BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Sudomo Budiono
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Koroner Akut Definisi Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007). Sindroma Koroner Akut (SKA) terdiri dari infark miokard akut (IMA) disertai elevasi segmen ST (IMA STE), IMA tanpa elevasi segmen ST (IMA non STE) dan angina pektoris tak stabil (APTS) (Braunwald,1989; Christopher PC 2005). Walaupun persentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologi (Libby,1995). Jika troponin T atau I positif tetapi tanpa gambaran ST elevasi disebut IMA non STE dan jika troponin negatif disebut APTS seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. (Hamm dkk,2004; PERKI,2012) Gambar 1. Spektrum dan definisi dari SKA. (PERKI,2012)
2 Epidemiologi Angka mortalitas dalam rawatan di rumah sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE / APTS adalah 7% dibandingkan 4%, tetapi pada jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding pasien IMA-STE (Rationale and design of GRACE. 2001). Data dari GRACE 2001, menunjukkan pasien yang datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata yang terbanyak adalah IMA-STE (34%), IMA non STE (31%) dan APTS (29%) (Budaj dkk,2003) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Gambar 2. Jumlah kasus Sindroma Koroner Akut (Budaj dkk,2003) Patofisiologi Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain, faktor hemodinamik seperti hipertensi, zatzat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C (LDL-C) (Libby. 1995; Hamm. 2004). Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule adhesion seperti sitokin (interleukin-1), tumor nekrosis faktor (TNF-α), kemokin (monocyte chemoatractant factor-i), dan platelet derived growth factor.
3 8 Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini terus membentuk sel busa (Braunwald, 1989; Libby,1995). LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture (Libby, 1995). Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis seperti kolagen, adenosin diphosphate (ADP), epinefrin dan serotonin memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-a2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu reseptor glikoprotein II/IIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vwf) dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Deckelbaum,1990). Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan fibrin (Findlay dkk, 2005; Braunwald, 1989).
4 9 Gambar 3. Patofisiologi aterosklerosis pada pembuluh darah (Findlay dkk,2005) IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA STE karena timbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi ruptur lokal akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon terhadap terapi trombolitik (Gambar 3) ( Hamm dkk,2004)
5 10 Gambar 4. Patofisiologi terjadinya sindroma koroner akut (Hamm dkk,2004) 2.2. Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebelum umur 60 tahun didapatkan 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan menderita SKA. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar dari perempuan (Katz, 2006). Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi
6 11 ; sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok. Usia sering dihubungkan sebagai faktor determinan terhadap hasil akhir pada kejadian SKA bahwa peningkatan usia dihubungkan dengan peningkatan yang bermakna terhadap hasil akhir klinis (Jacobs. 1999). Pada penelitian GRACE ternyata menunjukkan bahwa usia merupakan prediktor penduga yang independen terhadap kematian dalam rawatan rumah sakit pada kejadian SKA dengan odds ratio 1.70 setiap 10 tahun, dimana usia tua memiliki risiko tinggi kematian pada SKA (Alexander KP. 2007). Penelitian yang dilakukan Antman (2000) menunjukkan hasil bahwa walaupun usia di atas 65 tahun merupakan bagian dari penilaian skor risiko TIMI namun ternyata tindakan angiografi dan revaskularisasi lebih sedikit dilakukan pada usia tua. Hasil penelitian SPACE di Arab Saudi menunjukkan bahwa pasien dengan usia 70 tahun memiliki angka kematian di rumah sakit lebih tinggi (7%) dibandingkan dengan usia < 70 tahun (1.6% - 3%) hal ini oleh karena pasien usia tua kurang mendapat terapi secara agresif (Al-Saif. 2011). Gambar 5. Faktor usia terhadap risiko kematian kardiovaskuler dan perdarahan mayor. (Budaj dkk,2003)
7 12 Cole dkk (1954) melaporkan bahwa pasien IMA yang datang ke rumah sakit dengan kadar lekosit > /ml ternyata dalam 2 bulan memiliki risiko kematian 4 kali lebih tinggi dibandingkan pasien IMA dengan kadar lekosit yang normal (<10.000/ml). Peningkatan kadar lekosit merupakan indikator inflamasi sistemik (Munir. 2010) dan telah diterima sebagai respon kejadian IMA serta merupakan prediktor independen yang kuat untuk kematian jangka panjang pada IMA non STE yang dilakukan tindakan revaskularisasi (Mueller. 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Nunez J 2005 juga menunjukkan bahwa peningkatan kadar lekosit dalam darah sebagai salah satu prediktor jangka panjang terhadap kejadian kematian kardiovaskuler (tabel 1). Tabel 1. Kadar lekosit berperan dalam risiko kematian jangka panjang pada IMA non STE (A) dan IMA STE (B). (Nunez J, 2005) Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Sekitar 24 % kematian akibat serangan jantung pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan karena kebiasaan merokok (Huon. 2000). Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi
8 13 mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok (Anwar 2004) Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) pada saat serangan nyeri dada merupakan faktor risiko independen yang kuat (Koon-Hou & Topol E.J. 2000) dan prognostik yang jelek untuk pasien dengan SKA bahkan pada pasien non diabetik (Bilal. 2007). Sean (2007) menunjukkan bahwa angka kematian dalam 30 hari lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan tanpa diabetes pada IMA non STE/APTS (2.1% vs 1.1%, P <.001) dan IMA STE (8.5% vs 5.4%, P <.001). Penelitian DIGAMI (Malmberg. 1995) menunjukkan hasil bahwa pengontrolan metabolik insulin secara intensif dengan menggunakan insulin dan infus glukosa pada pasien dengan diabetes mellitus atau glukosa darah >11.0 mmol/l ternyata memberikan keuntungan dalam menekan angka kematian setahun menjadi lebih rendah (18.6% dibandingkan 26.1%). Saman (2007) menganalisis bahwa umur, DM, hipertensi dan tidak dilakukan terapi reperfusi ternyata didapatkan bermakna berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dalam 30 hari (tabel 2). Pada laki-laki usia pertengahan (45-65 tahun) dengan tingkat serum kolesterol yang tinggi (kolesterol : >240 mg/dl dan LDL kolesterol : >160 mg/dl) risiko terjadinya SKA akan meningkat (Sacks dkk,1996). Tabel 2. Analisis Univariat : prediktor kematian (Saman. 2007)
9 14 Ada beberapa sistem penilaian stratifikasi risiko yang dapat memprediksi kematian pada pasien dengan SKA yaitu GRACE,TIMI, PURSUIT dan FRISC (Wallentin. 2000) yang paling sering digunakan adalah GRACE dan TIMI (Antman. 2000). Pada penilaian secara prospektif, skor risiko GRACE memberikan stratifikasi paling akurat untuk risiko pada saat awal rawat dan pulang, karena kekuatan diskriminatifnya yang baik dan juga merupakan prediksi yang paling akurat terhadap hasil akhir klinis dan digunakan sebagai data yang sah untuk penelitian-penelitian selanjutnya (PERKI, 2012). Penerapan secara umum dan ketepatan hasil akhir dari skor GRACE dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko pada SKA. Risiko skor TIMI untuk IMA non STE/APTS dibuat sebagai alat bantu prognostik para klinisi (Antman dkk, 2000; Francisco dkk, 2005) yang dapat digunakan secara mudah dengan hanya menggunakan variabelvariabel dasar (Morrow dkk, 2000) untuk mengevaluasi hasil akhir klinis jangka pendek (14 hari) dan jangka panjang (6 bulan) (Marc dkk, 2003). Nilai skor tersebut dapat dihubungkan dengan luasnya penyempitan pada pembuluh darah koroner (Lakhani dkk, 2010; Manoharan dkk, 2009) Penentuan risiko berdasarkan skor risiko Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) untuk IMA STE sebagai berikut (Morrow. 2000) : A. B. Tabel.3. A. Indikator klinis serta skor stratifikasi risiko pada IMA STE dan B. Angka kematian dalam 30 hari terhadap skor stratifikasi risiko. (Morrow DA, 2000)
10 15 Angka rata-rata kematian, IMA ataupun pasien dengan revaskularisasi segera secara signifikan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah skor risiko TIMI (Soiza dkk, 2006), mulai dari > 5% pada pasien dengan skor risiko 0-1 sampai dengan > 40% pada skor risiko 6 atau 7. (Marc dkk, 2003). Untuk IMA non STE/APTS, penilaian dibagi menjadi skor 0-2 = risiko rendah, skor 3 4 = risiko sedang dan skor 5 7 = skor tinggi. Penentuan risiko penting dilakukan untuk penentuan strategi pengobatan (Antman dkk, 2000). Penentuan risiko berdasarkan skor risiko TIMI untuk IMA non STE/ APTS seperti dalam tabel 4. Tabel 4. Stratifikasi Risiko TIMI pada IMA STE (Morrow,2000) Skor risiko TIMI untuk IMA STE (tabel 9) menunjukkan hubungan yang kuat antara kematian dalam 30 hari, sebanyak > 40 kali lipat pada kelompok dengan skor > 8 dibandingkan dengan skor 0. Sementara kelompok skor > 5 hanya sebanyak 12% namun > 2 kali lipat dari jumlah populasi (Morrow dkk, 2000)
11 16 Tabel 5. Hubungan antara skor TIMI pada IMA STE terhadap angka kematian dalam 30 hari (Morrow dkk,2000) Pollack Jr dkk (2006) melakukan pemantauan dalam 30 hari terhadap pasien dengan IMA non STE/ APTS yang datang ke unit gawat darurat. Ternyata 43 pasien meninggal dalam 30 hari, 15 pasien kembali masuk dengan IMA, 14 pasien dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan setelah berobat jalan, dan 10 pasien dilakukan tindakan CABG. Hasil skor risiko TIMI saat pasien tiba di unit gawat darurat ternyata menunjukkan korelasi terhadap hasil akhir klinis dalam 30 hari (tabel 6; chi-square, p < dan Cochran-Armitage trend test, p < 0.001) Tabel 6. Hubungan antara skor TIMI pada IMA non STE /APTS terhadap angka kematian dan revaskularisasi dalam 30 hari (Pollack Jr,2006)
12 Manifestasi Klinis Sindroma Koroner Akut Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya gejala saat istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang hanya timbul pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala intermiten, peningkatan jumlah episode yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai dampak terhadap hasil akhir klinis. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk dan memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera (PERKI,2012).Faktor risiko yang tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada yang berkelanjutan (> 20 menit), edema paru (Killip klas 2 ), hipotensi dan aritmia seperti pada tabel 7. (Antman EM, 2005). Tabel 7. Klasifikasi Killip terhadap angka kematian pada IMA-STE (Antman EM, 2005) Scirica dkk (2002) melaporkan bahwa pasien dengan IMA non STE / APTS yang mengalami serangan angina yang memberat akan memiliki risiko kematian yang meningkat dalam 1 tahun Pengakkan Diagnosa Pemeriksaan Fisik
13 18 Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstrimitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI. Serangan MI biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina, tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada. Jika pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina, maka ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Kebalikan dengan angina yang biasa, IMA terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam-jam awal dipagi hari. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut). Pada IMA non STE, nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan menjadi gejala yang sering ditemukan. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada IMA non STE telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, syncope atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien berusia lebih dari 65 tahun (Sudoyo. 2007) Penanda Enzim Jantung GRACE (2001) dan WHO (Tunstall. 1994) menggunakan kriteria diagnostik dengan penanda enzim jantung untuk IMA dan APTS. Angka kematian dalam 30 hari dan 6 bulan pada pasien SKA dijumpai signifikan cukup tinggi dengan peningkatan kadar troponin yang tinggi pada pasien dengan IMA non STE/APTS, seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 (SIGN,2007). Troponin I atau T merupakan penanda biologis terpilih untuk memprediksi hasil akhir klinis
14 19 jangka pendek (30 hari) terkait IMA dan kematian (PERKI,2012). Peningkatan kadar troponin merupakan prediktor independen terhadap kematian 30 hari dan selama pengamatan jangka panjang (1 tahun dan lebih). Nilai prognostik dari ctnt dan ctni ternyata sama (Ohman,1996; Luciano,2005). Peningkatan troponin dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk. Pasien dengan IMA non STE jika disertai dengan peningkatan kadar enzim jantung troponin dalam 12 jam, maka memiliki risiko tinggi kejadian kematian (dalam 30 hari dengan angka kematian sampai dengan 4 5 %) (Christenson RH,1998) Tabel 8. Definisi dan prognosis SKA berdasarkan kadar serum enzim troponin T (SIGN,2007) Elektrokardiografi Gambaran EKG awal sangat berguna untuk menduga kejadian SKA. Jumlah lead yang menunjukkan depresi ST dan magnitudonya, merupakan indikasi adanya iskemia berat dan luas dan berkorelasi dengan prognosis terhadap angka kematian dalam 1 tahun seperti yang di tunjukkan pada tabel 6 (Hamm. 2004). Pemantauan segmen ST secara berkala pada EKG saat istirahat memberi
15 20 informasi prognostik tambahan, selain hasil troponin dan variabel klinis lainnya (Hamm. 2004; PERKI.2012). Pada penelitian GRACE (2001) juga dijumpai faktor yang berhubungan secara independen terhadap peningkatan angka kematian yaitu pertambahan usia, klas Killip, peningkatan denyut jantung, depresi segmen ST, tanda-tanda gagal jantung, tekanan darah sistolik yang rendah, nyeri dada yang khas dan peningkatan enzim jantung. Adanya gambaran segmen ST yang deviasi (Kaul. 2003) merupakan prediktor yang kuat untuk hasil akhir klinis dibandingkan dengan peningkatan enzim jantung troponin pada pasien SKA (SIGN, 2007). Tabel 9. Jumlah angka kematian dalam 1 tahun terhadap luasnya infark (Hamm,2004). Timbulnya kelainan-kelainan EKG pada IMA bisa terlambat, sehingga untuk menyingkirkan diagnosis IMA membutuhkan EKG serial. Fase evolusi yang terjadi bias sangat bervariasi, bisa beberapa jam hingga 2 minggu. Selama evolusi atau sesudahnya, gelombang Q bisa hilang sehingga disebut infark miokard non-q. Gambaran infark miokard subendokardial pada EKG tidak begitu jelas dan memerlukan konfirmasi klinis dan laboratoris, pada umumnya terdapat
16 21 depresi segmen ST yang disertai inversi segmen T yang bertahan beberapa hari. Pada infark miokard pada umumnya dianggap bahwa Q menunjukkan nekrosis miokard, sedangkan R menunjukkan miokard yang masih hidup, sehingga bentuk QR menunjukkan infark non-transmural sedangkan bentuk QS menunjukkan infark transmural. Pada infark miokard non-q, berkurangnya tinggi R menunjukkan nekrosis miokard. Pada infark miokard dinding posterior murni, gambaran EKG menunjukkan bayangan cermin dari infark miokard anteroseptal terhadap garis horisontal, jadi terdapat R yang tinggi di V1, V2, V3 dan disertai T yang simetris (Sudoyo dkk). Gambar 6. Gambaran EKG STEMI dan NSTEMI Penelitian dari Fibrinolytic Therapy Trialists Collaboration (FTTC) (1994) melaporkan bahwa gambaran EKG merupakan prediktor kematian yang cukup memberikan manfaat apabila dijumpai adanya elevasi segmen-st atau bundle branch block yang dianggap baru. Go AS (1998) menunjukkan bahwa right bundle branch block (RBBB) ternyata banyak dijumpai pada gambaran EKG namun memiliki angka kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan left bundle branch block (LBBB).
17 Komplikasi Pasien dengan irama atrial fibrilasi (AF) yang baru muncul setelah serangan IMA menunjukkan peningkatan angka risiko kejadian kardiovaskuler dan kematian. AF merupakan aritmia yang paling sering muncul setelah serangan IMA dan menjadi prediktor utama untuk hasil akhir klinis pada pasien dengan SKA. (Antoni dkk, 2010). Hasil GRACE menunjukkan bahwa persentase kejadian kematian lebih tinggi pada IMA non STE dibandingkan dengan IMA STE (13% vs 8%), namun pada kejadian masuk kembali ke rumah sakit dijumpai persamaan persentase antara IMA non STE dan APTS (20%) (gambar 5). Gambar 7. Hasil akhir klinis : mulai rawatan sampai jangka waktu 6 bulan (GRACE,1999) 2.6. Penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut Penatalaksanaan Angina Pektoris Tidak Stabil Tindakan umum Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen; pemberian
18 23 morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin (Trisnohadi, 2006). Terapi medikamentosa Obat anti iskemia Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium. Obat anti agregasi trombosit Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa Obat anti trombin Unfractionnated Heparin, low molecular weight heparin Direct trombin inhibitors Tindakan revaskularisasi pembuluh darah Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan utama. Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini (Trisnohadi, 2006) Penatalaksanaan STEMI Tatalaksana di rumah sakit
19 24 ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2009). Terapi farmakologis Fibrinolitik Antitrombotik Inhibitor ACE Beta-Blocker Penatalaksanaan NSTEMI Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu: Terapi antiiskemia Terapi anti platelet/antikoagulan Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi) Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sindroma Koroner Akut II.1.1. Definisi Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler, terutama SKA akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
Lebih terperincidari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit lainnya. Infark miokard
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam
1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab
Lebih terperinciNs. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department
Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu sindroma klinis berupa sekumpulan gejala khas iskemik miokardia yang berhubungan dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang berasosiasi dengan infark miokard. Menurut WHO, pada 2008 terdapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada negara maju antara lain heart failure, ischemic heart disease, acute coronary syndromes, arrhythmias,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan
Lebih terperincisebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom koroner akut (SKA) merupakan spektrum klinis yang menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner hingga terjadi iskemia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Acute Coronary Syndrome (ACS) digunakan untuk menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan
Lebih terperinciPEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT
PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT A. DEFINISI Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan
Lebih terperinciPenatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :
1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Lipid 2.1.1 Lipid Lipid adalah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin, dan steroid, yang bersifat larut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit sindroma koroner akut yang paling sering dijumpai pada usia dewasa. Penyakit ini terutama disebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J
PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia
23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut. Keadaan ini biasanya disebabkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Koroner Akut 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan kumpulan sindroma klinis nyeri dada disebabkan oleh kerusakan miokard yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Pada
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom Koroner Akut (SKA) 2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang terjadi karena adanya ruptur atau erosi dari plak
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan volume aliran darah ke jantung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokard disertai elevasi segmen ST yang persisten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah sindrom koroner akut (Lilly, 2011). Sindom koroner akut (SKA) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Menurut WHO, 7.254.000 kematian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai kontribusi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT
MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Angka kematian penyakit kardiovaskular di Indonesia meningkat setiap tahunnya, tahun 2004 mencapai 30% dibandingkan tahun 1975 yang hanya 5%. Data Survei
Lebih terperinci4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia
4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2002
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia maupun di negara-negara barat. Kematian akibat penyakit jantung
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung koroner masih merupakan pembunuh terbesar baik di Indonesia maupun di negara-negara barat. Kematian akibat penyakit jantung koroner umumnya terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung saat ini telah menjadi masalah serius di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan pembuluh darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard merupakan perkembangan yang cepat dari nekrosis miokard yang berkepanjangan dikarenakan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya,
Lebih terperinciABSTRAK... 1 ABSTRACT
DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama 1.Masalah kesehatan yang timbul akibat stoke sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA) Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Definisi dan Klasifikasi Sindroma Koroner Akut Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan gejala yang disebabkan oleh iskemik miokard akut.
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.
BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia dan masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi di negara-negara maju
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lipid 2.1.1. Deskripsi Lipid ialah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin dan steroid yang bersifat dapat larut
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan sebagai kondisi dimana muncul gejala-gejala khas iskemik miokard dan kenaikan segmen ST pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau
Lebih terperinciBAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari
BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemui pada orang dewasa. Pada PJK, fungsi jantung terganggu akibat adanya penyempitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat menyebabkan gangguan kualitas hidup dan memperpendek harapan hidup (Wong, 2014). Pasien
Lebih terperinciTEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)
TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke yang tergolong dalam penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim
Lebih terperinciPenyakit Jantung Koroner
Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung telah menjadi penyakit pembunuh kedua di Hong Kong setelah kanker. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung utama. Menurut statistik dari Departemen
Lebih terperinciTopik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.
Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : 09.30 A. LATAR BELAKANG Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT JANTUNG KORONER Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya proses degeneratif kronik pada pembuluh darah koroner yang sudah dimulai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 32 pasien stroke iskemik fase akut
51 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 32 pasien stroke iskemik fase akut nondiabetik yang menjalani rawat inap di bangsal Penyakit Saraf RS Dr.Kariadi Semarang selama periode Juni 2010
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan
21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan sosioekonomi dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara optimal.
Lebih terperinciInformed Consent Penelitian
62 Lampiran 1. Lembar Kerja Penelitian Informed Consent Penelitian Yth. Bapak/Ibu.. Perkenalkan saya dr. Ahmad Handayani, akan melakukan penelitian yang berjudul Peran Indeks Syok Sebagai Prediktor Kejadian
Lebih terperinci