BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kegiatan manusia di muka bumi ini banyak sekali yang menggunakan energi dari bahan bakar minyak (BBM). Bahkan hampir di setiap lini ada saja energi dari minyak yang digunakan. Sebut saja memasak, menggerakkan mobil / motor, menggerakkan mesin-mesin pabrik, menghidupkan listrik, menjalankan kapal, menerbangkan pesawat dan lain sebagainya. Selama ini manusia telah dimanjakan dengan melimpahnya sumberdaya minyak bumi, akan tetapi manusia mulai khawatir akan habis/hilangnya sumberdaya ini apabila dieksploitasi secara terus-menerus. Kekhawatiran ini dikarenakan manusia masih kesulitan menemukan sumber energi lain yang serupa manfaatnya dan tergolong ekonomis seperti minyak bumi. Di Indonesia, seruan pemerintah agar masyarakat menurunkan tingkat konsumsi energi BBM dengan segala cara sepertinya kurang berhasil. Terbukti konsumsi BBM per tahunnya selalu meningkat. Alasan pemerintah menyerukan untuk menurunkan tingkat konsumsi energi BBM diantaranya adalah untuk mengurangi emisi/pencemaran udara, mengurangi efek global warming dan lain sebagainya, termasuk untuk menghemat subsidi BBM dari APBN yang terus meningkat. Namun upaya-upaya tersebut tidak diperhatikan oleh masyarakat. Saat ini pertumbuhan kendaraan bermotor terus terjadi. Kendaraan bermotor seperti sepeda motor dan mobil yang dahulu merupakan barang mewah, saat ini sudah menjadi barang mudah untuk didapatkan, siapa saja bisa membeli termasuk masyarakat golongan ekonomi lemah. Di samping itu, regulasi pemerintah dalam membatasi jumlah kendaraan bermotor juga seperti datang terlambat. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor sudah barang tentu meningkatkan konsumsi Bahan Bakar Minyak. Padahal sebagian besar produk BBM di Indonesia yang beredar di pasaran (SPBU) adalah BBM bersubsidi. Apabila tidak 1

2 2 dicarikan solusi, negara pasti akan mengalami devisit anggaran karena danaapbn banyak dipakai untuk subsidi BBM. Seperti yang kita tahu, harga BBM dari tahun ke tahun semakin meningkat, seperti disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Peningkatan harga BBM dari tahun (Anonim, 2012) Pada tahun 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi 6500/liter untuk bensin premium. Memasuki era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, beliau membuat keputusan untuk kembali menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi 8500/liter untuk bensin premium. Namun memasuki tahun 2015 Presiden Joko Widodo menetapkan kebijakan menurunkan harga BBM bersubsidi, yang sebelumnya sejak 1 Januari 2015 dipatok 7600/liter kini turun menjadi 6700/liter. Sementara harga solar yang dipatok 7.250/liter sejak periode yang sama turun menjadi 6400/liter. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, mengatakan peninjauan harga bahan bakar minyak dipercepat dari sebulan sekali menjadi 2 minggu karena penurunan harga minyak ekstrim. "Harga turun sangat cepat. Kami tidak ingin ada perbedaan harga yang kemudian dinikmati secara tidak sah," kata Sudirman di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, 16 Januari Meski demikian, masyarakat Indonesia tetap harus memikirkan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan BBM yang semakin tahun semakin menipis. Peningkatan jumlah kendaraan baik kendaraan roda dua atau roda empat, mobil pribadi, angkutan umum serta kendaraan yang lainnya tidak sebanding

3 3 dengan produksi bahan bakar. Di Indonesia, 70% kendaraan bermotor didominasi oleh kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, selebihnya 30% dari kendaraan bermotor di Indonesia berbahan bakar diesel. Sampai dengan saat ini jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai lebih dari 20 juta dengan 60% diantaranya adalah sepeda motor. Pertumbuhan sepeda motor pertahun mencapai lebih dari 4%, sedangkan untuk mobil sekitar 3-4% pertahun (Anonim, 2011). Dengan demikian tingkat konsumsi bahan bakar bensin sangat tinggi. Krisis energi di Indonesia sebagai akibat semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak khususnya dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui telah menuntut Indonesia untuk mencari sumber bahan bakar alternatif yang bersifat dapat diperbarui (renewable energy resources). Selain itu, Indonesia yang semula adalah net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun Hal ini sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak bumi dunia tidak stabil dan mengalami peningkatan sampai mencapai di atas US$ 70 per barel. Pada periode bulan Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia hanya mencapai 1,029 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat defisit BBM sebesar barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia mencapai USD 70 per barel, untuk memenuhi defisit sebesar barel tersebut Indonesia harus menyediakan budget setiap harinya sekitar USD per hari (sekitar Rp 170 milyar per hari). Akibatnya, harga BBM dalam negeri semakin tinggi, bahkan di daerah-daerah terpencil mengalami kelangkaan pasokan BBM. Pengolahan minyak bumi yang terpusat menyebabkan masyarakat di daerah mengalami kesulitan mendapatkan pasokan BBM. Jadi, tidak heran jika harga BBM di beberapa daerah terpencil mencapai 2 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan harga BBM di perkotaan. Di daerah Bogor misalnya, harga minyak tanah hanya Rp2.500/liter, sedangkan di Wamena minyak tanah mencapai harga Rp20.000/liter hingga Rp30.000/liter (Hidayat, 2015). Tingkat kesulitan distribusinya juga mempengaruhi harga BBM. Mahalnya harga minyak tanah tersebut sangat memberatkan masyarakat di daerah terpencil,

4 4 karena pada umumnya masyarakat di daerah terpencil memiliki tingkat ekonomi yang lemah (Hambali dkk, 2007). Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan, terlebih lagi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Hal ini terlihat dari setiap aktivitas masyarakat Indonesia sehari-hari yang tidak terlepas dari pemakaian bahan bakar, seperti untuk memasak, penerangan, transportasi, dan lain sebagainya. Berdasarkan data ESDM (2006), minyak bumi mendominasi 52,5% pemakaian energi di Indonesia, sedangkan penggunaan gas bumi sebesar 19%, batu bara 21,5%, air 3,7%, panas bumi 3%, dan energi terbarukan hanya sekitar 0,2% dari energi total penggunaan energi. Padahal menurut data ESDM (2006), cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 9 milyar barel dan produksi minyak bumi Indonesia hanya 500 juta barel per tahun. Ini artinya jika terus dikonsumsi dan tidak ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu lima belas tahun mendatang (lihat tabel 1.2) (Hambali dkk, 2007). Melihat permasalahan yang kita hadapi dewasa ini meliputi tingginya harga bahan bakar fosil, kenaikan jumlah impor minyak bumi akibat tingginya konsumsi bahan bakar nasional, serta cadangan minyak bumi yang semakin menipis, membuat Indonesia semakin dituntut untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Dalam energi mix nasional didominasi oleh bahan bakar berbasis fosil. Ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi dapat dikurangi dengan mengembangkan sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati (bioenergi). Pengembangan bioenergi bukan saja dapat mengurangi ketergantungan terhadap BBM yang harganya semakin meningkat, namun juga dapat meningkatkan keamanan pasokan energi nasional serta meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. Menghadapi krisis BBM yang telah melanda Indonesia, maka para ahli mulai mencari alternatif baru sebagai sumber bahan bakar pengganti BBM dari minyak bumi dengan bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui (renewable

5 5 energy resources) untuk diubah ke dalam sumber energi masa depan. Salah satunya bahan bakar alternatif yang berasal dari alam yang diperuntukkan sebagai pengganti atau pencampur BBM jenis premium untuk sarana transportasi yang diberi nama bioethanol atau yang selanjutnya akan disebut biopremium. Sebagai negara agraris dan tropis, Indonesia telah dianugerahi kekayaan alam yang melimpah yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol (bioenergi). Bahan baku untuk produksi bioethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman yang diantaranya adalah singkong (cassava), jagung (corn), gandum (shorgum), dan bahan lainnya. Tanaman gula seperti tetes tebu (molasses), nira kelapa, nira aren, juga dapat digunakan sebagai bahan baku produksi bioethanol. Bahkan tanaman berselulosa seperti jerami padi, onggok (limbah tapioka), anggel (tongkol) jagung juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bioethanol (Sutjahjo dan Santoso, 2012). Berikut tabel ketersediaan energi fosil Indonesia. Tabel 1.2 Ketersediaan energi fosil Indonesia (Anonim, 2006) Energi Fosil Minyak Bumi Gas Batu Bara Sumber daya 86,9 miliar barel 384,7 TSCF 57 miliar ton Cadangan (proven + 9 miliar barel 182 TSCF 19,3 miliar ton possible) Produksi per tahun 500 miliar barel 3,0 TSCF 130 juta ton Ketersediaan (tanpa eksplorasi cadangan/produksi) tahun Penelitian ini akan menggunakan singkong (Manihot utilissima) sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Hal ini merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan bahan bakar bioetanol yang didapatkan dari hasil pertanian. Singkong (Manihot utilissima) mengandung kadar glukosayang kemudian difermentasikan untuk menghasilkan etanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan adanya suatu bahan bakar baru dan terbarukan ini diharapkan dapat menjadi solusi menghadapi kelangkaan energi fosil serta dapat mensubtitusi kebutuhan BBM pada masa mendatang. 1.2 Rumusan Masalah

6 6 Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dibahas diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Apakah singkong (Manihot utilissima) berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol? 2. Apakah singkong (Manihot utilissima) memenuhi karakterisasi bahan yang dapat dijadikan sebagai bioetanol? 3. Berapa kadar etanol yang dihasilkan pada fermentasi singkong (Manihot utilissima) menggunakan yeast/ragi? 4. Berapa kandungan energi yang dihasilkan dari bioetanol bahan dasar singkong (Manihot utilissima)? 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, muncul berbagai permasalahan yang harus diselesaikan. Agar penelitian ini lebih terfokus dan satu arah kajiannya, maka perlu ada pembatasan masalah penelitian, yaitu: 1. Singkong yang digunakan berasal dari limbah singkong di pasar-pasar tradisional. 2. Singkong yang dipilih adalah jenis singkong(manihot utilissima) Sleman (Yogyakarta). 3. Jenis ragi yang dipakai dalam proses fermentasi adalah ragi tape (NKL). 4. Variasi waktu yang digunakan dalam proses fermentasi yaitu 3 hari, 7 hari, dan 10 hari. 5. Penelitian terkofus pada kandungan etanol yang dihasilkan dari hasil fermentasi serta tidak memikirkan hasil samping (CO2 dan sludge) dari proses fermentasi. 6. Parameter penelitian yang diuji adalah kadar etanol, kandungan minyak fusel, kadar energi kalor yang terkandung dalam bioetanol yang dihasilkan.

7 7 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat diketahui nilai efisiensi singkong (Manihot utilissima) sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. 2. Menentukan prosentase kandungan glukosa dari bahan yang dapat dijadikan sebagai bioetanol. 3. Menentukan kadar optimum etanol yang dihasilkan pada fermentasi singkong (Manihot utilissima) menggunakan yeast/ragi. 4. Menentukan besar kandungan energi dari bioetanol yang dihasilkan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu: Bagi Mahasiswa Dapat menambah wawasan / pengetahuan baru terkait pemanfaatan biomassa yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol sebagai sumber energi alternatif Bagi Perguruan Tinggi Dapat menjadi referensi bagi para peneliti untuk mengembangkan penelitian selanjutnya terhadap pemasalahan energi yang terjadi di Indonesia Bagi Masyarakat a. Memanfaatkan energi alam dari bahan dasar singkong yang tidak terpakai untuk kemudian diolah menjadi energi alternatif yang murah, efisien, dan ramah lingkungan.

8 8 b. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa singkong dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol sebagai upaya untuk mengatasi krisis energi bahan bakar bensin. c. Menjadi suatu pembanding untuk mengembangkan bahan bakar alternatif pengganti premium. d. Memberikan gambaran mengenai peluang usaha untuk mengolah singkong menjadi bioetanol Bagi Pemerintah a. Dapat digunakan sebagai saran terhadap pemegang kebijakan tentang pemanfaatan energi biomassa untuk dijadikan sumber energi alternatif pensubstitusi bensin. b. Keberhasilannya dapat membantu menyediakan energi masa depan dan dapat membantu mengantisipasi krisis energi. 1.6 Sistematika Penulisan Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. Beberapa penelitian pembuatan bioetanol yang pernah dilaksanakan dari berbagai macam bahan baku yang berbeda diuraikan dalam Bab II. Tinjauan pustaka ini digunakan penulis sebagai acuan dalam mengangkat penelitian pembuatan bioetanol dari bahan baku singkong (Manihot utilissima). Bab III menjelaskan teori tentang singkong (Manihot utilissima), proses fermentasi, proses destilasi, alat alkohol meter, alat bomb calorimeter, energi, energi tak terbarukan, energi terbarukan, bahan bakar, prinsip pembakaran bahan bakar, bahan bakar bensin, serta bahan bakar nabati, yang menjadi dasar teori bagi penelitian ini. Metode penelitian berikut analisa datanya disajikan dalam Bab IV. Bab V merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Bab VI berisi kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.