BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara sederhana merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam. Gejala alam tersebut dapat dipisahkan menjadi gejala alam fisik dan gejala alam hayati (Sukardjo, dkk, 2005: 1). Sumaji menyatakan bahwa pembelajaran IPA bertujuan untuk memupuk pemahaman, minat, dan penghargaan anak didik terhadap dunia di mana mereka hidup. Berdasarkan pendapat di atas pembelajaran IPA tidak hanya sebatas pada menghafalkan materi, tetapi juga pemahaman konsep yang bermuara pada penerapan dalam kehidupan nyata (Nugraha, 2005: 27). Penyajian pembelajaran IPA diperlukan strategi serta rancangan yang tepat yang berpusat pada siswa sehingga dapat melibatkan siswa baik secara intelektual maupun emosional serta menarik perhatian, sehingga siswa tidak merasa jenuh dan bersemangat untuk belajar mengungkap fenomena-fenomena yang dialami dalam kehidupan dan menghubungkannya dengan konsep-konsep dalam IPA yang relevan atas kemauannya sendiri. Salah satu konsep alam IPA adalah konsep energi panas yang termasuk dalam kompetensi dasar mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat dilingkungan sekitar serta sifat-sifatnya. Konsep energi panas merupakan konsep yang menuntut siswa untuk lebih berpikir aktif dan kreatif baik dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Misalnya melalui praktik ujung besi yang dipanaskan, lama-kelamaan ujung yang dipegang akan terasa panas juga, siswa dirangsang untuk menghubungkan pengetahuan awal yang sudah dimiliki dengan melakukan praktik atau percobaan. Hal ini memadukan antara kognitif yaitu pengetahuan tentang konsep energi mengenai energi panas dan psikomotorik yaitu melakukan percobaan untuk membuktikan bahwa energi panas commit dihantarkan to user dari ujung besi yang dipanaskan ke 1

2 2 ujung lain yang tidak dipanaskan. Pada perpindahan ini, bagian-bagian besi yang dilalui tidak ikut berpindah. Kedua keaktifan tersebut jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maka akan muncul aspek afektif, misalnya pemanfaatan energi panas dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran yang menjadikan pengalaman siswa sebagai dasar berpikir berarti menempatkan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran, artinya siswa bukan hanya sebagai objek pembelajaran yang pasif dan hanya menerima materi dalam bentuk jadi saja. Siswa sebagai subjek pembelajaran perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membangun pengetahuannya sendiri, sehingga siswa akan memiliki pemahaman yang lebih mendalam. Berdasarkan hasil observasi di SD Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta pada tanggal 5 Desember 2015 ditemukan bahwa pembelajaran IPA belum memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi siswa untuk membangun pengetahuan dengan berpijak dari pengalamannya. Pembelajaran IPA didominasi transfer informasi melalui uraian dan penjelasan dari guru. Hal tersebut menyebabkan siswa cenderung pasif dan kurang berminat terhadap pembelajaran IPA. Minat yang kurang terlihat dari perhatian siswa yang tidak terfokus pada guru saat sedang menjelaskan sehingga menyebabkan siswa ramai sendiri. Penerapan model inovatif masih kurang, karena guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional seperti ceramah dan penugasan. Sejalan dengan hasil observasi, berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV SD Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta pada tanggal 7 Desember 2015 diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA dikelas berlangsung dengan baik, meskipun guru cenderung menggunakan metode ceramah, mencatat, dan pemberian tugas kepada siswa. Selain ceramah, sebenarnya terkadang guru melakukan demonstrasi, namun hasilnya masih kurang maksimal, serta penggunaan alat peraga juga masih belum maksimal (lampiran 3 halaman 152). Hal tersebut didukung dengan data yang diperoleh dari hasil pratindakan konsep energi panas yang telah dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2015 (lampiran 13 halaman 174). Dari data nilai pratindakan yang diperoleh, rata-rata nilai IPA pemahaman konsep energi commit panas to termasuk user dalam kategori rendah. Dari

3 3 seluruh siswa kelas IV SD Negeri Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta sejumlah 29 siswa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sebesar 77, siswa yang memperoleh nilai > 77 sebanyak 9 anak dan siswa yang memperoleh nilai <77 sebanyak 20 anak. Dengan demikian, sebanyak 31,03% siswa dinyatakan tuntas dan 68,97% siswa dinyatakan belum tuntas, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai pemahaman konsep energi panas kelas IV SD Negeri Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta masih tergolong rendah. Masih banyaknya hasil belajar siswa yang berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPA dengan konsep energi panas, mengindikasikan bahwa kualitas belajar dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta siswa masih kurang. Salah satu penyebab munculnya permasalahan tersebut adalah guru masih menggunakan pembelajaran tradisional yang hanya berpusat pada guru, sehingga siswa menjadi pasif dan pemahaman siswa pada materi rendah. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan serta pemahaman siswa dalam proses pembelajaran. Dalam diskusi dengan guru kelas, ditawarkan salah satu alternative tindakan yang dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa terutama dalam pembelajaran IPA konsep energi panas. Salah satu tindakan tersebut adalah dengan menerapkan model Project-Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek. Penggunaan model pembelajaran ini didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan yaitu mengenai Penerapan Model Project-Based Learning (PjBL) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sistem Pemerintahan Pusat oleh Imada Khairunisa. Penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Project- Based Learning (PjBL) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sistem Pemerintahan Pusat Siswa Kelas IV SD Negeri Wergu Wetan Kota Kudus Tahun Ajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat uji pratindakan nilai rata-rata pemahaman konsep sistem pemerintahan pusat yang didapat siswa yaitu 47,3; dengan presentase ketercapaian kelas sebesar 37,14%, pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 75,37; dengan commit to presentase user ketercapaian kelas sebesar

4 4 68,57% dan pada siklus II meningkat menjadi 84,13; dengan presentase ketercapaian kelas sebesar 88,57%. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model Project-Based Learning (PjBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep sistem pemerintahan pusat pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Wergu Wetan Kota Kudus Tahun Ajaran 2014/2015. Pembelajaran berbasis proyek atau Project-Based Learning merupakan model pembelajaran sistematik yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat teoritis dan praktik yang kompleks, melalui pertanyaan autentik, perencanaan produk dan penugasan. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model yang dibangun atas kegiatan belajar yang melibatkan interest dan motivasi siswa. Thomas mengemukakan pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang dan menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya (Wena, 2009: 144). Model pembelajaran Project-Based Learning (PjBL) dapat meningkatkan pemahaman, kreativitas dan motivasi belajar pada siswa. Fokus pembelajaran yang terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu disiplin ilmu, yang melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain memberikan siswa bekerja secara otonom dalam mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan produk nyata. Selain itu pengetahuan yang didapat dari pengalaman sendiri akan membuat lebih lama diingat oleh siswa karena siswa langsung mengalami sendiri, sehingga tidak mudah terlupakan. Pembelajaran Project-Based Learning (PjBL) juga meningkatkan antusiasme siswa untuk belajar. commit Ketika to anak-anak user bersemangat dan antusias

5 5 tentang apa yang mereka pelajari, mereka lebih banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran lainnya. Selain meningkatkan antusiasme siswa, pembelajaran Project-Based Learning (PjBL) juga menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi sehingga dapat membantu untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa seperti siswa menjadi lebih percaya diri berbicara dengan sekelompok orang. Berdasarkan paparan di atas, maka mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas yang berjudul Peningkatan Pemahaman Konsep Energi Panas Melalui Penerapan Model Project-Based Learning (PjBL) Pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu, apakah penerapan model Project-Based Learning (PjBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep energi panas pada pembelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta tahun ajaran 2015/2016? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep energi panas pada pembelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta tahun ajaran 2015/2016 melalui penerapan model Project-Based Learning (PjBL). D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu contoh penerapan model Project-Based Learning (PjBL) di lapangan. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai acuan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan model yang lebih inovatif dalam kegiatan pembelajaran dikelas, terutama dalam pembelajaran commit to IPA. user

6 6 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa 1) Meningkatnya pemahaman konsep energi panas pada siswa. 2) Memudahkan siswa untuk menyerap konsep energi panas yang diberikan oleh guru. 3) Menambah motivasi belajar siswa untuk mengikuti pelajaran IPA. 4) Bertambahnya pengalaman belajar yang lebih bermakna, menarik, dan inovatif dalam pembelajaran IPA tentang konsep energi panas. b. Bagi Guru 1) Bertambahnya wawasan dalam melaksanakan pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif. 2) Sebagai pertimbangan guru dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam memberikan materi pelajaran IPA. 3) Meningkatnya kinerja guru yang profesional. c. Bagi Sekolah 1) Memberikan sumbangan positif bagi peningkatan dan pengembangan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar mengenai konsep energi panas melalui model Project-Based Learning. 2) Menjadi pendorong untuk selalu mengadakan pembaharuan proses pembelajaran ke arah yang lebih baik. 3) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam upaya pengadaan inovasi model pembelajaran di sekolah. commit to user