KAJIAN DINAMIKA STOK IKAN MATA BESAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DINAMIKA STOK IKAN MATA BESAR"

Transkripsi

1 KAJIAN DINAMIKA STOK IKAN MATA BESAR (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR OCTAVIANIES SUKAMTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur adalah benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2010 Octavianies Sukamto C

3 RINGKASAN Octavianies Sukamto. C Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh Mennofatria Boer dan Zairion. Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) merupakan sumber daya perikanan ekonomis yang dominan didaratkan di PPN Brondong. Data statistik perikanan DKP tahun 2009, menunjukkan bahwa upaya penangkapan ikan mata besar terus meningkat yang dikhawatirkan dapat mengancam kelestariannya. Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan. Untuk melakukan upaya pengelolaan perikanan diperlukan informasi yang mendukung, salah satunya adalah kajian dinamika stok ikan mata besar. Tujuan dari penelitian ini adalah menduga pertumbuhan, laju mortalitas dan ekploitasi, upaya optimum dan tangkapan maksimum lestari, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, serta menentukan alternatif pengelolaan. Penelitian ini dilaksanakan di PPN Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan contoh dilaksanakan 7 Februari sampai 27 Maret Bahan yang digunakan adalah ikan mata besar (1 050 ekor), data statistik serta kuisioner wawancara. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan digital dengan ketelitian 0.1 gram, meteran dengan ketelitian 1 milimeter, kamera digital, dan alat tulis. Data panjang bobot dianalisis dengan regresi linier sederhana untuk mengetahui pola pertumbuhannya, metode NORMSEP digunakan untuk menganalisis kelompok ukuran panjang ikan, laju mortalitas dan laju eksploitasi dianalisis menggunakan kurva tangkapan yang dilinierkan. Sedangkan analisis hasil tangkapan menggunakan data sekunder dari PPN Brondong menggunakan metode produksi surplus dengan pendekatan Schaefer dan Fox. Ikan mata besar memiliki hubungan panjang bobot W = L 2.26 dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebasar 89.30% dengan nilai b berkisar 1.77 hingga 2.49 (b<3) yang menunjukkan bahwa ikan mata besar memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot). Panjang infinitif (L ) sebesar mm dengan koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.19 dan umur ikan pada saat panjangnya 0 mm (t 0 ) adalah 0.36 tahun. Laju mortalitas total (Z) yang mencapai 0.77 per tahun dan mortalitas alami (M) mencapai 0.25 per tahun serta mortalitas penangkapan (F) mencapai 0.52 per tahun, sehingga diperoleh laju eksploitasi mencapai 68%. Hal tersebut berarti jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan sebesar 68%. Model produksi surplus ikan mata besar selama tahun 2004 sampai 2009 mengacu pada model Fox karena koefisien determinasi model Fox lebih besar dibandingkan dengan model Schaefer. Berdasarkan model Fox, upaya penangkapan optimum (f MSY ) sebesar unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong pada tahun 2007 dan 2009 telah melebihi potensi lestarinya (MSY). Alternatif pengelolaan yang disarankan agar sumberdaya ikan mata besar tetap optimal dan lestari antara lain dengan melakukan pengontrolan upaya tangkap dan penangkapan di wilayah fishing ground yang lain.

4 Ikan mata besar memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot dikarenakan tekanan eksploitasi yang tinggi. Mortalitasnya didominasi oleh mortalitas penangkapan dengan laju eksploitasi sebesar 68% artinya telah mengalami lebih tangkap (over eksploitasi). Model ikan mata besar mengikuti model Fox dengan jumlah tangkapan maksimum lestari sebesar ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan ton per tahun. Dalam upaya pengelolaan ikan mata besar juga diperlukan kajian lain mengenai reproduksi, bioekonomi, dan dinamika stok ikan mata besar pada musim yang berbeda. Kata kunci: Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846), PPN Brondong, pertumbuhan, FiSAT, mortalitas dan laju eksploitasi, model produksi surplus

5 KAJIAN DINAMIKA STOK IKAN MATA BESAR (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR OCTAVIANIES SUKAMTO C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama NIM Program Studi : Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur : Octavianies Sukamto : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA NIP Ir. Zairion, M.Sc NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc NIP Tanggal Lulus : 28 Juni 2010

7 PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Februari hingga Maret 2010, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dangan baik. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Juli 2010 Penulis vii

8 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Zairion, M.Sc, masing masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan hingga penyelesaian skripsi. 2. Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M.Phil selaku wakil komisi pendidikan program S1, atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 3. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan. 4. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widaryanti atas arahan dan kesabarannya. 5. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong atas bantuan dan izin sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian. 6. Keluarga tercinta terutama papa, mama, dan adikku (Dwieyoga Andrey Sukamto) atas do a, kasih sayang, dukugan serta motivasinya. 7. Dompet Dhuafa Republika melalui Beastudi Etos atas beasiswa selama kuliah dan pembinaan. Korwil, pendamping dan saudara saudara seperjuangan terutama Etoser 06 atas pelajaran hidup, dan motivasi yang luar biasa. 8. Aditya atas do a, motivasi, dukungan dan perhatiannya. 9. Keluarga Besar KSR PMI Unit 1 IPB atas semangat, dukungan, kebersamaan, dan pengalaman yang berharga terutama KSR XIII XIX (Ratna, Ima, Rahma, mba Ayu, mba Ium, Yuda, Roky, Widi, Uun, and others). 10. Nira selaku patner penelitian atas semua bantuan dan dukungannya. Temanteman seperjuangan di MSP 43 terutama GZB ers (Intan, Nira, Siti, Ria, Yani, Yesti) atas motivasi, pengertian, dan semua kebersamaan kita. Rekan rekan stok (Dinda, Friska, Genny, Adisti, Sasha) atas bantuan, saran, dan dukungan. Rekan rekan FKM C serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, pada tanggal 8 Oktober 1988 dari Pasangan Bapak Gathot Sukamto dan Ibu Pani. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Mungli, Kalitengah Lamongan (2000), SLTPN 1 Kalitengah, Lamongan (2003), dan SMAN 1 Lamongan (2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis mendapat kesempatan menjadi penerima Beastudi Etos (2006/2009). Penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan Korps Sukarela PMI Unit 1 IPB (2006/2010) sebagai Komandan XVI dan Sekretaris Divisi Human Resource Departement (HRD) Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (2007/2009) serta sebagai Sekretaris Jenderal Forum KSR PMI Perguruan Tinggi se Indonesia (2009/2011). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mata Besar Klasifikasi dan morfologi Sebaran dan musim penangkapan Alat Tangkap Ikan Mata Besar Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Sebaran frekuensi panjang Parameter pertumbuhan Mortalitas dan Laju Eksploitasi Pengkajian Stok Ikan Model Produksi Surplus Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Pengumpulan Data Analisis Data Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Sebaran frekuensi panjang Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan L, K, dan t Mortalitas dan laju eksploitasi Model produksi surplus HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi umum perairan Utara Jawa Timur Kondisi perikanan ikan mata besar Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Sebaran frekuensi panjang Parameter pertumbuhan xii xiii xiv

11 xi Mortalitas dan laju eksploitasi Model produksi surplus ikan mata besar Pembahasan Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Sebaran frekuensi panjang Parameter pertumbuhan Mortalitas dan laju eksploitasi Model produksi surplus ikan mata besar Implikasi pengelolaan ikan mata besar KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil tangkapan ikan mata besar di PPN Brondong tahun 2004 sampai Hubungan panjang bobot ikan mata besar pada setiap pengambilan contoh Sebaran kelompok ukuran ikan mata besar Parameter pertumbuhan berdasarkan L, K, dan t 0 ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur (Februari Maret 2010) Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar Analisis hasil tangkapan ikan mata besar Analisis parameter pertumbuhan dari beberapa penelitian xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) Peta sebaran ikan mata besar (Priacanthus tayenus) Alat tangkap dogol Peta lokasi penangkapan ikan mata besar Skema pengambilan contoh ikan mata besar Komposisi hasil tangkapan dogol yang didaratkan di PPN Brondong Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) Kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) Kurva pertumbuhan ikan mata besar (Priacanthus tayenus) Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Schaefer Hubungan hasil tangkapan (effort) dan hasil tangkapan Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Fox Hubungan panjang bobot ikan mata besar xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Bahan dan alat yang digunakan Pengukuran panjang dan bobot basah ikan Contoh kuesioneryang telah diisi Data panjang dan bobot ikan contoh Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh I Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh II Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh III Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh IV Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh V Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VI Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VII Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh I Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh II Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh III Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh IV Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh V Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VI Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VII Hasil pemisahan kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong Pendugaan parameter pertumbuhan ikan mata besar (L, K, dan t 0 ) yang didaratkan di PPN Brondong xiv

15 xv 21. Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F) dan laju eksploitasi (E) Analisis hasil tangkap dengan model produksi surplus xv

16 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong merupakan salah satu pelabuhan perikanan di perairan utara Jawa Timur. PPN Brondong terletak di Kelurahan Brondong, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (JICA 2009). Daerah tangkapan nelayan PPN Brondong berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan 712 (WPP 712) yaitu Laut Jawa dan sekitarnya meliputi perairan Pulau Masalemboo, Pulau Matasiri, Pulau Bawean, dan Pulau Kramean. Wilayah tersebut sangat potensial dengan beragam jenis ikan baik pelagis maupun demersal. Laut Jawa merupakan bagian wilayah perairan Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya cukup besar dan telah dieksploitasi secara intensif (Atmaja et al in Perdana 2007). Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) merupakan ikan demersal dan sumber daya perikanan ekonomis yang didaratkan di PPN Brondong serta termasuk salah satu hasil tangkapan yang dominan. Ikan ini hidup pada kedalaman m dan memiliki ukuran maksimum 30 cm. Pada umumnya ikan mata besar ditangkap menggunakan alat tangkap dogol. Ikan ini tergolong ikan nokturnal (aktif ketika malam hari) dengan makanan berupa udang kecil, zooplankton dan larva ikan. Selain itu, ikan mata besar memiliki protein myofibril dalam jumlah yang besar (Subagio 2004). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai sumber daya di PPN Brondong antara lain Studi pemanfaatan sumberdaya ikan dan analisa pendapatan nelayan Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur (Setiawan 2005) dan Studi tentang komposisi hasil tangkapan dan beberapa aspek biologi ikan layur (Trichiurus lepturus) yang tertangkap alat tangkap cantrang di PPN Brondong, Lamongan, Jawa Timur oleh (Perdana 2007). Selain itu, penelitian mengenai ikan mata besar yang telah dilakukan adalah Karakteristik protein miofibril ikan kuniran (Upeneus moluccensis) dan ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) (Subagio et al. 2004). Secara umum belum ada kajian mengenai sumberdaya ikan mata besar di PPN Brondong. Data statistik perikanan DKP tahun 2009 menunjukkan, jumlah produksi penangkapan ikan mata besar terus meningkat. Mengingat ikan mata besar merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan dikhawatirkan apabila terus menerus dieksploitasi akan terjadi lebih tangkap (overfishing), maka diperlukan upaya

17 2 pengelolaan untuk pemanfaatan secara optimal dan lestari, sesuai mandat Undang Undang Perikanan Nomor 45 tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan dilakukan untuk tercapainya manfaat sumberdaya ikan yang optimal dan lestari. Untuk melakukan upaya pengelolaan perikanan diperlukan informasi yang mendukung karena itu diperlukan kajian mengenai sumberdaya, diantaranya adalah kajian dinamika stok sumberdaya ikan mata besar di PPN Brondong Rumusan Masalah Pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan terkendali merupakan tolok ukur dari pengoptimalan kegiatan perikanan tangkap. Berdasarkan data laporan tahunan DKP tahun 2009, upaya tangkapan (effort) relatif meningkat setiap tahunnya (Tabel 1). Tabel 1. Hasil tangkapan ikan mata besar di PPN Brondong tahun 2004 sampai Tahun Hasil Tangkapan (ton) Effort (unit) Sumber: DKP (2009) Berdasarkan data tersebut diketahui upaya tangkapan ikan mata besar relatif meningkat setiap tahun. Hal itu menunjukkan naiknya tekanan eksploitasi ikan mata besar. Penangkapan ikan yang terus berkembang dikhawatirkan dapat menyebabkan berkurangnya sumberdaya terutama ikan mata besar. Apabila tidak dilakukan upaya pengelolaan untuk pemanfaatan secara optimal dan lestari dikhawatirkan ikan mata besar akan mengalami overfishing karena sumber daya perikanan kepemilikannya bersifat milik bersama (common property). Pengkajian dinamika stok ikan mata besar merupakan salah satu upaya untuk memberikan informasi dalam pengelolaan agar pemanfaatan sumberdaya dapat lestari. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini difokuskan pada kajian dinamika stok ikan mata besar dengan batasan daerah penangkapan yang berpangkalan di PPN Brondong. Pokok permasalahan dalam rangka pengelolaan perikanan ikan mata besar secara optimal dan lestari, antara lain:

18 3 1. Bagaimana dinamika stok ikan mata besar yang mencakup pertumbuhan dan mortalitas di perairan utara Jawa timur yang didaratkan di PPN Brondong? 2. Bagaimana tangkapan maksimum lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY) optimum dari kegiatan penangkapan sumber daya ikan mata besar? 3. Berapa jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau Total Allowable Catch (TAC) dari kegiatan penangkapan ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong? 1.3. Tujuan Penelitian mengenai dinamika stok ikan mata besar di PPN Brondong bertujuan untuk: 1. Menduga pola pertumbuhan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong 2. Menduga laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar 3. Menentukan upaya (effort) optimum dan tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maxsimum Sustainable Yield) serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau Total Allowable Catch (TAC) dari kegiatan penangkapan ikan mata besar 4. Merumuskan alternatif pengelolaan sumber daya ikan mata besar 1.4. Manfaat Penelitian ini memberikan infomasi biologi yang dapat dimasukkan dalam merumuskan upaya pengelolaan perikanan agar pemanfaatannya dapat optimal dan lestari.

19 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Mata Besar Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mata besar (Priacanthus tayenus) menurut Richardson (1846) in (2009) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Priacanthidae Genus : Priacanthus Spesies : Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) Sinonim : Priacanthus holocentrum (Bleeker, 1849); Priacanthus schmittii (Bleeker, 1852); Priacanthus tayanus (Richardson, 1846) Nama Umum : Purple spotted bigeye Nama Lokal : swangi/ semerah padi (PPN Pemangkat), swangi (Pelabuhan Perikanan Banjarmasin), swangi (PPP Tegalsari), mata bulan (PPN Ambon), camaul (PPN Pelabuhan ratu), belong (PPN Pekalongan), capa (PPN Sibolga),swanggi (PPS Jakarta), swanggi/ golok sabrang (PPN Brondong), swanggi (PPN Prigi) (DKP 2009) Ikan mata besar merupakan ikan demersal yang banyak dikenal dengan nama ikan swanggi (Gambar 1). Ikan ini umumnya memiliki tubuh berwarna merah, sirip caudal berbentuk episerkal, dan bentuk badan pipih. Panjang rata rata sebesar 25 cm dan panjang maksimum sebesar 35 cm (Starnes 1988 in ). Famili Priacantidae memiliki mata besar, mulut lebar, rahang yang kokoh, terdapat sirip punggung yang terdiri dari 10 jari jari keras dan jari jari lemah. Bentuk ikan tegak hingga membulat, juga terdapat membran yang menghubungkan jari jari sirip perut sebelah dalam ke tubuh. Selain itu, memiliki sisik stenoid dan biasanya

20 5 berwarna cerah. Secara garis besar ikan ini mudah dikenali karenaa mata yang besar (Nelson 1984 in Wangsadinata 2009). Sumber : Dokumentasi pribadi (2010) Gambar 1. Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) Menurut ICRF (2004), ikan ini merupakan jenis nokturnal atau aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi di gua gua karang. Namun kadang kadang kegiatan makan dilakukan sepanjang hari. Makanannya berupa udang kecil, zooplanktonn dan larva ikan Sebaran dan musim penangkapan Ikan mata besar merupakan ikan demersal yang hidup di perairan dangkal 20 m hingga mencapai kedalaman 200 m. Sebagian kecil ikan ini hidup di perairan dalam dan pada saat kecil hidup di daerah inshore. Ikan ini memiliki daerah penyebaran yang luas di perairan tropis dan kadang kadang ditemukan secara soliter ataupun dalam bentuk gerombolan yang besar (Kuiter 1992 in Wangsadinata 2009) ). Ikan ini tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia meliputi pantai barat pulau Sumatra, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Flores, perairan Sulawesi Tenggara, Selat Makasar, Laut Banda, Perairan Kabupaten Bangai, dan Poso. Selain itu, ikan mata besar juga tersebar di perairan Filipina, perairan Taiwan, Teluk Benggala, pantai utara Australia, samudra Atlantik bagian tengah, dan bagian timur perairan Afrika ( Peta sebaran ikan mata besar (Gambar 2).

21 6 Sumber : (2010) Gambar 2. Peta sebaran ikan mata besar (Priacanthus tayenus) ( : Wilayah sebaran ikan mata besar) Ikan mata besar merupakan jenis ikan target tangkapan sehingga merupakan ikan ekonomis. Kegiatan penangkapanya dipengaruhi oleh cuaca. Namun demikian, musim penangkapan ikan ini tetap terjadi setiap hari sepanjang tahun. Musim penangkapan ikan mata besar terdiri dari musim puncak dan musim sedang. Musim puncak penangkapannya terjadi pada bulan Juli hingga Oktober sedangkan musim sedang terjadi antara bulan November hingga bulan Juni (DKP 2009) Alat Tangkap Ikan Mata Besar Ikan mata besar hidup di dasar perairan dan ditangkap menggunakan alat tangkap berupa dogol. Jaring dogol atau cantrang atau lampara dasar (bottom seine) ditujukan untuk menangkap ikan demersal. Konstruksi umum jaring dogol adalah terdiri dari tiga bagian yaitu sepasang sayap (wing) di bagian depan, terbuat dari jaring nilon multifilament d 15 ukuran mata 5 6 inch, bagian tengah (body/ towing warp) di bagian tengah terbuat dari jaring nilon multifilament d 12 ukuran mata inch dan kantong (cond end) terbuat dari jaring nilon multifilament d 12 ukuran mata jaring ¾ inch. Bagian pangkal depan (sayap) dibiarkan terbuka dan berfungsi sebagai mulut jaring. Sedangkan ujung dari bagian belakang (kantong) diikat sehingga saat dioperasikan ikan yang telah tertangkap tidak keluar kembali. Dalam

22 7 pengoperasiannya, jaring ini dilengkapi siwakan (otter board) yang berfungsi sebagai pembuka mulut (Widodo & Wododo 2003) (Gambar 3). Sumber: JICA (2009) Gambar 3. Alat tangkap dogol Jaring dogol dioperasikan dengan cara ditarik dengan perahu/ kapal bermotor sepanjang dasar perairan. Ikan yang telah masuk melalui mulut akan tertampung di bagian kantong seperti halnya jaring trawl. Jaring dogol dioperasikan dengan kapal bermotor ukuran antara GT dengan tenaga penggerak antara HP. Lama trip kapal jaring dogol ukuran kecil umumnya satu hari per trip. Armada jaring dogol dengan kapal besar umumnya 20 hari per trip. Kapal jaring dogol melakukan tebar jaring rata rata delapan kali per hari (Widodo & Wododo 2003). Alat tangkap dogol yang digunakan di PPN Brondong memiliki spesifikasi antara lain tali selambar (panjang 1200 m dan jenis tali dari bahan macron), dan jaring (bahan jaring kurang lebih sebanyak 26 peace, panjang 36 m, dan lebar 8). Jaring pada bagian kantong memiliki diameter benang 1.2 mm dan diameter mata jaring 1.25 inch, sedangkan jaring pada bagian sayap memiliki diameter benang 1.2 inch dan diameter mata jaring 20 cm. Pada saat jaring ini ditebar, posisi mulut kantongnya berada sampai dasar perairan maka ikan yang tertangkap adalah jenis ikan demersal antara lain Beloso, Kakap merah, Swanggi atau Mata besar, Lecam, Jaket, Cumi cumi, Kapas kapas, Kerong kerong, Kurisi, Layur, Lemadang, Pari kampret, Kuwe, Beronang lada, Remang,

23 8 Kerapu, Kuniran, Manyung, Peperek, Ayam ayaman, dan lain lain. Jenis kapal motor yang dipakai untuk operasional alat tangkap ini adalah kapal motor dengan ukuran GT dengan kekuatan mesin 3 buah x 40 PK. Kekuatan daya dorong mesin ini cukup besar mengingat penggunaannya sebagai penarik serta penahan jaring pada waktu hauling jaring. Terdapat kapal motor sejumlah 353 di PPN Brondong yang aktif menggunakan alat tangkap dogol (DKP 2009) Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan dimanfaatkan untuk menjelaskan sifat pertumbuhannya. Analisis hubungan panjang bobot dapat digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan. Bobot dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bobot ikan pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot dari panjangnya (Effendie 2002). Hasil analisis hubungan panjang dan bobot akan menghasilkan suatu nilai konstanta b yaitu pangkat yang menunjukan pola pertumbuhan ikan (Effendie 2002). Pada ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya sama dengan pertambahan bobot, sebaliknya pada ikan dengan pertumbuhan pola allometrik (b 3) pertambahan panjang tidak sama dengan pertambahan bobot. Pertumbuhan dinyatakan dengan pertumbuhan allometrik positif jika b>3, yang menandakan pertumbuhan bobot lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan dengan pertumbuhan allometrik negatif apabila b<3, ini menandakan jika pertambahan panjang lebih lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot (Ricker 1970 in Effendie 2002) Sebaran frekuensi panjang Dalam metode pengkajian stok diperlukan data komposisi umur. Umur ikan dapat ditentukan dari sebaran frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu sebaran normal (Busacker et al. 1990). Pada perairan beriklim subtropis, data komposisi umur diperoleh melalui perhitungan terhadap lingkaran lingkaran tahunan (terbentuk akibat fluktuasi lingkungan pada saat pergantian musim) pada bagian keras ikan, yaitu

24 9 sisik dan otolith. Sedangkan pada perairan beriklim tropis, dalam pengkajian stok dilakukan analisis sejumlah data frekuensi panjang yang dikonversi ke dalam komposisi umur. Komposisi umur yang diketahui melalui analisis frekueasi panjang digunakan untuk menentukan parameter pertumbuhan dengan metode metode estimasi yang sesuai. Selain itu, mortalitas total juga dapat diduga dari hasil tangkapan yang dilinierkan. Metode metode tersebut merupakan metode yang berbasis pada data panjang (Sparre & Venema 1999) Parameter pertumbuhan Menurut Aziz (1989), pertumbuhan merupakan pertambahan panjang atau bobot selama waktu tertentu atau peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan bahan dalam lingkungannya. Berdasarkan Effendie (2002), pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi antara lain keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi yaitu suhu dan makanan. Pada umumnya faktor dalam lebih sulit dikontrol daripada faktor luar. Pertumbuhan untuk populasi merupakan pertambahan jumlah. Widodo & Suadi (2006), menyebutkan bahwa ukuran populasi dapat dinyatakan baik sebagai jumlah ikan hasil estimasi atau bobot total atau biomassa ikan hasil estimasi. Peningkatan dalam jumlah ikan ditentukan oleh pertumbuhan badan individu ikan dalam populasi, dan penambahan atau recruitmen dari generasi baru ikan ikan muda Mortalitas dan Laju Eksploitasi Mortalitas terdiri dari mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi akibat selain penangkapan meliputi berbagai peristiwa seperti kematian, predasi, penyakit, dan usia tua. Laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy yaitu K dan L. Ikan yang pertumbuhannya (K) tinggi mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L karena pemangsa ikan besar lebih sedikit daripada ikan kecil (Beverton & Holt 1957). Sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas penangkapan merupakan suatu fungsi dari upaya penangkapan, yang mencakup

25 10 jumlah, jenis, efektivitas dari penangkapan dan waktu yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Widodo & Suadi 2006). Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Laju eksploitasi adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan (Pauly 1984). Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King 1995) Pengkajian Stok Ikan Menurut Widodo & Suadi (2006), pengkajian stok meliputi berbagai perhitungan statistik dan matematik untuk membuat prediksi kuantitatif mengenai reaksi dari berbagai populasi ikan terhadap alternatif pengelolaan. Pengkajian stok mencakup estimasi tentang jumlah atau kelimpahan dari sumberdaya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan serta sebab lainnya, dan satu atau lebih referensi mengenai berbagai tingkat laju penangkapan dan tingkat kelimpahan dimana stok dapat mejaga dirinya dalam jangka panjang. Pengkajian stok ikan bertujuan untuk memprediksi tentang berbagai kecenderungan (trend) yang mungkin terjadi sebagai respon sumberdaya terhadap berbagai perubahan kebijakan dan usaha pemanfaatan sumberdaya. Dalam proses pengurangan stok, pengurangan populasi ikan diikuti dengan penurunan komponen antara lain; produktivitas perikanan atau hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE), hasil tangkapan total yang didaratkan, bobot rata rata ikan, struktur umur populasi ikan (ukuran, umur), dan komposisi spesies ikan (ekologi perikanan) Model Produksi Surplus Model produksi surplus merupakan suatu model yang digunakan untuk menentukan tingkat optimal rata rata produksi surplus (surplus production). Dasar pemikiran model ini adalah peningkatan populasi ikan akan diperoleh dari sejumlah ikan muda yang dihasilkan setiap tahunnya, sedang penurunan populasi merupakan akibat dari mortalitas baik karena faktor alam maupun faktor eksploitasi atau penangkapan (Widodo & Suadi 2006). Tujuan penggunaan model produksi surplus untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang menghasilkan

26 11 suatu hasil tangkapan yang maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi stok dalam jangka panjang yang biasa disebut dengan hasil tangkapan maksimum lestari (maximum Suistaible yield). Metode ini banyak digunakan di daerah perairan tropis karena dalam penggunaan model ini tidak memerlukan kelompok umur dan penerapannya hanya menggunakan hasil tangkapan per upaya (CPUE) (Spare & Venema 1999) Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/ TAC) dan tingkat pemanfaatkan sumberdaya ikan (TP) dapat ditentukan dengan analisis surplus produksi. Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) suatu sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai pendekatan atau metode (Boer & Aziz 2001). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan merupakan salah satu upaya pengelolaan sumberdaya perikanan agar tidak terjadi over fishing Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan merupakan suatu proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, dan implementasinya dari aturan aturan main di bidang perikanan dalam konteks menjamin kelangsungan produktivitas sumber dan pencapaian tujuan perikanan lainnya (FAO 1997 in Widodo & Suadi 2006). Pengelolaan perikanan bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dan memeliharanya pada tingkat hasil yang stabil medekati produksi optimumnya. Untuk mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut diperlukan suatu strategi pengelolaan yang didasarkan pada data dan informasi mengenai dinamika stok ikan yang meliputi struktur komunitas, biologi reproduksi, pertumbuhan, mortalitas, peremajaan, dan besaran stok ikan (Kartamiharja & Purnomo 2006). Undang undang perikanan nomor 45 tahun 2009 menyatakan pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses terintegrasi pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, implementasi serta penegakan hukum peraturan perundangan dibidang perikanan, oleh pemerintah dan otoritas lain diarahkan mencapai kelangsungan produktifitas

27 12 sumberdaya hayati dengan tujuan yang telah disepakati. Potensi sumberdaya perikanan perlu dikelola dengan baik. Tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa dan mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan serta menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari (Boer & Azis 2007).

28 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di PPN Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data primer hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Brondong dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai Maret 2010 dengan interval pengambilan contoh 8 hari. Sedangkan pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010 di PPN Brondong. Berikut ini disajikan peta lokasi penangkapan ikan mata besar (P. tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong (Gambar 4). Gambar 4. Peta lokasi penangkapan ikan mata besar 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong, data statistik hasil tangkapan dan upaya tangkap ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong serta kuisioner hasil wawancara dengan nelayan yang menangkap ikan mata besar di PPN Brondong. Alat yang digunakan pada penelitian ini

29 14 antara lain timbangan digital tipe SCA 301 dengan ketelitian 0,1 gram, meteran dengan ketelitian 1 milimeter, kamera digital, dan alat tulis Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran panjang dan bobot ikan untuk mengetahui pola pertumbuhan individu dan pertumbuhan populasi ikan mata besar. Panjang ikan yang diukur adalah panjang total yang meliputi panjang mulai dari bagian terdepan kepala sampai bagian ujung ekor ikan. Sedangkan bobot ikan yang ditimbang merupakan bobot basah total yang merupakan bobot total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan contoh sebanyak 7 kali selama 2 bulan dengan interval waktu 8 hari. Ikan contoh diambil secara acak dari ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong sebanyak 150 ekor setiap pengambilan data. Ikan yang diukur diambil dari beberapa kapal nelayan yang berbeda (Gambar 5). Gambar 5. Skema pengambilan contoh ikan mata besar

30 15 Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan ikan mata besar. Data yang dikumpulkan yaitu data kegiatan operasi penangkapan, daerah penangkapan, biaya operasi penangkapan dan unit penangkapan ikan mata besar yang meliputi pemilik mesin kapal nelayan atau anak buah kapal dan alat tangkap. Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi data produksi hasil tangkapan ikan mata besar dan upaya penangkapan (kapal, alat tangkap, dan nelayan). Data data tersebut diperoleh dari dokumen PPN Brondong Analisis Data Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Menurut Effendie (2002), bobot dianggap sebagai fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena panjang dan bobot ikan berbeda beda sehingga untuk menganalis hubungan panjang dan bobot ikan masingmasing spesies ikan digunakan rumus sebagai berikut: W al (1) dengan W adalah bobot, L adalah panjang, a adalah konstanta dan b adalah penduga pola hubungan panjang bobot. Rumus umum tersebut bila ditranformasikan ke dalam logaritma, akan diperoleh persamaan Log W = Log a + b Log L, yaitu persamaan linier atau persamaan garis lurus. Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x, sedemikian hingga persamaan regresi: y i = β 0 + β 1 x i +ε i atau y b 0 + b 1 konstanta b diduga dengan b 1 dan konstanta a diduga dengan 10 b0. Sedangkan b 1 dan b 0 masing masing dihitung dengan (Dowdy et al. 2004): b 1 x y x y x n x (2) dan b (3)

31 16 Untuk menguji nilai β 1 = 3 atau β 1 3 digunakan uji t, dengan hipotesis: H0 : β 1 = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik. H1 : β 1 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik. Hubungan allometrik terdiri dari dua macam, yaitu allometrik positif, jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang) dan allometrik negatif, jika b<3 (pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan bobot). Adapun statistik uji yang digunakan adalah: t hitung b1 3 = S b 1 S adalah simpangan baku dugaan b 1 atau b yang dihitung dengan: S s x (4) x sedangkan s 2 adalah kuadrat tengah sisa sebagai penduga 2, yang dapat dihitung dengan: s y y b x y x y n (5) Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pada selang kepercayaan 95% nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel, sehingga kaidah keputusan yang diambil adalah jika t hitung > t tabel, tolak hipotesis nol (H 0 ) atau pola pertumbuhan bersifat allometrik, dan jika t hitung > t tabel, gagal tolak hipotesis nol (H 0 ) atau pola pertumbuhan bersifat isometrik Sebaran frekuensi panjang Penyusunan sebaran frekuensi panjang dilakukan dengan data menggunakan data panjang total ikan mata besar. Tahapan untuk menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan, menentukan lebar selang kelas, dan menentukan kelas frekuensi serta memasukkan frekuensi masing masing kelas dengan memasukkan panjang masing masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama, kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat diduga pergeseran sebaran kelas panjang setiap pengambilan contoh, yang

32 17 menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok umur yang sama Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan kedalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing masing dicirikan oleh rata rata panjang dan simpangan baku. Menurut Boer (1996) jika f i adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke i (i = 1, 2,..., N), μ j adalah rata rata panjang kelompok umur ke j, j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke j dan p j adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke j (j= 1, 2,..., G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga { µ j, j, j } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum Likelihood function): N L = G log (6) sedangkan = 2π yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah μ j dan simpangan baku j. x i adalah titik tengah kelas panjang ke i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing masing terhadap μ j, j, dan p j sehingga diperoleh dugaan j, j, dan j yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan Pendugaan L, K, dan t 0 Pertumbuhan panjang ikan dapat dinyatakan dengan Model von Bertalanffy sebagai berikut (Sparre & Venema 1999). L t = L (1 e [ K(t t 0 )] ) (7) L t adalah panjang ikan pada saat umur ke t (milimeter), L adalah panjang maksimum teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per tahun), t 0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (tahun). Nilai L dan K didapatkan dari hasil perhitungan dengan metode Non Parametrik Scoring of Von Bertalanffy Growth Function melalui bantuan software

33 18 ELEFAN 1 (Electronic Length Frequencys Análisis) yang terintegrasi dalam program FiSAT II. Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984) sebagai berikut : Log ( t 0 ) = (Log L ) (Log K) (8) Mortalitas dan laju eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkahlangkah berikut : Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan Von Bartalanffy. ln 1 (9) Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata rata ikan untuk tumbuh dari panjang L 1 dan L 2 (Δt) t t L t L K ln 1 L L L L (10) Langkah 3 : Menghitung (t + Δt/2) t L L t ln 1 L L (11) Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan yang yang dikonversikan ke panjang ln C L,L L, C ZtL L (12) Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linier dengan kemiringan (b)= Z Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut : ln ln ln ln (13) Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk menghitung jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol dikalikan dengan 0.8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah. 0.8 exp ln ln ln (14)

34 19 M adalah mortalitas alami, L adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bartalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bartalanffy, T adalah rata rata suhu permukaan air ( o C). Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z M (15) Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984) : E F F M F Z (16) Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) masing masing adalah : F optimum = M sehingga E optimum = 0.5 (17) Model produksi surplus Pendugaan potensi sumberdaya ikan mata besar dapat dilakukan dengan menggunakan model produksi surplus yang dikembangkan oleh Scaefer dan Fox. Data yang digunakan dalam model produksi surplus terdiri atas data time series 5 tahun terakhir, yaitu produksi dan jumlah unit bagan yang beroperasi. Data produksi dan jumlah unit bagan digunakan untuk perhitungan nilai hasil tangkapan per upaya (Catch per unit effort atau CPUE). Tingkat upaya penangkapan optimum (f MSY ) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model Schaefer (1954) in Boer & Aziz (1995) dapat diketahui melalui persamaan berikut : 1) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f), C a bf ; a,b >0 (18) C af bf (19)

35 20 Upaya penangkapan optimum (f msy ) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (C) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol atau C 0, sehingga C a 2bf 0 (20) atau, f (21) 2) Maximum sustainable yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan maksimum lestari diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum (f msy ) ke persamaan (19) di atas. MSY Pada model ini, dengan nilai konstanta (22) dan b pada rumus (18) digunakan analisis regresi linier sedarhana dengan melinierkan model Schaefer seperti berikut: ln C a bf (23) Sedangkan a dan b yang digunakan dihitung seperti pada persamaan (2) dan (3). Hubungan yang digunakan untuk menghitung CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983) : CPUE (24) CPUE adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/unit), catch adalah hasil tangkapan per tahun (kg), dan effort adalah upaya penangkapan per tahun (unit). Model kedua yang digunakan dalam model produksi surplus adalah model alternatif yang diperkenalkan Fox (1970) in Sparre & Venema (1999). Model ini menghasilkan garis lengkung bila C/f t secara langsung diplot terhadap upaya (f t ), akan tetapi bila C/f t diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya maka akan menghasilkan garis lurus. Adapun perumusan MSY model Fox (1970) in Boer & Aziz (1995) adalah sebagai berikut.

36 21 ln C a bf (25) sehingga C e (26) C f e (27) f msy dapat dihitung pada saat C / f =0 sehingga : C e f e b 0 (28) sehingga diperoleh dugaan f (upaya tangkap optimum) : f (29) untuk mendapatkan MSY, maka persamaan (29) disubstitusikan ke persamaan (27), yaitu : C e (30) sehingga MSY e (31) Kedua model tersebut kemudian dibandingkan nilai koefisien determinasinya (R) dari hasil regresi masing masing. Model yang mempunyai nilai R yang lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model sebenarnya. Koefisien dterminasi merupakan bilangan yang menyatakan proporsi keragaman total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai nilai peubah X melalui hubungan linier tersebut (Dowdy et al. 2004). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/ TAC) dan tingkat pemanfaatkan sumberdaya ikan (TP) dapat ditentukan dengan analisis surplus produksi. Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai Tangkapan Maksimum Lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) suatu sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai pendekatan/metode (Boer & Aziz 1995). Potensi lestari sumberdaya ikan dapat diketahui berdasarkan hasil MSY dan

37 22 merupakan hasil prosentase jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai TAC yaitu : PL 90% MSY (32) sehingga untuk menentukan TAC adalah : TAC 80% PL (33) Hal ini berdasarkan prinsip kehati hatian dalam pendugaan stok sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan dapat terus lestari.

38 23 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi umum perairan utara Jawa Timur Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong merupakan salah satu pelabuhan perikanan di pesisir utara Jawa Timur. PPN Brondong terletak di posisi geologis pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur (JICA 2009). Daerah tangkapan nelayan PPN Brondong adalah di Wilayah Pengelolaan Perikanan 712 (WPP 712) yaitu Laut Jawa dan sekitarnya meliputi perairan Pulau Masalimbu, Pulau Matasiri, Pulau Bawean, dan Pulau Kramean. Perairan laut Jawa pada umumnya didominasi oleh ikan pelagis namun hasil tangkapan utama yang didaratkan di PPN Brondong didominasi oleh ikan demersal. Laut Jawa merupakan perairan paparan benua (continenlat shelf) dengan kedalaman rata rata 40 meter (Durand & Petit 1997 in Widodo & Wododo 2003). Perairan ini merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang paling luas di kawasan barat Indonesia dan kaya akan zooplankton. Jumlah zooplankton yang teridentifikasi pada tahun 2001 mencapai 35 taksa yang sebagian besar didominasi oleh Copepoda terutama genus Calanoida dengan kisaran antar ind/m 3 dari ind/ m 3 total zooplankton yang ada. Suhu perairan relatif cukup tinggi karena termasuk dalam ekuator yaitu berkisar antara C dengan dua nilai maksimum dan dua nilai minimum dalam setahun. Nilai maksimum pertama berkisar antara C pada bulan April sampai Mei, sedangkan nilai maksimum kedua antara C. pada bulan Oktober sampai November. Nilai minimum pertama berkisar antara C pada bulan Desember sampai Januari sedangkan nilai minimum kedua berkisar antara C pada bulan Agustus (Ilahalude 1979 in DKP & LIPI 2001). Salinitas perairan laut Jawa juga memiliki dua nilai maksimum dan dua nilai minimum dalam setahun. Nilai maksimum pertama berkisar antara pada bulan November sedangkan nilai maksimum kedua berkisar antara pada bulan Mei. Nilai maksimum juga dipengaruhi oleh adanya musim kemarau. Nilai minimum pertama berkisar antara sedangkan nilai minimun kedua sebesar pada Bulan Juli (Suriaatmadja 1956 & Ilahude 1975 in DKP & LIPI 2001). Laut Jawa selain variabilitas musiman (angin munson) perubahan salinitas

39 24 di pantai utara Jawa juga dipengaruhi oleh massa air tawar dari sejumlah aliran sungai (Soeriaatmaja 1956 in Suwarso & Tuti 2003) Kondisi perikanan ikan mata besar Ikan yang didaratkan di PPN Brondong bermacam macam mulai dari jenis ikan demersal hingga pelagis. Ikan yang dominan didaratkan adalah jenis ikan demersal. Ikan mata besar merupakan salah satu ikan demersal yang dominan didaratkan di pelabuhan perikanan brondong. Daerah penangkapan ikan mata besar yaitu perairan Pulau Bawean yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan 712 (WPP 712). Musim puncak penangkapan ikan ini terjadi pada bulan Juli sampai Oktober. Sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan November sampai Juni. Berdasarkan hasil wawancara dan data statistik DKP 2009 diketahui bahwa ikan mata besar ditangkap menggunakan alat tangkap dogol dengan ukuran mata jari berkisar antara 1.25 inch sampai 4 inch. Kapal penangkap ikan yang digunakan adalah kapal motor berukuran GT. Nelayan penangkap ikan ini terdiri dari nelayan musiman dan nelayan penuh yang berasal dari daerah sekitar PPN Brondong antara lain Palang, Belimbing dan Paciran. Setiap kali trip dilakukan selama 5 sampai 15 hari dengan biaya antara 5 juta sampai 20 juta setiap tripnya. Pemasaran hasil tangkapan ikan mata besar di PPN Brondong dalam bentuk segar dan produk olahan. Namun sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar yaitu 61.2 % (DKP 2009). Berbagai bentuk olahan dan ikan segar dipasarkan untuk memenuhi permintaan pasar lokal maupun daerah lainnya. Ikan segar dipasarkan ke Jawa Timur dan Jakarta sebagai bahan baku pabrik pengolahan dan ikan pindang dipasarkan ke Jawa Timur dan Jawa Tengah, ikan asin sebagian besar di pasarkan ke Jawa Barat, sedangkan untuk ikan panggang sebagai konsumsi lokal. Pemasaran hasil tangkapan ikan dari PPN Brondong ke konsumen masih tetap menggunakan transporatsi darat. Pemilihan transportasi darat ini karena biaya yang lebih murah dan didukung oleh sarana dan prasarana yang baik (akses jalan raya, jembatan, transporatsi dan lain lain). Harga rata rata ikan mata besar dalam bentuk segar adalah 7000 rupiah per kg. Sedangkan harga ikan mata besar dalam bentuk olahan bervariasi tergantung biaya produksi. Ikan mata besar merupakan hasil tangkapan dominan kedua yang didaratkan di PPN Brondong yang ditangkap menggunakan dogol. (Gambar 6).

40 25 Gambar 6. Sumber : Ditjen Tangkap DKP (2009) Komposisi 2008 Biji nangka (33%) Mata besar (19%) Kapasan (14%) Layang (11%) Manyung (7%) Pari (5%) Beloso (4%) Kerapu (3%) Putihan (2%) Kakap merah (2%) hasil tangkapan dogol yang didaratkan di PPN Brondong tahun Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Analisis hubungan panjang dan bobot akan menghasilkan suatuu nilai konstanta b yaitu pangkat yang menunjukan pola pertumbuhan ikan (Effendi 2002). Berdasarkan Tabel 2 diketahui hubungan panjang bobot ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong dari pengambilan contoh 1 sampai pengambilan contoh 7 menunjukkan bahwa nilaii b < 3 dengan nilai koefisien determinasi setiap pegambilan contoh relatif besar artinya model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya. Pertumbuhan ikan mata besar allometrik negatif dengan nilai b berkisarr 1.77 hingga (b< 3) dari pengambilan contoh I sampai VII. Pola pertumbuha n ini didukung diuji lanjut menggunakan uji t dengan selang kepercayaan 95 % terhadap nilai b (Lampiran 5 sampai Lampiran 11). Tabel 2. Hubungan panjang bobot ikan mata besar setiap pengambilan contoh Pengambilan contoh Waktu n 07 Februari Februari Februari Maret Maret Maret Maret b 2.26 R² 92 % Keterangan Allometrik negatif % Allometrik negatif % Allometrik negatif % Allometrik negatif % Allometrik negatif % Allometrik negatif % Allometrik negatif

41 Sebaran frekuensi panjang Jumlah ikan yang diambil setiap pengambilan data sebanyak 150 ekor dan panjang ikan mata besar yang diamati selama penelitian sebanyak ekor. Sebaran ukuran panjang ikan mata besar setiap pengambilan data mengalami pergeseran ke arah kanan yang menunjukkan adanya pertumbuhan (Gambar 7). Gambar 7. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus)

42 Parameter Pertumbuhan Panjang minimum dan maksimum ikan mata besar pada pengambilan contoh adalah 115 mm dan 315 mm. Kelompok ukuran ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong yang telah dipisahkan menggunakan metode NORMSEP dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 8). Gambar 8. Kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) ( : Pertumbuhan populasi )

43 28 Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat 16 kelompok ukuran panjang. Pada pengambilan data I sampai pengambilan data VII terdapat 4 kelompok umur. Indeks sparasi sebaran kelompok ukuran ikan mata besar berkisar antara 3.00 sampai 6.09 (Tabel 3), sehingga secara keseluruhan mempunyai nilai indeks sparasi >2. Tabel 3. Sebaran kelompok ukuran ikan mata besar Tanggal Kelompok Ukuran Nilai Tengah Indeks Sparasi 07 Februari ± 9.09 n.a ± ± ± Februari ± n.a ± ± ± Februari ± 7.26 n.a ± ± ± Maret ± 9.85 n.a ± ± ± Maret ± n.a ± ± ± Maret ± 3.86 n.a ± ± ± Maret ± 7.28 n.a ± ± ± Hasil analisis pertumbuhan menghasilkan parameter pertumbuhan antara lain panjang maksimum secara teoritis (L ), koefisien determinasi (K), dan umur ikan pada saat panjang ikan sama dengan nol (t 0 ) (Tabel 4).

44 29 Tabel 4. Parameter pertumbuhan berdasarkan L, K, dan t 0 ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur (Februari Maret 2010) Parameter Nilai L (mm) K (per tahun) 0.19 t Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk pada ikan mata besar adalah L t =330.75(1 e [ 0.19(t+0.36)] ). Panjang maksimum ikan yang diamati di PPN Brondong adalah mm, sedangkan panjang asimtotik (infinitif) adalah mm. Koefisien pertumbuhan ikan mata besar sebasar 0.19 per tahun. Berdasarkan parameter pertumbuhan tersebut dilakukan analisis hubungan umur ikan (bulan) dan panjang ikan (mm) sehingga diperoleh kurva dugaan pertumbuhan ikan mata besar (Gambar 9). 350 L Panjang total (mm) L t =330.75(1 e [ 0.19(t+0.36] ) Umur (bulan) Gambar 9. Kurva pertumbuhan ikan mata besar (Priacanthus tayenus) Pada saat ikan berumur 36 bulan, secara teoritis panjang total ikan adalah mm. Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan mata besar tidak sama selama rentang hidupnya.

45 Mortalitas dan laju eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar disajikan pada Gambar 10. Ln [C(L1,L2)/delta t] y = 0.77x R² = t (L1/L2)/2 Gambar 10. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z) Hasil regresi kurva hasil tangkapan pada Gambar 10 menunjukkan nilai mortalitas total (Z). Untuk menduga mortalitas alami (M) digunakan persamaan empiris Pauly dengan nilai suhu (T) sebesar 28.4 o C (BRKP DKP 2001) sehingga diperoleh dugaan mortalitas dan laju eksploitasi seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar Laju Nilai (per tahun) Mortalitas total (Z) 0.77 Mortalitas alami (M) 0.25 Mortalitas penangkapan (F) 0.52 Eksploitasi (E) 0.68 Berdasarkan Tabel 5, laju mortalitas total (Z) ikan mata besar yang mencapai 0.77 dan laju mortalitas alami (M) mencapai 0.25 serta laju mortalitas tangkapan (F) mencapai 0.52 dapat digunakan untuk menghitung laju eksploitasi, yaitu mencapai 68%, yang berarti jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan

46 31 yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan sebesar 68%. Persamaan empiris Pauly yang digunakan memiliki asumsi ikan ikan kecil memiliki mortalitas alami tinggi, spesies ikan yang tumbuh cepat mortalitas alaminya tinggi, dan semakin hangat suhu perairan semakin tinggi mortalitas alami (Spare & Venema 1999) Model produksi surplus ikan mata besar Ikan mata besar merupakan ikan dominan ke 2 yang didaratkan di PPN Brondong yang ditangkap menggunakan alat tangkap dogol. Data analisis hasil tangkapan ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong dapat dilihat pada Tabel 6. Pada penelitian ini nilai effort yang digunakan adalah jumlah alat tangkap dogol. Tabel 6. Analisis hasil tangkapan ikan mata besar Tahun Hasil Tangkapan (ton) Effort (unit) CPUE (ton/unit) Ln CPUE Berdasarkan analisis hasil tangkapan diatas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan mata besar relatif berfluktuasi. Tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 mengalami penurunan hasil tangkapan. Tahun 2004 sampai 2009 cenderung mengalami peningkatan hasil tangkapan. Sedangkan upaya penangkapan (effort) cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2004 hingga tahun Upaya tangkapan yang digunakan dalam analisis merupakan jumlah alat tangkap dogol dan hasil tangkapan yang digunakan merupakan hasil tangkapan ikan mata besar dengan alat tangkap dogol. Pendugaan potensi sumberdaya ikan mata besar dapat dilakukan dengan menggunakan model produksi surplus yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Hasil analisis pendugaan stok ikan mata besar disajikan pada Gambar 11 dan 12.

47 32 CPUE (ton/unit) y = 0.009x R² = Effort (unit) Gambar 11. Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Schaefer Ln CPUE y = x R² = Effort (unit) Gambar 12. Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Fox Berdasarkan hubungan linier pada gambar diatas diperoleh koefisien a dan b yang digunakan dalam perhitungan nilai MSY dan fmsy serta koefisien determinasi. Hasil analisis dengan pendekatan Schaefer yaitu upaya penangkapan optimum (f MSY ) sebesar 938 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh secara umum menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di pantai untara jawa timur yang didaratkan di PPN Brondong di bawah potensi lestarinya (MSY), kecuali pada tahun 2009 dan telah mengalami kelebihan upaya tangkap antara tahun 2007 sampai tahun 2009 (Gambar 13).

48 33 Hasil tangkapan (ton) MSY 0 f MSY Effort (unit) Schaefer Gambar 13. Hubungan upaya tangkapan (effort) dan hasil tangkapan Sedangkan dengan pendekatan Fox diperoleh nilai upaya penangkapan optimum (f MSY ) sebesar unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong pada tahun 2004, 2007, 2008 sampai 2009 melebihi potensi lestarinya (MSY) dan pada 2009 melebihi upaya tangkap optimumnya Pembahasan Pertumbuhan Hubungan panjang bobot Bobot dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot dari panjangnya (Effendie 2002). Berdasarkan analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan mata besar di PPN Brondong diperoleh persamaan pertumbuhan W = L 2.26 (Gambar 14) dan nilai b ikan mata besar kurang dari 3 yang menunjukkan bahwa ikan mata besar memiliki pola pertumbuhan allometrik

49 34 negatif, artinya pertambahan panjang ikan lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot (Ricker 1970 in Effendie 2002). Bobot (gram) W = L 2.26 R² = 0.89 n = Panjang total (mm) Gambar 14. Hubungan panjang bobot ikan mata besar Pola pertumbuhan tersebut juga didukung oleh hasil uji t yang menunjukkan thitung lebih besar daripada ttabel yang artinya tolak H 0 (nilai b 3 maka hubungan panjang bobot adalah allometrik). Pola pertumbuhan allometrik negatif dipengaruhi tingkat faktor dalam antara lain perbedaan spesies, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar dipengaruhi suhu dan makanan. Selain itu, perbedaan spesies dan lingkungan juga mempegaruhi pola pertumbuhan (Effendie 2002). Pada ikan mata besar pola pertumbuhan allometrik negatif diduga dipengaruhi oleh faktor spesies. Ikan mata besar memiliki bentuk tegak hingga membulat (Nelson 1984 in Wangsadinata 2009). Selain itu, dipengaruhi tekanan penangkapan yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya dan jumlah serta variasi ukuran ikan yang diamati Sebaran ukuran panjang Modus kelas panjang pada gambar sebaran ukuran ikan mata besar relatif bergeser ke arah kanan yang menunjukkan adanya pertumbuhan. Widodo & Suadi (2006) menyebutkan peningkatan jumlah ikan ditentukan oleh pertumbuhan badan individu ikan dalam populasi, dan penambahan atau recruitmen dari generasi baru ikan ikan muda. Panjang maksimum ikan mata besar yang didaratkan di PPN brondong adalah 315 mm. Menurut Starnes (1988) in (2009),

50 35 panjang maksimum ikan mata besar (P. tayenus) adalah 350 mm. Perbedaan nilai maksimum tersebut diduga karena perbedaan habitat sehingga faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya juga berbeda. Ukuran panjang ikan terkecil yang tertangkap pada pengamatan ini adalah 155 mm. Hal tersebut disebabkan karena ukuran mesh size jaring dogol yang digunakan 1.25 inch atau mm. Ukuran mata jaring tersebut memungkinkan ukuran panjang terkecil dan ukuran panjang maksimum ikan yang diamati dapat tertangkap Parameter pertumbuhan Panjang maksimum Ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong adalah mm. Panjang asimtotik yang didapat berdasarkan perhitungan parameter pertumbuhan adalah mm. Nilai yang tidak terpaut jauh antara panjang maksimum dan panjang asimtotik menunjukkan intensitas penangkapan yang relatif tinggi. Hasil analisis beberapa peneliti mengenai parameter pertumbuhan ikan mata besar (Tabel 7). Tabel 7. Analisis parameter pertumbuhan dari beberapa penelitian Sumber Lokasi Spesies Koefisien pertumbuhan (K) Per tahun Dwiponggo (1978) Pantai Utara Priacanthus Jawa Tengah Sukamto (2010) Pantai Utara Jawa Timur macracanthus Priacanthus tayenus L (mm) Perbedaan nilai koefisien pertumbuhan dan panjang asimtotik ikan mata besar sepeti pada Tabel 6 disebabkan karena perbedaan spesies ikan mata besar dan lokasi penelitian. Nilai koefisien pertumbuhan berbanding terbalik dengan panjang asimtotik artinya semakin besar koefisien pertumbuhan maka panjang asimtotik ikan semakin kecil dan sebaliknya. Hal ini berarti apabila koefisien pertumbuhan ikan semakin besar maka ikan akan mati sebelum mencapai panjang maksimum. Berdasarkan kurva pertumbuhan, ikan mata besar yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan ikan yang berumur tua. Cepatnya laju pertumbuhan ikan mata besar pada saat muda dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengelola sumberdaya perikanan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan agar memperhatikan pemanfaatannya secara berkelanjutan (Suman et al. 2006).

51 Mortalitas dan laju eksploitasi Mortalitas ikan mata besar sebagian besar disebabkan faktor penangkapan. Perbandingan jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan jumlah total ikan yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan sebesar 68%. Laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy yaitu K dan L. Ikan yang pertumbuhannya (K) tinggi mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L karena pemangsa ikan besar lebih sedikit daripada ikan kecil (Beverton & Holt 1957). Nilai laju eksploitasi melebihi 50 % menunjukkan dugaan bahwa ikan mata besar telah mengalami over eksploitasi. Laju eksploitasi optimun adalah 50 % (E optimum = 0.5) (Pauly 1983). Apabila sumberdaya ikan mata besar terus dieksploitasi dikhawatirkan akan terjadi kepunahan. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King 1995) Model produksi surplus ikan mata besar Berdasarkan Gambar 11 dan 12 hubungan antara effort per tahun dengan CPUE menggunakan pendekatan Schaefer dan Fox didapatkan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar % dan %. Koefisien determinasi pendekatan Fox lebih besar dari dibandingkan dengan pendekatan Schaefer. Hal ini menunjukkan model Fox lebih cocok digunakan untuk menggambarkan dinamika stok ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong selama tahun 2004 sampai Oleh karena itu dalam pengelolaan ikan mata besar mengacu pada model fox karena koefisien determinasi (R 2 ) pendekatan Fox mempunyai hubungan lebih dekat dengan model yang sebenarnya (Dowdy et al. 2004). Hasil analisis dengan pendekatan Fox menunjukkan upaya penangkapan optimum (f MSY ) tidak boleh melebihi unit per tahun dengan jumlah tangkapan tidak lebih dari ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong pada tahun 2004 sampai 2007 di bawah potensi lestarinya (MSY) dan pada tahun 2007 sampai 2009 melebihi potensi lestarinya. Sparre & Venema (1999), menyatakan pada pendekatan Fox nilai Y/f selalu lebih besar daripada nol untuk seluruh nilai f. Alat tangkap dogol yang dianalisis dalam model surplus produksi ini selain menangkap ikan mata besar juga menangkap ikan biji nangka yang merupakan hasil

52 37 tangkapan dominan. Menurut Syamsiyah (2010), model pengelolaan ikan biji nangka mengacu pada pendekatan Schaefer dengan nilai upaya penangkapan optimum (FMSY) sebesar unit per tahun dan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar unit per tahun. Jika dibandingkan dengan hasil tersebut maka pendekatan Fox relatif lebih tepat. Nilai fmsy dan MSY dari pendekatan Schaefer lebih besar sehingga apabila mengacu pada model tersebut dikhawatirkan akan mengancam kelestarian ikan mata besar. Kedua hasil ini dibandingkan karena pengamatan dilakukan pada alat tangkap, waktu dan lokasi penelitian yang sama Implikasi untuk pengelolaan ikan mata besar Pengelolaan perikanan merupakan suatu proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, dan implementasinya dari aturan aturan main di bidang perikanan dalam konteks menjamin kelangsungan produktivitas sumber dan pencapaian tujuan perikanan lainnya (FAO 1997 in Widodo & Suadi 2006). Pengelolaan perikanan bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dan memeliharanya pada tingkat hasil yang stabil medekati produksi optimumnya. Untuk mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut diperlukan suatu strategi pengelolaan yang antara lain di dasarkan pada data dan informasi mengenai dinamika stok ikan yang meliputi struktur komunitas, biologi reproduksi, pertumbuhan, mortalitas, peremajaan, dan besaran stok ikan (Kartamiharja & Purnomo 2006). Pada penelitian ini, dinamika stok ikan mata besar dilihat dari parameter pertumbuhan, mortalitas dan besaran stok ikan mata besar. Berdasarkan fakta yang diperoleh pertumbuhan ikan mata besar allometrik negatif. Laju eksploitasi ikan mata besar sebesar 68% dan sebagian besar didominasi oleh mortalitas akibat penangkapan sebesar 0.25 per tahun. Laju eksploitasi relatif besar dan dilihat dari hubungan antara hasil tangkapan dan upaya tangkapan diketahui bahwa hasil tangkapan ikan mata besar pada tahun 2004, 2007, 2008, dan 2009 telah melebihi nilai potensi lestari. Dari hal tersebut upaya pengelolaan ikan mata besar yang disarankan adalah mengontrol upaya penangkapan dan memanfaatkan wilayah fishing ground yang lain. Memaksimumkan yield per recruit dapat merupakan tujuan umum sebagian besar pengelolaan perikanan, secara teoritis mudah dikerjakan melalui control upaya penangkapan (E) dan ukuran pertama kali ikan tertangkap (Lc) (Atmaja & Nugroho 2005).

53 38 Pengontrolan upaya tangkap pada perikanan ikan mata besar di PPN Brondong dapat dilakukan dengan pembatasan jumlah armada yang menangkap ikan mata besar, dan pembatasan jumlah alat tangkap. Pembatasan jumlah armada dan jumlah tangkapan mengacu pada analisis hasil tangkapan dengan pendekatan Fox yaitu upaya penangkapan optimum (f MSY ) tidak boleh melebihi unit per tahun dengan jumlah tangkapan tidak lebih dari ton per tahun. Selain itu, hasil tangkapan yang melebihi nilai potensi lestarinya dipengaruhi oleh kenaikan jumlah effort yang digunakan pada tahun sebelumnya (Tabel 6). Pembatasan upaya tangkapan pada penerapannya dilapangan relatif sulit karena itu, selain pambatasan upaya tangkapan diberikan alternatif lain yaitu pemanfaatan daerah penangkapan lainnya. Berdasarkan informasi nelayan ikan mata besar sebagian besar menagkap ikan mata besar di perairan Pulau Bawean dan sebagian kecil di perairan pulau Masalemboo, perairan Pulau Matasiri dan perairan Pulau Kramean yang juga merupakan daerah fishing ground ikan mata besar belum mampu dijangkau. Menurut informasi dari nelayan ikan mata besar wilayah tersebut tidak mampu dijangkau karena sebagian besar kekuatan kapalnya berkisar GT sehingga untuk memanfaatkan daerah penangkapan lainnya diperlukan bantuan untuk menambah kekuatan kapal nelayan ikan mata besar.

54 39 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pada penelitian studi dinamika stok ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang di daratkan di PPN Brondong dapat disimpulkan : 1. Pola pertumbuhan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur allometrik negatif dengan persamaan pertumbuhan L t = (1 e [ 0.19(t+0.36)] ). Pertumbuhan panjang ikan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan berat dikarenakan tekanan eksploitasi yang tinggi. 2. Laju mortalitas ikan mata besar didominasi oleh mortalitas penangkapan dengan perbandingan antara laju mortalitas penangkapan dan laju mortalitas total sebesar 68% artinya sumberdaya ikan mata besar telah mengalami overeksploitasi. 3. Model stok ikan mata besar mengikuti model Fox, dengan jumlah maksimum tangkapan lestari sebesar ton per tahun. Pada tahun 2007 dan 2009 hasil tangkapan telah melebihi potensi lestarinya. 4. Alternatif pengelolaan sumberdaya ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur melalui pengontrolan upaya tangkap dan pemanfaatan wilayah fishing ground yang lain Saran Dalam pengelolaan sumberdaya ikan mata besar agar dapat optimal dan lestari diperlukan kajian mengenai biologi reproduksi, bioekonomi dan pengkajian aspek yang sama pada musim yang berbeda.

55 40 DAFTAR PUSTAKA Atmaja SB & Nugroho D Aplikasi model Beverton & Holt bagi Ikan layang (Decapterus spp) di Laut Natuna dan sekitarnya. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia XII (6) : Aziz KA Dinamika populasi ikan. Handbook perikanan Indonesia. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Beverton RJH & Holt SJ On the dynamics of exploited fish population. Her Majessty s Statinery Office. London. 533 p. Boer M Pendugaan koefisien pertumbuhan (L, K, t 0 ) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 4(1): Boer M & Aziz KA Prinsip prinsip dasar pengelolaan sumberdaya perikanan melalui pendekatan bio ekonomi. Jurnal Ilmu ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia III(2): Boer M dan Aziz KA Gejala tangkap lebih perikanan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. In Jurnal Ilmu ilmu Perikanan dan Perikanan Indonesia. XIV(2): 98. [BRKP DKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan Pengkajian stok ikan di perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, LIPPI. Jakarta.124 hlm. Busacker GP, Adelman IR, & Goolish EM Growth. p in Schreck, C. B and P. B. Moyle (editor), Methods for Fish Biology. American Fisheries Society, Maryland. USA. [DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Laporan kegiatan pemantauan produktivitas alat tangkap tahun PPN Brondong. Lamongan. 103 hlm. [DKP & JICA] Direktoral Jenderal Perikanan Tangkap dan Japan Internasional Cooperation Agency Pengelolaan sumberdaya perikanan. DKP & JICA. Jakarta. [DKP & LIPI] Direktoral Jenderal Perikanan Tangkap dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pengkajian stok di Perairan Indonesia. BRKP DKP & LIPI. Jakarta. Dowdy S, Weardon S & Chiko D Statistics for reasearch third edition. A John Willey & Sons Inc. Hoboken, New Jersey. 627 p. Effendie MI Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm. Gulland JA Fish stock assessment: a manual of basic methods, volume 1. John Wiley & Sons, inc. New York, USA. xii + 223p. [ICRF] Indonesian Coral Reef Fondation Panduan dasar pengenalan ikan karang secara visual Indonesia. ICRF. Jakarta. 24 hlm. [JICA] Japan International Cooperation Agency Indonesian Fishing Ports DGCF, MMAF and JICA. Jakarta. 209 hlm.

56 41 Kartamiharja ES & Purnomo K Parameter populasi, kebiasaan makan, dan total hasil tangkapan ikan dominan di waduk wadaslintang, Jawa tengah. Jurnal Ilmuilmu Perairan dan Perikanan XII(1):26. King M Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News Book. London, USA. 341p. Pauly D Studying single species dynamic in a tropical multispecies contex in D. Pauly & G. I Murphy (editor). Theory and management of tropical fisheries. Proceedings of the ICLRAM/CSRIO, workshop on the theory & management of tropical multispecies stocks, January Cronulla, Australia. Pauly D Fish population dynamics in tropical waters: a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325p. Perdana RA Studi tentang komposisi hasil tangkapan dan beberapa aspek biologi ikan layur (Trichiurus lepturus) yang tertangkap dengan alat tangkap cantrang di PPN Brondong, Lamongan, Jawa Timur [skripsi]. Program Studi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Jakarta. 60 hlm. Setiawan I Pemanfaatan sumberdaya ikan dan analisa pendapatan nelayan Bondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya. Malang. Sparre P & Venema SC Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku i manual (Terjemahan dari Introduction to tropical fish stock assessment part 1). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm. Subagio Karakteristik protein miofibril dari ikan kuniran (Upeneus moluccensis) dan Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus), Volume XV. [terhubung berkala]. 9.pdf. [8 Oktober 2009]. Suman A, Motinintja DR, Haluan J, & Boer M Pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol (Metapenaeus ensisde haan) secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi, Sumberdaya dan Penangkapan XII (1) : Suwarso & Tuti H Biologi dan ekologi ikan pelagis kecil di pantai utara Jawa barat dan selat sunda. Jurnal ilmu ilmu perairan dan perikanan Indonesia IX(7): Syamsiyah NN Studi Dinamika Stok Ikan Biji Nangka (Upeneus sulphureus Cuvier, 1829). (Skripsi dalam proses]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hlm. Undang undang Republik Indonesia Undang undang Republik Indonesia nomor 45 tentang perikanan. Jakarta. 53 hlm. Wangsadinata V Sistem Pengendalian Mutu Ikan Swanggi (Priacanthus macracanthus) (Studi Kasus di CV Bahari Express, Pelabuhan Ratu, Sukabumi) [skripsi]. Departemen Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 76 hlm.

57 42 Widodo J & Suadi Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. 252 hlm. Widodo AAP & Wododo J Perikanan pari artisanal di Laut Jawa. Jurnal jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia IX(7): Priacanthus tayenus. [terhubung berkala]. Aquamaps.org/preamp.php?cache=1&SpecID=Fis [15 Desember 2009]. Priacanthus tayenus. [terhubung berkala]. fishbase.org/summary/spesiessummary.php?id=1144&genusname=priacanthu s&spesiesname=tayenus. [15 Desember 2009].

58 LAMPIRAN 43

59

60 44 Lampiran 1. Bahan dan alat yang akan digunakan Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus) Timbangan digital Meteran jahit Kamera digital

61 45 Lampiran 2. Metode pengukuran panjang total dan bobot basah ikan Pengukuran panjang total ikan Pengukuran bobot basah ikan contoh

62 46 Lampiran 3. Contoh kuisioner yang telah diisi Hari/Tanggal wawancara : 7 Februari 2010 Nama nelayan : Muhtadin (pemilik kapal/pekerja)* Usia : 32 tahun Alamat : Paciran Jumlah tanggungan : 5 Orang Jenis nelayan : musiman/penuh Jenis alat tangkap : Dogol Spesifikasi panjang : Lebar : 15 meter Tinggi : 40 meter Ukuran mata jaring : 5 cm Jenis perahu : Perahu motor Bobot perahu : 10 ton Jumlah ABK : 10 orang Daerah penangkapan : Bawean Biaya operasional : 6 10 juta Jenis ikan yang paling banyak ditangkap : kuniran, golok/ ikan mata besar, kakap Info lain : Nama Kapal : Maharani Musim puncak : Desember sampai Maret Musim paceklik : April sampai Juli Harga jual ikan : 7000 per kilogram Keterangan : *Coret yang tidak perlu

63 47 Lampiran 4. Data panjang dan bobot ikan contoh Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

64 48 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

65 49 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

66 50 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

67 51 Lampiran 4. (lanjutkan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

68 52 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

69 53 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

70 54 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram)

71 55 Lampiran 5. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh I Waktu pengambilan contoh: 7 Februari 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.26 Sb (simpangan baku nilai b): Bobot (gram) W = L 2.26 R² = Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 2, t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

72 56 Lampiran 6. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh II Waktu pengambilan contoh: 15 Februari 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 1.98 Sb (simpangan baku nilai b): 0,06 Bobot (gram) W= 0.002L 1.98 R² = Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t , t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

73 57 Lampiran 7. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh III Waktu pengambilan contoh: pada 23 Februari 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.49 Sb (simpangan baku nilai b): 0.06 Bobot (gram) W = L 2.49 R² = Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

74 58 Lampiran 8. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh IV Waktu pengambilan contoh: 3 Maret 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.15 Sb (simpangan baku nilai b): Bobot (gram) W= 0.01L 2.15 R² = Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

75 59 Lampiran 9. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh V Waktu pengambilan contoh: 11 Maret 2010 Ukuran contoh (n):150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 1.77 Sb (simpangan bakunilai b): Bobot (gram) W= 0.009L 1.77 R² = Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

76 60 Lampiran 10. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VI Waktu pengambilan contoh: 19 Maret 2010 Ukuran contoh (n):150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.40 Sb (standard eror nilai b): 0.07 Bobot (gram) W= L R² = Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

77 61 Lampiran 11. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VII Waktu pengambilan contoh: 27 Maret 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.17 Sb (standard eror nilai b): Bobot (gram) W = 0.001L 2.17 R² = Panjang total (cm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150= 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

78 62 Lampiran 12. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh I a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi

79 b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh I 63

80 64 Lampiran 13. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh II a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi

81 b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh II 65

82 66 Lampiran 14. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh III a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi

83 b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh III 67

84 68 Lampiran 15. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh IV a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi

85 b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh IV 69

86 70 Lampiran 16. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh V a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi

87 b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh V 71

88 72 Lampiran 17. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VI a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi

89 b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh VI 73

90 74 Lampiran 18. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VII a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi

91 b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh VII 75

92 76 Lampiran 19. Hasil pemisahan kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong Tanggal Kelompok Ukuran Panjang Ratarata (mm) Simpangan Baku Jumlah Populasi Indeks Sparasi 07 Februari n.a Februari n.a Februari n.a Maret n.a Maret n.a Maret n.a Maret n.a

93 77 Lampiran 20. Nilai parameter pertumbuhan ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong L K = mm = 0.19 per tahun Log ( t 0 ) = ((0.2752*log (L ))) (1.038*(LOG(K))) t 0 = 0,36 tahun Keterangan: L = Panjang asimtotik (millimeter) K = Koefisien pertumbuhan (per tahun) t 0 = Umur hipotesis ikan ketika panjangnya nol (tahun)

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

STUDI DINAMIKA STOK IKAN BIJI NANGKA

STUDI DINAMIKA STOK IKAN BIJI NANGKA STUDI DINAMIKA STOK IKAN BIJI NANGKA (Upeneus sulphureus Cuvier, 1829) DI PERAIRAN UTARA JAWA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR NIRA NUR

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Biji Nangka 2.1.1. Klasifikasi Ikan biji nangka merupakan anggota dari famili Mullidae yang dikenal dengan nama goatfish. Menurut Cuvier (1829) in www.fishbase.org (2009)

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) 58 Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) menggunakan program FiSAT II 59 Lampiran 1. (lanjutan)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA YOGI MAULANA MALIK PERDANAMIHARDJA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN i MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN NURALIM PASISINGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang KAJIAN STOK IKAN LAYANG (Decapterus russelli) BERBASIS PANJANG BERAT DARI PERAIRAN MAPUR YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG Length-Weight based Stock Assesment Of

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Dimana : Log m = logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama Xt = logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad x = logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang pi = jumlah matang

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Umum Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus) Ikan kurisi merupakan salah satu ikan yang termasuk kelompok ikan demersal. Ikan ini memiliki ciri-ciri tubuh yang berukuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ADNAN SHARIF SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut www.fishbase.org, klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN SWANGGI Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, PANDEGLANG BANTEN

KAJIAN STOK IKAN SWANGGI Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, PANDEGLANG BANTEN KAJIAN STOK IKAN SWANGGI Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, PANDEGLANG BANTEN TILLANA ADILAVIANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus Cuvier 1829) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG YANG DIDARATKAN DI TPI CILINCING JAKARTA AUSTIN EFFLIN WINDA RUTH SKRIPSI

Lebih terperinci

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA 1 KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA GENNY DINA CHAIRA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan adalah proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL ANALISIS PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DIDARATKAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN KELURAHAN TENDA KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Gambar 3). 3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup tinggi di Jawa Barat (Oktariza et al. 1996). Lokasi Palabuhanratu

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 159-168 ISSN 2087-4871 POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI (Nemipterus furcosus, Valenciennes 1830) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU ARMANSYAH DWI GUMILAR SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN VISKA DONITA PRAHADINA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tamban (Sardinella albella) Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili Clupeidae yang lebih umum dikenal sebagai ikan herring. Famili Clupeidae terdiri

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 1-8, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Catch per unit effort

Lebih terperinci

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG Wenny Damayanti SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Peperek Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Peperek Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 lasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut: Filum : Chordata elas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 2 bulan yang dimulai dari Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012, yang berlokasi di Kecamatan Kwandang. Peta lokasi

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology ANALISIS POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN KABUPATEN KENDAL Potency Analysis and Utilization Rate of Demersal Fish Resource in Kendal Regency Ferry Sandria 1 Aristi Dian

Lebih terperinci

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas Vokasi Volume 9, Nomor 1, Februari 2013 ISSN 1693 9085 hal 1-10 Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas LA BAHARUDIN Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak, Jalan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) Irianis Lucky Latupeirissa 1) ABSTRACT Sardinella fimbriata stock assessment purposes

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan berparuh (Istioporidae dan Xiphiidae) merupakan hasil tangkapan kedua terbesar setelah tuna, dimana terkadang tidak tercatat dengan baik di logbook (Cramer et

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang KAJIAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) BERBASIS PANJANG BERAT DI PERAIRAN KARAS YANG DI DARATKAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG The study of Sardinella fimbriata stock

Lebih terperinci