4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Tepung ikan yang dihasilkan pada penelitian tahap I memiliki rendemen sebesar 23.6%. Tepung ikan yang dihasilkan berwarna agak kekuningan dan bertekstur halus. Tepung ikan patin dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Tepung ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Tepung ikan patin (Pangasius hypopthalmus) dianalisis proksimat untuk mengetahui kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat by different. Hasil analisis proksimat tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5. Hasil analisis proksimat tepung ikan patin (Pangasius hypopthalmus) Komponen Tepung ikan patin (%) Tepung ikan lele *(%) Protein 67,76 ± 0,32 58,72 ± 0,64 Karbohidrat 8,74 ± 0,18 18,87 ± 3,19 Lemak 9,8 ± 0,28 9,96 ± 2,2 Air 10,4 ± 0,84 7,99 ± 1,46 Abu 3,3 ± 0,42 4,41 ± 0,99 Keterangan: *Hasil penelitian Mervina (2009) Kadar protein tepung ikan patin sebesar 67,76 ± 0,32% (bb), sedangkan kadar protein tepung ikan lele berdasarkan penelitian Mervina (2009) adalah

2 sebesar 58,72 ± 0,64% (bb), perbedaan ini berdasarkan perbedaan jenis ikan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan. Lemak merupakan salah satu unsur yang penting dalam bahan pangan, karena lemak berfungsi sebagai penambah nilai gizi dan kalori, serta memberikan citarasa yang gurih pada bahan pangan. Selain itu, lemak berperan sangat penting bagi gizi dan kesehatan tubuh, terutama karena merupakan sumber energi serta sebagai sumber dan pelarut vitamin A, D, E dan K (Winarno 2002). Kadar lemak tepung ikan patin sebesar 9,8 ± 0,28% (bb) dan berdasarkan Mervina (2009) kadar tepung ikan lele sebesar 9,96 ± 2,2% (bb), perbedaan ini juga disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air sisanya terdiri dari unsur - unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 2002). Kadar abu tepung ikan patin sebesar 3,3 ± 0,42 % sedangkan menurut Mervina (2009) kadar abu tepung ikan sebesar 4,41 ± 0,99%. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis ikan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan. Tinggi rendahnya kadar abu tepung ikan selain dipengaruhi oleh bahan mentah yang digunakan, kadar abu tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang (Moeljanto 1992). Air merupakan komponen utama bahan makanan. Air dalam bahan makanan sangat menentukan daya awet bahan tersebut karena kandungan air berkaitan dengan perkembangan mikroorganisme dalam produk. Hasil analisis kadar air tepung ikan patin sebesar 10,4 ± 0,85 % sedangkan menurut Mervina (2009) kadar air tepung ikan sebesar 7,99 ± 1,46%. Perbedaan ini disebabkan oleh metode pengeringan tepung ikan yang dilakukan berbeda dan bahan baku yang digunakan. Dalam pembuatan tepung ikan patin metode pengeringan yang digunakan dengan menggunakan oven pada suhu 60 o C dan pada pembuatan tepung ikan lele pada penelitian Mervina (2009) menggunakan drum dryer pada suhu 80 o C sehingga kadar air pada tepung ikan lele lebih rendah dibandingkan

3 dengan tepung ikan patin. Menurut Moeljanto (1992), jarang dijumpai tepung ikan dengan kadar air kurang dari 6% sebab tepung ikan bersifat higroskopis. Kadar karbohidrat diperoleh dengan menggunakan metode pengurangan (by different), kadar karbohidrat tepung ikan patin sebesar 8,74 ± 0,18% dan berdasarkan penelitian Mervina (2009) kadar karbohidrat tepung ikan lele sebesar 18,87 ± 3,19%. 4.2 Karakteristik Cone Es Krim Cone es krim merupakan wadah es krim yang dimakan bersama-sama dengan es krim. Cone es krim pada penelitian ini terbuat dari tepung sagu, tepung terigu, garam, soda kue, lesitin, tepung ikan dan air. Cone yang dihasilkan memiliki warna kuning kecoklatan, dengan rasa yang gurih serta tekstur yang renyah. Cone yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Cone es krim dengan penambahan tepung ikan patin Karakteristik Sensori Karakteristik sensori merupakan faktor penting untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap suatu produk makanan. Parameter sensori yang dilihat diantaranya adalah tekstur, penampakan, rasa dan aroma Tekstur Tekstur merupakan parameter yang mempengaruhi pilihan konsumen. Tekstur terkadang lebih penting dari aroma, rasa dan penampakan karena dapat mempengaruhi citra makanan. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis

4 terhadap tekstur cone es krim dengan penambahan tepung ikan dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cone es krim dengan penambahan tepung ikan berkisar antara 5,61 (netral) sampai 7,1 (suka). Nilai rata rata tekstur tertinggi sebesar 7,1 (suka) pada cone dengan menggunakan tepung ikan dengan konsentrasi 25% dan terendah sebesar 5,61 (netral) pada cone dengan menggunakan tepung ikan dengan konsentrasi 15%. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5a.) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cone es krim yang dihasilkan (p 0,05). Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang berbeda terhadap masing-masing cone es krim yang dihasilkan. Uji lanjut (Lampiran 5b.) menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan sebanyak 15% berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0%, 5%, 10%, 20% dan 25%. Bahan tambahan seperti soda kue merupakan bahan pengembang dalam adonan. Selama pembakaran, volume gas bersama dengan udara dan uap air yang ikut terperangkap dalam adonan akan mengembang (Winarno 2002). Gambar 7. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cone es krim Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda(a,b) menunjukan beda nyata (p<0,05)

5 Penampakan Penampakan merupakan parameter yang penting dalam suatu produk. Penampakan merupakan parameter yang pertama kali konsumen lihat dan dapat mempengaruhi konsumen. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik (Soekarto 1985). Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan cone es krim dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan cone es krim dengan penambahan tepung ikan berkisar antara 6,25 (suka) sampai 7,14 (suka). Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat tingkat kesukaan panelis terhadap nilai penampakan tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung ikan sebanyak 0% sebesar 7,14 (suka) dan terendah pada perlakuan penambahan tepung ikan sebesar 5% yaitu sebesar 6,25 (agak suka). Nilai rata-rata parameter penampakan a 6.25 a 6.86a 6.89 a 6.96 a 7.1 a 0% 5% 10% 15% 20% 25% Konsentrasi tepung ikan Gambar 8. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan cone es krim Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda(a,b) menunjukan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5a.) menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang tidak nyata (p>0,5) pada tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan cone es krim yang dihasilkan artinya kesukaan panelis cenderung sama terhadap paremeter penampakan untuk semua perlakuan. Hal ini dimungkinkan karena cone yang dihasilkan memberikan penampakan yang seragam sehingga semakin meningkatnya tepung ikan yang

6 ditambahkan tidak mempengaruhi adonan cone. Penampakan secara menyeluruh dapat dipengaruhi oleh warna cone yang dihasilkan Rasa Rasa merupakan parameter yang dinilai dengan menggunakan indera pengecap atau lidah. Rasa merupakan faktor penting untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu produk makanan. Walaupun aroma, penampakan, dan tekstur baik jika rasanya tidak enak maka makanan tersebut tidak diterima. Oleh karena itu, rasa merupakan faktor penting lainnya dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan (Winarno 2002). Gambar 9. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhada rasa cone es krim Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda(a,b) menunjukan beda nyata (p<0,05) Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cone es krim dengan penambahan tepung ikan berkisar antara 5,46 (netral) sampai 6,39 (agak suka). Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat tingkat kesukaan panelis terhadap rasa tertinggi sebesar 6,64 (agak suka) pada cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 25% dan terendah sebesar 5,46 (netral) pada cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15%. Pada penerimaan panelis terhadap rasa dari cone es krim terlihat kecenderungan yang sama yaitu panelis lebih menyukai cone dengan penambahan tepung ikan yang paling banyak yaitu sebesar 25%.

7 Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5a.) menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cone es krim yang dihasilkan (p 0,05). Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang berbeda nyata untuk masing-masing cone es krim yang dihasilkan dilihat dari rasa. Uji lanjut (Lampiran 5c.) menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan sebanyak 5% berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15% dan penambahan tepung ikan sebanyak 15% berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 5%, 20% dan 25%. Pada penerimaan panelis terhadap rasa kecenderungan yang sama dengan sifat tekstur cone yaitu adanya pengaruh penambahan tepung ikan paling banyak paling disukai. Rasa yang terdapat dalam cone es krim disebabkan adanya asam amino yang terdapat dalam protein ikan diantaranya asam amino metionin (sulfur, meaty, sedikit manis), sistein (sulfur), glutamat (gurih), dan triptofan (pahit dan manis) Aroma Aroma menjadi daya tarik tersendiri untuk menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri. Dalam industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil produksinya, apakah produknya disukai konsumen atau tidak (Soekarto 1985). Nilai rata-rata parameter aroma a 6.29 a 6.03 a 5.67 a 6.04 a 6.14 a 0% 5% 10% 15% 20% 25% Konsentrasi tepung ikan Gambar 10. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cone Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda(a,b) menunjukan beda nyata (p<0,05)

8 Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cone es krim dengan penambahan tepung ikan berkisar antara 5,67 (netral) sampai 6,68 (agak suka). Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tertinggi sebesar 6,68 (agak suka) pada cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 0% dan terendah sebesar 5,67 (netral) pada cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15%. Berdasarkan uji Kruskal Wallis (Lampiran 5a.) menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang tidak nyata (p>0,5) pada tingkat kesukaan terhadap aroma cone es krim yang dihasilkan. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang cenderung sama terhadap paremeter aroma untuk semua perlakuan. 4,2,2 Karakterteristik fisik Derajat pengembangan Derajat pengembangan adalah seberapa besar cone mengembang setelah dipanggang dibandingkan dengan sebelum dipanggang. Persentase derajat pengembangan pada cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% adalah 0,25%, cone dengan penambahan tepung tulang ikan 5% memiliki nilai pengembangan 0,54%, cone dengan penambahan tepung tulang ikan 10% memiliki nilai pengembangan 0,8%, cone dengan penambahan tepung tulang ikan 15% memiliki nilai pengembangan 1,46%, cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 20% sebesar 1,78% dan cone dengan penambahan tepung tulang ikan 25% memiliki nilai pengembangan 2,29%. Derajat pengembangan cone tertinggi terdapat pada cone dengan konsentrasi penambahan tepung ikan sebanyak 25% dan terendah pada cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% (Gambar 11.). Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6b.) diperoleh bahwa penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada derajat pengembangan cone es krim yang dihasilkan (p<0,05). Berdasarkan uji lanjut (Lampiran 6c.), cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15%, 20% dan 25%, cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 25% berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0%, 5%,

9 10% dan 15% dan cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15% berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0%, 5%, 10% dan 25%. Gambar 11. Histogram derajat pengembangan cone es krim Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda(a,b,c,d) menunjukan beda nyata Semakin banyak tepung ikan yang ditambahkan pada cone maka semakin meningkat derajat pengembangan cone es krim. Pada cone es krim dengan penambahan tepung ikan 25%, tepung terigu yang ditambahkan semakin sedikit maka kadar amilosa semakin rendah sehingga derajat pengembangannya semakin besar. Amilosa yang tinggi mengakibatkan produk pangan kaku, sulit mengembang dan keras (Rooney dan Lusas 2001). Besarnya kandungan amilosa pada terigu dapat mencapai 26,85% atau lebih (Armstrong et al. 2006). Menurut Zarguili et al. (2005) pati gula digunakan di industri makanan untuk berbagai aplikasi seperti thickener, penstabil koloid, dan gelling agent Kekerasan Uji kekerasan digunakan untuk mengetahui tingkat kekerasan suatu produk. Kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk pangan. Kekerasan berhubungan erat dengan kerenyahan, dimana semakin rendah kekerasan semakin tinggi kerenyahannya karena gaya yang dibutuhkan untuk memecah produk semakin kecil. Hasil uji kekerasan dapat dilihat pada Gambar 12.

10 Hasil rata-rata uji kekerasan cone es krim dengan penambahan tepung ikan berkisar antara 821,88 gf 1050 gf. Nilai kekerasan paling tinggi pada cone dengan penambahan tepung ikan 0% sebesar 1050 gf dan nilai kekerasan terendah pada cone dengan penambahan tepung ikan 25% sebesar 821,88 gf. Nilai kekerasan paling tinggi pada cone dengan penambahan tepung ikan 0% sebesar 1050 gf dan terendah pada cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 25% sebesar 821,88 gf. Gambar 12. Histogram kekerasan cone dengan penambahan tepung ikan patin Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda(a,b) menunjukan beda nyata Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7b.) diperoleh bahwa penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada derajat pengembangan cone es krim yang dihasilkan (p>0,05). Nilai kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan. Makin tinggi tingkat kekerasan maka tingkat kerenyahannya semakin rendah. Maka pada cone dengan penambahan tepung ikan dengan konsentarsi 25% memiliki tingkat kerenyahan paling tinggi dan pada konsentrasi 0% memiliki tingkat kerenyahan paling rendah. Cone yang makin mengembang mengurangi tingkat kekerasan cone es krim. Menurut Matz (1978), tingginya kandungan amilosa dari tepung yang digunakan akan menyebabkan tekstur yang keras dan penampakan yang kasar.

11 Ketahanan cone terhadap es krim Ketahanan cone adalah seberapa lama cone dapat menahan es krim sampai lembek, bocor, dan akhirnya tidak mampu menopang es. Pengujian ini menggunakan dua jenis es krim yaitu es krim tradisional dan es krim modern. Semakin lama waktu yang dibutuhkan sampai cone lembek berarti cone tersebut semakin bagus. Setiap perubahan yang terjadi pada cone diamati dan dicatat (Lampiran 8 dan 9). Tabel 6. Hasil pengujian ketahanan cone terhadap es krim Perlakuan Es krim Es krim konsentrasi tepung tradisional modern ikan 0% 17 menit 19 menit 5% 21 menit 23 menit 10% 23 menit 23 menit 15% 24 menit 24 menit 20% 25 menit 26 menit 25% 25 menit 27 menit Tabel 7. diatas dapat dilihat bahwa cone es krim yang paling lama menopang es adalah cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 25% yaitu selama 25 menit untuk es krim tradisional dan selama 27 menit untuk es krim modern selama 27 menit. Semakin meningkat konsentrasi tepung ikan yang ditambahkan maka semakin lama cone es krim dapat menopang es krim. Hal ini diduga dikarenakan adanya asam amino pada protein tepung ikan yang bersifat hidrofobik sehingga cone lebih lama mampu menopang es lebih lama. Menurut Bintang M et al. (2006), asam amino yang bersifat hidrofobik antara lain alanin, leusin, isoleusin, triptofan, valin dan prolin yang bersifat tidak mudah larut dalam air. Ikan Patin mengandung asam amino hidrofobik yaitu leusin dan triptofan (DKP 2009). Selain itu komponen penyusun es krim modern mengandung lemak susu yang berperan dalam mempertahankan bentuk es krim dan menghasilkan yang memiliki sifat mencair yang baik, sehingga waktu cone dalam mempertahankan es krim modern lebih lama dibandingkan dengan menggunakan es krim tradisional (Marshall dan Arbuckle 2000).

12 4.2.3 Kadar protein Protein ikan pada umumnya mempunyai kandungan asam amino esensial yang cukup dan lengkap, dan daya cerna yang baik karena protein tersebut tidak terjerat dalam jaringan selulosa yang sulit dicerna, seperti halnya protein nabati, karena itu secara keseluruhan protein hewani mempunyai nilai biologi yang lebih baik dibandingkan dengan protein nabati (Somaatmadja D 1983). Salah satu parameter kimia yang penting adalah protein. Tersedianya protein dalam tubuh, mencukupi atau tidaknya bagi keperluan-keperluan yang harus dipenuhinya, adalah sangat tergantung dari susunan (komposisi) bahan makanan yang dikonsumsi seseorang setiap harinya (Kartasapoetra dan Marsetyo 2008). Gambar 13. Histogram kadar protein cone dengan penambahan tepung ikan patin Kadar protein cone es krim dengan konsentrasi tepung ikan 0% adalah sebesar 0,82%, cone dengan konsentrasi tepung ikan sebesar 5% sebesar 1,27%, cone es krim dengan penambahan tepung 10% sebesar 1,42%, cone es krim dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15% sebesar 3,15, cone es krim dengan penambahan tepung ikan sebanyak 4,25% dan cone es krim dengan penambahan tepung ikan sebanyak 25% sebesar 4,39%. Kadar protein paling tinggi terdapat pada cone dengan penambahan konsentrasi tepung ikan sebesar

13 25% serta kadar protein paling rendah pada cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% (Gambar 13.). Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 10b.), penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang nyata pada kadar protein cone es krim (p<0,05). Berdasarkan uji lanjut (Lampiran 10c.), cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% tidak berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 5% dan 10%, dan cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 10% tidak berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15%, serta cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 25% tidak berbeda nyata dengan penambahan tepung ikan sebanyak 15% dan 20%. Dapat dilihat pada Gambar 13 semakin besar konsentrasi tepung ikan yang ditambahkan pada cone es krim maka kadar protein semakin besar juga. Hal ini dikarenakan adanya tambahan protein yang berasal dari tepung ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Meningkatnya kadar protein seiring dengan meningkatnya jumlah tepung ikan yang ditambahkan (Nurul et al. 2009). 4.3 Total mikroba Salah satu penyebab utama penyusutan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba (Harris R et al. 1989). Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat nilai log mikroba pada cone es krim dengan penambahan tepung ikan sebesar 0% adalah 3,90, cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 5% adalah 3,83, cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 10% adalah 3,67, cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 15% adalah 3,34, cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 20% adalah 3,24 dan cone dengan penambahan tepung ikan sebesar 25% adalah 2,99. Berdasarkan hasil perhitungan analisis ragam (Lampiran 11.), menunjukkan hasil bahwa penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada total mikroba cone es krim yang dihasilkan (p>0,05).

14 Tabel 7. Jumlah log mikroba dalam cone es krim dengan penambahan tepung ikan patin Konsentrasi Tepung Ikan Jumlah Mikroba (koloni/gram) Nilai Log Mikroba 0% 7,9 x ,90 5% 6,7 x ,83 10% 4,7 x ,67 15% 2,2 x ,34 20% 1,7 x ,24 25% 9,7 x , Pemilihan Cone Es Krim Terbaik Berbasis Indeks Kinerja Penentuan cone es krim terbaik dilakukan dengan menggunakan metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal (Marimin 2004). Parameter yang diobot dalam metode ini adalah parameter objektif (kadar protein, ketahanan cone terhadap es krim, uji kekerasan, derajat pengembangan, dan total mikroba) dan parameter subjektif (uji sensori: penampakan, aroma, rasa, dan tekstur). Nilai kepentingan setiap masing-masing parameter didasarkan pada skala 1-3 yaitu 1 mewakili biasa, 2 mewakili penting, dan 3 mewakili sangat penting. Bobot setiap parameter diperoleh berdasarkan manipulasi matriks (Lampiran 12.). Matriks didapat dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter kemudian di kuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut sehingga diperoleh nilai eigean. Proses ini berulang sampai terdapat perbedaan nilai eigan yang paling kecil, Nilai eigan dari proses manipulasi matriks terakhir merupakan nilai bobot yang digunakan dalam metode Bayes. Parameter kadar protein, uji ketahanan cone terhadap es krim, uji kekerasan, derajat pengembangan dan tekstur diberi score paling tinggi karena kadar protein berhubungan dengan penambahan kadar protein dalam cone, uji ketahanan cone terhadap es krim berhubungan dengan seberapa tahan cone dapat menopang es krim, uji kekerasan berhubungan dengan kerenyahan cone, derajat

15 cone berhubungan dengan seberapa besar cone dapat mengembang dan tekstur berhubungan dengan pembentukan cone es krim. Tabel 8. Karakteristik dan nilai kepentingan parameter objektif dan subjektif Parameter Analisis Dasar Pertimbangan A. Objektif Nilai Kepentingan Kadar Protein Uji Ketahahan Cone terhadap Es Krim Uji Kekerasan Derajat pengembangan Total mikoba Penampakan Aroma Rasa Tekstur Kadar protein berhubungan untuk meningkatkan kandungan protein cone dan sebagai zat pembangun atau pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh seperti pengatur serta mempertahankan daya tahan tubuh Berhubungan dengan berapa lama waktu yang dibutuhkan cone untuk menopang es krim Uji kekerasan berhubungan dengan tingkat kerenyahan dari produk Berhubungan dengan pengembangan produk Total mikroba berhubungan dengan jumlah mikroorganisme pada produk cone es krim B, Subjektif Penampakan berhubungan dengan penampilan cone es krim secara keseluruhan Aroma berhubungan dengan bau dari cone es krim Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan Tekstur berhubungan dengan pembentukan pada cone es krim Skala nilai rangking yang digunakan berkisar antara 1-6 sesuai dengan konsentrasi tepung ikan patin yang digunakan (0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%). Total nilai hasil perkalian antara nilai rangking dengan nilai bobot digunakan untuk menentukan cone es krim terbaik. Total nilai yang tertinggi yang didapatkan merupakan cone es krim terbaik. Hasil perhitungan metode Bayes dapat dilihat pada Tabel 10.

16 Nilai kadar protein pada tiap perlakuan diberikan tingkatan rangking sesuai dengan jumlah protein, semakin tinggi kadar protein maka diberi nilai rangking paling besar. Jika ketahanan cone terhadap es krim paling lama menopang es maka diberi nilai rangking paling besar. Kekerasan cone paling rendah maka diberikan nilai rangking paling besar. Derajat pengembangan diberi tingkatan rangking sesuai dengan nilai presentase pengembangan cone. Analisis total mikroba paling kecil maka nilai rangking yang diberikan semakin besar. Nilai rangking yang diberikan pada parameter subjektif (penampakan, aroma, rasa dan tekstur) diberikan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dari hasil uji organoleptik. Berdasarkan total nilai tertinggi, cone es krim dengan penambahan tepung ikan sebanyak 25% menghasilkan nilai tertinggi, yaitu dengan nilai alternatif sebesar 5,7282. Parameter Objektif Parameter Subjektif Total Nilai Perlakuan Tabel 9. Hasil pembobotan cone es krim Konsentrasi Tepung Ikan (%) Nilai Bobot Kadar Protein ,1239 Uji Ketahahan Cone terhadap Es Krim ,1239 Uji Kekerasan ,1239 Derajat pengembangan Analisis Mikrobiologi , ,1089 Penampakan ,054 Aroma ,1089 Rasa ,1089 Tekstur ,1239 2,2801 2,7382 2,8911 2,8669 4,4954 5,7282 Peringkat Komposisi Kimia Cone Es Krim Terbaik Cone es krim yang terbaik diperoleh berdasarkan Metode Bayes dengan memperhatikan parameter sensori (penampakan, aroma, rasa dan tekstur), uji kekerasan, derajat pengembangan, ketahanan cone terhadap es krim, uji kadar protein dan total mikroba adalah cone es krim dengan penambahan tepung ikan

17 sebanyak 25%. Cone terbaik dianalisis kimia untuk mengetahui kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Komponen Tabel 10. Komposisi kimia cone es krim terbaik Cone es krim dengan tepung ikan 0% Cone es krim terbaik Kadar Air 3,41 ± 0,47 3,92 ± 0,05 Kadar Protein 0,81 ± 0,97 4,39 ± 0,43 Kadar Lemak 1,57 ± 0,02 1,59 ± 0,08 Kadar Abu 1,09 ± 0,01 1,21 ± 0,06 Kadar Karbohidrat 93,09 ± 0,45 88,89 ± 0,51 Air memiliki peran yang penting antaranya air berperan dalam mengontrol kepadatan dari adonan dan sebagai pelarut bahan bahan. Kadar air dari cone es krim dengan penambahan tepung ikan 0% sebesar 3,41 ± 0,47% (bb) dan cone es krim terbaik sebesar 3,92 ±0,05% (bb). Hal ini disebabkan oleh bahan - bahan yang digunakan dalam pembuatan cone es krim. Protein mempunyai bermacam macam fungsi bagi tubuh, Kadar protein pada cone dengan penambahan tepung ikasn 0% sebesar 0,81 ± 0,97% (bb) dan cone es krim terbaik sebesar 4,39 ± 0,07% (bb). Peningkatan kadar protein ini disebabkan oleh adanya tambahan kadar protein yang berasal dari tepung ikan patin (Pangasius hypopthalmus) dalam adonan. Meningkatnya kadar protein seiring dengan meningkatnya jumlah tepung ikan yang ditambahkan (Nurul et al 2009). Penambahan tepung ikan selain berdampak terhadap mutu sensori berdampak pula terhadap nilai gizi produk yang dihasilkan (Riyanto dan Maya 2000). Lemak berperan penting bagi gizi dan kesehatan tubuh,. Berbagai bahan pangan mengandung lemak atau minyak diantaranya daging, ikan, telur, kacang tanah dan berbagai jenis sayuran (Winarno 2002). Kadar lemak pada cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% sebesar 1,57 ± 0,02% (bb) dan cone es krim terbaik memiliki kadar lemak sebesar 1,59 ± 0,08% (bb). Hal ini disebabkan oleh tambahan tepung ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada cone yang mengandung lemak.

18 Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Hasil analisis kadar abu cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% sebesar 1,09 ± 0,01% (bb), sedangkan cone es krim terbaik memiliki kadar abu sebesar 1,21 ± 0,06% (bb). Hal ini disebabkan dengan adanya tambahan tepung ikan meningkatkan mineral pada adonan cone. Kadar karbohidrat pada cone dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0% sebesar 93,09 ± 0,45% (bb) dan cone es krim terbaik sebesar 88,89 ± 0,51%. Hal ini terjadi penurunan kadar karbohidrat karena meningkatnya kadar protein pada cone yang disebabkan adanya tambahan protein dari tepung ikan Patin (Pangasius hypopthalmus).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume, Nomor, September 0 Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo Didi Indrawan Bunta, Asri Silvana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan bahan pangan bagi manusia bukan hanya sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi bahan makanan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kondisi geografis yang berlekuk mengakibatkan Kalimantan memiliki banyak aliran sungai (Nurudin,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Oktober 2009. Pembuatan tepung tulang ikan dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Lantai 3,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Es krim adalah salah satu makanan kudapan berbahan dasar susu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Es krim adalah salah satu makanan kudapan berbahan dasar susu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim adalah salah satu makanan kudapan berbahan dasar susu yang banyak mengandung vitamin, mineral, protein, karbohidrat dan lemak. Es krim banyak disukai setiap

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian. I PENDAHULUAN Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah berdasarkan latar belakang tertentu. Dengan maksud dan tujuan yang sudah jelas selanjutnya dikembangkan kerangka pemikiran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada suatu jenis bahan makanan. Penganekaragaman ini dapat memanfaatkan hasil tanaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Umbi merupakan tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis proksimat dilakukan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan tepung tulang ikan patin yang bahan bakunya diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin IPB dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian daging lumat yang tepat (1 kali pencucian, 2 kali pencucian dan 3 kali pencucian) dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus Dioscorea

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PEDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

J U R N A L. PEMANFAATAN PATI TACCA (Tacca Leontopetaloides) PADA PEMBUATAN BISKUIT ALFIAN Z. AATJIN Dosen Pembimbing:

J U R N A L. PEMANFAATAN PATI TACCA (Tacca Leontopetaloides) PADA PEMBUATAN BISKUIT ALFIAN Z. AATJIN Dosen Pembimbing: J U R N A L PEMANFAATAN PATI TACCA (Tacca Leontopetaloides) PADA PEMBUATAN BISKUIT ALFIAN Z. AATJIN 080315013 Dosen Pembimbing: 1. Ir. M.B. Lelemboto, MSi 2. Ir. Teltje Koapaha, MP 3. Dr.Ir. Lexie P. Mamahit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci