ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGOMULYO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGOMULYO"

Transkripsi

1 ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGOMULYO 57 Muschett dalam Sutopo (2005) menjelaskan bahwa pembangunan kehutanan harus melibatkan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Dimensi ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar hutan dengan adanya program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Penelitian ini menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi dengan menggunakan variabel keragaman sumber pendapatan dan perubahan tingkat pendapatan masyarakat dengan adanya LMDH. Dimensi ekologi yaitu keberlanjutan fungsi ekosistem dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kelestarian lingkungan dan pengurangan jumlah bencana alam harus menjadi fokus dari adanya PHBM. Penelitian ini menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi ekologi dengan melihat perubahan jumlah kebakaran hutan, tanah longsor, penebangan hutan, pembukaan hutan, dan pemanfaatan lahan oleh rumahtangga anggota LMDH. Trend jumlah pohon yang disadap oleh anggota LMDH juga akan diteliti secara kualitatif sebagai salah satu indikator keberhasilan PHBM dari dimensi ekologi. Dimensi ketiga yang digunakan untuk menganalisis efeketivitas PHBM yaitu dimensi sosial. Dimensi sosial merupakan relasi gender angota LMDH untuk mewujudkan kesetaraan akses dan kontrol trehadap sumberdaya sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial. Penelitian ini menganalisa relasi gender anggota LMDH dengan menggunakan kerangka analisa Harvard. Kerangka analisa Harvard menganalisa profil aktivitas, profil akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan dikategorikan menjadi setara dan tidak setara untuk melihat efektivitas PHBM dari dimensi sosial. Dimensi Ekonomi Variabel pertama yang digunakan untuk menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi yaitu keragaman sumber pendapatan. Keragaman sumber pendapatan yaitu variasi pekerjaan rumahtangga anggota LMDH untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sumber pendapatan rumahtangga anggota LMDH dapat berasal dari sektor pertanian hutan, pertanian nonhutan, peternakan, buruh, pamong desa, pegawai, dan pedagang. Sumber pendapatan yang berhubungan langsung dengan LMDH yaitu penjualan getah pinus dan pertanian hutan (kopi, kaliandra, dan rumput gajah). Tetapi sumber nafkah yang sangat membantu anggota LMDH untuk meningkatkan pendapatan adalah penjualan getah pinus. Meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu besar tetapi sangat bermanfaat bagi rumahtangga kalangan menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu anggota LMDH yang menyadap mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah dengan keterbatasan modal dan sumberdaya. Hal ini memaksa anggota

2 58 LMDH untuk tetap bertahan meskipun pendapatan yang diperoleh tidak terlalu besar dengan resiko dan tenaga yang cukup besar. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 21, rumahtangga anggota LMDH pada lapisan bawah mempunyai keragaman sumber pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga pada lapisan atas. Semakin rendah lapisan sosial anggota LMDH maka keragaman sumber pendapatan semakin tinggi. Artinya anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih rendah justru bekerja di berbagai sektor pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan dari masing-masing pekerjaan sehingga membutuhkan variasi pekerjaan yang lebih banyak. Jumlah anggota rumahtangga yang lebih banyak juga mengindikasikan besarnya jumlah pendapatan yang diperlukan oleh kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Berbeda dengan lapisan menengah ke bawah, rumahtangga pada lapisan atas dengan kepemilikan sumberdaya yang lebih banyak dan jumlah pohon yang sedikit justru mempunyai keragaman sumber pendapatan yang rendah. Akumulasi sumberdaya yang sudah mencukupi kebutuhan rumahtangga, menyebabkan anggota rumahtangga tidak terlalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan dengan pendapatan yang tinggi mengindikasikan bahwa rumahtangga pada lapisan atas tidak harus bekerja di semua sektor pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tabulasi data mengenai keragaman sumber pendapatan rumahtangga anggota LMDH disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 21 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan keragaman sumber pendapatan dan lapisan sosial pada tahun 2012 Keragaman sumber pendapatan Lapisan atas Lapisan bawah Rendah 6 (60) 9 (45) Tinggi 4 (40 11 (55) Total 10 (100) 20 (100) Variabel kedua yang digunakan untuk menganalisis efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi yaitu perubahan tingkat pendapatan anggota LMDH yang berhubungan dengan keberadaan LMDH. Perubahan pendapatan tidak dilihat dari segi waktu karena ada kendala dalam penentuan titik perubahan. Keragaman anggota LMDH dalam menjadi anggota dan jangka waktu yang terlalu lama diasumsikan akan menghambat penggalian informasi mengenai perubahan pendapatan. Perubahan pendapatan dianalisis dengan cara membedakan pendapatan yang diperoleh anggota LMDH berdasarkan sumber pendapatan yang berhubungan dengan LMDH dan yang tidak berhubungan dengan LMDH. Sumber pendapatan yang dikategorikan berhubungan dengan LMDH yaitu penjualan getah pinus dan penjualan kopi yang ditanam di petakan. Sedangkan sumber pendapatan yang tidak berhubungan dengan LMDH yaitu dari buruh tani, buruh tebang tebu, buruh sadap ke luar daerah, penjualan hasil pertanian (selong, dan pisang), penjualan ternak (kambing dan sapi), penjualan gula aren, gaji sebagai pamong desa, dan gaji sebagai pegawai. Kemudian data pemanfaatan

3 pendapatan masing-masing sumber pendapatan tersebut akan digeneralisasikan secara kualitatif. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 22, semakin tinggi lapisan sosial maka tingkat pendapatan yang berhubungan dengan LMDH akan semakin rendah. Rumahtangga anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih rendah mempunyai pendapatan yang berhubungan dengan LMDH lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan rendahnya pendapatan yang diperoleh dibandingkan dengan waktu dan tenaga yang dibutuhkan. Sumber pendapatan yang berhubungan dengan LMDH hanya penjualan getah dan kopi. Oleh karena itu, rumahtangga lapisan atas dengan kepemilikan sumberdaya yang lebih tinggi memilih untuk tidak menyadap dan mencari penghasilan di sektor lain yang lebih menghasilkan. Sedangkan rumahtangga dengan lapisan bawah tidak mempunyai pilihan lain selain menyadap karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan anggota LMDH dan Ketua LMDH, masing-masing sektor mempunyai peruntukan masing-masing dalam memnuhi kebutuhan rumahtangga. Sektor pertanian (hasil penjualan selong) digunakan untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah dan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan hasil penjualan getah digunakan untuk memenuhi kebutuhan dapur dan tambahan untuk uang jajan anak. Penjualan ternak ditabung dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mendadak seperti untuk membeli sepeda motor, membeli tanah, dan untuk pernikahan atau acara hajatan lainnya. Hasil tabulasi data mengenai tingkat pendapatan rumahtangga anggota LMDH berdasarkan lapisan sosial disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 22 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan tingkat pendapatan dan lapisan sosial pada tahun Tingkat pendapatan Lapisan atas Lapisan bawah Rendah 3 (30) 11 (55) Tinggi 7 (70) 9 (45) Total 10 (100) 20 (100) Efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi dianalisis dengan cara mengakumulasikan skor responden pada variabel keragaman sumber pendapatan dan tingkat pendapatan rumahtangga anggota LMDH. Berdasarkan hasil analisis variabel keragaman sumber pendapatan dan tingkat pendapatan responden, dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan persentase efektivitas rendah sebesar 63,33 %. Baik pada rumahtangga lapisan atas maupun lapisan bawah, mayoritas mendapatkan akumuasi skor yang menunjukkan efektivitas PHBM masih rendah. Artinya PHBM belum mampu memberikan perubahan yang signifikan terhadap pendapatan rumahtangga anggota LMDH. Hal ini disebabkan oleh kegiatan LMDH yang masih terbatas pada kegiatan penyadapan pohon pinus. Selain itu LMDH juga belum mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Pekerjaan yang ditawarkan baru sebatas sadap getah pinus. Hasil tabulasi data mengenai efektivitas PHBM dapat dilihat pada tabel berikut ini.

4 60 Tabel 23 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi dan lapisan sosial pada tahun 2012 Efektivitas PHBM Lapisan atas Lapisan bawah Total Tinggi 3 (30) 8 (40) 11 (36,67) Rendah 7 (70) 12 (60) 19 (63,33) Total 10 (100) 20 (100) 30 (100) Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 23, efektivitas PHBM tidak berhubungan dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. Efektivitas PHBM tergolong rendah baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan sosial bawah. Hal ini menunjukkan bahwa PHBM belum memberikan peningkatan kesejahteraan yang signifikan baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan sosial bawah. Dimensi Ekologi Dimensi ekologi berhubungan dengan dampak PHBM terhadap keberlanjutan fungsi ekosistem. Efektivitas PHBM pada dimensi ekologi dianalisa dengan cara melihat perubahan jumlah kasus kebakaran hutan, tanah longsor, penebangan liar, pembukaan hutan, dan pemanfaatan lahan telantar. Data perubahan kasus juga akan ditanyakan kepada anggota LMDH sehingga diperoleh data yang beragam dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan hasil kuesioner, rumahtangga anggota LMDH mengakui jika kebakaran hutan dan penebangan liar tidak pernah terjadi di Desa Tlogohendro. Masyarakat mengaku tidak pernah melakukan penebangan liar. Begitu juga Ketua LMDH dan mandor PHBM juga mengaku tidak pernah terjadi kasus penebangan liar di Tlogohendro. Akses jalan yang masih sulit dan lokasi hutan yang berada di ketinggian menjadi penyebab penebangan liar tidak pernah terjadi di Tlogohendro. Polisi hutan dan sie keamanan LMDH yang masih menjalankan tugas dengan optimal juga membantu mewujudkan hutan yang aman dari penebangan liar dan kebakaran hutan. Sedangkan pembukaan hutan terjadi ketika hutan akan ditanami pohon pinus. Pembukaan hutan terjadi sekitar tahun 1950-an. Sebelum hutan ditanami pinus, awalnya lahan dibiarkan telantar. Tetapi produktivitas lahan yang semakin menurun mendorong Perhutani untuk membuka lahan untuk digunakan sebagai lahan pertanian. Masyarakat diberikan waktu selama tiga tahun oleh Perhutani untuk mengolah lahan. Setelah tiga tahun, lahan ditanami pohon pinus agar dapat disadap, lebih terawat, dan dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar hutan. Tanah longsor selalu terjadi saat musim penghujan datang. Tetapi tidak pernah memakan korban jiwa karena skala tanah longsor kecil. Selain itu lokasi kejadian berada di tepi Kali Kupang, Sekacir, Mangunan, Rejosari dan Gunung Cilik. Lokasi tanah longsor tersebut berada di tepi sungai, tepi hutan, dan daerahdaerah yang jauh dari pemukiman penduduk. Struktur tanah yang terdiri dari tanah liat dan berbatu menyebabkan tanah keropos sehingga saat volume air besar,

5 tanah menjadi longsor. Meskipun tanah longsor sudah sering terjadi dengan skala yang bertambah besar, tetapi belum ada tindakan nyata dari Perhutani. Pemerintah Desa sudah melaporkan ke Pemerintah Kabupaten, tetapi hasilnya hanya berupa kunjungan ke lokasi kejadian tanpa adanya tindak lanjut. Lahan telantar sudah jarang ditemui di Desa Tlogohendro. Mayoritas lahan sudah diolah dan mempunyai pemilik sehingga jarang yang telantar. Lahan telantar yang sampai sekarang masih ada yaitu di Dusun Klindon (tepi Sungai Sekacir), Watu Belah, di dekat Kali Putih, di petak 27 G, dan di Gondang. Lahanlahan tersebut tidak diolah karena lokasi lahan yang jauh dan jalan yang sulit, struktur tanah yang kurang subur dan berbatu, banyak babi hutan, dan tanah yang memang tidak dapat diolah. Lahan tersebut tidak diolah sejak tahun Sampai saat ini tetap tidak ada yang mengolah. Tetapi untuk lahan di Gondang pernah ditanami lobis dan jagung. Status lahan yang tanpa pemilik mengharuskan warga untuk ijin ke Kepala Desa sebelum menanami lahan telantar tersebut. Selain ditanami dengan pinus, masyarakat memanfaatkan petakan sadapan untuk ditanami rumput gajah, kaliandra, dan kopi. Saat ini Perhutani tidak menerapkan sistem bagi hasil untuk rumput gajah dan kopi sepanjang tidak mengganggu tanaman utama. Tetapi berdasarkan informasi dari TSB, ada isu bahwa Perhutani akan menerapkan sistem pembayaran bagi anggota LMDH yang menanam rumput gajah di petakan sadapan, yaitu sebesar 5000 per bulan. Berdasarkan hasil analisis data kuesioner dan hasil wawancara mendalam dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM pada dimensi ekologi tergolong tinggi. Hasil tabulasi data pada tabel 24 menunjukkan bahwa 93,33 % rumahtangga anggota LMDH menyatakan bahwa efektivitas LMDH tergolong tinggi karena jarang terjadi kerusakan-kerusakan ekologi dan fungsi ekosistem masih berjalan dengan lestari. Hal ini menunjukkan bahwa PHBM berhasil menjaga kelestarian hutan melalui pengelolaan bersama masyarakat. Tabel 24 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekologi dan lapisan sosial pada tahun 2012 Efektivitas PHBM Lapisan atas Lapisan bawah Total Tinggi 8 (80) 20 (100) 28 (93,33) Rendah 2 (20) 0 (0) 2 (6,67) Total 10 (100) 20 (100) 30 (100) 61 Tetapi jika dianalisa dengan menggunakan jumlah pohon sadapan anggota tani sadap, ternyata jumlah tegakan yang disadap oleh anggota tani sadap semakin menurun dari tahun ke tahun. Banyak pohon yang tumbang karena terkena angin kencang dan usia tegakan yang sudah tidak produktif sehingga tidak dapat disadap. Menurut informasi dari salah satu anggota tani sadap, Perhutani belum menindaklanjuti adanya sejumlah pohon yang tumbang. Belum ada penanaman kembali pohon yang tumbang maupun tidak dapat disadap karena usia pohon yang sudah terlalu tua. Padahal getah pinus menjadi salah satu sumber pendapatan rumahtangga anggota LMDH.

6 62 Dimensi Sosial Efektivitas PHBM dari dimensi sosial berhubungan dengan permasalahan akses dan kontrol terhadap sumberdaya serta pelibatan semua masyarakat dalam pengelolaan hutan sehingga tidak menimbulkan kesenjangan di dalam masyarakat. Analisa terhadap efektivitas PHBM dari segi dimensi sosial akan menggunakan kerangka analisa Harvard. Kerangka analisa Harvard digunakan untuk melihat relasi gender pada masyarakat sekitar hutan. Kerangka analisa Harvard membandingkan profil aktivitas serta profil akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya. PHBM berpengaruh positif dari dimensi sosial jika berhasil mewujudkan relasi gender yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola hutan. Berdasarkan hasil perbandingan curahan waktu antara kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan maka dapat dianalisa kesetaraan profil aktivitas antara laki-laki dan perempuan pada rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo. Laki-laki mempunyai curahan waktu yang lebih banyak pada kegiatan produktif. Sedangkan perempuan mempunyai curahan waktu yang sangat besar pada kegiatan reproduktif. Pada kegiatan sosial kemasyarakatan laki-laki mendominasi pada lapisan sosial yang lebih rendah. Sedangkan pada lapisan sosial yang lebih tinggi, curahan waktu untuk kegiatan sosial kemasyarakatan didominasi oleh perempuan. Perbedaan curahan waktu untuk kegiatan produktif dan sosial kemasyarakatan tidak terlalu signifikan. Tetapi pada kegiatan reproduktif, lakilaki sangat jarang melakukan kegiatan reproduktif sehingga perbedaan curahan waktu untuk kegiatan reproduktif sangat siginifikan. Perempuan tidak pernah terlibat dalam kelembagaan seperti Gapoktan, KUBE, LMDH, maupun kelembagaan lainnya. Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan kegiatan domestik guna memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuan jarang dilibatkan dalam kegiatan publik. Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi perempuan karena tidak akan mempunyai kesempatan menyampaikan permasalahan dan halhal yang dibutuhkan. Pengambilan keputusan juga tidak melibatkan perempuan karena keterbatasan pengalaman dan jaringan serta menganggap perempuan dapat diwakilkan sehingga kurang diperhitungkan oleh pengambil keputusan. Tidak mengherankan jika program-program LMDH tidak menyentuh kebutuhan perempuan karena perempuan tidak diberi kesempatan yang setara dengan lakilaki dalam mengelola sumberdaya. Keanggotaan dan program-program LMDH yang hanya menyentuh kebutuhan laki-laki menunjukkan bahwa PHBM belum memberikan pengaruh yang positif terhadap kesetaran profil aktivitas di masyarakat. Tabulasi data mengenai perbandingan curahan waktu rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada tabel 25.

7 Tabel 25 Curahan waktu rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 Profil aktivitas Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Produktif Reproduktif 10,5 114,4 56,8 134,6 Sosial kemasyarakatan 28,9 37,9 53,7 28,3 Selain membandingkan profil aktivitas, kerangka analisis Harvard juga membandingkan profil akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 26, persentase rumahtangga anggota LMDH yang mempunyai akses tinggi adalah 51,67 %. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anggota LMDH sudah akses terhadap sumberdaya. Tetapi ternyata angka tersebut didominasi oleh laki-laki. Mayoritas perempuan tetap belum akses terhadap sumberdaya. Perempuan dengan akses yang tinggi hanya menyentuh angka 10 % sedangkan laki-laki sudah mencapai 93 %. Mayoritas perempuan masih mempunyai akses yang rendah terhadap sumberdaya yaitu sebesar 90 %. Hal ini menunjukkan bahwa profil akses terhadap sumberdaya antara laki-laki dan perempuan masih sangat timpang. Kontrol terhadap sumberdaya juga menunjukkan hal yang serupa. Bahkan 100 % perempuan mempunyai kontrol yang rendah terhadap sumberdaya. Sedangkan 73 % laki-laki mempunyai kontrol yang tinggi terhadap sumberdaya. Rendahnya pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan membuat perempuan mempunyai kontrol yang rendah. Pendidikan perempuan yang masih SD juga memperparah ketidakberdayaan perempuan dalam mengkases dan mengontrol sumberdaya. Hal ini menunjukkan bahwa PHBM belum memberikan pengaruh yang positif terhadap kesetaraan profil kontrol terhadap sumberdaya. Analisis mengenai perbandingan curahan waktu rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan menunjukkan bahwa profil aktivitas belum setara. Analisis profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya juga menunjukan hal yang sama. Ketimpangan akses dan kontrol terhadap sumberdaya masih terjadi antara laki-laki dan perempuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM dari dimensi sosial masih tergolong rendah. Tabel 26 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada tahun 2012 Lapisan Sosial Akses Kontrol Total Tinggi Rendah Tinggi Rendah Total Lapisan L 8 (80) 2 (20) 10 (100) 7 (70) 3 (30) 10 (100) atas P 2 (20 8 (80) 10 (100) 0 (0) 10 (100) 10 (100) Lapisan L 20 (100) 0 (0) 20 (100) 15 (75) 5 (25) 20 (100) bawah P 1 (5) 19 (95) 20 (100) 0 (0) 20 (100) 20 (100) Total (100) (51,67) (48,33) (36,67) (63,33) 60 (100) 63

8 64 Hasil tabulasi data pada tabel 27 juga memperkuat argumen bahwa efektivitas PHBM dari dimensi sosial masih tergolong rendah. Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah, efektivitas PHBM tergolong rendah. Pada lapisan atas, 65 % rumahtangga anggota LMDH menunjukkan indikator efektivitas PHBM yang rendah. Begitu juga untuk lapisan bawah, 60 % rumahtangga anggota LMDH menujukkan indikator efektivitas PHBM yang rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM dari dimensi sosial masih tergolong rendah. Tabel 27 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta efektivitas PHBM pada dimensi sosial pada tahun 2012 Efektivitas PHBM Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Rendah 3 (30) 10 (100) 4 (20) 20 (100) Tinggi 7 (70) 0 (0) 16 (80) 0 (0) Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo Efektivitas PHBM dianalisis dengan meninjau efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial. Efektivitas PHBM dalam dimensi ekonomi diukur dengan variabel keragaman sumber pendapatan dan perubahan pendapatan rumahtangga anggota LMDH dengan keberadaan LMDH. Efektivitas dari dimensi ekologi diukur dengan meninjau kelestarian ekosistem yang dianalisa menggunakan indikator frekuensi terjadinya kebakaran hutan, penebangan liar, tanah longsor, dan pemanfaatan lahan telantar. Efektivitas PHBM dari dimensi sosial diukur dengan menggunakan kerangka analisis Harvard untuk mengetahui relasi gender dengan membandingkan profil aktivitas dengan profil akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan pada rumahtangga anggota LMDH. Hasil analisa menunjukkan bahwa efektivitas PHBM masih tergolong rendah. Efektivitas PHBM tergolong tinggi pada dimensi ekologi, tetapi pada dua dimensi lainnya masih tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PHBM harus lebih mengutamakan dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Dimensi sosial perlu membutuhkan perhatian lebih karena dimensi sosial akan membantu terwujudnya efektivitas dari dimensi ekonomi. Pelibatan laki-laki dan perempuan secara setara akan mengakomodasi kebutuhan seluruh anggota rumahtangga. Terpenuhinya kebutuhan laki-laki dan perempuan akan mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan secara merata sehingga efektivitas PHBM dari segi ekonomi juga akan tercapai. Tabel 28 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM dan lapisan sosial pada tahun 2012 Efektivitas Lapisan atas Total Lapisan bawah Total PHBM L P L P Rendah 2 (20) 8 (80) 10 (50) 2 (10) 20 (100) 22 (55) Tinggi 8 (80) 2 (20) 10 (50) 18 (90) 0 (0) 18 (45)

9 Data pada tabel 28 menunjukkan bahwa persentase perempuan dengan efektivitas PHBM rendah pada lapisan bawah mencapai 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pada lapisan bawah mengalami ketidakberdayaan baik secara ekonomi mapun sosial. Akumulasi kepemilikan sumberdaya yang rendah mengakibatkan perempuan tidak berdaya secara ekonomi. Selain itu kepemilikan sumberdaya juga akan mempengaruhi akses terhadap sumberdaya. Tingkat pendidikan dan pengalaman yang masih belum layak mengakibatkan perempuan pada rumahtangga LMDH lapisan bawah menjadi tidak terakomodasi kebutuhannya. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan LMDH mengakibatkan kesenjangan akses dan kontrol terhdap sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Kesenjangan gender ini mengakibatkan tidak terakomodasinya kebutuhan perempuan sehingga perempuan termarginalkan. Hal ini mengakibatkan perempuan tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan LMDH karena pembagian kerja yang memberatkan perempuan. Perempuan harus mengerjakan pekerjaan domestik dan membantu mencari nafkah (membantu menyadap, merawat ternak, dan merawat tanaman). Tetapi jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan baik di bidang pertanian, peternakan, maupun kehutanan. Kesenjangan gender tersebut menyebabkan terhambatnya peran perempuan dalam mencari nafkah. Sektor pertanian hutan dan LMDH yang didominasi oleh laki-laki dan hanya mengakomodasi kebutuhan laki-laki menyebabkan perempuan kurang dapat berpartisipasi dalam kegiatan produktif sehingga pendapatan rumahtangga berkurang. Selain itu persepsi laki-laki yang hanya ingin memanfaatkan sumberdaya hutan untuk mencari nafkah mengancam kelestarian hutan. Penggunaan teknik analisa gender dalam menganalisa efektivitas PHBM hanya dapat dilakukan pada dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Dimensi ekologi tidak menunjukkan perbedaan kontribusi antara laki-laki dan perempuan terhadap terjadinya penjarahan hutan maupun pemanfaatan lahan hutan. Selain itu, dimensi ekonomi dan dimensi sosial tidak dapat dipisahkan. Kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya meliputi sumberdaya ekonomi (modal, pertanian, peternakan, dan lain-lain) yang mempengaruhi tingkat pendapatan serta keragaman sumber pendapatan. Oleh karena itu analisa terhadap dimensi ekonomi dan sosial akan lebih tepat jika digabung menjadi dimensi sosial ekonomi. 65

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

PROFIL LMDH TLOGO MULYO

PROFIL LMDH TLOGO MULYO 32 PROFIL LMDH TLOGO MULYO Sejarah Berdiri LMDH Tlogo Mulyo merupakan lembaga masyarakat desa hutan yang berada di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. LMDH Tlogomulyo termasuk

Lebih terperinci

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penetapan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan upaya pemerintah dan perum perhutani untuk menyelamatkan sumber daya hutan dan linkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR i PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR (Studi Kasus: Kecamatan Randublatung) TUGAS AKHIR Oleh: MEILYA AYU S L2D 001

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004). Perlindungan hutan dari kebakaran hutan adalah untuk menghindari kerusakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 39 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pembagian peran/aktivitas yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis...

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang terbagi menjadi beberapa golongan antara lain berdasarkan fungsinya yaitu hutan lindung untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota besar di Indonesia. Mulai dari banjir, polusi udara, longsor, hingga kurangnya air bersih. Berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Berdasrkan Tim Studi PES RMI (2007) program Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) DAS Brantas melibatkan beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan seperti yang diamanatkan UU No. 41 tahun 1999 pasal 2 dan 3 harus berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

Jurnal Wahana Foresta Vol 8, No. 2 Agustus 2014 IDENTIFIKASI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI TEBING TINGGI

Jurnal Wahana Foresta Vol 8, No. 2 Agustus 2014 IDENTIFIKASI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI TEBING TINGGI IDENTIFIKASI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI TEBING TINGGI 1) Oleh : Evi Sribudiani 1), dan Yuliarsa 2) Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Riau (Email : sribudiani_unri@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Citapen 4.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Desa Citapen merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Ciawi.Secara geografis

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km. IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kecamatan Sendang Agung merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung, terletak pada 104 0 4905 0 104 0 56 0 BT dan 05 0 08 0 15 0 LS,

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI

BAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI 75 BAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI Tingginya homogenitas warga dalam hal pendidikan, agama bahkan suku dan budaya tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap persepsi warga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 29 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk dapat merupakan potensi yang besar untuk peningkatan produksi nasional. Produksi nasional bisa meningkat jika penduduk merupakan tenaga kerja yang produktif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang sangat tinggi, sehingga memiliki peranan yang baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan rasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 45 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pengambilan keputusan yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang ada, berbagai macam aktifitas manusia pasti berhubungan dengan lingkungan. Salah atu kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil 27 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Lokasi penelitian, khususnya ekosistem mangrove masuk dalam wilayah pengelolaan Resort Polisi Hutan (RPH) Tegal-Tangkil, BKPH Ciasem- Pamanukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberi dampak yang serius terhadap iklim

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

VALUASI EKOSISTEM DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR PROVINSI MALUKU UTARA

VALUASI EKOSISTEM DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR PROVINSI MALUKU UTARA VALUASI EKOSISTEM DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR PROVINSI MALUKU UTARA 5/14/2012 Dewi Lestari, Chandra T Putra, Muhammad Fahrial, M Hijaz Jalil, Fikri C Permana, Medi Nopiana, Arif

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PEMANFAATAN LAHAN STREN KALI BRANTAS DI DESA LENGKONG KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO

BAB III PRAKTIK PEMANFAATAN LAHAN STREN KALI BRANTAS DI DESA LENGKONG KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO BAB III PRAKTIK PEMANFAATAN LAHAN STREN KALI BRANTAS DI DESA LENGKONG KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO 1. Gambaran Umum Desa Lengkong A. Keadaan Geografis Desa Lengkong adalah sebuah desa yang berada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN

BAB III TEMUAN PENELITIAN BAB III TEMUAN PENELITIAN Bab ini merupakan bab yang menjabarkan temuan penelitian yang mencakup : karakteristik responden, peran significant others, konsep diri, kemampuan mereduksi konflik dalam pemutusan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 3.1. Pendekatan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung dengan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pengakuan dan penghormatan untuk memosisikan dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Dalam pandangan politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 1 TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (Kasus: Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci