BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Widyawati Susman
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL Biodiesel, merupakan sebutan umum untuk alkil ester rantai panjang, bersifat terbarukan, biodegradable dan berupa bahan bakar tidak beracun yang menjanjikan. Biodiesel diperoleh dari reaksi transesterifikasi dari mono-, di-, triasilgliserida dan esterifikasi dari FFA yang muncul secara alami dalam minyak dari makhluk hidup, misalnya lemak hewani dan minyak nabati. Hal ini menyebabkan biodiesel memiliki potensi sebagai bahan bakar karbon [17]. Penggunaan biodiesel sebagai energi alternatif memiliki banyak keuntungan. Biodiesel dapat digunakan pada mesin diesel tanpa dilakukan modifikasi yang menunjukkan bahwa biodiesel memiliki sifat fisika dan kimia yang mirip dengan bahan bakar diesel konvensional. Sifat pembakaran biodiesel juga sangat mendekati bahan bakar diesel. Selain itu, biodiesel bersifat biodegradable dan tidak beracun dan juga dapat diperbaharui. Hasil pembakaran biodiesel mengandung lebih sedikit karbon monoksida, hidrokarbon, partikulat dan sulfur dioksida jika dibandingkan dengan bahan bakar diesel. Akan tetapi, terdapat masalah pada meningginya emisi NO x, kestabilan oksidatif dan aliran pada cuaca dingin yang tidak baik. Biodiesel dapat diproduksi dari minyak yang dapat dikonsumsi seperti bunga matahari, kelapa sawit, kacang kedelai, kelapa, dll yang dianggap sebagai bahan baku biodiesel generasi pertama. Akan tetapi penggunaan bahan baku tersebut dapat mengganggu keseimbangan pangan. Minyak yang tidak dikonsumsi seperti jatropha, karanja, jojoba, mahua, minyak jelantah, grease, lemak hewani, dll telah menjadi bahan baku biodiesel generasi kedua [4]. Biodiesel dapat diproduksi dengan mudah dengan melakukan reaksi transesterifikasi terhadap minyak tumbuhan (trigliserida). Akan tetapi, penggunaan minyak tumbuhan yang telah di-refined untuk produksi biodiesel tidak praktis dan tidak ekonomis diakibatkan tingginya biaya bahan baku dan kebutuhannya sebagai sumber makanan. Minyak kualitas rendah, misalnya minyak jelantah, grease coklat, minyak jagung mentah, dll., dapat menjadi alternatif yang lebih baik; akan tetapi, 8
2 tingginya kadar asam lemak bebas (FFA) pada minyak tersebut telah menjadi penghalang utama bahan baku potensial tersebut, dan oleh karena itu metode pretreatment perlu dilakukan untuk penyiapan bahan baku dalam memproduksi biodiesel. Dengan metode pretreatment yang dilakukan dengan benar, bahan baku dengan kadar FFA tinggi dipastikan dapat menjadi bahan baku yang ideal untuk produksi biodiesel [18]. Tabel 2.1 Standar biodiesel [17, 19] No. Jenis Uji Batasan Metode Uji 1. Flash point 93 o C min ASTM D93 2. Distilasi, 90% recovery 360 o C max ASTM D Residu karbon 0,05 (%massa) max ASTM D Total gliserin 0,24 (%massa) max ASTM D Gliserin bebas 0,02 (%massa) max ASTM D Air dan sedimen 0,05 (%volume) max ASTM D Total sulfur 15 ppm max ASTM D Angka setana 47 min ASTM D Cloud point ASTM D Sulfated ash 0,02 max ASTM D Copper strip corrosion No. 3 max ASTM D Angka asam 0,5 mg KOH/g ASTM D Viskositas kinematik (40 o C) 1,9 6 cst ASTM D Cold soak filtration 360 s max ASTM D6217b 15. Fosfor 10 ppm max ASTM D Ester content 96,5 (%massa) min EN BAHAN BAKU Minyak Jelantah Minyak jelantah yang tidak dapat dikonsumsi telah menjadi material mentah alternatif yang menarik dan menjanjikan untuk pembuatan biodiesel. Minyak makan mentah dikategorikan sebagai minyak yang tidak dapat dikonsumsi. Minyak makan mentah juga lebih murah dalam segi biaya lima kali lebih rendah dibandingkan minyak makan yang telah direfined [3]. Pada tahun 2011, konsumsi minyak makan di Indonesia mencapai 7,1 juta ton dan pada tahun 2013 akan mencapai 8,5 juta ton [5]. Pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel akan mengurangi masalah kontaminasi dikarenakan penggunaan minyak ini akan mengurangi beban pemerintah dalam hal pembuangan limbah, pemeliharaan 9
3 saluran pembuangan, dan pengolahan limbah minyak. Minyak jelantah memiliki sifat-sifat yang berbeda dari minyak yang telah direfined dan minyak mentah. Temperatur tinggi dari proses memasak secara umum dan air dari pangan mempercepat hidrolisis trigliserida dan meningkatkan kadar free fatty acid (FFA) dalam minyak [5]. Hal ini akan mengakibatkan reaksi saponifikasi selama proses transesterifikasi ketika katalis basa digunakan. Reaksi saponifikasi akan mengkonsumsi katalis dan membentuk emulsi yang menyebabkan pemisahan produk sulit dilakukan sekaligus menurunkan yield biodiesel [20]. Tabel 2.2 Hasil Analisis Minyak Jelantah [3] Analisis Nilai Angka asam (mg KOH/g) 2,04 ± 0,03 Angka penyabunan (mg KOH/g) 204,77 ± 1,40 Berat molekul (g/mol) 822,03 ± 5,63 FFA (%) 1,02 ± 0,02 Angka higher heating (MJ/kg) 39,96 ± 0,04 Densitas (g/cm 3 ) pada 20 o C 0,91567 ± 0,00003 pada 40 o C 0,90195 ± 0,00004 pada 60 o C 0,88844 ± 0,00003 Viskositas kinematik (mm 2 /s) pada 20 o C 124,00 ± 0,01 pada 40 o C 51,04 ± 0,03 pada 60 o C 26,28 ± 0,02 Angka peroksida (meq/kg) 7,13 ± 0,12 (mg/g) 57,07 ± 0,92 Kestabilan oksidatif 18,71 ± 0,04 Angka iodine (g I 2 /100 g) 57,70 ± 0,53 Moisture content (%b) 0,12 ± 0,00 Flash point ( o C) 309 ± 1 Gliserida (%b) Monogliserida 0,10 ± 0,04 Digliserida 3,47 ± 0,15 Trigliserida 96,43 ± 0,35 Komposisi asam lemak (%b) Asam miristat, C14:0 0,98 ± 0,01 Asam palmitat, C16:0 39,02 ± 0,35 Asam stearat, C18:0 4,52 ± 0,28 Asam oleat, C18:1 44,57 ± 0,62 Asam linoleat, C18:2 10,91 ± 0, Metanol (CH 3 OH) Secara umum, alkohol digunakan dalam reaksi transesterifikasi dan yang paling sering digunakan adalah metanol, etanol, propanol, dan butanol [21]. 10
4 Kenyataannya, metanol mudah diperoleh pada harga yang rendah sehingga menyebabkan penggunaan yang luas pada transesterifikasi komersial di seluruh dunia. Akan tetapi, metanol diproduksi secara umum dari sumber yang berasal dari minyak bumi sehingga memiliki sifat beracun [22]. Apabila produksi biodiesel dalam waktu singkat ingin dicapai maka diperlukan perbandingan alkohol/minyak antara 4:1 dan 12:1. Pada nilai dibawah rasio tersebut, yield biodiesel yang dihasilkan rendah dan reaksi dapat berarah sebaliknya yang memberikan efek negatif pada yield biodiesel total. Pada rasio yang lebih tinggi, penghilangan alkohol berlebihan dapat menjadi masalah. Faktor faktor seperti temperatur dan kecepatan pengadukan juga sangat penting. Kecepatan pengadukan yang tepat diperlukan untuk memastikan interaksi antara partikel katalis dan reaktan yang baik. Temperatur yang digunakan harus dekat dengan titik didih alkohol monohidrat. Temperatur rendah akan menghasilkan reaksi yang lambat, sedangkan temperatur tinggi akan sulit dalam penanganan [23] Katalis heterogen CaO Pada awalnya hidroksida dan alkoksida dari golongan IA dan IIA seperti NaOH, KOH, NaOCH 3, KOCH 3, Ca(OH) 2, Mg(OH) 2, LiOH, NaOCH 2 CH 3, KOCH 2 CH 3, dll merupakan katalis utama transesterifikasi. Akan tetapi, material homogen tersebut bermasalah pada aplikasi yang berkelanjutan. Walaupun produksi biodiesel yang cepat dapat diperoleh pada waktu reaksi rata-rata, tetapi katalis tidak dapat diperoleh kembali pada akhir proses transesterifikasi. Katalis bersifat mudah dipengaruhi konsentrasi asam lemak bahkan dalam jumlah kecil selain itu harganya mahal [23]. Katalis homogen menghasilkan air limbah dengan volume besar yang harus diolah, dan hal ini secara signifikan meningkatkan biaya dan berdampak terhadap lingkungan pada prosesnya. Oleh karena itu, penggunaan katalis heterogen menjadi menarik karena katalis heterogen memiliki keuntungan, diantaranya adalah tidak korosif, mudah dipisahkan dan ramah lingkungan serta ekonomis [13]. Kapur tohor adalah kalsium oksida (CaO) yang diperoleh dari kalsinasi bubuk kapur. Kapur tohor adalah material tak beracun yang tidak mahal dan 11
5 ramah lingkungan. Aktivitas katalis dari kapur tohor dapat ditingkatkan dengan mengkonversinya menjadi kalsium metoksida (Ca(OCH 3 ) 2 ). Dibandingkan dengan CaO, katalis ini memiliki aktivitas yang lebih tinggi dan kelarutan yang lebih rendah pada reaksi transesterifikasi dengan minyak nabati [24]. Katalis yang berbasis Ca memiliki aktivitas katalis yang cenderung lebih tingi dimana diantaranya kalsium metoksida memiliki aktivitas katalis yang sangat baik dan juga memiliki waktu pakai yang panjang serta dapat mempertahankan keaktifannya bahkan setelah digunakan berulang kali [13]. Menurut Refaat (2011), transesterifikasi dengan katalis heterogen secara umum memerlukan kondisi operasi yang dimana temperatur dan tekanan relatif tinggi, dan kinerja katalis heterogen secara umum lebih rendah dibandingkan katalis homogen. Selain itu, salah satu masalah dengan katalis heterogen adalah pada saat deaktifasi akan terjadi beberapa fenomena, seperti keracunan. Masalah keracunan biasanya muncul pada proses yang melibatkan minyak jelantah. Secara umum, katalis yang baik harus memenuhi beberapa syarat yaitu dapat menjadi katalis pada reaksi transesterifikasi dan esterifikasi, tidak terdeaktifasi oleh air, satabil, aktif pada temperatur rendah, dan memiliki selektivitas tinggi. Efisiensi katalis bergantung pada beberapa faktor yaitu luas permukaan spesifik, ukuran pori, volume pori dan konsentrasi sisi aktif [25]. Untuk mendapatkan katalis kalsium oksida (CaO) secara alami, maka kulit telur bekas merupakan sumber biomassa yang baik. Komponen utama dari kulit telur adalah kalsium karbonat (CaCO 3 ). Komponen kalsium karbonat akan dikonversi menjadi kalsium oksida dan karbon dioksida pada temperatur tinggi. Kalsinasi kulit telur pada temperatur tinggi 600 o C hingga 1000 o C telah digunakan pada penelitian terdahulu dan didapatkan yield biodiesel 92-96% [6] Zeolit Zeolit, baik yang sintesis maupun alami, merupakan material yang tersedia secara luas, dan memiliki banyak manfaat baik sebagai katalis, pemisahan gas, adsorpsi gas dan uap serta logam berat, penghilangan elemen radioaktif, proses pemurnian air, dll. Zeolit merupakan kristalin yaitu hidrat aluminosilikat dari logam alkali dan alkali tanah yang memiliki struktur kristal tiga dimensi. Rumus 12
6 kimianya secara umum adalah (Li, Na, K) α (Mg, Ca, Sr, Ba) d [Al α+2d -Si n- (α+2d)o 2n ].mh 2 O dengan basis 72 atom O (n=36) dan m=24 molekul air, dengan Na +, K +, Ca 2+ dan Mg 2+ sebagai kation yang paling sering muncul. Zeolit alam memiliki sifat mengkristal yang terbatas yang mengindikasikan derajat kontaminasi mineral dan material amorf yang terdapat pada struktur [26]. Setelah proses dehidrasi, kation pada zeolit kehilangan gaya koordinasi dan menjadi asam Lewis kuat dan cenderung berpindah tempat untuk melakukan koordinasi dengan atom oksigen dimana hal tersebut menyebabkan perubahan struktur yang diakibatkan oleh interaksi yang dihasilkan. Selain dehidrasi, adsorpsi basa kuat juga menyebabkan perubahan pada sistem koordinasi kation pada rangka zeolit. Pertukaran ion juga memicu terjadinya distorsi rangka dimana hal tersebut merubah ukuran kation dan jumlah kation per unit sel. Hal ini dapat terlihat jelas karena muatan dari kation yang baru berbeda dengan kation yang terdapat pada aslinya [27]. Kebanyakan sifat zeolit berhubungan dengan karakteristik asam basa, hidrofobik-hidrofilik dan juga selektivitas afinitas adsorpsinya. Oleh karena itu, terdapat beberapa penelitian yang memanfaatkan zeolit murni tidak hanya sebagai katalis heterogen dalam transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel, tetapi juga sebagai penunjang enzim. Adapun parameter penting pada zeolit seperti luas permukaan, diameter poros, kekuatan mekanik, kestabilan termal, durabilitas secara kimiawi, karakter hidrofobik/hidrofilik, dapat mempengaruhi yield [28]. Kestabilan termal zeolit bervariasi yaitu antara o C untuk rasio Si/Al yang berbeda. Zeolit memiliki sifat yang unik dimana permukaan dalam sangat mudah diakses dan terdiri lebih dari 98% dari total luas permukaan. Luas permukaannya lebih kurang m 2 /g [29]. Untuk reaksi transesterifikasi yang melibatkan Trigliserida rantai panjang maka zeolit dengan ukuran pori yang besar, aktivitas yang meningkat seiring dengan rasio Si/Al dan memiliki sifat hidrofobik lebih diminati [30]. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kay dan Yasir (2012) dengan menggunakan bahan baku minyak jatropha yang berkualitas rendah dengan menggunakan katalis zeolit alam diketahui bahwa produk yang dihasilkan tidak membentuk fasa FAME [31]. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wu, 13
7 dkk (2013) katalis dengan komposisi 30% massa CaO pada Zeolit NaY dan iradiasi microwave selama 20 menit merupakan katalis optimum dengan perbandingan mol bahan baku 9:1, jumlah katalis 3% dan temperature 65 o C dihasilkan biodiesel dengan yield melebihi 95% dengan waktu reaksi 3 jam. Selain itu, didapatkan hasil bahwa aktivitas katalis CaO meningkat setelah digunakan dengan zeolit sebagai penunjang. Logam alkali yang berbeda yang diisi pada alumino atau zeolit terbukti merupakan katalis basa padat yang efektif untuk transesterifikasi minyak nabati. Ketika zeolit diisi dengan NaOH, KNO 3, KF, KI atau K 2 CO 3 dan diaktivasi pada temperatur tinggi, katalis padat tersebut menghasilkan aktivitas katalis yang tinggi [14]. 2.3 PROSES PEMBUATAN BIODIESEL Pretreatment dengan Karbon Aktif Pada pembuatan biodiesel terdapat komponen yang tidak diinginkan yang berdampak pada kegagalan reaktor dan pemisahan antar fasa, yaitu [32] : 1. Fosfor, Kalsium, dan Magnesium Fosfor, kalsium dan magnesium merupakan komponen minor yang dihubungkan dengan fosfolipid dan gum yang berfungsi sebagai pengemulsi atau menyebabkan sedimen, menurunkan yield pada proses transesterifikasi. Fosfor mengakibatkan kesulitan dalam pemisahan fasa biodiesel dan gliserol. 2. FFA dan sabun. Pada kasus proses berkatalis basa, kehadiran FFA menyebabkan penggunaan katalis dan zat kimia lain yang lebih banyak. Selain itu juga dapat meningkatkan konsentrasi garam dan air pada fasa gliserol mentah. Selain dapat meningkatkan biaya bahan kimia, kehadiran FFA berpotensi menyebabkan pembentukan sabun dan semua masalah yang berhubungan dengan sabun, meliputi sulitnya pemisahan antarfasa. Walaupun FFA dapat direaksikan pada reaksi dengan katalis asam dengan metanol untuk membentuk metil ester, jumlah asam yang diperlukan lebih tinggi dibandingkan jumlah katalis pada transesterifikasi minyak. 14
8 3. Unsaponifiable matter (UM) UM terdiri dari sterol tanaman, tocopherol dan hidrokarbon, dan beberapa pigmen serta mineral. UM tidak dipengaruhi oleh persiapan ester, sehingga hal ini menyebabkan jumlahnya pada biodiesel sama dengan saat pada bahan baku. Beberapa senyawa tak tersaponifikasi, misalnya phytosterol, memiliki kemampuan antioksidan dan berguna dalam memperpanjang umur penyimpanan biodiesel. 4. Air. Katalis basa (NaOH, KOH, MeONa) bereaksi dengan air dan minyak dan memproduksi sabun. Katalis asam (H 2 SO 4 ) ketika terhidrasi akan mengurangi keefektifannya dan kemampuan menjadi katalis. Sehingga air menyebabkan deaktifasi dan tingginya penggunaan katalis. Pretreatment diartikan sebagai tahap yang diperlukan untuk memproses bahan baku sebelum dilakukan konversi menjadi biodiesel. Tahap tersebut meliputi pengurangan faktor yang mengakibatkan akibat negatif terhadap proses produksi biodiesel seperti air, gums, partikel tersuspensi, polimer, dan terutama FFA. Air secara umum menyebabkan pembentukan sabun pada proses transesterifikasi basa, bereaksi dengan katalis basa sodium metilat membentuk metanol dan sodium hidroksida, dan menggeser reaksi kesetimbangan ke arah hidrolisis pada kondisi katalis asam. Sabun dapat menjadi padat dan menyebabkan sumbat pada peralatan. Salah satu metode pretreatment melibatkan reaksi soda kaustik dengan FFA; akan tetapi, hal ini akan menyebabkan kerugian yield secara signifikan [18]. Pada percobaan yang dilakukan oleh Putra, dkk (2014) telah diinvestigasi penggunaan karbon aktif dan mineral tanah liat (contoh smectite, bentonit, kaolinit dan earthenware berbentuk bubuk) sebagai adsorben untuk proses pretreatment pada minyak jelantah sebagai sumber bahan baku pembuatan biodiesel. Proses pretreatment yang dilakukan dengan masing-masing adsorben diketahui dapat mengurangi kadar air dan FFA dalam minyak secara signifikan. Hasil yang diperoleh yaitu terjadi penurunan kadar air (dari 0,5% menjadi 0,1%) dan kadar FFA (dari 0,5% menjadi 0,23%) yang besar pada minyak jelantah 15
9 diperoleh ketika karbon aktif digunakan sebagai adsorben dibandingkan dengan mineral tanah liat [5] Reaksi Transesterifikasi Transesterifikasi secara umum adalah reaksi kesetimbangan, dimana ester trigliserida dan alkohol monohidrat beraksi dengan rasio 1:3 untuk memproduksi ester monoalkil (biodiesel) dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi ini berlangsung dalam tiga tahap yang berurutan, masing-masing melibatkan pembentukan ester monoalkil dan menggabungkan gugus OH alkohol pada rantai ester trigliserida. Gliserol akan diproduksi pada tahap akhir reaksi. Apabila produksi biodiesel dalam waktu singkat ingin dicapai maka diperlukan perbandingan alkohol/minyak antara 4:1 dan 12:1. Pada nilai dibawah rasio tersebut, yield biodiesel yang dihasilkan rendah dan reaksi dapat berarah sebaliknya yang memberikan efek negatif pada yield biodiesel total. Pada rasio yang lebih tinggi, penghilangan alkohol berlebihan dapat menjadi masalah. Faktor faktor seperti temperatur dan kecepatan pengadukan juga sangat penting. Kecepatan pengadukan yang tepat diperlukan untuk memastikan interaksi antara partikel katalis dan reaktan yang baik. Temperatur yang digunakan harus dekat dengan titik didih alkohol monohidrat. Temperatur rendah akan menghasilkan reaksi yang lambat, sedangkan temperatur tinggi akan sulit dalam penanganan [23]. Rathore, dkk (2014) menjelaskan bahwa konvensional sintesis biodiesel dengan alkohol yang memiliki berat molekul ringan contohnya metanol memerlukan 3 mol metanol untuk memproduksi tiga mol FAME dan satu mol gliserin [19]. Mekanisme transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel dengan reaktan metanol menggunakan kalsium oksida sebagai katalis dapat dijelaskan oleh Niju, dkk (2014). Kalsium oksida bereaksi dengan metanol membentuk kalsium metoksida dan pada tahap pertama, anion metoksida menempel pada atom karbon karbonil dari molekul trigliserida membentuk intermediat tetrahedral. Pada tahap kedua, intermediate tetrahedral yang tidak bersifat stabil tersebut terurai menjadi digliserida dan ester asam lemak. Pada tahap ketiga, penyusunan kembali dari intermediate tetrahedral membentuk ester asam lemak dan gliserol. 16
10 Ketiga tahap ini diulangi pada pemecahan tiap ester asam lemak dan akhirnya tiga ester asam lemak dan sebuah gliserol terbentuk [8]. Berikut adalah reaksi transesterifikasi dengan reaktan metanol : CH 2 OCOR HC OCOR + 3 CH 3 OH 3 RCOOCH 3 + CH 2 OCOR HC CH 2 OH CH 2 OH OH TG Metanol FAME Gliserol Gambar 2.1 Proses Transesterifikasi dengan Reaktan Metanol [19] Proses Pemurnian Biodiesel Metil ester umumnya mengandung material kontaminan yang merusak kualitas bahan bakar, sehingga harus dihilangkan dari produk. Penghilangan gliserol dan gliserida dari biodiesel merupakan langkah penting karena kunci utama kualitas bahan bakar bergantung pada kadar dari gliserol bebas dan gliserol terikat. Walalupun gliserol sukar larut dalam biodiesel, gliserol dapat ditemukan terdispersi dalam bentuk butiran di dalam biodiesel. Gliserol pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan masalah dalam pemisahannya dan dalam penggunaannya. Keberadaan air dalam biodiesel juga menyebabkan korosi pada mesin atau reaksi samping dengan gliserida menghasilkan sabun dan gliserol [33]. Water washing memang merupakan teknik yang efisien dalam pemurnian biodiesel. Akan tetapi, metode ini memiliki masalah yaitu limbah air yang dihasilkan dan konsumsi energi yang tinggi untuk mengeringkan biodiesel. Oleh karena itu, konsumsi air selama proses pemurnian biodiesel perlu diminimalisasi [34]. Teknik wet washing pada biodiesel memerlukan penambahan sejumlah air ke dalam biodiesel mentah dan pengadukan lambat untuk menghindari terbentuknya emulsi. Proses diulangi hingga air cucian yang tidak berwarna diperoleh, yang menunjukkan impurities telah dipisahkan sepenuhnya. Proses wet washing memerlukan banyak air. Penggunaan air dalam jumlah besar menyebabkan banyaknya jumlah air limbah dan biaya energi yang besar. Air limbah yang dibuang memiliki ph tinggi karena terdapat KOH, konsentrasi 17
11 nitrogen rendah, dan konten padatan yang tinggi, selain dari tingginya kadar BOD, COD, minyak dan grease. Komponen tersebut menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga air limbah sulit untuk terdegradasi secara alami [35]. 2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES TRANSESTERIFIKASI Temperatur Reaksi Menurut percobaan yang telah dilakukan oleh Tan, dkk (2015), temperatur reaksi yang melebihi 65 o C akan membakar alkohol dan mengurangi yield biodiesel karena titik didih metanol adalah 65 o C. Selain itu, gliserol yang diperoleh pada suhu di atas 65 o C bersifat lebih kental. Penjelasan untuk masalah ini yaitu ester mono dan digliserida nampaknya telah terlarut dalam fasa gliserol, dimana hal ini menjelaskan volume gliserol yang melimpah. Pada suhu 65 o C, metanol mulai mendidih dan hal ini akan meningkatkan kemungkinan kontak antara molekul dan menyebabkan reaksi berlangsung sempurna. Akan tetapi, suhu reaksi di atas 65 o C, yield biodiesel yang lebih rendah dan yield gliserol yang lebih tinggi diperoleh, dimana penguapan metanol akan membentuk gelembung yang akan menghambat reaksi antarfasa [6] Waktu Reaksi Pada percobaan yang dilakukan dengan bahan baku minyak jelantah dan reaktan metanol didapatkan hasil yaitu yield maksimum 94% yang diperoleh dalam waktu 2 jam pada temperatur 65 o C untuk limbah kulit telur ayam. Karena reaksi transesterifikasi bersifat reversibel, maka waktu reaksi yang lebih lama akan menurunkan yield biodiesel. Sehingga waktu reaksi 2 jam merupakan waktu reaksi optimum [6]. Sedangkan, Wu, dkk (2013) melakukan percobaan dengan bahan baku minyak kedelai dan reaktan metanol dengan katalis campuran CaO dan zeolit mendapatkan yield biodiesel melebihi 95% dengan waktu reaksi 3 jam dengan temperatur reaksi 65 o C [14]. 18
12 2.4.3 Kecepatan Pengadukan Pada percobaan yang dilakukan oleh Sirisomboonchai, dkk (2015) dengan bahan baku minyak jelantah dan katalis cangkang kerang yang dikalsinasi diperoleh bahwa yield FAME melebihi 86% dengan kondisi yaitu kecepatan pengadukan 500 rpm, berat katalis 5%, perbandingan molar 6:1 selama 120 menit dengan temperatur reaksi 65 o C [7] Perbandingan Minyak Terhadap Reaktan Secara umum, alkohol berlebih digunakan untuk menggeser kesetimbangan untuk menghasilkan yield biodiesel yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perbandingan mol yang lebih tinggi digunakan untuk meningkatkan kontak antara minyak dan alkohol yang digunakan. Akan tetapi, ketika perbandingan antara minyak dan alkohol terlalu besar, dapat menyebabkan efek yang berlawanan terhadap yield biodiesel. Penambahan jumlah metanol yang berlebihan dapat memperlambat proses pemisahan fasa ester dan gliserol sehingga berpengaruh pada yield biodiesel akhir. Gliserol banyak terlarut dalam metanol yang berlebih dan menghambat reaksi dimana hal ini dapat menurunkan konversi dengan menggeser kesetimbangan pada arah yang berlawanan. Metanol yang tidak bereaksi akan menyebabkan gliserol naik ke fasa biodiesel sehingga yield biodiesel menurun dikarenakan gliserol terdapat dalam ester. Perbandingan mol metanol terhadap minyak 12:1 dipilih sebagai perbandingan optimal untuk katalis CaO yang diperoleh dari kulit telur ayam [6] Konsentrasi Katalis Konsentrasi katalis yang tinggi membantu dalam meningkatkan sisi katalis aktif untuk reaksi yang dilakukan. Konsentrasi katalis basa kuat yang rendah akan meningkatkan kinerja reaksi transesterifikasi [36]. Pada percobaan yang dilakukan dengan oleh Wu, dkk. (2013) yaitu dengan menggunakan minyak kedelai dengan katalis zeolit berpengisi CaO diperoleh hasil bahwa katalis dengan komposisi 30% massa CaO pada Zeolit NaY dan iradiasi microwave selama 20 menit merupakan katalis optimum pada percobaan tersebut, dimana katalis tersebut menghasilkan aktivitas katalis yang terbaik. Pada kondisi optimum, perbandingan mol bahan 19
13 baku 9:1, jumlah katalis 3% dan temperatur 65 o C, menghasilkan biodiesel dengan yield melebihi 95% dengan waktu reaksi 3 jam [14]. 2.5 ANALISIS EKONOMI Minyak jelantah adalah limbah rumah tangga dari proses penggorengan berbagai jenis makanan, digunakan beberapa kali oleh konsumen. Minyak jelantah memiliki warna yang sudah tidak menarik, cenderung gelap dan keruh, berbau tengik, dan berpotensi besar dalam membahayakan kesehatan tubuh, serta tidak dapat digunakan lagi untuk pengolahan pangan. Oleh karena itu, minyak jelantah dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku dalam pembuatan biodiesel, sekaligus mengurangi biaya produksi melalui pemanfaatan limbah, serta memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan biodiesel dalam negeri yang permintaannya semakin meningkat, Dalam penelitian ini digunakan katalis yang berasal dari limbah, yaitu cangkang telur ayam yang dikalsinasi menjadi CaO. Konsumsi telur ayam yang tinggi di Indonesia menjamin ketersediaan limbah cangkang telur ayam. Oleh karena itu, pembuatan biodiesel yang menggunakan bahan baku minyak jelantah dan cangkang telur ayam memiliki potensi ekonomi yang tinggi dan dapat diperoleh dengan mudah karena tersedia dalam jumlah berlimpah dalam bentuk limbah. 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,
Lebih terperincilebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya
Lebih terperinciJurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :
PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit
Lebih terperinciPembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kehidupan manusia yang mana merupakan kunci utama dalam berbagai sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR
PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang berasal dari minyak nabati ataupun lemak hewan. Komponen utama dalam minyak nabati dan lemak hewan adalah trigliserida
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Industri Kimia Banyak proses kimia yang melibatkan larutan homogen untuk meningkatkan laju reaksi. Namun, sebagian besar pelarut yang digunakan untuk reaksi adalah
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Minyak Nabati Minyak dan lemak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Minyak dan lemak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dengan empat cara utama, yaitu secara langsung dengan pencampuran, mikroemulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Metode yang paling umum digunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran
METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada
Lebih terperinciA. Sifat Fisik Kimia Produk
Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya populasi manusia di bumi mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin meningkat pula. Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang
Lebih terperinciPERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES
PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
Lebih terperinciBiodiesel Dari Minyak Nabati
Biodiesel Dari Minyak Nabati Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol yang membentuk gliserol, dan ester-ester tersebut dinamakan trigliserida. Perbedaan
Lebih terperinciPENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)
PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7
Lebih terperinciProses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)
Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah suatu energi alternatif yang telah dikembangkan secara luas untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM. Biodiesel merupakan bahan bakar berupa metil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas
Lebih terperinciREAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK
REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK JELANTAH Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Jelantah Asam Lemak Komposisi Berat Molekul % x BM (%) (gr/mol) (gr/mol) Asam Laurat (C12:0)
Lebih terperinciMETANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR
Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari analisis kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) yaitu
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )
LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian
Lebih terperinci4 Pembahasan Degumming
4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)
23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan
Lebih terperinciSintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbarui, oleh sebab itu persediaan bahan bakar fosil di bumi semakin menipis dan apabila digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang
Lebih terperinciTransesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi
Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,
Lebih terperinciPROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN
PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui
Lebih terperinciII. DESKRIPSI PROSES
II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis
Lebih terperinciLAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan untuk mengatasi masalah kekurangan sumber energi akibat cadangan sumber energi fosil yang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Energi merupakan salah satu kebutuhan wajib bagi seluruh masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia. Bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu
Lebih terperinciPENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA
9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan berkembangnya teknologi dalam bidang rekayasa material. Salah satu komposit yang banyak dikembangkan
Lebih terperinciPRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP
PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk kedalam kelompok bahan bakar nabati (BBN). Bahan bakunya bisa berasal dari berbagai sumber daya nabati, yaitu kelompok
Lebih terperinciMemiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan
Lebih terperinciLAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH
LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI Pardi Satriananda ABSTRACT Ethyl ester and gliserol produce by reacting coconut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak jelantah merupakan salah satu bahan baku yang memiliki peluang untuk produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data statistik menunjukkan
Lebih terperinci: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.
SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini Indonesia masih mengimpor monogliserida dan digliserida yang dibutuhkan oleh industri (Anggoro dan Budi, 2008). Monogliserida dan digliserida dapat dibuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang
Lebih terperinciPENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL
PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL Imroatul Qoniah (1407100026) Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Kamis, 14 Juli 2011 @ R. J111 LATAR BELAKANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET
PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Gliserol dengan nama lain propana-1,2,3-triol, atau gliserin, pada temperatur kamar berbentuk cairan memiliki warna bening seperti air, kental, higroskopis dengan rasa
Lebih terperinci: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT
KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil & Pembahasan 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp Pada penelitian ini, digunakan mikroalga Chlorella Sp sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penelitian ini
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN
PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.
Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST
Lebih terperinci