakteristik Hutan Mangrove Kawasan hutan mangrove selain berfungsi secara fisik sebagai penahan abrasi pantai, sebagai fungsi biologinya mangrove menjadi
Lebih terperinciMODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.
MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang
Lebih terperinciTeknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus
Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus TEKNIK PENANAMAN MANGROVE PADA DELTA TERDEGRADASI DI SUMSEL Teknik Penanaman Mangrove Pada Delta Terdegradasi di Sumsel Teknik Penanaman
Lebih terperinciKata Kunci: Mangrove 1, Biommassa 2, Karbon 3, Alos_Avnir_2. 1. Pendahuluan
Biomassa Karbon Vegetasi Mangrove berdasarkan Citra Satelit Alos_Avnir_2 Di Kelurahan Welai Timur dan Welai Barat Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Jahved Feriyanto Maro 1, *, Agus Hartoko 2, Ign.Boedi.
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PE ELITIA
10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan
Lebih terperinciKeanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo
Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo 1,2 Yulinda R.Antu, 2 Femy M. Sahami, 2 Sri Nuryatin Hamzah 1 yulindaantu@yahoo.co.id
Lebih terperinciANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN
Berkala Perikanan Terubuk, Februari 07, hlm 4-4 ISSN 06-465 Vol. 45. No. ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN Teguh Heriyanto ) dan Bintal Amin
Lebih terperinciPenaksiran Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Bandar Bakau Dumai
Penaksiran Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Bandar Bakau Dumai DESTI ZARLI MANDARI 1*, HARIS GUNAWAN 2, MAYTA NOVALIZA ISDA 2 1 Mahasiswa Program S1 Biologi, FMIPA,
Lebih terperinciJurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)
Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : 77-85 (1999) Artikel (Article) STUDI KEMAMPUAN TUMBUH ANAKAN MANGROVE JENIS Rhizophora mucronata, Bruguiera gimnorrhiza DAN Avicennia marina PADA BERBAGAI
Lebih terperinciL PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;
L PEI\{DAITULUAIT 1.1 Latar Belakang Bahan tambang merupakan salah satu sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (amanat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Berdasarkan jumlah keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).
I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan
Lebih terperinciESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.
13 ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) Email: erminasari.unilak.ac.id *Alumni FKIP Universitas Lancang Kuning ** Dosen FKIP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal
Lebih terperinciAnalisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Laila Usman, 2 Syamsuddin, dan 2 Sri Nuryatin Hamzah 1 laila_usman89@yahoo.co.id 2 Jurusan Teknologi Perikanan,
Lebih terperinci