BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bagi anak usia 3-6 tahun yang terdapat di desa Bunggalo Kecamatan Talaga Jaya.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bagi anak usia 3-6 tahun yang terdapat di desa Bunggalo Kecamatan Talaga Jaya."

Transkripsi

1 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian PAUD As-Syarief merupakan salah satu tempat kegiatan belajar mengajar bagi anak usia 3-6 tahun yang terdapat di desa Bunggalo Kecamatan Talaga Jaya. PAUD As-Syarif merupakan sebuah yayasan pendidikan dibawah naungan organisasi Nahdatu Ulama yang didirikan pada tanggal 1 Juni 2009 dengan ketua yaitu Hj. Ketty Kobi. Sejak beroperasi pada tahun ajaran 2009/2010 PAUD ini telah 4 tahun menamatkan anak didik dengan predikat baik. Karena anak didik keluaran PAUD ini mampu bersaing dengan anak-anak TK lainnya yang berada di kecamatan Talaga Jaya. PAUD As-Syarief memiliki kurikulum yang agak berbeda dengan PAUD lainnya. Karena PAUD ini lebih mengedepankan nilai-nilai agama. Dan ini merupakan salah satu keunggulan dari PAUD As-Syarif. PAUD ini juga memiliki tenaga-tenaga pengajar yang cukup handal karena dilihat dari strata pendidikan dari 5 orang guru yang mengajar pada PAUD ini sudah sarjana sementara 1 orang sementara menyelesaikan studi S1. Berikut tabel pendidik dan tenaga kependidikan serta kondisi anak dididk 4 tahun terakhir. Tabel 1. Tenaga Pendidik dan Kependidikan PAUD As-Syarif No Nama Jabatan Status Pendidikan Kepegawaian Terakhir 1 Selfi U. Tangoi, S.Pd Kepala Sekolah PNS S1 BK 2 Hamida Huda, S.Pd Guru PNS S1 PAUD 3 Djarlin Saleh, S.Pd Guru Non PNS S1 PAUD 4 Nurhayati Hida, S.Pd Guru Non PNS S1 BK 5 Desi Trisnawati Puhi Guru Non PNS SMA Sumber : Admin PAUD As-Syarief

2 31 Tabel 2. Kondisi Anak Didik 4 Tahun Terakhir Tahun 2009/ / / /2013 Kelompok L P JML L P JML L P JML L P JML Play Group A B Jumlah Sumber : Admin PAUD As-Syarief Deskripsi Hasil Penelitian Percaya diri merupakan kunci sukses hidup. Tanpa rasa percaya diri yang kuat maka seseorang tidak akan dapat bergaul dengan orang lain. Percaya diri akan menjadikan jiwa lebih hidup, sehat, cerdas, berani, fokus, semangat, dan bijak. Rasa percaya diri perlu dibangun sejak usia dini, termasuk pada PAUD As-Syarief Desa Bunggalo Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah Pendidik, dan orang tua anak. Adapun kisi-kisi instrumen penelitian yang dijadikan indikator penelitian ini terdiri dari, kondisi fisik, konsep diri, pola asuh, pendidikan, jenis kelamin dan penampilan fisik. Berikut hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah, guru dan orang tua. 1. Keadaan fisik. Sehubungan dengan keadaan fisik, penuturan para informan adalah sebagai berikut,

3 32 Menurut Kepala Sekolah PAUD As-Syarief Desa Bunggalo Pada PAUD As-Syarief tidak semua anak didik memiliki kesempurnaan jasmani. (WW/KS/8-5/2013) Salah seorang pendidik dengan pertanyaan yang sama mengatakan bahwa Dikelas saya tidak semua anak keadaan fisiknya sempurna, ada juga yang fisiknya kurang sempurna. (WW/HH/GK/8/5/2013) Disamping itu pendidik lain menambahkan Kalau dikelas saya ada beberapa anak yang memiliki cacat fisik, artinya bukan salah satu anggota tubuhnya yang tidak ada namun cacat fisik yang saya maksud adalah gangguan pendengaran. (WW/DJS/GK/8/5/2013) Sesuai hasil temuan lapangan dengan salah seorang orang tua anak untuk pertanyaan yang sama dengan kepala sekolah dan guru kelas diperoleh bahwa dalam keluarganya tidak anak yang memiliki fisik kurang sempurna. (WW/NR/OT/9/5/2013) Selanjutnya orang tua dari Nur Ainsa Moha menambahkan Didalam keluarga saya alhamdulillah anak-anaknya normal. (WW/AA/OT/9/5/2013) Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa baik pada sebuah lembaga pendidikan maupun dalam sebuah keluarga tidak semua anak dalam keadaan normal Selanjutnya peneliti menanyakan bagaimana cara kepala sekolah, guru kelas maupun orang tua membangun perilaku rasa percaya diri pada anak yang fisiknya kurang sempurna. Dari hasil wawancara di peroleh jawaban sebagai berikut :

4 33 Menurut Kepala Sekolah Untuk membangun perilaku rasa percaya diri pada anak yang jasmaninya kurang sempurna kepala sekolah berusaha untuk memberikan motivasi dan dorongan serta mengajak anak tersebut untuk bermain bersama temantemannya sampai timbul rasa percaya diri pada anak tersebut. (WW.KS/ ) Masih dengan pertanyaan yang sama untuk guru kelas diperoleh informasi bahwa : Usaha untuk membangun rasa percaya diri pada anak yang memiliki ketidaksempurnaan jasmani, yaitu dengan memberikan motivasi dengan mengatakan bahwa fisik yang kurang sempurna bukanlah ukuran seseorang dalam meraih prestasi, namun dengan fisik yang kurang maka tunjukkan kelebihan yang terdapat dalam diri kalian. (WW/ HH/GK/ ) Guru kelas lain pula menambahkan Dan usaha saya untuk mengatasi masalah anak seperti ini yaitu dengan mendekatinya dan berusaha untuk berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh anak tersebut. Sehingga anak tersebut paham apa yang saya maksud. (WW/DJS/GK/8/5/2013) Selain Kepala sekolah dan guru kelas orang tua juga memberikan penuturan sebagai berikut Orang Tua dari Sindy Orang tua ini mengatakan jika saya memiliki anak yang kurang sempurna jasmaninya maka saya akan berusaha untuk menjadikan anak saya mandiri dan percaya diri. Saya akan mendorongnya dengan membesarkan hati anak saya bahwa kesempurnaan fisik bukanlah ukuran untuk menjadi anak yang mandiri dan percaya diri. (WW/NR/OT/9/5/2013) Selain dari orang tua dari sindy orang tua Nur Ainsa juga menambahkan Jika saya memiliki anak yang fisiknya kurang sempurna dalam memotivasi anak-anaknya agar memiliki perilaku rasa percaya diri baik disekolah maupun di lingkungan masyarakat kami selalu mengikutkan anak dalam setiap kegiatan sehingga mereka memiliki keberanian dalam mengekspresikan diri dan mereka menyadari bahwa dalam diri mereka terdapat kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak-anak lain..(ww/aa/ot/9/5/2013)

5 34 Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru kelas dan orang tua menunjukkan bahwa kepala sekolah, guru kelas, maupun orang tua telah mengambil tindakan yang tepat dengan memberikan dorongan dan motivasi, karena setiap guru memiliki memiliki berbagai cara untuk menjadikan setiap anak didiknya mandiri dan percaya diri demikian pula dengan orang tua. Karena orang tua paling dekat dan paham dengan anak-anaknya maka orang tua juga memiliki strategi sendiri untuk membangun perilaku percaya diri anak-anaknya. 2. Konsep diri Terkait dengan konsep diri, tidak semua anak memiliki konsep diri. Ini dilihat dari masih ada anak yang tidak mau mengekspresikan kemampuan dirinya, akan tetapi guru tidak membiarkan begitu saja anak yang tidak mau mengekspresikan kemampuannya, guru dan orang tua memberikan perhatian penuh kepada anak tersebut sehingga anak mampu mengaktualisasikan kemampuan dirinya dengan penuh percaya diri. Berikut hasil wawancara dengan Kepala sekolah, guru kelas dan orang tua. Kepala sekolah mengatakan bahwa pada PAUD As-Syarief masih ada anak yang belum mampu mengekspresikan dirinya. Hal ini diketahui ketika anak diminta untuk melakukan kegiatan sendiri tanpa ditemani oleh orang lain. (WW/KS/ ) Hal ini diperkuat oleh guru kelas juga menambahkan Dikelas saya masih banyak anak yang tidak mau mengekspresikan dirinya, hanya orang-orang tertentu yang mau mengaktualisasikan dirinya karena dalam diri mereka telah terbangun rasa percaya diri sehingga mereka tidak akan ragu dalam melakukan setiap kegiatan yang diperintahkan guru. (WW/HH/GK/8/5/2013). Selain itu pula guru kelas lainnya menambahkan

6 35 Dikelas saya juga terdapat anak-anak yang tidak mau mengaktualisasikan kemampuan dirinya. (WW/DJS/GK/9/5/2013). Hal senada diungkapkan oleh orang tua Berikut penuturan orang tua Syndi Anak saya termasuk tipe pemalu. (WW/NR/OT/9/5/2013) Pendapat dari orang tua Nur Ainsa Anak saya termasuk anak yang berani. Ia mau melakukan semua kegiatan walaupun tanpa perintah (WW/AA/OT/2013) Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa tidak semua anak mampu mengeskpresikan dirinya didepan umum. Kemudian peneliti melanjutkan pertanyaan kepada kepala sekolah, guru, dan orang apa yang mereka lakukan agar anak mau mengekspresikan kemampuan dirinya. Dan dari hasil wawancara peneliti diperoleh jawaban para informan tersebut sebagai berikut: Menurut Kepala Sekolah Saya berusaha untuk memotivasi mereka sehingga mereka mau mengaktualisasikan kemampuan dirinya. (WW/KS/ ) Selain itu pula guru kelas juga mengatakan Cara yang saya tempuh selaku guru mencari strategi untuk membina anakanak yang tidak mau mengaktualisasikan kemampuan dirinya hingga mereka akan berani untuk mengaktualisasikan dirinya. (WW/GK/8-5/2013) Guru kelas lainnya juga menambahkan Cara yang saya tempuh agar anak-anak yang tidak mau mengaktualisasikan kemampuan dirinya adalah dengan mengajak mereka bermain diluar kelas dengan permainan outbond. Misalnya meniti titian. (WW/DJS/GK/9/5/2013).

7 36 Berbeda dengan kepala sekolah dan guru kelas orang tua anak memberikan penuturan mereka terkait cara yang ditempuh dalam memotivasi anak yang tidak mau mengaktualisasikan kemampuan dirinya. Berikut penuturan orang tua dari Sindy Cara yang saya tempuh yaitu dengan mengikutkan anak saya dalam berbagai jenis kegiatan baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat. (WW/NR/OT/9/5/2013) Lain lagi dengan penuturan dari orang tua Nur Ainsa Apabila saya memiliki anak yang pemalu, saya akan memotivasinya dengan mengikutkannya dalam berbagai kegiatan sesuai minat dan bakatnya. (WW/NR/OT/9/5/2013) Berdasarakan penjelasan tersebut dapat dimaknai dalam membangun rasa percaya diri seorang anak, guru maupun orang tua harus memperhatikan karakter anak, karena setiap anak memiliki karakter yang berbeda. Ada yang berani, dan ada juga yang pemalu. Untuk menangani sikap anak yang pemalu yang tidak mau mengekspresikan kemampuan dirinya diperlukan cara khusus. Cara yang ditempuh oleh guru dan orang tua adalah dengan memberikan perhatian penuh terhadap anak dan membimbingnya dalam melakukan kegiatan yang diberikan oleh guru sehingga anak akan mampu mengaktualisasikan kemampuan dirinya dan timbul rasa percaya diri dalam diri anak. 3. Pola Asuh Sehubungan dengan pola asuh, guru maupun orang tua memiliki cara berbeda dalam mengasuh anak, berikut hasil wawancara peneliti Menurut kepala sekolah pola asuh orang tua sangat mempengaruhi rasa percaya diri anak, karena jika orang tua otoriter maka anaknya akan selalu merasa takut melakukan suatu kegiatan. Karena dalam pemikiran anak jika ia melakukan kesalahan maka akan dimarahi oleh orang tua. (WW/KS/8/5/2013)

8 37 Demikian pula yang disampaikan oleh guru Bahwa pola asuh orang tua akan mempengaruhi perilaku percaya diri, anak yang dibesarkan dalam keluarga yang demokratis akan berbeda dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga otoriter. Anak yang di asuh oleh orang tua yang demokratis akan mampu mengungkapkan pendapatnya, tanpa rasa takut, namun anak yang dibesarkan oleh orang tua otoriter maka akan selalu takut dan tidak berani. (WW/HH/GK/8/5/2013) Selanjutnya guru kelas lain mengatakan Ya, pola asuh sangat berperan dalam membentuk perilaku percaya diri anak. Karena apabila orang tua selalu menekan anak, maka anak tidak akan pernah belajar mandiri. Perasaan takut selalu menghantui sehingga anak menjadi anak yang tertutup. (WW/DJS/GK/8/52013) Selain itu pula orang menambahkan Berikut penuturan dari orang tua Syndi Iya bu. Pola asuh sangat berperan. Karena pengalaman saya semakin saya melarang anak saya untuk melakukan sesuatu. Malah saya yang jadi repot karena segala sesuatu harus saya yang kerjakan.(ww/nr/ot/9/5/2013) Hal senada diungkapkan oleh orang tua Nur Ainsa Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi perilaku percaya diri anak. Karena apabila pola asuh yang dilakukan tidak baik maka akan membentuk pribadi anak yang kurang baik pula, bahkan ada anak hanya takut sesaat. Akan tetapi jika pola asuh yang diberikan pola asuh yang baik maka akan membentuk pribadi yang baik pula. Karena anak merasa nyaman, anak tidak akan takut dalam melakukan sesuatu, karena jika salah masih akan ditanyakan terlebih dahulu penyebabnya. (WW/AA/OT/ ). Dari hasil wawancara tersebut diatas peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berpean dalam pembentukan rasa percaya diri anak. Karena apabila pola asuh yang diterapkan kepada anak ototriter maka anak akan jadi tertutup dan sulit baginya untuk bisa mengembangkan potensinya hingga ia dewasa.

9 38 Kemudian peneliti melaknjutkan ke pertanyaan berikutnya. Dan dari hasil wawancara para informan memberikan jawaban dengan berbagai cara mereka. Berikut penuturan para informan Menurut Kepala Sekolah Selaku kepala sekolah sekaligus guru saya menerapkan pola asuh yang demokratis, saya selalu menumbuhkan kehangatan dalam setiap pembelajaran sehingga anak tidak merasa takut dalam melakukan sesuatu. (WW/KS/ ) Hal ini didukung pula oleh guru kelas Selaku guru saya berusaha untuk memberikan rasa cinta dan kehangatan dalam setiap pembelajaran dan berusaha untuk membimbing anak-anak dengan penuh kasih sayang. (WW/HH/GK/8/5/2013) Sementara guru kelas lainnya mengatakan Selaku guru saya menerapkan pola asuh demokratis, anak bebas mengungkapkan pendapatnya, anak bebas melakukan apa yang ia inginkan tapi tetap diperingati. (WW/DJS/GK/8/52013) Orang tua anak juga menanmbahkan. Berikut penuturan dari orang tua Sindy Selaku orang tua saya berusaha merubah cara saya dalam mengasuh dan mendidik anak. Sehingga anak saya tidak bergantung kepada saya. (WW/NR/OT/9/5/2013) Orang tua dari Nur Ainsa juga mengatakan Saya menerapkan pola asuh demokratis. Saya memberikan kesempatan kepada anak memberikan penjelasan ketika ia melakukan kesalahan. Saya juga sering bertanya tentang kegiatan apa yang dilakukannya ketika disekolah maupun ketika bermain bersama teman-temannya. (WW/AA/OT/ ). Dari hasil pengamatan dan wawancara pola asuh merupakan salah satu faktor yang berperan dalam membentuk rasa percaya diri pada anak, karena apabila orang tua maupun guru mengasuh anak secara otoriter ataupun secara permisif maka anak akan menjadi pribadi yang kurang mandiri dan percaya diri. Untuk itu pola asuh yang tepat untuk membimbing dan mendidik seorang anak

10 39 adalah pola asuh demokratis. Karena orang tua yang demokratis akan mempertimbangkan segala sesuatu dengan berbagai pertimbangan dan juga tidak akan memberikan kebebasan tanpa terikat suatu aturan yang jelas. 4. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan juga salah satu faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri seorang anak. Karena anak laki-laki cenderung lebih berani dibanding anak perempuan meskipun ada anak perempuan yang cukup berani sekalipun harus menentang bahaya. Olehnya anak laki-laki lebih dulu memiliki sikap percaya diri dibanding anak perempuan. Berikut hasil wawancara peneliti Menurut kepala sekolah jenis kelamin turut mempengaruhi perilaku percaya diri anak, karena anak laki-laki cenderung berani dibanding anak perempuan. Meskipun ada juga anak perempuan yang berani. (WW/KS/8-5/2013) Selain itu juga guru kelas menambahkan Jenis kelamin seorang anak tidak akan mempengaruhi perilaku percaya diri, anak laki-laki lebih berani dalam melakukan segala hal dibanding anak perempuan. (WW/HH/GK/ ) Berbeda dengan guru kelas lainnya Menurutnya Jenis kelamin tidak berperan dalam pembentukan perilaku percaya diri. Karena kadang anak laki-laki berperilaku tertutup. Sehingga kemampuan dirinya tidak terekspresikan.(ww/djs/gk/8/5/2013) Orang tua juga memberikan penjelasan, berikut penuturan orang tua dari Sindy Menurut ibu tersebut jenis kelamin tidak berperan dalam pembentukan perilaku percaya diri..(ww/nr/ot/9/5/2013)

11 40 Selain itu orang tua Nur Ainsa berpendapat Menurut saya jenis kelamin tidak berperan dalam membentuk perilaku rasa percaya diri anak. Karena setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan. (WW/AA/OT/9/5/2013) Selanjutnya peneliti memberikan pertanyaan lanjutan dan jawaban dan para informan adalah sebagai berikut Menurut Kepala Sekolah Anak laki-laki yang lebih dahulu memiliki rasa percaya diri dalam mengaktualisasikan kemampuannya. Karena anak laki-laki memiliki keberanian baik dalam pergaulan disekolah maupun dirumah. (WW/KS/8-5/2013) Sementara guru kelas mengatakan Dari pengamatan saya selaku guru kelas anak laki-laki lebih percaya diri dari pada anak perempuan. Mungkin karena rasa keakuan anak laki-laki lebih tinggi. Akan tetapi jika diminta untuk tampil di depan kelas anak perempuan yang lebih berani. (WW/HH/GK/ ) Guru kelas lain menambahkan Dari hasil pengamatan saya selaku pengajar anak laki-laki kurang berani mengekspresikan diri dibanding anak perempuan.(ww/djs/gk/8/5/2013) Selain kepala sekolah dan guru kelas peneliti juga melakukan wawancara dengan orang tua. Berikut penuturan orang tua Sindy Kalau dilihat ada anak laki-laki tidak berani mengekspresikan dirinya.(ww/nr/ot/9/5/2013) Selain itu pula orang tua Nur Ainsa mengatakan Saya perhatikan bahwa antara anak laki-laki dan anak perempuan berbeda. Anak laki-laki sangat berani untuk melakukan hal-hal menantang dan berbahaya dibanding anak perempuan. Namun ada juga anak perempuan yang suka menentang bahaya (WW/AA/OT/ ) Berdasarkan penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berperan dalam membentuk perilaku percaya diri anak. Anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki karakter yang berbeda. Namun ada juga anak perempuan yang sangat berani bahkan juga suka menentang bahaya.

12 41 5. Pendidikan Pendidikan juga termasuk salah satu faktor berperan yang juga mempengaruhi perilaku percaya diri seseorang. Pendidikan yang kurang mendidik akan membentuk pribadi yang kurang mandiri, bertanggung jawab, dan tidak percaya diri. Sebagai contoh orang tua yang cenderung menuruti kemauan anaknya menjadikan akan akan bergantung terus kepada orang tua tanpa bisa berpikir apa yang harus dilakukan untuk masa depannya. Berikut penuturan dari kepala sekolah Pendidikan sangat berperan dalam membentuk perilaku percaya diri anak, karena setiap anak akan melalui pendidikan, baik itu pendidikan keluarga pendidikan formal, maupun informal. Karena anak akan tumbuh dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Anak yang di didik dengan baik maka akan menjadi anak mandiri, percaya diri dan bertanggung jawab. (WW/KS/8/5/2013) Selain itu pula guru kelas menambahkan Bahwa pendidikan sangat berperan dalam membentuk perilaku percaya diri. Karena seorang anak akan berani tampil didepan umum, mandiri, dan bertanggung jawab berawal dari belajar.(ww/hh/gk/8/5/2013) Berikut juga pendapat dari guru kelas lain. Memang pendidikan sangat berperan dalam membentuk perilaku percaya diri. Pendidikan merupakan belajar sepanjang hayat, dan anak akan belajar sepanjang hidupnya. Apapun yang ia alami itu merupakan pendidikan bagi dirinya. (WW/DJS/GK/8/5/2013). Selain itu orang tua dari Syndi menjelaskan Memang pendidikan sangat menentukan perilaku percaya diri seorang anak, karena anak yang tumbuh dalam kelurga yang berpendidikan tinggi akan lebih berani dalam mengungkapkan pendapatnya. Dibanding dengan anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang berpendidikan rendah. Karena anak yang tumbuh dalam keluarga berpendidikan rendah akan merasa bahwa pendapatnya tidak akan pernah dihargai jika anak itu akan memberikan pendapat. (WW/NR/OT/9/5/2013)

13 42 Orang tua dari Nur Ainsa menambahkan Pendidikan sangat berperan dalam membentuk pribadi anak percaya diri (WW/AA/OT/9/5/2013) Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan juga turut berperan dalam membentuk perilaku rasa percaya diri. Kemudian peneliti melanjutkan dengan pertanyaan berikut. Dari hasil wawancara diperoleh jawaban: Menurut Kepala sekolah Tidak selamanya anak yang orang tuanya berpendidikan rendah tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, karena kemungkinan orang tua yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan sampai ketingkat atas karena faktor ekonomi yang kurang menunjang. (WW/KS/8/5/2013) Dengan pertanyaan yang sama guru kelas Tingkat pendidikan orang tua bukanlah jaminan membentuk pribadi anak menjadi mandiri dan percaya diri. Karena kadang orang tua yang berpendidikan tinggi melupakan tanggung jawabnya kepada anak. Sehingga anak tumbuh dalam pengasuhan pembantu. (WW/HH/GK/8/5/2013) Menurut guru kelas yang lainnya Tidak semua orang tua memiliki pendidikan tinggi, namun juga bukan berarti orang tua yang pendidikannya rendah kurang mampu menjadikan anaknya mandiri dan percaya. Karena pendidikan itu bukan ditentukan dengan tingkat sekolah namun pengalaman juga merupakan pendidikan bagi siapa saja (WW/DJS/GK/8/5/2013). Menurut orang tua dari sindy Tidak semua orang akan berpandangan sama tentang pendidikan orang tuanya. (WW/NR/OT/9/5/2013). Menurut orang tua dari Nur Ainsa Setiap orang akan berpendapat berbeda. Kalau menurut saya tingkat pendidikan orang tua tidak akan menjadi faktor penentu percaya diri anak. Karena anak sekalipun dibesarkan oleh orang tua yang berpendidikan rendah namun orang tua tersebut banyak menimba ilmu dari pengalaman dan banyak bertanya kepada orang lain maka anaknya akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri. (WW/AA/OT/9/5/2013)

14 43 Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan juga merupakan faktor utama dalam membentuk perilaku percaya diri seorang anak. 6. Penampilan Fisik Penampilan fisik adalah unsur utama dalam membentuk rasa percaya diri, karena orang yang berpenampilan menarik lebih percaya diri jika berada ditengahtengah orang banyak dibanding orang yang penampilannya sederhana, meskipun penampilan bukanlah suatu ukuran dalam menilai baik dan buruknya seseorang. Untuk itu baik guru maupun orang tua harus mendidik anak dengan tidak meminta anak untuk memandang seseorang berdasarkan penampilan fisiknya. Berikut penuturan kepala sekolah Penampilan fisik seorang anak akan turut membentuk perilaku percaya dirinya. Karena jika anak berpenampilan kurang menarik maka ia akan diejek oleh temannya yang memiliki penampilan menarik. Meskipun disekolah diajarkan untuk tidak mengejek teman. Akan tetapi anak memiliki sifat suka mengejek, mencela, bahkan menghina. Dan ini memang sudah menjadi sifat yang selalu muncul dalam pribadi anak usia dini. Karena mereka belum bisa membedakan bahwa apa yang mereka lakukan itu menyinggung perasaan orang lain atau membuat orang lain merasa tersakiti.(ww/ks/ ) Dengan pertanyaan yang sama untuk guru kelas diperoleh informasi bahwa: Penampilan fisik akan membentuk perilaku percaya diri. Anak yang berpenampilan menarik akan lebih percaya diri, karena anak tersebut merasa ada sesuatu yang membanggakan dirinya. (WW/HH/GK/ ) Guru Kelas lain juga menegaskan Penampilan fisik merupakan salah satu faktor yang berperan dalam membentuk perilaku percaya diri. Anak yang selalu berpenampilan menarik akan lebih percaya diri, karena anak tersebut merasa ada sesuatu yang bisa dibanggakan. (WW/DJS/GK/ )

15 44 Orang tua Syndi menambahkan Jika anak berpenampilan menarik, maka dalam melakukan suatu kegiatan ia tidak akan malu lagi. Karena anak tersebut merasa bahwa memiliki kelebihan yang bisa dipamerkan kepada orang lain. Dengan demikian akan tumbuh dengan sendirinya perilaku percaya diri. (WW/NR/OT/ ) Selain itu orang tua Nur Ainsa berpendapat Jika orang tua memperhatikan penampilan anak, maka dalam melakukan suatu kegiatan ia tidak akan malu lagi. Karena anak tersebut merasa bahwa memiliki kelebihan yang bisa dipamerkan kepada orang lain. Dengan demikian akan tumbuh dengan sendirinya perilaku percaya diri. (WW/AA/OT/ ) Selanjutnya peneliti memberikan pertanyaan terakhir kepada kepala sekolah, guru kelas dan orang tua. Hasil wawancara diperoleh informasi sebagai berikut Menurut kepala sekolah Mengajak mereka bermain bersama dan memberikan bimbingan dan binaan bahwa semua manusia makhluk ciptaan Allah SWT. Dan tidak ada yang dibeda-bedaka-nya..(ww/ks/ ) Sementara guru kelas lain mengatakan bahwa: Saya memberikan pengertian kepada anak-anak bahwa setiap manusia itu sama dan meminta mereka untuk tidak mengejek ataupun mencela teman mereka. (WW/HH/GK/ ) Demikian pula dengan guru kelas lainnya ia mengatakan bahwa Saya memberikan pengertian kepada anak-anak bahwa setiap manusia itu sama dan meminta mereka untuk tidak mengejek ataupun mencela teman mereka. (WW/DJS/GK/ ) Sementara orang tua berpendapat bahwa Membimbing anak dan mengajak anak mengenal dunia luar, agar mereka tahu bahwa diluar masih banyak anak yang tidak berpenampilan baik karena faktor ekonomi keluarga. Sehingga akan tumbuh dalam diri mereka jiwa sosial dan mereka tidak akan mengejek teman mereka yan berpenampilan pas-pasan. (WW/NR/OT/ ) Ditambahkan pula oleh orang tua Nur Ainsa bahwa: Membimbing anak dan mengajak anak mengenal dunia luar, agar mereka tahu bahwa diluar masih banyak anak yang tidak berpenampilan baik karena faktor ekonomi keluarga. Sehingga akan tumbuh dalam diri mereka jiwa sosial dan mereka tidak akan mengejek teman mereka yan berpenampilan pas-pasan. (WW/AA/OT/ )

16 45 Hal ini menunjukkan bahwa penampilan seseorang sangatlah menentukan perilaku percaya diri seorang anak. Anak yang memiliki penampilan menarik memiliki kebanggaan tersendiri dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian perilaku percaya diri tumbuh dengan sendirinya. 4.3 Pembahasan. Indikator penelitian faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku percaya diri adalah : keadaan fisik, konsep diri, pola asuh, pendidikan, jenis kelamin, dan penampilan fisik. Namun dari hasil temuan di lapangan hanya beberapa faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku percaya diri yaitu keadaan fisik, pola asuh, pendidikan dan penampilan fisik. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah, guru kelas, dan orang tua anak didik dapat disimpulkan bahwa pada setiap institusi pendidikan tidak semua anak didik memiliki kesempurnaan jasmani, namun ada juga yang memiliki ketidaksempurnaan jasmani. Walaupun pada dasarnya sudah ada sekolah khusus bagi anak yang memiliki kekurangan jasmani. Namun sebuah institusi bukanlah menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan pendidikan. Olehnya meskipun didalam sebuah institusi pendidikan terdapat anak yang memiliki jasmani kurang sempurna, setiap pendidik wajib menberikan bimbingan dan pembelajaran yang sama dengan yang lainnya. Bimbingan yang perlu dilaksanakan oleh seorang pendidik diantaranya bagaimana seorang pendidik dapat membentuk pribadi seorang anak yang mandiri, dan percaya diri. Hal ini bukan saja dilakukan untuk anak yang memiliki jasmani yang sempurna namun

17 46 juga untuk anak yang memiliki kekurangan atau ketidaksempurnaan jasmani. Rasa percaya diri pada anak yang jasmaninya kurang sempurna dapat dibangun dengan memberikan motivasi dan dorongan dengan cara membesarkan hati mereka dan mengatakan meskipun mereka memiliki fisik yang kurang sempurna namun masih ada kelebihan yang belum tentu dimiliki oleh orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah PAUD As-Syarif bahwa pada sekolah saya tidak semua anak memiliki kesempurnaan jasmani dan hal ini juga diperkuat oleh guru kelas dan baik kepala sekolah maupun guru telah berusaha untuk memotivasi anak yang kurang sempurna jasmaninya dengan mengajak bermain bersama dengan teman-teman seusianya. Selain itu pula anak akan menjadi mandiri dan percaya diri tergantung dari pola asuh yang orang tua berikan. Apabila orang tua selalu memperhatikan perkembangan anak-anaknya maka orang tua akan tahu apa yang kurang dan harus segera di atasi oleh orang tua. Jika sekiranya orang tua selalu menekan anak maka anak akan merasa tertekan sehingga ketika akan melaksanakan sesuatu anak tersebut tidak percaya diri. Seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter akan menjadikan anak selalu bergantung kepada orang tuanya. Mereka tidak akan bisa melakukan apa-apa tanpa orang tuanya. Karena perasaan takut selalu bersemayam didalam hatinya. Pendidikan juga mempengaruhi rasa percaya diri. Untuk itu anak perlu diajarkan bagaimana ia bisa mengekspresikan dirinya sehingga bakat-bakatnya tidak terpendam dan anak akan mampu mengekspresikan dirinya ketika mereka duduk di bangku pendidikan. Akan tetapi buka berarti bahwa anak yang orang

18 47 tuanya berpendidikan rendah menjadi anak yang tidak percaya diri. Karena kemungkinan tidak bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi karena faktor ekonomi yang kurang menunjang. Hal ini senada dengan penjelasan orang tua Nur Ainsa bahwa orang tua yang berpendidikan rendah bukan berarti tidak mampu membimbing anaknya menjadi anak yang mandiri dan percaya diri. Karena pendidikan bukan saja di dapat pada bangku pendidikan melainkan juga pendidikan bisa di dapat dari lingkungan dan pengalaman hidupnya. Demikian pula penampilan fisik dari seorang anak akan turut mempengaruhi rasa percaya dirinya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh guru kelas bahwa anak yang berpenampilan fisik menarik lebih percaya diri karena anak tersebut merasa ada yang dibanggakan oleh dirinya. Olehnya setiap orang tua perlu memperhatikan penampilan anaknya ketika anak itu akan pergi kemanamana. Dengan demikian dalam membangun rasa percaya diri anak setiap guru maupun orang tua harus memperhatikan setiap karakteristik anak baik itu kelebihan dan kekurangan fisiknya, cara mengasuh dan membimbing anak, cara mendidik anak serta penampilannya. Sehingga anak merasa nyaman dan dengan sendirinya rasa percaya diri dalam diri anak tersebut akan terbangun. Jika anak sudah memiliki perilaku percaya diri maka dengan sendirinya anak tersebut akan mengasah kemampuan dirinya, juga anak akan menjadi anak yang mandiri, berani, bertanggung jawab, mampu melakukan kerjasama, serta akan menjadi anak yang memiliki berjuta prestasi.

19 48 Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku percaya diri adalah, keadaan fisik, pola asuh, pendidikan, dan penampilan fisik. Dan untuk faktor konsep diri bukan faktor yang menentukan perilaku rasa percaya diri karena anak belum memamhami siapa dirinya yang sesungguhnya. Demikian pula untuk faktor jenis kelamin. Antara anak perempuan dan laki-laki memang terdapat perbedaan akan tetapi kenyataannya ada anak perempuan juga yang berani seperti halnya anak laki-laki.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil dan unik yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat bagi setiap individu untuk menimba ilmu dan tempat untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA 4.1. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipercayai tentang diri sendiri akan membentuk kepribadian diri dalam berkreasi

BAB I PENDAHULUAN. dipercayai tentang diri sendiri akan membentuk kepribadian diri dalam berkreasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang terlahir dengan berbagai macam karakteristik. Karakteristik tersebut memberikan konsekuensi bagi perkembangan pribadi. Setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas. Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan individu usia 0-6 tahun yang mempunyai karakterikstik yang unik. Pada usia tersebut anak sedang menjalani pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat mengelola emosionalnya. Kecerdasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

POLA ASUH MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF AUD. Zumrotus Sholichati PPL PLS UNY

POLA ASUH MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF AUD. Zumrotus Sholichati PPL PLS UNY POLA ASUH MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF AUD Zumrotus Sholichati PPL PLS UNY 2016 085643378090 PENGERTIAN Komunikasi pada dasarnya merupakan kegiatan penyampaian pesan. Proses tersebut melibatkan dua pihak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menumbuhkan Kepercayaan Diri pada anak Tunarungu di SLB Putra Jaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menumbuhkan Kepercayaan Diri pada anak Tunarungu di SLB Putra Jaya BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan paparan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan proses menumbuhkan Kepercayaan Diri pada anak Tunarungu di SLB Putra Jaya adalah sebagai berikut; Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, menyebutkan bahwa jenis kegiatan yang dapat dilakukan dalam pendidikan luar sekolah sebagai suatu sub sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam pasal 1, butir 14 bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN BAKAT ANAK DI REMBUN SIWALAN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN BAKAT ANAK DI REMBUN SIWALAN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN BAKAT ANAK DI REMBUN SIWALAN PEKALONGAN A. Analisis Pola Asuh Orang Tua dalam Mengembangkan Bakat Anak di Rembun Siwalan Pekalongan Orang tua merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan IPTEK yang semakin pesat saat ini mempengaruhi perilaku individu termasuk siswa. Perilaku yang sering muncul pada siswa di sekolah paling banyak pada hal-hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG Irma Rostiani, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Anak untuk Bersekolah HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. Untuk berhubungan dengan orang lain dibutuhkan komunikasi yang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk Abstrak Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perilaku pemalu pada anak diantaranya adalah karena anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relasi antar individu yang kompleks Selain para penjual dan pembeli yang

BAB I PENDAHULUAN. relasi antar individu yang kompleks Selain para penjual dan pembeli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan semua peran, status yang disandangnya serta kepentingan menciptakan relasi antar individu

Lebih terperinci

SKALA SIKAP KONSEP DIRI

SKALA SIKAP KONSEP DIRI Lampiran 1 NAMA : Kelas : SKALA SIKAP KONSEP DIRI Petunjuk Mengerjakan Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan pilihan anda dengan memberi tanda ( ). Tidak ada penilaian baik dan buruk, juga tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sifat Pemalu Menurut Prayitno (2004:208) bahwa malu adalah bentuk yang lebih ringan dari rasa takut yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa.

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan

Lebih terperinci

KISI KISI ANGKET. : RAHMI YULIA : AID : Dr.Drs. H.Hendra Sofyan, MSi : Dr. K.A. Rahman, M.Pd.I

KISI KISI ANGKET. : RAHMI YULIA : AID : Dr.Drs. H.Hendra Sofyan, MSi : Dr. K.A. Rahman, M.Pd.I 99 KISI KISI ANGKET Judul Skripsi Devenisi Operasional : Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Usia Dini dalam Belajar di TK Al- Falah 1 Kota Jambi. : Pola Asuh adalah gambaran yang dipakai

Lebih terperinci

Program Pembangunan Karakter Klinik Abu Albani Centre

Program Pembangunan Karakter Klinik Abu Albani Centre Program Pembangunan Karakter Klinik Abu Albani Centre Tujuan Pembangunan Karakter Anak : Membangun sikap dan watak seseorang sehingga mempunyai sebuah sikap yang dapat dinilai sebagai sikap yang baik menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR Kuesioner Gaya Pengasuhan No. Item Spearman Diterima / Ditolak 1 0,304 Diterima 2 0,274 Ditolak 3 0,312 Diterima 4 0,398 Diterima 5 0,430 Diterima 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai peran penting dalam suatu tatanan kelompok masyarakat mulai dari yang kompleks sampai pada tingkatan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan yang menitik-beratkan pada peletakan dasar ke arah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan yang menitik-beratkan pada peletakan dasar ke arah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik-beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku asertif sangat penting bagi setiap orang guna memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, terutama pada mahasiswa, dimana harus menyelesaikan tugas perkembangan

Lebih terperinci

ANGKET TIPE POLA ASUH ORANG TUA

ANGKET TIPE POLA ASUH ORANG TUA LAMPIRAN 56 ANGKET TIPE POLA ASUH ORANG TUA 1. IDENTITAS DIRI Nama : Kelas : Jenis Kelamin : Pekerjaan Orang Tua : 2. PETUNJUK PENGISIAN Angket ini terdiri dari 30 item pernyataan, anda diminta untuk mengisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN SKALA KEMANDIRIAN BELAJAR DAN SKALA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Oleh: Nur Hayati, M.Pd

Oleh: Nur Hayati, M.Pd Oleh: Nur Hayati, M.Pd Deteksi Dini Permasalahan Permasalahan Makro Anak Usia Dini Anak yang terlantar, kurang mendapat perhatian terutama untuk mengembangkan potensinya ( misalnya anak jalanan) Diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa anak-anak merupakan masa penting dalam proses perkembangan individu. Lima tahun pertama dari kehidupan seorang anak akan menjadi landasan untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya belajar berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 1. Hasil Validitas dan Reliabilitas Lampiran 1 Hasil Validitas dan Reliabilitas VALIDITAS KONSEP DIRI NO Item VALIDITAS KETERANGAN 1. 0.410 Diterima 2. 0.416 Diterima 3. 0.680 Diterima 4. 0.421 Diterima 5. 0.174 Ditolak 6. 0.474 Diterima

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis. Universitas Kristen Maranatha

KATA PENGANTAR. Penulis. Universitas Kristen Maranatha KATA PENGANTAR Dalam rangka memenuhi tugas akhir, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai Hubungan Antara Konsep Diri dengan Dukungan Orang Tua pada Siswa Kelas II SMU X Lampung yang sedang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. PAUD Mentari 2 berlokasi di jalan Boliyohuto Desa Ombulo Kecamatan Limboto Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. PAUD Mentari 2 berlokasi di jalan Boliyohuto Desa Ombulo Kecamatan Limboto Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Profil PAUD Mentari 2 PAUD Mentari 2 berlokasi di jalan Boliyohuto Desa Ombulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo. Lokasi PAUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek 1 BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN a.i.a. Pengaruh pola asuh terhadap di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek Ada pengaruh yang positif signifikansi pola asuh terhadap prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pabahanan, Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut. 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. : Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dan Perilaku Agresif Remaja. di STM Raksana Medan

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. : Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dan Perilaku Agresif Remaja. di STM Raksana Medan Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Judul Penelitian : Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dan Perilaku Agresif Remaja di STM Raksana Medan Peneliti : Theresia Gustina Manalu Saya adalah Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sekolah dikatakan berhasil jika ia mendapatkan nilai yang bagus dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu sekolah dikatakan berhasil jika ia mendapatkan nilai yang bagus dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan dihadapkan kepada fenomena yang sering ada di dalamnya. Selama ini masyarakat sering menentukan seorang anak yang belajar di suatu sekolah dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home Informan 1 Nama : Bapak MH Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 39 tahun Pendidikan : SMA Hari/tanggal wawancara : Selasa, 8 April 2014 Tempat wawancara : Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

ANGKET KEPERCAYAAN DIRI SISWA

ANGKET KEPERCAYAAN DIRI SISWA 107 ANGKET KEPERCAYAAN DIRI SISWA Asalamualaikum wr. Wb. Pada kesempatan ini saya ingin melakukan penelitian tentang kepercayaan diri siswa. Untuk itu saya mohon bantuan dan partisipasinya untuk mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan) adalah upaya penumbuhkembangan sumber daya manusia melalui proses kecerdasan interpersonal

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Keadaan Sekolahan 1. Letak dan Sejarah berdirinya SDN Pulau Kupang III Sekolah Dasar Negeri Pulau Kupang III ini terletak di kelurahan Pulau Kupang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa anak merupakan masa yang menyenangkan, karena sebagian besar waktunya untuk bermain. Anak dapat berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, membawa banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan individu. Kemajuan ini secara tidak langsung

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGEMBANGAN SKALA PSIKOLOGIS DALAM BIDANG PRIBADI-SOSIAL

TUGAS INDIVIDU PENGEMBANGAN SKALA PSIKOLOGIS DALAM BIDANG PRIBADI-SOSIAL TUGAS INDIVIDU PENGEMBANGAN SKALA PSIKOLOGIS DALAM BIDANG PRIBADI-SOSIAL Disusun guna memenuhi persyaratan mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu: Dr. Edi Purwanta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wirausaha (entrepreneur) yaitu sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang ada. Sosok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam bahasa latin adolescence berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Rentang waktu usia remaja dibedakan menjadi tiga, yaitu : 12-15

Lebih terperinci

Tentang Narkoba 27 Pernahkah anda mendengar tentang narkoba 28 Apa yang anda ketahui tentang narkoba?

Tentang Narkoba 27 Pernahkah anda mendengar tentang narkoba 28 Apa yang anda ketahui tentang narkoba? Lampiran 1 : Pedoman Pertanyaan Untuk Remaja PERTANYAAN UNTUK REMAJA PENGGUNA NARKOBA BAGIAN 1 : KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama? 2. Berapakah usia anda saat ini (berdasarkan ulangtahun terakhir)? 3. Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan momen yang amat penting bagi tumbuh kembang anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu masa dimana semua

Lebih terperinci

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar?

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Image type unknown http://majalahmataair.co.id/upload_article_img/bagaimana memotivasi anak belajar.jpg Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Seberapa sering kita mendengar ucapan Aku benci matematika atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar yaitu, learning to know,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR Atas dasar hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab tiga, maka akan dilakukan

Lebih terperinci

SKALA SIKAP KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK DAN KEPERCAYAAN DIRI. Alifia Rizki Yanuarita Mahasiswa UKSW FKIP BK

SKALA SIKAP KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK DAN KEPERCAYAAN DIRI. Alifia Rizki Yanuarita Mahasiswa UKSW FKIP BK SKALA SIKAP KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK DAN KEPERCAYAAN DIRI Skala ini disusun sebagai alat pengumpul data tentang komunikasi orang tuaanak dan kepercayaan diri pada siswa kelas XI SMK Muhammadiyah Salatiga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anakanak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua. 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1) Variabel Widoyoko (2014) Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel bebas (Independent

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi BAB IV ANALISA DATA A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Silaturahmi pada Seorang Remaja yang Mengalami Depresi di Desa Sembayat Kabupaten Gresik. Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa sampai tua manusia

BAB I PENDAHULUAN. laku. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa sampai tua manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas adalah dunia pendidikan. Pendidikan memiliki tujuan untuk mencerdaskan, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjalani hidupnya. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang No.20

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjalani hidupnya. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang No.20 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu membudayakan manusia. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang sekolah dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN 69 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada : Yth Responden Di tempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa Prodi D-III Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo,

Lebih terperinci