V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Petani Hasil analisis terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit domba dan dampak kredit domba terhadap pendapatan petani akan disajikan dalam bagian ini. Perumusan model ekonomi rumahtangga dikelompokkan dalam empat blok, yaitu: (1) produksi, (2) curahan waktu kerja, (3) pendapatan dan (4) pengeluaran. Program pendugaan model dan hasil secara rinci untuk setiap variabel endogen masing-masing disajikan dalam Lampiran Hasil Pendugaan Blok Produksi Persamaan Produksi Ternak Hasil pendugaan parameter dugaan pada blok produksi cukup representatif menjelaskan kinerja ekonomi perilaku rumahtangga petani pada program pemberian kredit domba. Hasil dugaan menunjukkan bahwa persamaan produksi ternak domba yang dibangun hanya mampu dijelaskan oleh variabel penjelas dalam proporsi yang relatif kecil yaitu hanya mencapai persen. Namun demikian persentase tersebut sudah cukup representatif mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section, dimana dengan menggunakan data cross section kondisi ideal yang memperoleh nilai R-square tinggi sulit diperoleh. Hal senada juga diungkapkan oleh Kusnadi (2005) dan Priyanti (2007) dalam penelitiannya yang juga menggunakan data cross section. Pengaruh masing-masing variabel penjelas terhadap variabel endogennya dalam hal ini adalah variabel produksi ternak secara rinci terlihat pada Tabel 21.

2 73 Tabel 21. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ternak Domba Variabel Parameter dugaan Pr > t Elastisitas Intersep Jumlah kredit * Kepemilikan domba * Persentase domba betina * Pengalaman usaha ternak Persentase kematian <.0001* Persentase ternak majir ** Frekuensi mengikuti kegiatan ** Dummy petani * Nilai F R-square Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen ** Signifikan pada taraf nyata α = 20 persen Berdasarkan Tabel 21 diperoleh bahwa produksi ternak domba dipengaruhi oleh faktor karakteristik petani yaitu pengalaman berusaha ternak dan frekuensi mengikuti kegiatan dalam kelompok tani/ternak, serta faktor teknis meliputi jumlah ternak milik sendiri, kematian ternak, persentase ternak betina, dan ternak majir disamping variabel jumlah kredit domba yang diterima. Semua tanda parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah kredit yang diterima berhubungan positif dengan produksi ternak domba pada taraf nyata 5 persen. Demikian juga dengan jumlah ternak domba yang dimiliki sendiri oleh petani memberi pengaruh positif dan nyata pada taraf 5 persen. Hal ini sesuai dengan teori fungsi produksi yang menyatakan bahwa jika input produksi ditingkatkan dalam hal ini jumlah domba baik milik sendiri maupun dari kredit, maka output atau produksi domba akan meningkat juga (Debertin, 1986). Namun jika dilihat dari nilai elastisitasnya, jumlah kredit domba lebih responsif terhadap produksi ternak domba dibandingkan dengan jumlah

3 74 domba milik sendiri. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas jumlah kredit yang lebih besar dari satu. Faktor karakteristik petani yaitu pengalaman berusaha ternak berhubungan positif dengan produksi ternak domba, tetapi tidak nyata pada taraf 5 dan 20 persen. Hal ini berbeda dengan yang dihasilkan Sembiring (1996) dimana pengalaman berusaha ternak domba nyata mempengaruhi produksi ternak domba pada taraf 5 persen. Sementara itu frekuensi mengikuti kegiatan kelompok nyata berpengaruh terhadap produksi ternak pada taraf 20 persen, dimana semakin sering seseorang mengikuti kegiatan dalam kelompok maka akan meningkatkan produksi ternak domba. Kegiatan kelompok yang dimaksud adalah mengikuti pertemuan kelompok baik yang diadakan tanpa atau dengan adanya penyuluh pertanian atau peternakan. Secara rinci pengalaman beternak domba, dan partisipasi petani di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Pengalaman Beternak Domba dan Partisipasi Petani dalam Kelompok (Orang) Uraian Petani Kredit Petani Non Kredit 1. Pengalaman usaha ternak domba - Lebih dari 10 tahun 66 (88%) 33 (57%) - 10 tahun ke bawah 9 (12%) 25 (43%) 2. Frekuensi mengikuti kegiatan kelompok - < 12 kali 37 (49%) 54 (93%) - > 12 kali 38 (51%) 4 (7%) Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian besar petani kredit memiliki pengalaman berusaha ternak domba lebih dari sepuluh tahun, sebaliknya pada petani non kredit hanya 57 persen yang mengusahakan domba di atas sepuluh tahun. Pengalaman berusaha ternak domba biasanya sudah secara turun temurun dari orangtua dan ada juga sumber informasi beternak domba yang diperoleh dari

4 75 tetangga. Untuk partisipasi petani dalam kegiatan kelompok terlihat dari frekuensi petani yang mengikuti kegiatan kelompok di bawah 12 kali cukup besar. Kurang aktifnya petani mengikuti kegiatan kelompok disebabkan oleh waktu kegiatan kelompok yang seringkali bersamaan dengan kegiatan bekerjanya. Petani seringkali memilih mencari rumput atau merawat ternaknya daripada mengikuti kegiatan kelompok tani/ternak. Pada Tabel 22 diperoleh juga bahwa kematian ternak dan persentase ternak majir berpengaruh mengurangi produksi ternak domba dan masing-masing nyata pada taraf 5 dan 20 persen. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Sembiring (1996) yaitu kematian ternak berpengaruh menurunkan produksi ternak pada taraf nyata 10 persen. Variabel persentase domba majir lebih responsif terhadap produksi ternak dibandingkan dengan variabel kematian domba. Petani yang mengetahui ternaknya majir biasanya segera menjual ternaknya dan menggantinya dengan ternak lain. Untuk variabel persentase domba betina menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah ternak betina berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak pada taraf nyata 5 persen. Produksi ternak yang dimaksud disini adalah besarnya jumlah ternak yang dihasilkan oleh induk, yang tentunya berpengaruh pada produksi anak pada waktu mendatang. Hal ini karena induk sangat berperan dalam memproduksi anak domba dimana pada penelitian ini arah pengembangan ternak domba sebagian besar ditujukan untuk usaha pembibitan. Priyanto (2005) menyatakan bahwa pemilikan ternak betina merupakan aset utama dalam pola pembibitan.

5 76 Pada persamaan produksi ternak domba diperoleh bahwa produksi ternak domba akan meningkat jika petani tidak mendapatkan kredit. Ini ditunjukkan oleh parameter dugaan variabel dummy petani yang memberi pengaruh negatif. Kemungkinan hal ini karena petani yang menerima kredit 55 persen tidak memiliki ternak domba sebelumnya (Tabel 23). Walaupun memiliki ternak domba mereka cenderung menjual ternaknya sendiri setelah mendapatkan kredit domba dari pemerintah, sehingga produksi ternak domba diduga tidak mengalami peningkatan. Berbeda dengan petani non kredit, seluruhnya merupakan petani yang memang sedang memelihara ternak domba. Tabel 23. Persentase Petani yang Memiliki Ternak Domba Kepemilikan Ternak Domba Petani Kredit Petani Non Kredit a. Memiliki 34 orang (45%) 58 orang (100%) b. Tidak memiliki 41 orang (55%) 0 orang (0%) Hasil Pendugaan Blok Curahan Waktu Kerja Keluarga Blok curahan waktu kerja pada studi ini hanya melihat total curahan waktu kerja keluarga yang digunakan untuk mengusahakan ternak domba dan untuk usaha lain di luar usaha domba. Dalam hal ini keluarga yang dimaksud adalah seluruh anggota keluarga dalam satu rumah yang mencurahkan waktunya untuk bekerja yaitu pria dan wanita dewasa serta anak-anak Curahan Waktu Kerja Keluarga Untuk Usaha Domba Curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba meliputi curahan waktu untuk mencari rumput, memberi pakan, membersihkan kandang, mengangkat kotoran, membersihkan ternak, mengawinkan serta menjual ternak. Seluruh kegiatan tersebut diukur dalam satuan jam per tahun. Berdasarkan hasil analisis

6 77 diperoleh bahwa persen variabel eksogen dalam model mampu menjelaskan keragaman endogennya, sisanya yaitu persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Seluruh tanda parameter dugaan masing-masing variabel penjelas sesuai dengan yang diharapkan kecuali variabel dummy petani. Hasil pendugaan curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan Waktu Kerja Keluarga untuk Usaha Domba Variabel Parameter dugaan Pr > t Elastisitas Intersep <.0001 Jumlah kredit * Produksi ternak * Curahan waktu usaha lain * Umur Pendapatan domba ** Jumlah angkatan kerja * Dummy petani * Nilai F R-square Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen ** Signifikan pada taraf nyata α = 15 persen Berdasarkan Tabel 24 diperoleh bahwa faktor-faktor yang secara nyata (taraf nyata 5 persen) mempengaruhi curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba adalah jumlah kredit domba, produksi ternak domba, jumlah angkatan kerja keluarga dan curahan kerja di luar usaha ternak domba. Jumlah kredit domba dan produksi ternak domba memberi pengaruh positif terhadap curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba. Semakin banyak jumlah kredit domba dan produksi ternak domba, maka semakin banyak waktu keluarga yang dicurahkan untuk usaha ternak domba. Hal ini terkait dengan kegiatan mencari rumput, memberi pakan dan membersihkan ternak. Semakin banyak domba maka jumlah pakan ternak yang diperlukan semakin banyak sehingga waktu mencari rumput

7 78 lebih lama. Waktu mencari rumput biasanya dilakukan pagi hari sebelum berangkat kerja dan sore hari setelah pulang dari sawah atau pulang kerja. Jumlah angkatan kerja keluarga yang tinggi berpengaruh positif terhadap curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba. Sebagian besar angkatan kerja keluarga bekerja mencurahkan waktunya untuk usaha domba, umumnya untuk mencari rumput. Hal ini terutama memang terjadi di pedesaan dimana setiap anggota keluarga baik pria, wanita maupun anak-anak seringnya membantu memelihara ternak domba. Sementara itu, curahan waktu kerja keluarga di luar usaha domba memberi pengaruh negatif terhadap curahan waktu kerja keluarga usaha domba. Semakin seseorang menghabiskan waktunya untuk bekerja di luar, maka semakin sedikit waktunya yang tersisa untuk memelihara domba. Namun demikian semua variabel tersebut kurang responsif terhadap variabel endogen yang ditandai dengan nilai elastisitas kurang dari satu. Faktor lain yang nyata berpengaruh pada taraf 20 persen adalah pendapatan yang diperoleh dari usaha domba. Pendapatan usaha ternak domba memberi pengaruh yang positif, dimana semakin besar pendapatan yang diperoleh dari usaha domba, maka semakin sering dia menggunakan tenaganya untuk usaha domba dengan harapan pendapatan bisa lebih ditingkatkan lagi. Variabel pendapatan ini juga kurang responsif terhadap curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba. Variabel lain yaitu umur petani berpengaruh negatif terhadap curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba. Namun pengaruh tersebut tidak nyata pada taraf 5 dan 20 persen. Tidak ada jaminan petani yang lebih muda lebih banyak mencurahkan waktunya untuk usaha domba. Hal ini terkait dengan

8 79 kegiatan mencari rumput untuk pakan ternak, dimana petani dengan segala usia berpotensi mencurahkan waktunya untuk kegiatan tersebut. Curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba lebih meningkat jika petani tidak mendapat kredit, terlihat dari variabel dummy petani yang memberi pengaruh negatif. Hal ini karena petani yang menerima kredit sebagian besar bukan peternak domba sebelum mereka menerima kredit, sehingga waktu mereka lebih banyak dicurahkan untuk usaha sebelumnya. Petani seringkali menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk memelihara ternaknya terutama dalam mencari rumput Curahan Waktu Kerja Keluarga di Luar Usaha Domba Curahan waktu kerja keluarga di luar usaha domba digunakan untuk usaha on farm, off farm dan non farm seperti yang dijelaskan pada bab 4 (Tabel 15). Variabel-variabel penjelas pada model persamaan hanya persen yang menjelaskan keragaman curahan waktu kerja keluarga di luar usaha domba, sebagaimana yang ditunjukkan oleh nilai R-square. Hasil pendugaan curahan waktu kerja keluarga untuk usaha di luar domba disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan Waktu Kerja Keluarga di Luar Usaha Domba Variabel Parameter dugaan Pr > t Elastisitas Intersep Umur Tingkat upah * Jumlah angkatan kerja <.0001* Pendapatan rumahtangga Dummy petani Nilai F 8.86 R-Square Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen

9 80 Berdasarkan Tabel 25 terlihat bahwa faktor-faktor yang nyata mempengaruhi curahan waktu kerja keluarga di luar usaha domba adalah tingkat upah dan jumlah angkatan kerja dalam keluarga. Tingkat upah dan jumlah angkatan kerja keluarga memberi pengaruh positif terhadap curahan waktu kerja di luar usaha domba. Semakin tinggi tingkat upah di luar usaha domba, maka curahan waktu kerja di luar usaha domba akan makin ditingkatkan. Demikian juga semakin banyak jumlah angkatan kerja keluarga, semakin banyak waktu kerja keluarga yang dicurahkan untuk usaha di luar domba. Hal ini mengingat sebagian besar penduduk di lokasi penelitian bekerja di bidang pertanian baik sebagai petani maupun buruh tani, sementara usaha ternak domba hanya bersifat sampingan/tabungan keluarga. Namun kedua variabel tersebut kurang responsif terhadap variabel endogennya, terlihat dari nilai elastisitasnya kurang dari satu. Sementara itu pendapatan rumahtangga memberi pengaruh negatif terhadap curahan waktu kerja keluarga di luar usaha domba. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pendapatan rumahtangga berkurang maka petani akan meningkatkan waktunya untuk bekerja di luar usaha domba untuk tambahan pendapatan keluarga baik dari usaha off farm maupun non farm. Namun variabel ini tidak nyata berpengaruh pada taraf nyata 5 dan 20 persen. Kegiatan usaha off farm yang dilakukan petani sebagian besar menjadi buruh tani. Sudah menjadi kebiasaan di pedesaan bahwa diantara petani tersebut saling membantu dalam bertani, tidak karena mereka memiliki pendapatan rumahtangga yang rendah, tetapi lebih karena rasa persaudaraan dan kebersamaan diantara mereka. Dengan demikian pendapatan yang tinggi tidak memberi

10 81 jaminan kepada petani untuk mengurangi curahan waktu kerjanya di luar usaha domba. Variabel lain yang juga tidak memberi pengaruh nyata pada taraf 5 dan 20 persen terhadap curahan waktu kerja di luar usaha domba adalah umur petani. Semakin tua seseorang bukan jaminan dia akan mengurangi curahan waktu kerjanya di luar usaha domba. Hal ini karena kegiatan di luar usaha domba yang mereka lakukan adalah usaha di bidang pertanian, dimana petani segala umur dapat mengerjakannya. Curahan waktu kerja keluarga di luar usaha domba lebih meningkat pada petani kredit, terlihat dari parameter dugaan dummy petani yang bertanda positif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa adanya kredit belum mampu menyerap tenaga kerja keluarga untuk usaha domba, terlihat dari curahan waktu kerja keluarga di luar usaha domba yang semakin meningkat Hasil Pendugaan Blok Pendapatan Pada blok pendapatan, hasil dugaan model memperoleh nilai R-square persen dan dengan nilai F yaitu Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas cukup baik mempengaruhi keragaman variabel endogennya. Hasil dugaan persamaan pendapatan secara rinci disajikan pada Tabel 26. Pendapatan usaha domba secara nyata pada taraf 5 persen dipengaruhi oleh produksi ternak domba, pendapatan dari kotoran ternak domba dan biaya usaha ternak. Sementara itu variabel pendidikan responden berpengaruh nyata pada taraf 20 persen. Nilai kredit domba, umur responden dan dummy petani tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan usaha domba.

11 82 Tabel 26. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Usaha Domba yang Mempengaruhi Pendapatan Variabel Parameter dugaan Pr > t Elastisitas Intersep Produksi domba <.0001* Nilai kredit Penerimaan kotoran * Umur Pendidikan responden ** Biaya usaha domba * Dummy petani Nilai F R-square Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen ** Signifikan pada taraf nyata α = 15 persen Mankiw (2003) menyatakan bahwa peningkatan input melalui kredit akan meningkatkan produksi. Peningkatan produksi akan meningkatkan penerimaan total, tapi belum tentu meningkatkan pendapatan karena ada biaya produksi. Dalam penelitian ini ternyata peningkatan produksi ternak domba akan meningkatkan pendapatan usaha domba. Namun variabel ini kurang responsif terhadap variabel endogennya. Sebaliknya nilai kredit tidak nyata mempengaruhi pendapatan usaha domba, diduga karena jumlah kredit yang diberikan tidak dalam skala ekonomis (Karo-Karo, 2005). Hal ini juga terlihat dari dummy petani dimana pendapatan usaha domba akan lebih meningkat pada petani non kredit walaupun pengaruhnya tidak nyata. Ini menunjukkan bahwa adanya kredit domba belum mampu meningkatkan pendapatan usaha domba. Sebaliknya variabel biaya usaha domba berpengaruh mengurangi pendapatan usaha domba. Variabel penerimaan dari kotoran domba berhubungan positif dengan pendapatan usaha domba, dimana semakin tinggi penerimaan dari kotoran domba, berimplikasi pada peningkatan pendapatan usaha domba.

12 83 Untuk variabel tingkat pendidikan memiliki hubungan positif dengan pendapatan usaha domba. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah petani menyerap pengetahuan atau akses informasi mengenai pemeliharaan domba. Hal ini secara keseluruhan akan meningkatkan pendapatan usaha domba. Demikian juga halnya dengan variabel umur memiliki hubungan positif dengan pendapatan usaha domba, namun tidak nyata pada taraf 5 dan 20 persen Hasil Pendugaan Blok Pengeluaran Blok pengeluaran terbagi dalam dua persamaan yaitu pengeluaran pangan dan non pangan rumahtangga. Nilai R-square pada persamaan pengeluaran pangan dan non pangan masing-masing dan persen, cukup baik menjelaskan keragaman variabel endogen masing-masing persamaan Persamaan Konsumsi Pangan Rumahtangga Hasil pendugaan persamaan konsumsi pangan rumahtangga memiliki tanda parameter dugaan yang sesuai dengan yang diharapkan. Secara rinci hasil pendugaan parameter disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Pangan Rumahtangga yang Mempengaruhi Konsumsi Variabel Parameter dugaan Pr > t Elastisitas Intersep Umur ** Pendapatan rumahtangga <.0001* Jumlah tanggungan keluarga * Dummy petani Nilai F R-square Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen ** Signifikan pada taraf nyata α = 10 persen

13 84 Berdasarkan Tabel 27 diperoleh bahwa faktor-faktor yang nyata mempengaruhi konsumsi pangan rumahtangga adalah pendapatan rumahtangga, jumlah tanggungan keluarga dan umur responden. Pendapatan rumahtangga memberi pengaruh positif, dimana semakin besar pendapatan rumahtangga, maka semakin besar juga pengeluaran untuk konsumsi. Jumlah tanggungan keluarga nyata mempengaruhi konsumsi pangan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Asih (2008) dan Priyanti (2007), bahwa jumlah anggota keluarga nyata mempengaruhi konsumsi pangan rumahtangga. Konsumsi pangan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi rumahtangga. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi besar kecilnya konsumsi pangan rumahtangga, yang berarti apabila jumlah anggota keluarga bertambah, maka konsumsi pangan juga meningkat. Usia petani nyata berpengaruh pada taraf 10 persen terhadap konsumsi pangan rumahtangga. Semakin meningkat usia seseorang maka konsumsi pangan akan meningkat. Apalagi kondisi petani di lokasi penelitian memang dalam masamasa produktif yaitu rata-rata berada pada usia 46 tahun. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Ehrenberg dan Smith (2003) dalam Margono (2005), bahwa pada usia anak-anak konsumsi seseorang akan rendah dan ketika beranjak dewasa kondisi ini menjadi sebaliknya. Jika dilihat dari dummy petani, maka konsumsi pangan rumahtangga akan lebih meningkat pada petani yang menerima kredit. Hal ini terkait dengan pendapatan rumahtangga pada petani kredit yang lebih besar dibandingkan petani non kredit. Namun variabel ini memiliki pengaruh yang tidak nyata.

14 Persamaan Konsumsi Non Pangan Rumahtangga Konsumsi non pangan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk kebutuhan primer selain pangan seperti pakaian, pendidikan, kesehatan dan pengeluaran untuk biaya-biaya sosial kemasyarakatan. Hasil pendugaan persamaan konsumsi non pangan rumahtangga juga memiliki tanda parameter dugaan yang sesuai dengan yang diharapkan. Hasil pendugaan parameter yang mempengaruhi konsumsi non pangan rumahtangga disajikan pada tabel 28. Tabel 28. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Non Pangan Rumahtangga Variabel Parameter dugaan Pr > t Elastisitas Intersep Pendapatan rumahtangga <.0001* Jumlah anak sekolah ** Jumlah tanggungan keluarga * Konsumsi pangan * Tingkat pengembalian kredit Pajak * Dummy petani Nilai F R-square Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen ** Signifikan pada taraf nyata α = 15 persen Berdasarkan Tabel 28 diperoleh bahwa variabel penjelas yang nyata berpengaruh terhadap konsumsi non pangan rumahtangga adalah pendapatan rumahtangga, jumlah tanggungan keluarga, jumlah anak sekolah, konsumsi pangan rumahtangga dan pajak. Pendapatan rumahtangga berpengaruh positif terhadap konsumsi non pangan rumahtangga. Besarnya pendapatan yang diterima akan berdampak pada besarnya kemampuan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga baik kebutuhan pangan maupun non pangan. Hal ini disebabkan dalam memenuhi kebutuhan, rumahtangga akan memilih kebutuhan

15 86 yang lebih prioritas yakni kebutuhan akan bahan pangan. Jika pendapatan mengalami peningkatan, maka prioritas pemenuhan kebutuhan pun menjadi lebih luas, sehingga tidak hanya kebutuhan pangan yang dipenuhi tetapi juga non pangan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Asih (2008) bahwa terdapat hubungan positif yang nyata antara pendapatan rumahtangga dengan konsumsi non pangan. Demikian juga halnya dengan konsumsi pangan rumahtangga berpengaruh negatif, hal ini berkaitan dengan masalah prioritas kebutuhan mana yang utama. Asih (2008) juga menyatakan bahwa rumahtangga dalam hal ini akan memprioritaskan kebutuhan yang utama sehingga besarnya konsumsi pangan akan turut mempengaruhi besar kecilnya kemampuan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan non pangan. Tidak berbeda dengan variabel konsumsi pangan, variabel pajak memberikan pengaruh negatif juga terhadap konsumsi non pangan rumahtangga. Artinya semakin besar pendapatan yang disisihkan untuk pajak, maka pengeluaran konsumsi non pangan akan semakin dikurangi. Mengingat salah satu komponen konsumsi non pangan adalah pengeluaran untuk sekolah maka jelas bahwa jumlah anak sekolah memberi pengaruh positif yang sangat nyata terhadap konsumsi non pangan karena biaya untuk keperluan sekolah bertambah. Variabel jumlah tanggungan keluarga juga memberi pengaruh positif terhadap konsumsi non pangan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga konsumsi non pangan pun meningkat. Variabel tingkat pengembalian kredit memberi pengaruh negatif terhadap konsumsi non pangan, tapi tidak nyata pada taraf 5 dan 20 persen. Semakin besar

16 87 kredit yang dikembalikan, belum tentu mengurangi konsumsi non pangan. Hal ini mengingat bahwa kredit yang dikembalikan bukan dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk ternak sehingga pengaruhnya tidak terlalu nyata Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Pada hasil analisis persamaan tingkat pengembalian kredit diperoleh bahwa tingkat pengembalian kredit hanya persen dipengaruhi oleh variabel dalam model. Hal ini ditunjukkan juga dengan nilai F yang cukup tinggi yaitu 5.1 persen artinya variabel dalam model ada yang signifikan mempengaruhi tingkat pengembalian kredit. Hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Domba Variabel Parameter dugaan Pr > t Elastisitas Intersep Pendapatan usaha domba Produksi domba * Jumlah anak sekolah Waktu pengembalian kredit * Konsumsi non pangan Frekuensi mengikuti kegiatan ** Nilai F 5.45 R-square Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata α = 1 persen ** Signifikan pada taraf nyata α = 10 persen Berdasarkan Tabel 29 diperoleh bahwa tingkat pengembalian kredit domba secara nyata dipengaruhi oleh variabel produksi ternak, lama waktu pengembalian kredit, dan frekuensi mengikuti kegiatan kelompok. Pendapatan usaha domba dan jumlah anak sekolah memberi pengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian kredit ternak tetapi tidak nyata baik pada

17 88 taraf 1 maupun 10 persen. Sebaliknya konsumsi non pangan rumahtangga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian kredit, tetapi tidak nyata. Semakin sedikit jumlah anak sekolah maupun konsumsi untuk non pangan, tidak menjamin tingkat pengembalian kredit semakin besar. Diduga hal ini karena cicilan yang dikembalikan tidak dalam bentuk uang tetapi bentuk ternak. Disamping itu, tingkat pengembalian kredit domba pada kondisi ini kemungkinan ditentukan oleh moralitas petani itu sendiri. Pada penelitian Kuntjoro (1983), diperoleh bahwa tingkat konsumsi yang tinggi cenderung membuat petani tidak membayar pengembalian kredit. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian Nizar (2004) walaupun faktor konsumsi yang dimaksud adalah konsumsi total sementara dalam penelitian ini hanya konsumsi non pangan. Sebaliknya produksi ternak memberi pengaruh positif, dimana dengan semakin banyak jumlah produksi ternak domba maka terdapat cukup ternak untuk membayar cicilan kredit. Variabel frekuensi mengikuti kegiatan kelompok juga memberi pengaruh positif terhadap tingkat pengembalian krediy. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kelompok cukup banyak membantu dalam membentuk kesadaran anggota terhadap tingkat pengembalian pinjaman. Disamping itu, dalam setiap kegiatan kelompok interaksi anggota dengan pemberi kredit (sumber kredit) terjadi lebih sering, dan hal ini menimbulkan rasa tidak enak atau malu bila tidak mengembalikan pinjaman kredit. Sanim (1998a) menyatakan bahwa tingkat pengembalian kredit meningkat bila terdapat pembinaan intensif dalam kelompok. Pembinaan ini dapat dilihat dari frekuensi peternak mengikuti kegiatan dalam kelompok.

18 89 Faktor lain yang berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian kredit ternak domba adalah lama waktu pengembalian kredit. Suyatno (1999) dalam Thamrin (2002) menyatakan bahwa waktu sebagai salah satu unsur kredit memiliki kaitan dengan tingkat resiko kredit. Semakin lama kredit diberikan maka akan semakin besar resikonya karena adanya ketidakpastian pada masa yang akan datang. Azriani (2008) juga menyatakan bahwa semakin lama waktu kredit maka nasabah usaha kecil semakin kurang lancar dalam mengembalikan kredit. Namun dalam penelitian ini sebaliknya diperoleh bahwa tingkat pengembalian kredit akan meningkat jika waktu pengembalian kredit adalah di atas dua tahun. Hal ini menunjukkan bahwa selama dua tahun petani belum memiliki cukup hasil yang digunakan untuk mengembalikan kredit karena kredit disini dalam bentuk ternak bukan uang yang harus dikembalikan juga dalam bentuk ternak. Kredit domba baru dapat mencapai produksinya di atas dua tahun, karena input berupa ternak domba yang diberikan relatif belum dewasa Efektivitas Kinerja Program Kredit Domba Dalam penyaluran kredit ternak domba perlu diketahui apakah pelaksanaannya sudah efektif atau tidak dalam mencapai tujuannya yaitu meningkatkan pendapatan petani. Informasi keefektifan program tersebut dapat dilakukan dengan monitoring dan evaluasi kinerja program. Efektivitas kinerja program kredit domba di Kabupaten Bogor dikaji dari aspek input, proses, output, outcome dan benefit dengan tolak ukur menggunakan Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Usaha Budidaya Ternak Domba Pengukuran terhadap outcome, impact dan benefit dilakukan secara partisipatif melibatkan masyarakat dan aparat pemerintah. Jumlah responden masyarakat

19 90 adalah 75 orang yang merupakan penerima kredit ternak domba. Responden dari aparat berjumlah lima orang dan dari UPP satu orang yang berkaitan dengan program kredit ternak. Hasil penilaian kinerja program terhadap indikator input yang digunakan di Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil Penilaian Input Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor Kriteria Input Hasil Penilaian Skor Jumlah kredit domba Sesuai anggaran atau paket 0.6 Karakteristik kredit domba Jenis dan umur tidak sesuai dengan 1.0 anggaran atau paket Sumber kredit domba Pemerintah 0.4 Aparat yang terlibat Kabupaten, Kecamatan dan Kelompok 2.0 Ternak Kelembagaan yang terlibat Pemerintah dan masyarakat 1.0 Pelatihan untuk petani Mengikuti pelatihan 0.7 Tambahan lain paket kredit Tidak ada 0.9 Berdasarkan Tabel 30 diperoleh bahwa hasil penilaian terhadap aspek input program kredit domba ini tergolong kurang berhasil. Total skor aspek input adalah 6.6 yang berada pada kategori kurang berhasil (skor ). Adapun secara umum faktor yang menghambat kinerja aspek input ini adalah ketergantungan terhadap dana pemerintah yang terbatas sehingga paket kredit yang diterima setiap petani tidak merata. Misalnya satu petani bisa mendapatkan paket kredit berupa domba beserta substansi pendukungnya, namun pada petani lain hanya mendapatkan paket kredit ternak saja. Selain itu jumlah kredit yang diberikan relatif kecil yaitu berkisar antara dua sampai lima ekor. Menurut Karo- Karo (2005) skala ekonomis pemeliharaan domba adalah minimal dua puluh ekor induk sehingga diperoleh pendapatan rata-rata dua sampai empat ekor per bulan. Mengingat paket yang diberikan berupa natura (domba), maka keberhasilan pengembalian tergantung juga pada spesifikasi domba itu sendiri.

20 91 Karakteristik ternak domba yang diberikan pemerintah tidak seragam artinya ada peternak yang mendapatkan jenis ternak unggul sesuai dengan paket dan ada yang tidak. Namun demikian, faktor pendukung kinerja program ini adalah komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pelatihan program dan adanya keterlibatan lembaga masyarakat dalam program tersebut. Pelaksanaan pelatihan beternak domba merupakan salah satu bentuk pendampingan pemerintah untuk membantu peternak mencapai hasil yang lebih baik. Hasil penilaian terhadap indikator proses yang digunakan untuk mengukur kinerja program kredit domba di Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Hasil Penilaian Proses Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor Kriteria Proses Hasil Penilaian Skor Identifikasi kebutuhan petani Keputusan aparat atau pemberi kredit 0.5 Sosialisasi program Dilakukan 0.7 Lembaga sosialisasi program Dinas melibatkan kelompok ternak/tani 1.0 Penentuan lokasi program ini Dinas atau pemberi kredit 0.0 Penentuan petani sasaran Dinas melibatkan kelompok ternak/tani 1.0 Kesesuaian program dengan Sesuai 0.7 kebutuhan petani Proses pengajuan Pengajuan tidak sulit 1.0 Penentuan jumlah paket Pemerintah 0.4 Jaminan peternak Tidak ada 1.0 Pendampingan dari petugas 1-5 kali 1.6 Materi pendampingan Berkaitan dengan usaha domba 1.4 Biaya program Tidak ada 1.0 Lama pengajuan hingga pencairan Lama 0.8 Jumlah pengembalian Tidak memberatkan 0.6 Waktu pengembalian Memberatkan 0.3 Karakteristik domba yang Tidak sesuai paket kredit 0.0 dikembalikan Pemantauan atau pengawasan Hanya dilakukan oleh ketua kelompok 1.0 Yang terlibat dalam proses Dinas dan kelompok 1.0 penyetoran ternak Proses evaluasi program Dinas atau pemberi kredit 0.0 Berdasarkan Tabel 31 diperoleh bahwa total skor hasil penilaian terhadap aspek proses adalah Hal ini menunjukkan bahwa proses program kredit

21 92 domba tergolong kurang berhasil ditunjukkan dengan nilai skor tersebut berada pada interval skor Faktor yang mendukung keberhasilan program ini adalah kebutuhan dari masyarakat atau petani ternak sejalan dengan program yang diberikan pemerintah yaitu usaha peternakan domba. Selain itu adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah sebagai pemberi kredit menjadikan proses sosialisasi hingga realisasi program perguliran domba ini berjalan lancar. Kemudian ditambah dengan proses pengajuan yang tidak menyulitkan peternak sebagai penerima kredit. Berbeda dengan pinjaman bank pada umumnya, program ini tidak perlu menggunakan jaminan atau agunan, namun kelompok itu sendirilah yang menjadi jaminan sehingga proses pengajuannya pun melalui kelompok secara kolektif. Namun demikian perlu juga lebih diperhatikan proses pemantauan, pengawasan, pendampingan dan evaluasi yang selama ini sebagian besar hanya dilakukan oleh dinas dan ketua kelompok tani/ternak. Walaupun pemberian domba ditujukan untuk peternak terpilih melalui ketua kelompok, secara tidak langsung keterlibatan masyarakat luas perlu ditingkatkan. Hal ini mengingat bahwa kredit domba yang diberikan pemerintah berbentuk perguliran, dimana kredit domba yang harus dikembalikan akan diteruskan ke petani lain yang belum menerima kredit tersebut. Dengan demikian adanya kesadaran peternak yang sudah menerima kredit ditambah adanya kontrol dari masyarakat akan lebih memudahkan proses program kredit domba tersebut. Hal ini dipertegas oleh Stiglitz (1990), bahwa pinjaman dalam bentuk kelompok dengan memanfaatkan kelompok itu sendiri, secara tidak langsung akan saling memonitor antar anggota

22 93 kelompok, akan memudahkan dalam mekanisme monitoring sehingga berimplikasi terhadap tingkat pengembalian ternak yang tinggi. Secara umum proses pengembalian kredit dibuat semudah mungkin, dimana petani tidak perlu mendatangi pemberi kredit, namun cukup dikumpulkan di ketua kelompok untuk kemudian dinas yang akan mengambilnya. Jumlah pengembaliannya pun tidak memberatkan bagi petani, hanya saja waktu yang ditetapkan pemerintah untuk pengembalian cukup memberatkan. Hal ini terkait dengan input ternak yang kondisinya tidak seragam, ada yang sudah cukup umur untuk dikawinkan dan ada yang memang masih sangat kecil. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi produksi ternak dan akhirnya akan menghambat proses pengembalian. Kelemahan lainnya adalah proses pendampingan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat seringnya dilakukan pada tahap awal program berjalan. Selanjutnya proses pendampingan lebih banyak dilakukan oleh ketua kelompok tani/ternak. Hal ini terjadi karena masyarakat penerima kredit sulit meluangkan waktunya untuk mengikuti rapat kelompok ataupun kegiatan kelompok lainnya, disamping keterbatasan tenaga pendamping di lapangan. Kondisi ini seharusnya membuat peternak lebih mandiri tidak hanya terpaku pada penyuluh. Namun demikian seringkali petani tidak cukup memanfaatkan fungsi kelompok tani/ternak yang telah mereka bentuk untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan usaha yang dijalankan. Walaupun proses pengajuan hingga realisasi program ini cukup mudah, namun prosesnya memerlukan waktu yang lama. Hal ini cukup beralasan karena sumber kredit dalam hal ini Dinas Peternakan memiliki keterbatasan anggaran

23 94 dalam setahun sehingga jika terdapat pengajuan kredit baru di luar yang sudah dianggarkan akan diproses untuk anggaran tahun berikutnya. Hasil penilaian terhadap indikator output yang digunakan untuk mengukur kinerja program kredit domba disajikan pada Tabel 32. Tabel 32. Hasil Penilaian Output Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor Kriteria Output Hasil Penilaian Skor Jumlah petani yang menerima kredit domba < 15% dari RTP 0.8 Produksi atau jumlah ternak domba Meningkat lebih dari 10% 0.7 Jumlah unit usaha peternakan Tidak meningkat 0.6 Kinerja anggaran subsektor peternakan Meningkat lebih dari 5% 1.6 Kelembagaan masyarakat dalam usahatani atau usahaternak Meningkat kurang dari 5% 1.2 Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 32, diperoleh total skor aspek output adalah 4.9, sehingga output program tergolong ke dalam kategori kurang berhasil (skor ). Adapun faktor yang mendukung kinerja aspek output adalah kemauan masyarakat yang cukup tinggi untuk mengikuti program tersebut. Namun karena keterbatasan jumlah anggaran, maka tidak banyak peternak yang berkesempatan mendapatkannya. Oleh karena itu beberapa peternak yang mendapatkan satu paket kredit dari dinas mencoba untuk membagi paket tersebut dengan petani lain. Faktor pendukung lainnya adalah meningkatnya kelembagaan atau kelompok tani ternak di masyarakat, tetapi masih kurang dari lima persen. Kelembagaan ini merupakan wadah yang mempermudah peternak untuk memperoleh kredit karena proses pengajuan harus melalui kelompok bukan perseorangan. Peningkatan kelembagaan yang masih cukup rendah ini disebabkan oleh kesibukan petani untuk bekerja sehingga tidak cukup banyak waktu untuk mengikuti kegiatan kelompok ditambah kegiatan kelompoknya sendiri tidak

24 95 terlalu banyak. Bahkan ada beberapa petani yang tidak mengetahui apakah mereka masuk sebagai anggota kelompok atau tidak. Faktor penghambat kinerja aspek output adalah motivasi petani untuk meningkatkan produktivitasnya lebih didasarkan karena adanya program kredit yang identik dengan bantuan sehingga penambahan produksi atau jumlah ternak yang ada tidak dapat berkelanjutan. Hal ini terlihat dari jumlah unit usaha peternakan yang tidak mengalami peningkatan. Seringkali peternak menjual ternak miliknya sendiri ketika mereka mendapatkan kredit domba. Disamping itu, ada juga petani yang awalnya bukan peternak ikut mengajukan ternak karena bentuknya dianggap betul-betul program bantuan, sehingga seringkali usaha ini dilakukan tidak optimal. Hasil penilaian kinerja program kredit domba terhadap indikator outcome disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Hasil Penilaian Outcome Program Kredit Ternak Domba di Kabupaten Bogor Kriteria Outcome Hasil Penilaian Skor Peningkatan pendapatan dari usaha Peternakan Meningkat 0.7 Peningkatan jumlah rumahtangga di sektor Peternakan Meningkat 0.6 Peningkatan konsumsi protein hewani Tidak meningkat 0.2 Peningkatan usaha di bidang peternakan Tidak meningkat 0.4 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan usaha Meningkat 0.6 Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 33, diperoleh total skor aspek outcome adalah 2.4, sehingga outcome program tergolong ke dalam kategori kurang berhasil (skor ). Faktor yang mendukung kinerja program aspek outcome adalah adanya tambahan pendapatan di luar usahatani yaitu usaha ternak domba. Hal ini mengingat bahwa petani yang mendapatkan kredit sebagian besar sedang tidak memiliki ternak domba walaupun mereka pernah berpengalaman

25 96 mengusahakan domba. Dengan adanya kredit domba mereka diberikan kesempatan untuk menambah pendapatan mereka yang tadinya hanya diperoleh dari usaha baik on farm, off farm maupun non farm. Namun karena usaha domba ini adalah usaha musiman, maka peningkatan pendapatan tidak terlihat secara nyata, hanya ketika mereka memerlukan biaya tambahan ada aset yang dapat diuangkan yaitu dalam bentuk ternak domba itu sendiri. Faktor pendukung lainnya adalah terjadinya peningkatan jumlah rumahtangga di bidang peternakan. Hal ini terjadi karena kebanyakan yang mendapatkan domba adalah petani yang tidak memiliki ternak sebelumnya. Selain itu dengan mengusahakan domba secara tidak langsung terjadi peningkatan pengetahuan dan ketrampilan di bidang usaha peternakan. Sementara itu faktor penghambat kinerja program kredit domba dari aspek outcome adalah kurang ada peningkatan usaha di bidang peternakan. Hal ini terlihat dari usaha domba tidak dapat tumbuh secara berkelanjutan. Para petani cenderung menjual seluruh ternaknya ketika proses pengembalian kredit sudah dapat diselesaikan bahkan yang menunggak pun sudah menjual seluruh aset ternaknya karena alasan ekonomi. Selain itu ada juga petani yang beralih ke usaha ternak selain domba bahkan ada yang menjual ternaknya untuk dijadikan modal usaha dagang dan lainnya. Pemberian kredit dari pemerintah juga tidak menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi protein hewani. Hal ini karena sudah menjadi pola kebiasaan petani yang kurang menyadari pentingnya mengkonsumsi protein hewani. Disamping itu juga karena ternak domba merupakan tabungan keluarga

26 97 yang bisanya digunakan untuk keperluan sekolah, hajatan dan bukan untuk merubah pola konsumsi. Sementara itu, hasil penilaian kinerja program kredit domba terhadap indikator impact disajikan pada Tabel 34. Tabel 34. Hasil Penilaian Impact Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor Kriteria Impact Hasil Penilaian Skor Menimbulkan ketergantungan dengan bantuan pemerintah Ya 0.4 Terjadi konflik pemanfaatan lahan setelah adanya program Tidak 0.7 Daya dukung lahan mengalami perubahan Ya 0.0 Terjadi persaingan tidak sehat antara petani Tidak 0.6 Pembangunan dana untuk sektor lain jadi berkurang Tidak 1.0 Menumbuhkan dinamika kelompok Ya 0.5 Menumbuhkan sumber ekonomi lain Tidak 0.2 Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 34, diperoleh total skor aspek impact adalah 3.4, sehingga impact program tergolong ke dalam kategori kurang berhasil (skor ). Semua indikator tersebut sebaiknya perlu mendapat perhatian untuk perbaikan ke depan. Adanya program kredit domba telah menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah. Masyarakat yang berpendapatan tinggi pada dasarnya mampu mendapatkan pinjaman dari bank ataupun mampu menggunakan uangnya untuk investasi di usaha ternak domba. Namun kenyataannya mereka tetap mengandalkan dari pemerintah untuk investasi di usaha ternak domba dan memilih menggunakan dananya sendiri untuk ditabung atau konsumsi. Besarnya kredit domba dari pemerintah sejauh ini belum menimbulkan konflik penggunaan lahan. Namun ke depan perlu tetap diantisipasi karena lahan yang sesuai untuk kegiatan peternakan relatif terbatas dan kepemilikan lebih banyak terkonsentrasi pada orang-orang tertentu. Daya dukung lahan juga

27 98 mengalami perubahan karena penggunaan sumberdaya alam yang terus menerus dalam hal ini pakan yang diberikan kepada ternak sangat tergantung pada alam sehingga jika penggunaan sumberdaya tidak bijaksana maka akan berdampak buruk pada kinerja program. Kelemahan lain kinerja program kredit domba ini adalah belum menumbuhkan usaha lain di bidang peternakan seperti industri pengolahan hasil, industri pakan ternak, maupun pengolahan kompos. Hal ini perlu mendapatkan perhatian untuk ke depan karena dalam mengusahakan domba ada produk lain yang dihasilkan juga selain ternaknya sendiri yaitu kotoran domba. Selama ini kotoran hanya ditumpuk dan digunakan untuk keperluan sawah sendiri. Dengan partisipasi penyuluh, perlu dilakukan adopsi teknologi seperti pengolahan kotoran menjadi kompos sehingga nantinya memiliki nilai jual dan akhirnya akan menambah pendapatan peternak. Kelebihan dari program ini adalah tidak terjadi persaingan tidak sehat dalam memperoleh kredit antara peternak dengan petani yang baru. Namun demikian potensi konflik perlu mendapatkan perhatian di masa yang akan datang. Oleh karena itu seleksi dalam memilih petani yang akan mendapatkan ternak sebaiknya lebih berhati-hati. Betul-betul seleksi didasarkan pada kriteria atau persyaratan yang sudah seharusnya bukan didasarkan pada hubungan kekerabatan atau kedekatan petani dengan ketua kelompok atau penyuluh. Hasil penilaian terhadap indikator benefit yang digunakan untuk mengukur kinerja program kredit domba disajikan pada Tabel 35. Berdasarkan hasil penilaian diperoleh total skor aspek benefit adalah 2.4, sehingga benefit program tergolong ke dalam kategori kurang berhasil (skor 1.3-

28 99 2.5). Faktor yang tidak mendukung kinerja program dari aspek benefit adalah belum terjadinya pemerataan pembangunan. Hal ini wajar saja terjadi karena adanya keterbatasan anggaran dari pemerintah, sementara di sisi lain petani tergantung dengan keberadaan bantuan dari pemerintah tersebut. Petani dengan pendapatan tinggi kurang mau memberikan kesempatan kepada petani dengan pendapatan rendah terlebih dahulu. Faktor lainnya adalah program kredit domba belum dapat meningkatkan kontribusi terhadap PAD, namun sudah cukup mensejahterakan masyarakat. Adanya program ini juga mendorong perkembangan wilayah yaitu dari wilayah terpencil dengan akses informasi sulit menjadi wilayah yang lebih terbuka aksesnya terhadap informasi. Hal ini didukung oleh datangnya penyuluh ke wilayah tersebut sebagai sumber informasi. Tabel 35. Hasil Penilaian Benefit Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor Kriteria Benefit Hasil Penilaian Skor Pemerataan pembangunan setelah program kredit domba Tidak 0.0 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Ya 0.7 Peningkatan kontribusi terhadap PAD Tidak 0.0 Pemanfaatan sumberdaya secara optimal Ya 0.9 Mendorong perkembangan wilayah Ya 0.8 Berdasarkan keseluruhan penilaian kinerja program kredit domba di Kabupaten Bogor, terlihat bahwa program tersebut kurang berhasil dilaksanakan. Kurang berhasilnya program tersebut dimulai dari input yang kurang memadai sehingga akan berpengaruh terhadap penilaian aspek yang lain. Perbaikan ke depan sebaiknya dimulai dari input dan proses sehingga harapan output, outcome, impact dan benefit dapat tercapai.

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik adalah Program

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI PENELITIAN DAN SKEMA KREDIT

IV. DESKRIPSI PENELITIAN DAN SKEMA KREDIT IV. DESKRIPSI PENELITIAN DAN SKEMA KREDIT 4.1. Deskripsi Wilayah Deskripsi mengenai karakteristik wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan dalam beberapa aspek yaitu: (1) keadaan geografi dan kependudukan,

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Upaya pembangunan perkebunan rakyat yang diselenggarakan melalui berbagai pola pengembangan telah mampu meningkatkan luas areal dan produksi perkebunan dan pendapatan nasional,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi 243 VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan menggunakan model

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS Kredit diartikan sebagai kesanggupan individu untuk memperoleh barang, jasa atau uang, dengan perjanjian akan membayar kembali di kemudian hari (Nizar, 2004).

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09 Usaha agribisnis mempunyai kontribusi besar bagi pembangunan di Indonesia. Sektor pertanian terbukti telah mampu eksis menghadapi krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kelancaran Di dalam penelitian ini terdapat 36 orang responden, dengan proporsi 31 orang berjenis kelamin pria dan lima orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di BPRS Amanah Ummah, Leuwiliamg, Bogor. Pemilihan BPRS dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa BPRS

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL 7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat dimodelkan kedalam suatu fungsi permintaan.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA 233 IX. DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA Secara teoritis kinerja ekonomi rumahtangga petani dipengaruhi oleh perilaku rumahtangga dalam kegiatan produksi,

Lebih terperinci

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT Pelaksanaan program BPLM di Kabupaten PPU bertujuan: (1) menumbuhkan usaha kelompok, (2) memberdayakan kelompok untuk dapat mengakses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satu ternak penghasil daging yang sifatnya jinak dan kuat tetapi produktivitasnya

PENDAHULUAN. satu ternak penghasil daging yang sifatnya jinak dan kuat tetapi produktivitasnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang beberapa puluh tahun terakhir populasinya menurun dan tergantikan oleh sapi. Kerbau merupakan salah satu ternak penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi Unit Desa (KUD)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi Unit Desa (KUD) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi Unit Desa (KUD) KUD dibentuk atas dasar kesamaan persepsi dan kebutuhan petani mengenai kemudahan untuk memperoleh sarana dan prasarana produksi pertanian dengan melandaskan

Lebih terperinci

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP 65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari uraian dan berbagai temuan serta hasil pengkajian dari temuan lapang di Indramayu dan Pontianak tersebut, secara sederhana dapat disajikan beberapa simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Responden pada penelitian ini adalah peternak yang berdiam di Desa Dompu, Moyo Mekar dan Desa Sepakat Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat dengan karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang II TINJAUAN PUSTAKA Penilaian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian kredit sudah banyak dilakukan sebelumnya, baik pada kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan (bank) maupun

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 18-25 ISSN 1693-8828 Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak Cahyati Setiani dan Teguh Prasetyo Balai Pengkajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TERNAK PEMERINTAH Dl PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci