PEMBINAAN ANAK YANG BERPERILAKU KRIMINAL DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG SKRIPSI. oleh. Bimawan Adhi Saputra PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBINAAN ANAK YANG BERPERILAKU KRIMINAL DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG SKRIPSI. oleh. Bimawan Adhi Saputra PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH"

Transkripsi

1 PEMBINAAN ANAK YANG BERPERILAKU KRIMINAL DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA ANTASENA MAGELANG SKRIPSI disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Sekolah oleh Bimawan Adhi Saputra PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017 i

2 ii

3 iii

4 iv

5 MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO: Berusahalah untuk mencoba dari pada tidak sama sekali melakukan PERSEMBAHAN: Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Kedua orang tua saya yaitu Rahmat Slamet dan Sri Upami, yang menjadi sumber kekuatan karena selalu memberikan semangat, doa, dukungan, motivasi, dan kasih sayang sehingga saya selalu ingin berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik untuk mereka. 2. Kakak kakak saya yaitu Yuli Herni Purwanti, Wiwin Nugraheni, dan David Agung Argimas yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk segala hal terutama dalam proses penyelesaian study ini. 3. Tak lupa juga sahabat-sahabatku tercinta dan untuk Rezi Gigih Sulistiyowati yang selalu menyemangati dan selalu ada buat saya dalam keadaan apapun. 4. Teman-teman PLS FIP UNNES Teman-teman KKN Desa Pamriyan 6. Teman-teman Kos Timbul yang selalu mendukung. 7. Almamaterku Universitas Negeri Semarang. v

6 KATA PENGANTAR Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, serta bimbingan dari dosen pembimbing sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Pembinaan Anak Yang Berperilaku Kriminal Di Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pada kesempatan ini dengan rasa hormat, peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi, yaitu : 1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, sekaligus Dosen Pembimbing I, yang telah menuntun, membimbing, dan memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini 2. Dr. Utsman, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi. 3. Dr. Amin Yusuf, M. Si. Dosen Pembimbing II, yang juga telah menuntun, membimbing, dan memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Drs. Ruh Sanyoto, M.P. Ketua Panti Sosial Marsudi Putra Antasena yang telah memberikan izin penelitian. 5. Seluruh pengurus atau staff dan penerima manfaaat di Panti Sosial Marsudi Putra Antasena yang telah memberikan waktu dan kerjasamanya selama penelitian. vi

7 6. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berperan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah swt dapat memberikan balasan yang sesuai dengan budi baik yang diberikan kepada peneliti. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca yang budiman, serta perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Semarang, 17 September 2017 Penulis Bimawan Adhi Saputra NIM vii

8 ABSTRAK Bimawan Adhi Saputra Pembinaan Anak Yang Berperilaku Kriminal Di Panti Sosial Marsudi Putra ANTASENA Magelang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. dan Dr. Amin Yusuf, M. Si. Kata kunci: Kenakalan Remaja, Pembinaan, Panti Sosial Kurangnya perhatian dari orang tua dan faktor ekonomi dapat menimbulkan anak untuk melakukan tindak kriminal. Rumusan masalah yang dikaji adalah bagaimana pembinaan anak yang berperilaku kriminal di PSMP Antasena Magelang, bagaimana faktor pendukung dan pengambat dalam pelaksanaan pembinaan anak yang berperilaku kriminal di PSMP Antasena Magelang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembinaan anak yang berperilaku kriminal di PSMP Antasena Magelang beserta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan anak yang berperilaku kriminal di PSMP Antasena Magelang Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari Kepala Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang, Pekerja Sosial, Penerima Manfaat. Adapun pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode. Teknik analisis data merupakan pengumpulan data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yaitu terdapat empat jenis pembinaan yang ada di PSMP Antasena diantaranya bimbingan fisik adalah serangkaian kegiatan dalam rangka menjaga, merawat, dan meningkatkan kesehatan. Bimbingan sosial adalah bentuk kegiatan memecahkan masalah serta menjalin dan mengendalikan hubunganhubungan sosial mereka dalam lingkungan sosialnya. Bimbingan mental adalah serangkaian kegiatan dalam menumbuhkan dan mengembangkan kondisi mental seperti rasa percaya diri, harga diri, budi pekerti. Bimbingan keterampilan kerja adalah proses pemberian pelayanan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam keterampilan kerja sebagai bekal kehidupan di tengahtengah masyarakat. Bimbingan keterampilan kerja tersebut antara lain bimbingan keterampilan otomotif mobil, otomotif motor, las, produksi (las listrik dan las karbit), Kesimpulan dalam penelitian ini PSMP Antasena memberikan pelayanan pembinaan sosial, pembinaan mental, pembinaan ketrampilan, dan pembinaan fisik. Semua sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan kelima prosedur pembinaan yang ada. Faktor pendukungnya adalah sarana prasarana yang sudah memadai, sedangkan faktor pengambat ialah kurang aktifnya para penerima manfaat dalam mengikuti pembinanaan. Saran bagi PSMP Antasena yaitu untuk memberikan wadah bagi para penerima manfaat setelah keluar dari panti supaya kedepannya para penerima manfaat mempunyai pekerjaan setelah adanya pelatihan ketrampilan di panti. viii

9 HALAMAN JUDUL PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1 PENDAHULUAN DAFTAR ISI Halaman i ii iii iv v vi viii ix xii xiii 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Penegasan Istilah dan Pembatasan Masalah 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembinaan Pengertian Pembinaan Ruang Lingkup Pembinaan Macam Macam Pembinaan 17 ix

10 Metode Pembinaan Prosedur Pembinaan Kenakalan Remaja Pengertian Sebab Sebab Kenakalan Remaja Upaya upaya Menanggulangi Kenakalan Remaja Panti Sosial PMSP ANTASENA Pengertian Panti Sosial Tugas dan Tanggung Jawab Panti Sosial Fungsi Panti Sosial Bentuk Rehabilitasi Sosial yang Diberikan Panti Sosial Penelitian Yang Relevan Kerangka Berpikir Penelitian 34 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Lokasi Penelitian Subjek Penelitian Instrumen Penelitian Fokus Penelitian Teknik Pengumpulan Data Keabsahan Data Teknik Analisis Data 43 x

11 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian Letak Geografis PSMP Antasena Magelang Sejarah PSMP Antasena Magelang Visi dan Misi PSMP Antasena Magelang Tugas Pokok PSMP Antasena Magelang Fungsi PSMP Antasena Magelang Sasaran PSMP Antasena Magelang Sarana dan Prasarana PSMP Antasena Magelang Program PSMP Antasena Magelang Struktur Organisasi PSMP Antasena Persyaratan dan Prosedur Penerima Manfaat Karakteristik Penerima Manfaat Hasil Penelitian Pembahasan Hasil Penelitian 80 BAB 5 PENUTUP 5.1. Simpulan Saran 87 DAFTAR PUSTAKA 88 LAMPIRAN 90 xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Kerangka Berpikir Penelitian xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Kisi-kisi Pedoman Wawancara 91 Pedoman Wawancara 94 Transkrip Wawancara 100 Catatan Lapangan 117 Struktur Organisasi PSMP Antasena Magelang 123 Surat Izin Penelitian 124 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian 125 Dokumentasi Foto 126 xiii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku kriminalitas akhir-akhir ini dirasakan semakin tinggi intensitasnya. Kriminalitas merupakan salah satu bentuk penyakit sosial yang memang sulit untuk diatasi, sebab kriminalitas bukanlah suatu hal yang pasti, bisa terjadi pada siapapun dengan usia yang tidak tertentu pula. Terkadang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar hingga karena dipaksa oleh suatu situasi dan kondisi tertentu. Tingkah laku kriminal itu bisa di lakukan siapa saja, baik wanita maupun pria. Dapat berlangsung pada usia anak, dewasa maupun lanjut umur. (Kartono Kartini, 2013: 139). Kejahatan dan tindakan kriminalitas telah menjadi masalah sosial tersendiri bagi hampir seluruh tatanan masyarakat dunia. Terlebih lagi pada saat sekarang ini maraknya kasus-kasus kriminalitas yang terjadi dimana pelakunya adalah seorang remaja. Pelaku tindakan kriminal saat ini tidak hanya didominasi orang dewasa namun anak pada usia remaja juga suduah banyak yang melakukan tindakan kriminal. Peran remaja yang diharapkan dapat melanjutkan pembangunan dan kemajuan bangsa ini pada kenyataannya melakukan hal-hal yang di larang oleh hukum banyak remaja yang melaukan perbuatan yang sangat tidak di harapkan sebagai penerus generasi bangsa. Kenyataan yang terjadi pada saat ini tindakan penyimpangan yang dilakukan remaja tidak hanya sebatas kasus kenakalan remaja namun sudah menjurus pada tindakan kriminal. Bentuk tindakan kenakalan remaja 1

15 2 yang terjadi biasanya seperti tauran/perkelahian dan seks bebas. Namun saat ini muncul tindakan-tindakan kriminal yang di lakukan remaja seperti pencurian, pencabulan, pemerkosaan, penyalahgunaan narkotika, penipuan bahkan tindakan pembunuhan. Keberadaan anak yang melakukan tindak kriminal di Indonesia saat ini merambah ke segi-segi yang secara yuridis formal menyalahi ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), atau perundang-undangan pidana di luar KUHP, misalnya Undang-Undang Narkotika, dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang tahun 2011 sampai 2014 kejahatan dan kekerasan pada anak terjadi peningkatan secara signifikan. Tahun 2011 terjadi kasus kekerasan, 2012 terjadi kasus, 2013 ada kasus, tahun 2014 ada kasus. Selain itu Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti menyatakan kepada Harian Terbit, Minggu (14/06/2015), bahwa 5 kasus tertinggi dengan jumlah kasus perbidang dari 2011 hingga April Pertama, anak berhadapan dengan hukum hingga April 2015 tercatat kasus. Selanjutnya, kasus pengasuh kasus, pendidikan kasus, kesehatan dan napza kasus serta pornografi dan cybercrime kasus. Menurutnya 78,3 pesen anak menjadi pelaku kekerasan dan sebagian besar karena mereka pernah menjadi korban kekerasan sebelumnya atau pernah melihat kekerasan dilakukan kepada anak lain yang menirunya. Kenakalan anak kerap kaitannya dengan kriminalitas anak dan kenakalan anak mulai dari prilaku yang tidak dapat diterima secara sosial seperti tindakan berlebihan di sekolah, pelangaran-pelanggaran seperti melarikan diri dari rumah

16 3 sampai pada perilaku kriminal. Kenakalan anak tidak hanya tindakan-tindakan kriminal saja melainkan segala tindakan yang dilakukan oleh anak yang dianggap meanggar nilai-nilai sosial, sekolah ataupun masyarakat. Anak yang berusia tahun (undang-undang No. 12 tahun 2012, merupakan rentang usia yang dalam perspektif psikologi tergolong pada masa remaja yang memiliki karakteristik perkembangan yang mungkin membuat anak sulit untuk melakukan penyesuaian diri sehingga memunculkan masalah perilaku. Anak nakal atau kriminal diangggap sebagai anak maladaktif yaitu anak yang tidak dapat melakukan perilaku yang sesuai dengan nilai & norma sosial. Tindakan kriminal umumnya dilihat bertentangan dengan norma hukum, norma sosial dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Bentuk-bentuk tindak kriminal seperti: pencurian, tindak asusila, pencopetan, penjambretan,penodongan dengan senjata tajam/api, penganiayaan, pembunuhan, penipuan, korupsi. Sebagai kenyataannya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan terhadap norma-norma, terutama norma hukum. Di dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan hukum ini disebut sebagai kejahatan atau kriminalitas. Dan kriminalitas itu sendiri merupakan masalah sosial yang berada di tengah-tengah masyarakat, dimana tindak kriminalitas tersebut mempunyai faktor-faktor penyebab yang mempegaruhi terjadinya kriminalitas tersebut. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak juga merupakan amanah dan karunia Tuhan yang harus dijaga,

17 4 karena anak mempunyai masa depan yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya yang tidak dapat dikurangi apalagi dilanggar siapapun. Kriminalitas yang kian marak membuat resah masyarakat, untuk itu agar tidak menambah banyak korban kasus kriminal haruslah tercipta upaya-upaya penanggulangan maupun pencegahan agar tidak banyak lagi yang mengalami kerugian materil maupun moril. Komisi Nasional Anak mencatat adanya peningkatan kasus kriminalitas yang dilakukan oleh anak. Jika pada tahun 2013 terdapat 730 kasus yang melibatkan anak sebagai perilaku kriminal. Angka tersebut meningkat pada tahun 2014 menjadi kasus. Pada tahun 2013 sebanyak 16% pelaku kriminalitas berusia dibawah 14 tahun. Sedangkan pada tahun 2014 meningkaat sebanyak 26%. Kenyataannya anak yang merupakan aset bangsa tersebut sering menghadapi masalah hukum, kurang lebih sekitar anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan seperti pencurian, pemerasan, dan lain-lain. (sumber data diperoleh dari Ditjen Pas, dikutip dari Analisis Situasi Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia, UNICEF/UI, 2009). Berikut adalah data peningkatan kenakalan remaja dari tahun ketahun diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pada tahun 2013 angka kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 7007 kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus. Artinya dari tahun mengalami kenaikan sebesar 10,7%, kasus tersebut terdiri dari berbagai kasus kenakalan remaja diataranya, pencurian, pembunuhan, pergaulan bebas dan narkoba. Dari data tersebut kita dapat mengetahui pertumbuhan jumlah

18 5 kenakalan remaja yang terjadi tiap tahunnya. Dari data yang didapat kita dapat memprediksi jumlah peningkatan angka kenakalan remaja, dengan menghitung tren serta rata rata pertumbuhan, dengan itu kita bisa mengantisipasi lonjakan dan menekan angka kenakalan remaja yang terus meningkat tiap tahunnya. Prediksi tahun 2016 mencapai 8597,97 kasus, 2017 sebesar kasus, 2018 sebanyak 10549,70 kasus,2019 mencapai 11685,90 kasus dan pada tahun 2020 mencapai 12944,47 kasus. Mengalami kenaikan tiap tahunnya sebesar 10,7%. Kenyataannya yang terdapat di masyarakat bahwa tidak semua anak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan tidak semuannya mereka bisa mendapatkan perlakuan yang wajar serta kasih sayang yang tulus dari orang tuanya. Ada diantara mereka yang mengalami hambatan maupun gangguan sehingga ia menjadi anak yang terlantar. Akibatnya mereka menjadi tidak terpenuhi segala macam kebutuhannya, baik secar fisik, rohani, maupun psikososialnya.sebagai problem sosial anak yang melakukan tindak kriminal perlu penanganan yang serius agar tidak bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun dan tidak berdampak negatif pada kehidupan masyarakat. Selain itu penanganan yang lain untuk mengurangi bertambahnya anak tindak kriminal perlu adanya pencegahan sejak dini kepada anak-anak yang sudah rentan melakukan tindak kriminal. Anak-anak yang rentan melakukan tindak kriminal akan meresahkan masyarakat karena mereka tidak memiliki aktivitas sehari-hari yang bermanfaat. Selain itu perekonomian keluarga anak yang rentan melakukan tindak kriminal cenderung rendah, sehingga kemungkinan tindakan kriminal akan di lakukan oleh anak-anak tersebut. Tentu saja tindak kriminal yang dilakukan oleh anak sudah

19 6 sangat bervariasi, mulai dari pencurian, perampokan, pembegalan, pemakai dan pengedar narkoba, hingga pemerkosaan bahkan sampai pembunuhan. Namun pemerintah juga membedakan penyelesaian permasalahan hukum antara kasus yang dilakukan orang dewasa dengan kasus yang dilakukan oleh anak. Dengan melihat kondisi demikian, anak sebagai generasi penerus bangsa dan sekaligus sebagai aset sebuah bangsa harusnya didik, diasuh, dirawat, dilindungi, dan dibimbing sepaya nilai guna menjadi sebuah aset bangsa dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, anak sebagai generasi muda perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani, maupun psikososialnya. Ludoni,dkk.(2016:12) mengemukakan bahwa konsep kemiskinan bersifat multidimensional, sehingga untuk menyelesaikan masalah dan akar persoalan kemiskinan hendaknya juga meliputi seluruh aspek yang melekat pada kemiskinan. Kemiskinan tidak hanya mencakup kesejahteraan (walfare) semata, tetapi juga mencakup persoalan kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan (powerless),tertutupnya akses terhadap berbagai peluang kerja, menghabiskan sebagian besar penghasilan untuk kebutuhan konsumsi, angka ketergantungan yang tinggi, rendahnya akses terhadap pasar dan kemiskinan yang terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penanggulangan kejahatan secara preventif adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali. Seperti tidak menimbulkan ketegangan-ketegangan

20 7 sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan patisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama. Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat. (Ramli Atmasasmita,1983:79) Pelaksanaan pembinaan terlebih lagi terhadap anak perlu memerhatikan keadaan fisik dan psikis. Perlakuan tersebut akan menentukan masa depan dari anak tersebut, dimana lingkungan akan mempengaruhi jiwanya yang sedang berkembang yang akan membentuk kepribadian bagi masa depannya. Mengingat anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang (Gasti Ratnawati, 2011). Model sistem pembinaan anak negara di luar lapas akan mudah di lakukan serta prostektif dengan menggunakan sistem berbasis pada kebutuhan anak negara

21 8 yang di peroleh dari pendekatan psikologi, kriminologis, pendidikan, dan sosiologis dijadikan dasar penentu muatan materi dalam pelaksaan metode pembinaan. Fungsi pembinaaan (conforming) adalah kegiatan untuk memelihara agar sumber daya manusia dalam organisasi taat asas dan konsisten melalukan rangkaian kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Fungsi pembinaaan mecakup tiga subfungsi, yaitu subfungsi pengawasan (controlling), penyeliaan (supervising), dan pemantauan (monitoring). Subfungsi pengawasan pada umumnya dilakukan terhadap lembaga penyelenggara proram; dan subfungsi penyeliaan dilakukan terhadap pelaksana kegiatan; dan subfungsi pemantauan dilakukan terhadap proses pelaksaan program. Dengan demikian, fungsi pembinaan bertujuan untuk memelihara dan menjamin bahwa pelaksaan program dilakukan secara konsisten sebagaimana yang telah direncanakan. (Djudju Sujdana, 2006). Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengembalikan penyimpangan sosial pada remaja agar sesuai dengan perilaku di masyarakat. Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan adanya sarana rehabilitasi. Sarana rehabilitasi adalah salah satu metode yang digunakan sebagai upaya mengembalikan mereka pada norma-norma yang berlaku. Sarana rahabilitasi merupakan bentuk dari panti sosial, temtunya hal ini dilakukan agar tidak terlanjur menjadi anak yang brutal. Masyarakat juga harus berpartisipasi untuk menjadikan generasi muda sebagai penerus bangsa yang baik. Contohnya dengan memasukkan anak-anak jalana, anak nakal, anak terlantar kedalam panti sosial.

22 9 Panti merupakan sistem pelayanan kesejahteraan sosial yang dilakukan secara khusus dan intensif dalam suatu kesatuan yang sarana bangunan dan lingkungan dengan tenaga khusus terlibat di dalam kelompok penyandang masalah kenakalan anak atau anak tindak kriminal. Pelayanan dan pemenuhan kebutuhan di panti khusus anak dimaksud agar anak dapat hidup layak, belajar mandiri, dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki agar tidak mengulangi atau melakukan tindak penyimpang dan kejahatan. Pencegahan dan penanggulangan anak rentan tindak kriminal yang berada di luar panti yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan. Dalam pelatihan ini yaitu mencakup life skill atau kecakapan hidup yang ditekankan pada keterampilan vokasional. Adanya pembinaan seperti pelatihan keterampilan sebagai bentuk penyaluran bakat anak yang rentan untuk melakukan tindak kriminal. Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang merupakan salah satu unit pelaksana teknis Kementerian Sosial yang melaksanakan kegiatan operasional pelayanan sosial untuk mempersiapkan para anak tindak kriminal maupun anak rentan tindak kriminal agar dapat hidup secara mandiri dan menjalankan fungsi sosialnya secara wajar. Bentuk pembinaan yang diberikan meliputi pendekatan awal, penerimaan, assessment dan perumusan masalah, bimbingan dan pelayanan sosial, resosialisasi, penyaluran dan pembinaan lanjut serta terminasi. Pembinaan yang diberikan oleh Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA Magelang ini meliputi pelayanan dalam panti dan pelayanan di luar panti. Penelitian ini memfokuskan pada tahapan pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam bentuk pembinaan anak di luar panti. Adanya pendidikan

23 10 sistem panti yang diberikan khusus pada anak rentan melakukan tindak kriminal melalui pembinaan diluar panti dapat membentuk kemandirian anak dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar di dalam kehidupan masyarakat Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang sebagai upaya pemerintah dalam bertanggung jawab memberikan pelayanan rehabilitasi terhadap remaja yang berprilaku kriminal. Menurut UU No. 23 tahun 22 pasal 1 ayat 2 tentang perlingdungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melingdungi anak dengan hak haknya agar hidup, tumbuh kembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlingdugan dari kekerasan dan diskriminasi. Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi pembinaan fisik, bimbingan sosial, bimbingan mental, dan pelatihan keterampilan resosialisasi dan pembinaan lanjut bagi anak nakal agar mereka menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Panti ini menampung anak anak usia tahun, penyandang sebagian dari tindak kluyuran, berjudi, mabuk, mencuri, tindak asusila, berkelahi, termasuk hasil putusan pengadilan anak. Pada tahun 2015 ada 60 anak yang di bina, dan sekarang ini penghuni PSMP Antasena 2016 ada 135 anak yang sedang dalam proses pembinaan. Melihat permasalahan yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di Panti Sosial Marsudi Putra ANTASENA Magelang karena panti tersebut memberikan pelayanan rehabilitasi yang berupa pembinaan terhadap anak rentan tindak kriminal melalui program kementerian sosial. Dengan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti

24 11 mengenai Pembinaan Anak Yang Berperilaku Kriminal Di PSMP Antasena Magelang 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana pembinaan anak yang berperilaku kriminal Di PSMP Antasena Magelang? Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan anak yang berperilaku kriminal Di PSMP Antasena Magelang? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pembinaan anak yang berperilaku kriminal Di PSMP Antasena Magelang Untuk mendeskripsikan dan menganalisis, faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan anak yang berperilaku kriminal Di PSMP Antaesena Magelang 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Manfaat praktis diharapakan penelitian ini dapat menambah wawasan bagi peneliti dan masyarakat. Selain itu juga memperkaya referensi dalam kajian perlingdungan anak yang berhadapan hukum Manfaat praktis Untuk memberikan saran kepada pembina dalam membina atau memberi pelayanan kerhadap anak yang di dalam panti sosial. Selain itu dapat mengembangkan dan memperbaiki program yang ada di panti sosial dan

25 12 agar skripsi ini mempunyai nilai guna baik bagi penulis maupun pembacanya 1.5. Penegasan Istilah Batasan istilah dilakukan untuk menghindari timbulnya salah penafsiran tentang penelitian yang akan dilakukan. Oleh karena itu, penelitian perlu memberikan batasan istilah sebagai berikut : Pembinaan Pengertian Pembinaan Menurut Psikologi Pembinaan dapat diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya. manajemen pendidikan luar sekolah, pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal yang telah direncanakan Pembinaan Anak Pembinaan anak adalah serangkaian usaha yang di sengaja dan terarah agar anak Indonesia sejak lahir dapat berkembang menjadi orang dewasa yang mampu dan mau berkarya untuk mencapai dan memelihara tujuan pembangunan nasional. Sebagaimana dijelaskan oleh Emeliana Krisnawati terkait pembinaan yaitu: Pembinaan anak dalam arti luas meliputi pemberian perlindungan, kesempatan, bimbingan, bantuan agar janin Indonesia berkembang menjadi orang dewasa Indonesia yang mau dan mampu berkarya yang tinggi mutu dan volumenya besar demi tercapainya tujuan bangsa Indonesia.

26 Anak kriminal Anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang mekukan perbuatan yang di nyatakan terlarang bagi anak, baik menurut perundang undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku di masyarakat yang bersangkutan. (pasal 1 angka 2 UU Pengadilan Anak) Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antasena Magelang Panti sosial adalah sebuah tempat atau sebuah kantor yang didalamnya terdapat rangkaian kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial yang biasa di sebut dengan panti sosial ini dapat diartikan sebagai kegiatan yang berupaya memulihkan dan mengembalikan kondisi fisik, mental, dan sosialnya seperti meningkatkan kepercayaan diri sehingga dapat berinteraksi dalam lingkungan sosialnya (Manik, 2013 : 15). Panti merupakan sistem pelayanan kesejahteraan sosial yang dilakukan secara khusus dan intensif dalam suatu kesatuan sarana bangunan dan lingkungan dengan tenaga laksana khusus terlibat di dalam kelompok penyandang masalah kenakalan anak dan remaja, salah satunya memberikan pelayanan melalui rehabilitasi sosial. Panti Sosial dalam penelitian ini adalah Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Panti Rehabilitasi Anak tindak kriminal yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi bimbingan mental psikologis, bimbingan sosial, bimbingan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu hidup selaras dengan lingkungan, serta berperan aktif dalam kehidupan masyarakat

27 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembinaan Pengertian Pembinaan Pembinaan menurut Djudju Sujana (2000:223) diartikan sebagai rangkaian upaya pengendalian secara profesional terhadap semua unsur organisasi agar unsur-unsur tersebut berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara berguna daya dan berhasil. Unsur-unsur organisasi itu mencakup peraturan, kebijakan, tenaga penyelenggara, staff dan pelaksana, material,dan lainnya. Menurut Mathis (2001:112) pembinaan adalah suatu proses dimana orangorang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses terkait berbagai tujuan organisas, pembinaan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Sedangkan Nisrima (2016 : 195), mendefinisikan pembinaan merupakan suatu proses belajar yang dialami seseorang anak untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakat. Pembinaan menurut Mangunhardjana (1991:11) adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan bekerja yang sedang dijalani 14

28 15 dengan efektif. Pendapat lain mengenai pembinaan dikemukakan oleh Y. Suparlan dalam Kamus Istilah Pekerja Sosial yaitu: Pembinaan adalah segala usaha dan kegiatan mengenai perencanaan, program pembiayaan, penyususnan, koordinasi pelaksana dan pengawasan sesuatu pekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dengan hasil semaksimal mungkin.(suparlan, 1990:109). Selanjutnya Simanjuntak (dalam Nisrima, 2016 : 194) mengemukakan pembinaan yaitu: Upaya pendidikan baik formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, terencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membantu dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh, dan selaras pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, kecenderungan dan keinginan serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal atas prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri. Menurut Dewi (2016) Pembinaan adalah usaha untuk memperbaiki dan memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku seseorang agar memiliki kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji dan bertanggungjawab dalam menjalani kehidupannya. Pada dasarnya pembinaan juga diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dan memiliki manfaat yang positif. Secara lebih luas, pembinaan bukan hanya diartikan sebagai bentuk kegiatan yang dilaksanakan demi tercapainya hasil yang baik namun pembinaan dapat diartikan sebagai pengelolaan kegiatan dari awal sampai akhir kegiatan. Pengelolaan kegiatan dari awal sampai akhir kegiatan dapat berupa perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pada setiap kegiatan yang dilakukan.

29 16 Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pembinaan di lembaga panti sosial adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis terencana dan teratur untuk meningkatkan, membimbing, mengarahkan, mengembangkan, dan pengawasan guna mencapai tujuan yang telah disepakati. Pada proses pembinaan ini ada unsure di antaranya yaitu mengatur, mendorong, mengarahkan, mengendalikan, dan mengembangkan. Pembinaan harus dilakukan secara bertahap untuk mencapai hasil yang maksimal karena pembinaan memerlukan waktu dan tenaga yang cukup panjang dan banyak sehingga perlu kesabaran dan keuletan dari para pendamping atau pekerja social. Sedangkan menurut penulis pembinaan adalah suatu proses membimbing seseorang untuk menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya dengan tujuan tertentu. Pembinaan dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal Ruang Lingkup Pembinaan Pembinaan meliputi dua sub-fungsi yaitu pengawasan (controlling) dan supervisi. Arti dari pengawasan suatu tahapan pengelolaan dan berfungsi untuk menata dan memelihara kegiatan organisasi yang menggunakan sumber-sumber terbatas untuk mencapai hasil-hhasil yang diharapkan.. Sedangkan supervisi adalah kegiatan memberi bantuan teknis kepada pelaksana program pendidikan luar sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah diberikan dalam mencapai tujuan organisasi atau lembaga penyelenggara program pendidikan luar sekolah.pengawasan dan supervisi mempunyai kaitan erat antara yang satu dengan yang lainnya, dan keduanya saling mengisi atau melengkapi. Kedua subfungsi ini memiliki persamaan dan perbedaan. Secara umum, persamaan antara

30 17 pengawasan dan supervisi ialah bahwa keduanya merupakan bagian dari kegiatan pembinaan sebagai fungsi manajemem. Keduanya dilakukan secara sengaja, sasaranya ialah bawahan atau pelaksana program. Pengawasan dan supervisi merupakan proses kegiatan yang sistematis dan berprogram. Pelaksanaannya memerlukan tenaga profesional dan hasil dari pengawasan dan supervisi digunakan untuk kepentingan program atau kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan perbedaan anatara pengawasan dan supervisi ialah 1). Pengawasan lebih menekankan pada pemeriksaan tentang peraturan, kebijakan, perintah,pedoman. Sedangkan supervisi lebih menekankan pada proses pelaksanaan kegiatan, 2). Pengambilan keputusan dalam pengawasan dilakukan secara sepihak yaitu pengawasan. Sedangkan supervisi didasarkan atas kesimpulan yang ditarik dari data yang di dapat dalam kegiatan Macam Macam Pembinaan Macam-macam pembinaan menurut Mangunhardjana (1991:21-22) yaitu: 1. Pembinaan Orientasi Pembinaan orientasi (orientation training program) diadakan untuk sekelompok orang yang baru masuk dalam suatu bidang hidup dan kerja. Bagi orang yang sama sekali belum berpengalaman dalam bidangnya, pembinaaan orientasi membantunya untuk mendapatkan hal-hal pokok.

31 18 2. Pembinaan kecakapan Pembinaan kecakapan (skill training) diadakan untuk membatu para peserta guna mengembangkan kecakapan yang sudah dimiliki atau mendapatkan kecakapan baru yang diperlukan untuk pelaksaan tugasnya. 3. Pembinaan Pengembangan Kepribadian Pembinaan pengembangan kepribadian (personality development training) juga disebut pembinaan pengembangan sikap. Tekanan pembinaan ini berguna untuk membantu para peserta agar dapat mengenaldan mengembangkan diri menurut atau cita-cita hidup yang benar. 4. Pembinaan Kerja Pembinaan kerja (in-service training) diadakan oleh suatu lembaga usaha bagi para anggota stafnya. Maka pada dasarnya pembinaan diadakan bagi mereka yang sudah bekerja dalam bidang tertentu. Tujuannya untuk membawa orang keluar dari situasi kerja mereka agar dapat menganalisis kerja mereka dan membuat rencana peningkatan untuk masa depan. 5. Pembinaan Penyegaran Pembinaan penyegaran (refreshing training) hampir sama dengan pembinaankerja. Perbedaanya terletak pada pembinaan penyelenggaraannya biasanya tidak ada penyajian hal ynag sama sekali baru, tetapi sekedar penambahan cakrawala pada pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada. Dalam pembinaan penyegaran para peserta meninjau pola kerja yanag ada dan berusaha mengubahnya sesuai dengan tuntutan kebutuhan baru.

32 19 6. Pembinaan Lapangan Pembinaan lapangan (field training) bertujuana untuk menempatkan para peserta dalam situasi yang nyata, agar mendapat pengetahuan dan memperoleh pengalaman langsung dalm bidang yang diolah dalam pembinaan. Pembinaan membantu para peserta untuk membangdingkan situasi hidup dan kerja mereka dengan situasi hidup dan kerja di tempat yang dikunjungi. Hal ini dapat memberi pandangan-pandangan lapangan adalah mendapat pengalayang dihiman praktis dan masukan khusus, sehubungandengan masalah masalah yang ditemukan para peserta di lapangan Metode Pembinaan Penggunaan metode yang tepat dapat memperlancar proses pembinaan, dan tidak menimbulkan rasa bosan dalam mengikuti kegiatan pembinaan tersebut. Menurut Mujiman (2011 : 82) metode ceramah merupakan metode pembelajaran paling tua dan paling banyak dikritik, tetapi juga paling banyak digunakan. Keuntungan menggunakan metode ini adalah banyak bahan pelajaran yang dapat disampaikan kepada banyak sasaran atau peserta didik dalam waktu yang relative pendek. Akan tetapi, kelemahan dalam penggunaan metode ini adalah menimbulkan sikap pasif pada sasaran atau peserta didik, menimbulkan rasa bosan, mengantuk, cepat lelah, serta kuantitas dan kualitas daya serap peserta didik terhadap bahan yang diajarkan sangat bervariasi antar individu. Menurut Kamil (2007 : 9) pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran individu yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan tertentu. Sedangkan metode diskusi menurut Suprijanto (2007 : 96) merupakan

33 20 metode yang sangat efektif apabila peserta yang terlibat hanya sedikit, karena pada metode ini lebih menekankan pada partisipasi dan interaksi semua anggota kelompok dalam berdiskusi. Menurut Habibah (2009 : 94) metode pembinaan meliputi metode ceramah, metode ibrah (perenungan/tafakur), metode tanya jawab, metode diskusi, metode demonstrasi, dan metode keteladanan. Selanjutnya menurut Harsono (dalam Damasynta, 2015 : 38-39) metode pembinaan meliputi: (a) metode pembinaan berdasarkan situasi; (b) pembinaan perorangan; (c) pembinaan secara kelompok; (d) belajar dari pengalaman; (e) auto sugesti. Selain penggunaan metode yang tepat juga perlu dilakukan pendekatanpendekatan dalam program pembinaan (Mangunhardjana, 1991 : 17), diantaranya: Pendekatan informatif Pendekatan ini dilakukan dengan cara penyampaian materi informasi kepada para peserta dalam bentuk ceramah dari berbagai pembina berdasarkan isi materi yang disampaikan. Waktu penyampaian informasi biasanya secara sadar atau tidak sadar, pengetahuan, pengalaman, keahlian para peserta kurang diperhitungkan. Mereka diperlakukan seperti orang yang belum tahu dan tidak mempunyai pengalaman. Partisipasi peserta terbatas pada permintaan penjelasan atau penyampaian pertanyaan mengenai hal yang belum dimengerti benar-benar Pendekatan partisipatif Pendekatan ini berlandaskan kepercayaan bahwa para peserta sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Pengetahuan, pengalaman, dan keahlian para peserta melalui pendekatan ini dapat dimanfaatkan dalam proses pembinaan. Pembinaan lebih merupakan situasi belajar bersama, dimana pembina dan peserta

34 21 belajar satu sama lain. Pendekatan ini lebih melibatkan peran serta peserta pembinaan, seperti diskusi kelompok dan studi kasus. Pembinaan disini tidak bertindak sebagai guru, tetapi sebagai koordinator dalam proses belajar, meskipun dia juga wajib memberikan masukan sejauh yang dibutuhkan oleh tujuan program Pendekatan eksperiensial Pendekatan ini berkeyakinan bahwa belajar yang sejati terjadi karena pengalaman pribadi dan langsung. Dalam pendekatan informatif, peserta pembinaan cenderung pasif, sedangkan dalam pendekatan partisipatif, peserta pembinaan cenderung aktif. Adapun untuk pendekatan eksperiensial sendiri, para peserta langsung dilibatkan dalam situasi dan pengalaman dalam bidang yang dijadikan pembinaan. Pendekatan eksperiensial menghubungkan langsung para peserta dengan pengalaman dan menggunakan metode yang mendukung, seperti metode kerja proyek yang tinggal di tempat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nisrima (2016 : 201) mengenai bentuk pembinaan perilaku sosial, bahwa melakukan pembiasaan terhadap hal-hal yang bersifat positif dapat mempengaruhi kebiasaan dalam berperilaku sosial yang baik. Bentuk pembinaan ini lebih menekankan pada pembiasaan perbuatan yang baik dan mengajarkan hal-hal yang positif, misalnya dalam sikap tolong menolong, sikap menghargai, sikap menghormati, sikap bertanggung jawab, dan sikap bekerja sama. Berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa metode pembinaan meliputi metode ceramah, metode diskusi, metode pelatihan keterampilan, metode diskusi, metode demonstrasi, serta metode pembiasaan

35 22 yaitu pembiasaan terhadap hal-hal positif yang disertai dengan pendekatan informatif, pastisipatif, dan eksperiensial Prosedur Pembinaan Prosedur pembinana yang efektif dapat digambarkan melalui lima langkah pokok yang berurutan. Menurut Sudjana (2004 : 234) kelima langkah itu adalah sebagai berikut; a.mengumpulkan informasi yang dihimpun melalui kenyataan atau peristiwa yang benar-benar terjadi dalam kegiatan berdasarkan dari mana data mendapatkan. Pengumpulan informasi yang dianggap efektif adalah yang dilakukan secara berskala dan berkelanjutan dengan menggunakan pemantauan, b. mengidentifikasi masalah, masalah ini diambil dari informasi yang telah dikumpulkan dalam kegiatan melalui langkah pertama. Masalah akan muncul apabila terjadi ketidak sesuain dengan atau penyimpangan dari kegiatan yang telah direncanakan, c. menganalisis masalah, kegiatan analisis adalah kegiatan untuk mengetahui jenis-jenis maslah dan faktor-faktor penyebab timbulnya masalah tersebut, d. mencari dan menetapkan alternatif pemecahan masalah, kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi alternatif upaya yang dapat dipertimbangkan untuk menyelesaikan masalah, e. melaksanakan upaya pemecahan masalah, pelaksanaan upaya pemecahan masalah ini dapat dilakukan oleh pembina baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung apabila pelaksanaan upaya dilakukan oleh pihak pembina kepada atau bersama pihak yang dibina di tempat kegiatan berlangsung. Secara tidak langsung apabila upaya pemecahan masalah yang diputuskan oleh pihak pembina itu dilakukan memalui pihak lain.

36 Kenakalan Remaja Pengertian Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) ialah kejahatan / kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak muda, yang merupakan gejala sakit (Patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Juvenile berasal dari bahasa latin Juvenilis, artinya anakanak, anak muda, cirri karakteristik pada masa muda, sifat khas pada periode remaja. Delinquent berasal dari bahasa latin yaitu delinquere, yang berarti terabaikan, yang kemudian diperluas menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau, dll. Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) ialah kejahatan atau kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak muda, yang merupakan gejala sakit (Patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu menngembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Nunung, 2015 : 127) Siegel & Welsh (2008: 12) juga menambahkan mengenai kejahatan anak yaitu juvenile who has been adjudicated by a judicial officer of a juvenile court as having committed a delinquent act. Maksud dari pengertian di atas adalah anak yang telah diputuskan oleh petugas pengadilan dari pengadilan anak-anak karena telah melakukan tindakan bermasalah atau kejahatan. Sebelum munculnya istilah anak pidana, dalam masyarakat dikenal dengan istilah anak nakal, dalam perkembangannya istilah anak nakal tersebut menunjukkan makna negatif, sehingga muncul upaya penggantian istilah tersebut menjadi anak yang

37 24 berhadapan dengan hukum. Tidak ada satupun pasal yang memberikan batasan anak nakal dapat dilihat dalam pasal 1 butir 2, yang menyatakan bahwa anak nakal adalah: a. Anak yang melakukan pidana b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kenakalan remaja mempunyai arti yang khusus yang terbatas pada suatu masa tertentu, yaitu masa remaja sekitar umur tahun sampai dengan sekitar umur 21 tahun. Kenakalan yang terjadi pada remaja bisa terjadi dalam masa pencariaan identitas diri, sedang mengalami perkembangan atau pertumbuhan fisik dan mental yang belum stabil/matang sehingga dapat dikatakan masa rnaj merupakan masa krisis identitas. Pada pihak lain adanya lingkungan yang ikut menentukan pembentukan identitas pribadinya; bila lingkungan baik akan memungkinkan dia menjadi seorang yang matang pribadinya sedangkan bila lingkungan buruk biasanya mendorong ke hal yang negatif. Menurut Kusumanto (Sofyan. 2014;89). Juvenile delinquency atatu kenakalan anak dan remaja ialah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berbudayaaan. Kenakalan remaja ialah tindak perbuatan sebagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama dan norma-norma masyarakat, sehingga

38 25 akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketrentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri.(sofyan, 2014:90) Sebab Sebab Kenakalan Remaja Faktor faktor yang ada di Dalam Diri Anak Sendiri a. Predisposing Factor Faktor-faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja. Faktor tersebut dibawa sejak lahir atau oleh kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi, yang disebut birth injury, yaitu luka dikepala ketika bayi ditarik dari perut ibu. Predisposing faktor lain yang berupa kelainan kejiwaan seperti schizophrenia. Penyakit jiwa ini bisa juga dipengaruhi oleh lingkingan keluarga yang keras atau penuh tekanan terhadap anak-anak. b. Lemahnya Pertahanan Diri Faktor yang ada didalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. c. Kurangnya Kemampuan Penyesuain Diri Ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial, karena dengan mempunyai daya pilih teman bergaul akan mmembantu perilaku positif. Anakanak yang terbiasa dengan pendidikan kaku dan dengan disiplin ketat di keluarga akan menyebabkan masa remajanya juga kaku dalam begaul, dan tidak pandai memilih teman yang bisa membuat dia berkelakuan baik. d. Kurangnya Dasar-dasar Keimana di Dalam Diri Remaja Agama adalah benteng diri remaja dalam menghadapi berbagai cobaan yang datang padanya sekarang dan di masa yang akan datang.

39 Penyebab Kenakalan yang Berasal dari Lingkungan Keluarga a. Anak Kurang Mendapatkan Kasih Sayang dan Perhatian Orang Tua Dengan kurangnya mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua, maka yang dilakukan anak terpaksa mencari diluar rumah seperti bermain temantemannya. Tetapi tidak semua teman-temannya bersifat yang positif seperti mencuri, berkelahi dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar mereka mendapat perhatian dari masyarakat. Karena perhatian itu jarang ditemui dirumah. b. Lemahnya Keadaan Ekonomi Orang Tua Keadaan ekonmi di dalam keluarga sangat dominan dalam faktor kenakan anak. Bila orang tua tidak memenuhi keinginannya maka anak merasa rendah diri. Akibatnya timbullah berbagai masalah sosial yang disebabkan kelakuan para remaja yang gagal dalm memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ia inginkan. c. Kehidupan Keluarga yang Tidak Harmonis Broken home biasanya yang terjadi dalam sebuah rumah tangga yang hal ini menyebabkan anak menjadi terlantar, kurang perhatian dari keluarganya. Dan anak yang kurang perhatian dari keluarganya alan melampiaskan amarahnya kedalam hal yang negarif seperti halnya berkelahi Penyebab Kenakalan Remaja yang Berasal dari Lingkungan Mayrakat a. Kurangnya Pelaksaan Ajaran-ajaran Agama secara konsekuen Masyarakat dapat pula menjadi penyebab kenakalan remaja, terutama di lingkungan masyarakat yang kurang sekali melaksanakan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Di dalam ajaran-ajaran agama banyak sekalli hal-hal yang dapat

40 27 membantu pembinaan anak remaja. Masyarakat telah melupakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari karena sangat terpukau oleh kehidupan materi saja. b. Masyarkat yang Kurang Memperoleh Pendidikan Minimnya pendidikan sangat berpengaruh kepada cara-cara orangtua dalam mendidik anak. Dan orang tua yang kurang pendidikan sering membiarkan saja keinginan anak-anaknya, kurang pengarahan kearah pendidikan akhlak yang baik dan tidak jarang pula orang tua terpengaruh oleh keinginan anaknya yang sudah bersekolah. c. Kurangnya Pengawasan Terhadap Remaja Pengawasan hendaknya dimulai sejak kecil sebab jika anak masih kecil mereka memerlukan bimbingan yang baik dan terarah karena anak-anak belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri. Lama-lama pada diri anak terbentuk suat kepercayaan akan kesanggupannya untuk berdiri sendiri berdasarkan kewibawaan orang tua, yakni ketika anak sudah mulai meningkat remaja. Disitulah sifat anak tidak akan terrpengaruh dalam tingkah lakunya. d. Pengaruh Norma-norma Baru Dari Luar Kebanyakan anggota masyarakat beranggapan bahwa setiap norma yang datang dari luar itu benar. Sekarang banyak norma dari barat yang masuk ke dalam masyarakat kita. Dan itu sangat mempengaruhi dalam norma-norma yang ada di masyarakat Sebab-sebab Kenakalan yang Bersumber Dari Sekolah

41 28 a. Faktor Guru Dedikasi guru merupakan pokok terpenting dalam tugas mengajar dan mendidik anak di sekolah. Seorang guru harus iklas dalam menjalani pekerjaannya apabila hanya terpaksa untuk mengajar dengan motif mencari uang akibatnya murid-murid yang menjadi korbannya. Guru tidak lagi memberikan perhatian dan membuat aanak-anak berbuat sekehendaknya sendiri,inilah yang merupakan sumber kenakalan. b. Faktor Fasilitas Pendidikan Kurangnya fasilitas pendidikan menyebabkan penyaluran bakat dan keinginan muridmurid terhalang. Jika lapangan sekolah tidak ada, maka anak-anak tidak mempunyai tempat untuk berolahraga dan bermain sebagaimana mestinya. Bakat dan keinginan yang tidk tersalur pada masa sekolah mungkin akan mencari penyaluran kepada kegiatan-kegiatan yang negatif. Kekurangan fasilitas sekolah juga dapat merupakan sumber gangguan pendidikan yang mengakibatkan terjadinya berbagai tingkah laku negatif pada anak. c. Norma-norma Pendidikan dan Kekompakan Guru Di dalam mengatur anak didik perlu norma-norma yang sama bagi setiap guru dan norma tersebut harus dimengerti oleh anak didk. Jika diantara guru terdapat [erbedaan norma dalam cara mendidik hal ini akan menimbulkan kenakalan remaja. Sebab guru tidak kompak dalam menentukan aturan dan teknik mengarahkan anak yang positif. d. Kekurangan Guru Faktor yang amat penting pula dalam menentukan gangguan pendidikan ialah kurangnya jumlah guru karena guru harus mengajar 2 kelas. Hal ini menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja merupakan salah satu problem sosial yang sangat mengganggu keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kenakalan Remaja 2.1.1. Pengertian Kenakalan Remaja Menurut Arif Gunawan (2011) definisi kenakalan remaja adalah : Istilah juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar hukum. Kejahatan yang terjadi di masyarakat saat ini tidak seluruhnya dilakukan oleh orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan harta yang berharga baik bagi orang tua maupun negara dimasa mendatang. Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang merupakan generasi

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PEMUDA MELALUI PROSES REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LEMBAGA PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA YOGYAKARTA SKRIPSI

PEMBERDAYAAN PEMUDA MELALUI PROSES REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LEMBAGA PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA YOGYAKARTA SKRIPSI PEMBERDAYAAN PEMUDA MELALUI PROSES REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LEMBAGA PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi bangsa Indonesia dari tahun ke tahun. Lalu apa sebenarnya penyebab kenakalan remaja? Harapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini dunia pendidikan sedang berkembang, banyak sekolah-sekolah yang berdiri dengan kegiatan-kegiatan yang menarik untuk mendukung proses belajar siswa mereka, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PANTI ASUHAN AL-RIFDAH SEMARANG DALAM PEMENUHAN HAK ANAK SKRIPSI

PENGELOLAAN PANTI ASUHAN AL-RIFDAH SEMARANG DALAM PEMENUHAN HAK ANAK SKRIPSI PENGELOLAAN PANTI ASUHAN AL-RIFDAH SEMARANG DALAM PEMENUHAN HAK ANAK SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Universitas Negeri Semarang Oleh LINDA KHUSNUL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kodrat manusia telah ditetapkan sejak lahir berhak untuk hidup dan diatur dalam hukum sehingga setiap manusia dijamin dalam menjalani hidup sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

PEMBINAAN ANAK RENTAN TINDAK KRIMINAL MELALUI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (Studi Kasus Anak Binaan Panti Sosial Marsudi Putra ANTASENA Magelang)

PEMBINAAN ANAK RENTAN TINDAK KRIMINAL MELALUI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (Studi Kasus Anak Binaan Panti Sosial Marsudi Putra ANTASENA Magelang) PEMBINAAN ANAK RENTAN TINDAK KRIMINAL MELALUI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (Studi Kasus Anak Binaan Panti Sosial Marsudi Putra ANTASENA Magelang) SKRIPSI Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata

Lebih terperinci

PENYEBAB KENAKALAN REMAJA DI DESA WONOREJO KABUPATEN SITUBONDO THE CAUSES OF JUVENILLE DELIQUENCY IN WONOREJO VILLAGE SITUBONDO REGENCY

PENYEBAB KENAKALAN REMAJA DI DESA WONOREJO KABUPATEN SITUBONDO THE CAUSES OF JUVENILLE DELIQUENCY IN WONOREJO VILLAGE SITUBONDO REGENCY PENYEBAB KENAKALAN REMAJA DI DESA WONOREJO KABUPATEN SITUBONDO THE CAUSES OF JUVENILLE DELIQUENCY IN WONOREJO VILLAGE SITUBONDO REGENCY SKRIPSI diajukan guna melengkapi skripsi dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG BAB XII PERILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang dapat terjadi di mana-mana dan kapan saja, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Banyak faktor atau sumber yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam. terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam. terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam setiap kehidupan manusia. Keluarga juga mempunyai tanggung jawab terhadap pembentukan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk di kota besar di Indonesia saat ini cukup besar, sehingga terdapat berbagai masalah yang cukup besar pula. Di antaranya: masalah sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat adalah berkisar pada permasalahan Juvenile (remaja), pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat adalah berkisar pada permasalahan Juvenile (remaja), pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu dan teknologi terus berkembang sejalan dengan kehidupan manusia. Pola kehidupan pun semakin universal. Suatu permasalahan yang sering muncul di masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar)

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar) PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa. Selain itu, anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja sebagai bagian dari generasi muda merupakan suatu kekuatan sosial yang sangat berperan dalam pembangunan bangsa dan negara. Remaja merupakan modal pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003). 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa dimana seorang manusia mengalami peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan ini setiap remaja meninggalkan identitas

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP KLIEN PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) YOGYAKARTA SKRIPSI

PENDAMPINGAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP KLIEN PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) YOGYAKARTA SKRIPSI PENDAMPINGAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP KLIEN PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah BAB I PENDAHULUAN Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah yang meliputi: 1) Bagaimana efektivitas kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah Dolan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai penerus generasi di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anakanak merupakan fase dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mentalnya. Dalam hal ini dia membutuhkan sekali orang yan mampu

BAB I PENDAHULUAN. maupun mentalnya. Dalam hal ini dia membutuhkan sekali orang yan mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun mentalnya. Dalam hal ini dia membutuhkan sekali orang yan mampu membimbinng dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini kecenderungan prilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang anak masih mudah ditemukan. Berbagai kasus kriminal yang pernah terjadi tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar di Indonesia termasuk di Kota Medan. Sejak berbagai pemberitaan tentang geng motor menjadi sajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah Konsep pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah Konsep pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Konsep pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan yang berlangsung terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa menjalani dunia Pendidikan bagi siswa yang memiliki rentang usia 15-18 tahun adalah Pendidikan berjenjang Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DAN PENANGANANNYA

KENAKALAN REMAJA DAN PENANGANANNYA KENAKALAN REMAJA DAN PENANGANANNYA OLEH DADAN SUMARA 1, SAHADI HUMAEDI 2, MEILANNY BUDIARTI SANTOSO 3 1. Mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-Universitas Padjadjaran 2. Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Pada masa ini, sebagian besar remaja mengalami gejolak dimana terjadi perubahan

Lebih terperinci

MENANAMKAN NILAI MORAL DAN KEAGAMAAN PADA ANAK

MENANAMKAN NILAI MORAL DAN KEAGAMAAN PADA ANAK Artikel MENANAMKAN NILAI MORAL DAN KEAGAMAAN PADA ANAK Oleh : Drs. Mardiya Banyaknya anak yang cenderung nakal, tidak sopan, suka berkata kasar, tidak disiplin, tidak mau bekerjasama dengan teman, malas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

kecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah: 1) Bersifat sementara. 2) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku

kecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah: 1) Bersifat sementara. 2) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku A. PERILAKU MENYIMPANG 1. Pengertian Perilaku Menyimpang Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda-beda tentang pengertian perilaku menyimpang. Menurut Robert MZ Lawang penyimpangan merupakan tindakan

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia, 2014 (ribu orang)

Grafik 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia, 2014 (ribu orang) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern dan serba canggih seperti saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi segala aspek dalam perkembangan kehidupan manusia. Informasi

Lebih terperinci

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN Lingkungan Lingkungan menurut Sartain (ahli psikologi Amerika) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: penerapan, pendidikan budi pekerti, boarding school

ABSTRAK. Kata Kunci: penerapan, pendidikan budi pekerti, boarding school ABSTRAK Panggayuh, Dentrik. 2012. Penerapan Pendidikan Budi Pekerti dalam Pembelajaran PKn di SMP Ar-Rohmah Putri Boarding School Sumbersekar Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Skripsi, Pendidikan Pancasila

Lebih terperinci

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) OLEH : Aswin Yuki Helmiarto E 0003104 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi.

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. PENGARUH KENAKALAN REMAJA DAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA. SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam teknologi informasi dengan penyebaran norma-norma dan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam teknologi informasi dengan penyebaran norma-norma dan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan lajunya perkembangan zaman di segala bidang, perubahan ke arah kemajuan bangsa semakin berkembang. Salah satu kemajuan itu tampak dalam teknologi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Zakiah Daradjat menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu:

Lebih terperinci

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PERILAKU BALAP MOTOR LIAR DIKALANGAN REMAJA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PERILAKU BALAP MOTOR LIAR DIKALANGAN REMAJA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PERILAKU BALAP MOTOR LIAR DIKALANGAN REMAJA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi tugas Dalam menyelesaikan Jenjang Strata I (S1) Ilmu

Lebih terperinci

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu Kenakalan Remaja 1 Definisi Kelainan tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Bakolak Inpres No. 6/1977

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara bertahap, organisasi Muhammadiyah di Purwokerto tumbuh dan berkembang, terutama skala amal usahanya. Amal usaha Muhammadiyah di daerah Banyumas meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2011), hlm Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka, 1990), hlm 1

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2011), hlm Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka, 1990), hlm 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sudut etimologis juvenile delinquency berarti kejahatan anak akan tetapi makna yang muncul dari kejahatan anak adalah makna negatif. Makna yang muncul dari kejahatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani prosesproses perkembangan jiwanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting, dan tidak dapat ditinggalkan dalam setiap kehidupan manusia. Hal itu dikarenakan bahwa dengan pendidikanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci