(a) (b) (c) Indikasi Gangguan Kualitas Perkecambahan (a) Mata Rusak, (b) Mata Busuk, (c) Bibit Busuk.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "(a) (b) (c) Indikasi Gangguan Kualitas Perkecambahan (a) Mata Rusak, (b) Mata Busuk, (c) Bibit Busuk."

Transkripsi

1 HASIL Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada 14 Mei sampai 3 September 2010 dengan pengamatan tambahan saat 29 Oktober Penelitian dilakukan di Kebun Gempol, PG Sindang Laut, Kabupaten Cirebon. Lahan percobaan berupa lahan sawah berukuran 192 m 2, jenis tanah vertisol yang tergolong tanah berat, kemiringan lahan 1.7 % ke arah barat. Lahan percobaan ditempatkan ditengahtengah kebun tebu produksi dengan luasan m 2. Keseluruhan kebun ditanam menggunakan klon bibit dan waktu penanaman yang sama, tujuannya mengurangi pengaruh lingkungan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman tebu percobaan. Bibit yang digunakan berupa bagal dari batang induk bagian tengah (buku 3, 4, dan 5). Kualitas bibit yang digunakan tertera dalam Lampiran 1. Penelitian terdiri dari dua faktor yaitu modifikasi bentuk kasuran dan sistem pengeceran bibit. Faktor modifikasi bentuk kasuran dapat dilihat pada Gambar 7. Pada modifikasi bentuk kasuran, waktu terima sinar matahari langsung pada perlakuan klacen timur, tutup datar, tutup miring, dan klacen barat berurutan pk 08.50, pk 9.20, pk 9.20, dan pk wib. Adanya perbedaan waktu tersebut dipengaruhi sudut terbit matahari terhadap letak bibit di dasar juringan. Pada sistem pengeceran bibit, perlakuan bagal dua mata kombinasi pola ecer 22+2 (H1) menghasilkan kerapatan 6.4 mata bibit/meter juringan, sedangkan perlakuan bagal tiga mata kombinasi pola ecer 20+2 (H2) menghasilkan kerapatan 8.8 mata bibit/meter juringan. Faktor sistem pengeceran bibit dapat dilihat pada Gambar 8. (A1) (A2) (A3) (A4) Gambar 7. Faktor Modifikasi Bentuk Kasuran. Arah Utara yaitu Kertas Bagian Atas. (A1) Klacen Barat, (A2) Klacen Timur, (A3) Tutup Miring, (A4) Tutup Datar.

2 23 (a) (b) (c) (d) Gambar 8. Faktor Sistem Pengeceran Bibit (a) Kiri: Bagal 2 Mata, Kanan: Bagal 3 Mata, (b) Mata Bibit yang Sehat, (c) Taji Sebagai Bakal Tunas Primer, (d) Bibit yang telah Diecer Pola 22+2 kemudian Ditanam Dari seluruh satuan percobaan didapat mata mulai berkecambah menjadi taji saat 2 HST (1 dari 1368 mata yang ditanam). Taji dalam sebuah juringan berkecambah mencapai angka 50 % saat 7 HST (2 dari 24 juringan). Taji mulai mengeluarkan anakan saat 21 HST (6 taji dari 1368 mata yang ditanam). Taji yang terbentuk dari mata bibit pada perkembangannya akan menjadi tunas primer, sedangkan taji yang terinisiasi dari tunas primer akan menjadi tunas sekunder. Kerusakan bibit selama fase perkecambahan dapat dilihat pada Gambar 9. Selama fase kritis perkecambahan, kegagalan berkecambah lebih disebabkan karena kondisi mata bibit. Kondisi bibit yang secara fisik utuh namun mata bibitnya rusak atau busuk, maka sudah dipastikan perkecambahan tidak mungkin terjadi. Selama fase perkecambahan dan fase pertunasan tidak ada gangguan gulma berarti. Penanganan gulma dilakukan dengan cara merambas menggunakan tangan terutama di daerah siku (lambei) dan dinding juringan (gawir). (a) (b) (c) Gambar 9. Indikasi Gangguan Kualitas Perkecambahan (a) Mata Rusak, (b) Mata Busuk, (c) Bibit Busuk.

3 Penyiangan gulma penting dilakukan, karena jika gulma dibiarkan tumbuh maka biji atau rizomenya dapat menumbuhkan anakan gulma dengan taji yang baru terbentuk. Hama yang menyerang batang indukan bibit adalah penggerek batang (Chilo auricilius). Hama yang menyerang daun tebu seperti belalang padi (Palanga succinta) saat 7-10 MST ketika musim panen padi telah berakhir. Hama kutu bulu putih (Ceratovacuna lanigera) di pelepah daun bibit saat 24 MST. Penyakit pokkahboeng (Gibberella moniliforme) menyerang 6 tanaman saat 8 sampai 10 MST. Data curah hujan selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan data curah hujan lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Bulan Mei hingga pertengahan Juni 2010, tebu dalam penelitian ini masih masuk dalam fase perkecambahan stadium I, II, III, dan IV. Periode terjadinya hujan selama fase kritis perkecambahan 0-15 HST (Stadium I dan II) sebesar 1.7 hari sekali. Rataan curah hujan setiap kali hujan turun sebesar mm. Tabel 3. Data Curah Hujan Lokasi Penelitian 14 Mei 3 September 2010 berdasarkan Fase Pertumbuhan Tebu Bulan Curah Hujan Fase Pertumbuhan Tebu Mei mm Fase Perkecambahan Juni mm Juli mm Agustus mm 1-3 September mm Sumber : Pengelolaan Sumber Daya Air (2010) Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Fase Pertunasan Seluruh data pengamatan diolah menggunakan uji F untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap peubah pengamatan. Hasil analisis uji F pada Tabel 4 menunjukkan bahwa modifikasi bentuk kasuran dominan pengaruhnya saat fase perkecambahan seperti kecepatan tumbuh, mata bibit busuk, dan daya tumbuh dibandingkan dengan sistem pengeceran bibit. Modifikasi bentuk kasuran mempengaruhi tinggi tanaman sejak awal hingga akhir pengamatan, sedangkan jumlah daun baru dipengaruhi sejak 8 MST hingga 14 MST. Sistem pengeceran bibit selama fase perkecambahan tidak berpengaruh saat fase perkecambahan. Sistem pengeceran bibit dominan pengaruhnya saat fase 24

4 pertunasan yaitu pada peubah tinggi tanaman sejak 4 sampai 14 MST, jumlah daun pada 14 MST, dan kemampuan membentuk tunas sekunder serta diameter batang pada 16 MST. Tabel 4. Rekapitulasi Analisis Uji F Modifikasi Bentuk Kasuran dan Sistem Pengeceran terhadap Vigor dan Vegetatif Tebu Peubah Waktu Bentuk Kasuran (A) Sistem Pengeceran (H) Interaksi (A*H) 25 KK (%) - Fase Perkecambahan - 1 HS ** tn tn 1.36 Skor Kelembaban Kasuran 2 HS ** tn tn 1.60 Periode Hujan (hari sekali) 3 HS ** tn tn 2.03 Skor Kelembaban Kasuran 0-3 MST ** tn tn 1.32 Kecepatan Tumbuh Bibit (%/etmal) 0-3 MST * tn tn Mata Bibit Busuk (%) 3 MST ** tn tn Daya Tumbuh (%) 3 MST ** tn tn 5.20 Jumlah Daun (helai/tanaman) Tinggi Tanaman (cm/tanaman) - Fase Pertunasan - 2 MST tn tn tn MST tn tn tn MST tn tn tn MST * tn tn MST * tn tn MST * tn tn MST ** ** tn MST ** tn tn MST ** ** tn MST ** ** tn MST ** ** tn MST ** ** tn MST ** * tn MST ** ** tn 6.69 Tunas Sekunder (anakan/tunas primer) 16 MST tn ** tn Diameter Batang Bawah (cm) 16 MST tn ** tn 5.28 Total Batang (batang/juringan) 16 MST tn tn tn MST tn tn tn Keterangan : * = berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata tn = tidak nyata MST = Minggu Setelah Tanam HS= Hari Sekali KK = Koefisien Keragaman Tahap I. Fase Perkecambahan Kualitas perkecambahan yang baik diharapkan akan berdampak baik pula pada pertumbuhan tanaman tebu selanjutnya. Oleh sebab itu, arah penelitian ini

5 26 mula-mula difokuskan untuk perbaikan kualitas perkecambahan saat musim hujan. Perbaikan kualitas perkecambahan meliputi usaha menurunkan kelembaban kasuran yang menyebabkan lingkungan perkecambahan menjadi suboptimum. Kualitas perkecambahan dinilai berdasarkan vigor bibit tebu dalam mengatasi kondisi suboptimum berupa musim hujan. Vigor bibit tebu yang diamati meliputi peubah kecepatan tumbuh bibit sebagai tolak ukur vigor kekuatan tumbuh, peubah mata busuk sebagai tolak ukur vigor bibit, dan daya tumbuh sebagai tolak ukur vigor potensial. Pengaruh Modifikasi Bentuk Kasuran terhadap Kelembaban Kasuran Pengamatan kelembaban kasuran dinilai dalam satuan skor disajikan dalam Tabel 5. Skor pengamatan ini ditentukan dengan menancapkan alat uji kelembaban tanah. Skor kelembaban yang lebih kecil berarti kemampuan kasuran dalam mengatasi kelebihan air lebih baik. Secara sederhana pada tanah vertisol, gambaran skor 6 berarti kasuran kering dan padat. Skor 7 berarti kasuran kering agak lembab dan padat. Skor 8 berarti kasuran lembab dan agak padat. Skor 9 berarti kasuran basah dan agak melumpur. Skor 10 berarti kasuran melumpur sampai tergenang. Data pada Tabel 5 menunjukkan sebaran nilai kelembaban kasuran apabila hujan terjadi setiap hari (periode hujan setiap 1 hari), satu hari tanpa hujan (periode hujan setiap 2 hari), atau 2 hari tanpa hujan (periode hujan setiap 3 hari). Periode hujan rataan merupakan kelembaban kasuran rata-rata selama 15 hari pengamatan. Modifikasi bentuk kasuran memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam upaya penurunan kelembaban kasuran. Kasuran tipe klacen (barat dan timur), mampu mengatasi kelebihan air di sekitar kasuran paling cepat, kemudian diikuti tutup miring dan tutup datar. Skor kelembaban pada perlakuan tipe klacen menunjukkan apabila hujan terjadi setiap hari menyebabkan hampir tidak terdapat genangan air di permukaan kasuran. Apabila hujan tidak terjadi selama satu sampai dua hari, kasuran tidak lekas mengering dan kelembabannya tetap terjaga dengan kisaran skor sebesar 7.42 sampai Apabila hujan terjadi setiap hari dan pada waktu tersebut menggunakan kasuran tipe tutup miring atau tutup datar,

6 maka kondisi tanah kasuran akan basah agak melumpur. Pada perlakuan tutup datar, kondisi kasuran agak melumpur tersebut berlanjut sampai selang satu hari tidak hujan. Tabel 5. Skor Kelembaban Kasuran berdasarkan Periode Hujan pada Modifikasi Bentuk Kasuran dan Sistem Pengeceran Bibit Perlakuan Setiap 1 Hari Setiap 2 Hari Periode Hujan Setiap 3 Hari Rataan 0-15 HST (Setiap 1.7 hari) Modifikasi Bentuk Kasuran Klacen Barat (A1) 8.36 a 8.01 a 7.42 a 8.19 a Klacen Timur (A2) 8.30 a 8.07 a 7.42 a 8.24 a Tutup Miring (A3) 8.81 b 8.47 b 7.96 b 8.68 b Tutup Datar (A4) 9.17 c 8.86 c 8.25 c 9.05 c Sistem Pengeceran Bibit Bagal 2 Mata & Pola 22+2 (H1) Bagal 3 Mata & Pola 20+2 (H2) Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. HST = Hari Setelah Tanam Sistem pengeceran tidak memiliki pengaruh dalam upaya penurunan kelembaban kasuran. Hal ini terlihat dari perlakuan bagal dua mata kombinasi pola ecer 22+2 menunjukkan skor yang tidak berbeda nyata dibanding perlakuan bagal tiga mata kombinasi pola ecer Pengaruh Modifikasi Bentuk Kasuran terhadap Vigor Bibit Tebu Modifikasi bentuk kasuran (Tabel 6) mempengaruhi seluruh tolak ukur vigor bibit tebu. Bentuk kasuran tipe klacen (barat dan timur) kecenderungan menunjukkan hasil terbaik pada mayoritas pengamatan vigor bibit. Sementara bentuk kasuran tutup datar berdampak buruk terhadap mayoritas pengamatan vigor bibit. Kasuran klacen timur maupun klacen barat mampu meningkatkan kecepatan tumbuh dan menekan persentase mata busuk. Walaupun nilai tengah perlakuan klacen timur selalu lebih baik dibandingkan perlakuan klacen barat, namun berdasarkan uji BNJ tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata di antara keduanya. Penggunaan kasuran tipe tutup (miring dan datar), periode hujan yang intensif menyebabkan peningkatan persentase mata busuk dan menghambat kecepatan tumbuh. Jika diselisihkan dengan nilai tengah perlakuan klacen timur,

7 maka perlakuan tutup miring dan tutup datar meningkatkan mata busuk berturutturut sebesar 6.16 % dan 12 %. Selain itu, kecepatan tumbuhnya lebih lambat sebesar 0.69 %/etmal dan 1.55 %/etmal. Modifikasi bentuk kasuran memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya tumbuh bibit tebu. Perlakuan klacen timur mampu mendukung daya tumbuh paling tinggi di antara perlakuan lainnya. Daya tumbuh yang dihasilkan oleh klacen timur tidak berbeda nyata dengan perlakuan klacen barat. Daya tumbuh perlakuan tutup miring tidak mampu melampaui angka 90 % perkecambahan, dan selisih nilai tengahnya masih jauh di bawah klacen timur sebesar 8.39 %. Daya tumbuh perlakuan tutup datar jauh di bawah angka 90 % perkecambahan. Perlakuan tutup datar sekaligus menjadi perlakuan dengan daya tumbuh terendah. Tabel 6. Vigor Bibit Tebu pada Modifikasi Bentuk Kasuran dan Sistem Pengeceran Bibit Perlakuan Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Mata Busuk (%) 28 Daya Tumbuh (%) Modifikasi Bentuk Kasuran Klacen Barat (A1) 6.53 ab 6.91 ab ab Klacen Timur (A2) 6.81 a 4.07 a a Tutup Miring (A3) 6.12 b bc bc Tutup Datar (A4) 5.26 c c c Sistem Pengeceran Bibit Bagal 2 Mata & Pola 22+2 (H1) Bagal 3 Mata & Pola 20+2 (H2) Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. Sistem pengeceran tidak nyata mempengaruhi daya tumbuh bibit tebu. Hal ini terlihat dari hasil uji BNJ antara kedua perlakuan dalam sistem pengeceran bibit. Namun, apabila melihat nilai tengahnya perlakuan bagal dua mata kombinasi pola ecer 22+2 nilai tengahnya lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan bagal tiga mata kombinasi pola ecer Dari segi penyulaman, waktu sulaman untuk setiap perlakuan dapat hitung dengan cara membagi nilai tengah daya tumbuh terhadap nilai tengah kecepatan tumbuh. Perkiraan waktu dilakukannya sulaman perlakuan klacen barat, klacen timur, tutup miring, dan tutup datar berturut-turut pada HST, HST, HST, HST. Perkiraan waktu sulaman bagal dua mata kombinasi pola

8 29 ecer 22+2 dan bagal tiga mata kombinasi pola ecer 20+2 berturut-turut yaitu HST, HST. Kegiatan sulaman hanya dilakukan pada perlakuan dengan persentase daya tumbuh kurang dari 90 % perkecambahan. Perhitungan akhir persentase daya tumbuh perlakuan klacen barat dan klacen timur tidak berbeda signifikan berdasarkan uji BNJ (Tabel 6), namun perkembangan perkecambahannya terlihat berbeda (Gambar 10). Ketika 1 sampai 9 HST dengan periode hujan 1.29 hari sekali kurva perkembangan perkecambahan kurva klacen barat mirip dengan kurva perkembangan perkecambahan tutup miring. Selanjutnya saat 10 sampai 16 HST ketika cuaca membaik dengan periode hujan sebesar 3.5 hari sekali, kurva perkembangan perkecambahan klacen barat sedikit di bawah kurva perkembangan klacen timur. Perbedaan pergerakan kurva klacen barat saat 1 sampai 9 HST dibandingkan klacen timur dapat disebut kelemahan klacen barat dalam mendukung perkecambahan bibit. Penjelasan mengenai kelemahan klacen barat dapat dilihat di bagian pembahasan. Persentase Perkecambahan(%) HST Klacen Barat Klacen Timur Tutup Miring Tutup Rata Keterangan : y (Klacen Barat) = x x x (R² = 99.6 %) y (Klacen Timur) = x x x (R 2 = 99.3 %) y (Tutup Miring) = x x x (R² = 99.1 %) y (Tutup Datar) = x x x (R 2 = 99.5 %) HST = Hari Setelah Tanam Gambar 10. Perkembangan Perkecambahan Modifikasi Bentuk Kasuran berdasarkan Hari Hujan dan Hari Kering

9 30 Penghitungan daya tumbuh diakhiri pada 15 HST (Gambar 10). Apabila setelah 15 HST terdapat mata bibit yang belum berkecambah namun kondisi mata bibit masih hijau dan tidak busuk, maka mata dianggap mengalami dormansi. Korelasi antara Kelembaban Kasuran terhadap Vigor Bibit Tebu Pentingnya kelembaban kasuran akan semakin terlihat jika dikorelasikan dengan seluruh peubah pada vigor bibit tebu. Pada Tabel 7 terlihat bahwa setiap peningkatan kelembaban kasuran memiliki peranan yang sangat nyata (p 0.01) dan kuat ( r > 0.500) terhadap penurunan vigor bibit tebu. Peubah yang berkaitan langsung yaitu daya tumbuh, kecepatan tumbuh, dan mata busuk. Tabel 7. Regresi dan Korelasi Kelembaban Kasuran terhadap Vigor Bibit Kelembaban Kasuran Rataan (Periode Hujan 1.7 Hari Sekali) Peubah Korelasi R² Persamaan Garis Regresi Pearson (r) (%) Kecepatan Tumbuh y = x r = ** 45.2 Daya Tumbuh y = x r = ** 65.0 Mata Busuk y = x r = 0.801** 64.2 Keterangan : R² = koefisien determinasi (%) ** = sangat nyata pada taraf 5 % tn = tidak nyata pada taraf 5 % Kecepatan tumbuh dan daya tumbuh memiliki koefisien korelasi pearson (r) yang bernilai negatif terhadap kelembaban kasuran (Tabel 7). Hal ini menunjukkan semakin tinggi skor kelembaban kasuran, akan menurunkan kecepatan tumbuh dan daya tumbuhnya. Di lain pihak, persentase mata busuk memiliki koefisien korelasi pearson (r) yang bernilai positif terhadap kelembaban kasuran (Tabel 7). Hal ini menunjukkan semakin tinggi skor kelembaban kasuran, akan meningkatkan persentase mata bibit busuk, sehingga kualitas perkecambahan menjadi tidak baik. Nilai R kuadrat menunjukkan sebaran titik-titik pengamatan di sepanjang garis linear dari persamaan regresi. Nilai R kuadrat yang semakin tinggi menunjukkan keterandalan model regresi dalam menjelaskan hubungan korelasi antara peubah satu dengan peubah lainnya. Dengan demikian, kunci keberhasilan dalam penanaman saat musim hujan adalah menurunkan tingkat kelembaban kasuran. Caranya adalah kasuran harus

10 31 mampu mengatasi kelebihan air di sekitar bibit maupun mata bibit agar perkecambahan tidak terhambat. Hal ini dipenuhi oleh penggunaan kasuran tipe klacen terutama klacen timur. Tahap II. Fase Pertunasan Jumlah daun selalu meningkat dengan menghasilkan 1.03 daun setiap minggu. Satu daun melekat pada satu buku, sehingga satu buku terbentuk setiap minggunya. Pada modifikasi bentuk kasuran, jumlah daun yang lebih banyak cenderung tanaman tebunya lebih tinggi (Tabel 8 dan 9). Terdapat korelasi pearson yang nyata (p 0.05) dan kuat (r > 0.500) antara jumlah daun dengan tinggi tanaman untuk setiap umurnya (Lampiran 8). Akibatnya jumlah daun mendorong pertumbuhan apikal atau ke atas tanaman tebu. Jumlah daun kasuran tipe klacen berbeda sangat nyata daripada kasuran tipe tutup pada 8 MST hingga 14 MST, sehingga tanaman kasuran tipe klacen cenderung lebih tinggi. Waktu Pengamatan Tabel 8. Jumlah Daun pada Modifikasi Bentuk Kasuran dan Sistem Pengeceran Bibit Klacen Barat Modifikasi Bentuk Kasuran Klacen Timur Tutup Miring Tutup Datar Sistem Pengeceran Bibit Bagal 2 Bagal 3 Mata Mata & Pola & Pola Ecer 22+2 Ecer helai MST MST MST MST 9.98 a 9.89 a 9.13 ab 8.94 b MST ab a ab b MST ab a bc c MST ab a bc c p q Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. MST = Minggu Setelah Tanam. Pada sistem pengeceran bibit, jumlah daun pada awal pertumbuhan tidak berbeda nyata. Setelah 14 MST, jumlah daun berbeda sangat nyata (Tabel 8). Penyebabnya karena daun-daun yang terbentuk di awal pertumbuhan telah mengering, sehingga tidak turut dihitung. Oleh karena itu, bagal tiga mata kombinasi pola ecer 20+2 memicu jumlah daun kering lebih banyak dibandingkan bagal dua mata kombinasi pola ecer 22+2 saat 14 MST.

11 Selain itu jumlah daun sistem pengeceran bibit pada awal pertumbuhan (2 sampai 12 MST) tidak berbeda nyata, namun tinggi tanamannya berbeda sangat nyata (Tabel 9). Oleh karena itu, perbedaan tinggi tebu sistem pengeceran bibit bukan disebabkan oleh jumlah daunnya, melainkan karena kemampuan membentuk tunas sekunder dan diameter batang sebagai pertumbuhan lateral tanaman tebu. Hal ini diperkuat dari hasil korelasi pearson pada Lampiran 9. Waktu Pengamatan Tabel 9. Tinggi Tanaman pada Modifikasi Bentuk Kasuran dan Sistem Pengeceran Bibit Klacen Barat Modifikasi Bentuk Kasuran Klacen Timur Tutup Miring Tutup Datar 32 Sistem Pengeceran Bibit Bagal 2 Bagal 3 Mata Mata & Pola & Pola Ecer 22+2 Ecer cm MST a a ab b MST a a ab b p q 6 MST a a ab b p q 8 MST ab a bc c p q 10 MST ab a bc c p q 12 MST ab a ab b p q 14 MST ab a bc c p q Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. MST = Minggu Setelah Tanam. Tunas sekunder memiliki korelasi terhadap tinggi tanaman sejak 4 MST sampai 10 MST (Lampiran 9), artinya inisiasi tunas sekunder pada tanaman tebu di mulai sejak 4-10 MST. Sifat korelasinya negatif artinya semakin banyak tunas sekunder yang dibentuk oleh setiap tunas primer, maka tanaman tebunya cenderung pendek (Tabel 9). Sebaliknya semakin sedikit tunas sekunder yang terbentuk oleh setiap tunas primer (Tabel 10), maka tanamanya cenderung tinggi. Dengan demikian, perlakuan bagal dua mata kombinasi pola ecer 22+2 pertumbuhan lateralnya lebih kuat daripada pertumbuhan apikalnya sampai umur 4-10 MST. Perlakuan bagal tiga mata kombinasi pola ecer 20+2 pertumbuhan apikalnya lebih kuat daripada pertumbuhan lateralnya sampai umur 4-10 MST. Laju pertambahan tinggi tanaman perlakuan bagal dua mata kombinasi pola ecer 22+2 setelah 10 MST menjadi lebih pesat daripada perlakuan bagal tiga mata kombinasi pola ecer 20+2 (Tabel 9). Penyebabnya setelah 10 sampai 14 MST,

12 inisiasi tunas sekunder dari setiap batang primer mulai berhenti (Lampiran 9) dan pertumbuhan apikal tanaman mulai pulih. Tabel 10. Kemampuan Bertunas dan Diameter Batang 16 MST pada Modifikasi Bentuk Kasuran dan Sistem Pengeceran Bibit Perlakuan Tunas Sekunder (anakan/tunas primer) Diameter Batang (cm) Modifikasi Bentuk Kasuran Klacen Barat Klacen Timur Tutup Miring Tutup Datar Sistem Pengeceran Bibit Bagal 2 Mata & Pola p 2.30 p Bagal 3 Mata & Pola q 2.13 q Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. 33 Tabel 11. Total Batang per Juringan 16 MST dan 24 MST pada Modifikasi Bentuk Kasuran dan Sistem Pengeceran Bibit Total Batang Perlakuan (batang/ juringan) 16 MST 24 MST Modifikasi Bentuk Kasuran Klacen Barat Klacen Timur Tutup Miring Tutup Datar Sistem Pengeceran Bibit Bagal 2 Mata & Pola Bagal 3 Mata & Pola Keterangan: Peubah total batang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNJ 5 %. MST = Minggu Setelah Tanam. Modifikasi bentuk kasuran pada Tabel 10 jumlah tunas sekundernya atau anakan yang dibentuk tidak berbeda nyata satu sama lain sehingga total batang dalam satu juringannya pun tidak berbeda nyata pada Tabel 11. Pada sistem pengeceran bibit jumlah tunas sekunder yang dibentuk berbeda sangat nyata, namun karena populasi tunas primernya berbeda mengakibatkan total batang yang dihasilkan dalam satu juringan saat 16 dan 24 MST tidak berbeda nyata. Diperlihatkan juga bahwa terdapat penurunan total batang dari MST sebanyak 48.6 % sampai 54.2 %. Berkurangnya total batang karena adanya kematian dari tunas sekunder (anakan) yang terbentuk paling akhir.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Gempol, PG Sindang Laut, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kebun berupa lahan sawah beririgasi dengan jenis tanah vertisol. Lahan percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Karakter Bibit Kualitas Bibit Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Varietas Bibit PSJT 94-33 atau PS 941 Asal Bibit Kebun Tebu Giling

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Asal Kebun 1 651.11 651.11 35.39** 0.0003 Ulangan 2 75.11 37.56 2.04 0.1922 Galat I 2 92.82 46.41 2.52 0.1415 Posisi Batang 2 444.79 222.39

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

MODIFIKASI BENTUK KASURAN DAN SISTEM PENGECERAN BIBIT SEBAGAI STRATEGI PENANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI MUSIM HUJAN

MODIFIKASI BENTUK KASURAN DAN SISTEM PENGECERAN BIBIT SEBAGAI STRATEGI PENANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI MUSIM HUJAN MODIFIKASI BENTUK KASURAN DAN SISTEM PENGECERAN BIBIT SEBAGAI STRATEGI PENANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI MUSIM HUJAN AGUSTINUS NURHADI DAIRO A24060550 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Indikator pertumbuhan dan produksi bayam, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1.Neraca Air Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan persamaan (Penman 1948). Tabel 1. Hubungan antara rata-rata curah hujan efektif dengan evapotranspirasi Bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan digunakan 80%. Pada umur 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih

penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan digunakan 80%. Pada umur 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih 4.1 Keadaan Umum Lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2013. Kondisi ril di Lapangan menunjukkan bahwa saat awal penanaman telah memasuki musim penghujan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan Percobaan dilakukan di dusun Dukuh Asem, Kelurahan Sindang Kasih, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. Pada percobaan ini, digunakan dua varietas bersari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH

PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari pokok bahasan ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali penyulaman tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny TEKNIK PENANAMAN RUMPUT RAJA (KING GRASS) BERDASARKAN PRINSIP PENANAMAN TEBU Bambang Kushartono Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Prospek rumput raja sebagai komoditas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis, digunakan data percobaan yang dirancang dilakukan di dua tempat. Percobaan pertama, dilaksanakan di Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Khusus 6.1.1. Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang dilakukan mulai KBP (Kebun Bibit Pokok), KBN (Kebun Bibit Nenek), KBI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi V. KACANG HIJAU 5.1. Perbaikan Genetik Kacang hijau banyak diusahakan pada musim kemarau baik di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Pada musim kemarau ketersediaan air biasanya sangat terbatas dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut. 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Pelaksanaan percobaan berlangsung di Kebun Percobaan dan Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

3. METODE DAN PELAKSANAAN

3. METODE DAN PELAKSANAAN 3. METODE DAN PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UKSW Salaran, Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Persiapan hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2016. Tanah pada lahan penelitian tergolong jenis Grumusol (Vertisol), dan berada pada ketinggian kurang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitan Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor I : Lokasi biji

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan 8 PEMBAHASAN Tanaman teh dibudidayakan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel Tinggi Tanaman 2 MST (cm) Ulangan

Lampiran 1. Tabel Tinggi Tanaman 2 MST (cm) Ulangan Lampiran 1. Tabel Tinggi Tanaman 2 MST (cm) P0 21.72 20.50 21.20 20.86 21.90 106.18 21.24 P1 20.10 19.60 20.70 20.00 21.38 101.78 20.36 P2 20.20 21.40 20.22 22.66 20.00 104.48 20.90 P3 20.60 23.24 18.50

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini jenis penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci