BAB I PENDAHULUAN. atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan kegiatan belajar mengajar dimana terjadi interaksi antara siswa dan guru sehingga keberhasilan dalam pendidikan di sekolah tergantung pada proses belajar mengajar tersebut. Pendidikan sebagai proses belajar mengajar bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi pada diri siswa secara optimal dalam menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Seperti yang diungkapkan oleh Buchori dalam Khabibah (2006: 1) bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan tujuan pendidikan yang dikemukakan diatas, Sejarah sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada siswa di setiap jenjang pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai bagian dari mata pelajaran IPS Terpadu, serta Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai mata pelajaran sendiri memiliki tujuan mengembangkan kemampuan kognitif siswa dengan mengetahui dan memahami peristiwa sejarah dan mengembangkan kemampuan afektif siswa. Sebagai mata pelajaran wajib di SMA, pembelajaran sejarah mengemban misi yang sangat strategis dalam pembangunan manusia Indonesia menuju terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas, dan mampu commit hidup to user dalam tataran masyarakat global. Hal ini sesuai dengan UUD 1945, bahwa pendidikan adalah usaha untuk

2 digilib.uns.ac.id 2 memberdayakan manusia. Manusia yang berdaya adalah manusia yang dapat berfikir kreatif, yang mandiri, dan yang dapat membangun dirinya dan masyarakatnya (Tilaar, 2000). Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Namun dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas pada beberapa sekolah masih menggunakan model konvensional dimana pembelajaran di kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa hanya memahami konsep yang diberikan oleh guru namun kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan dalam kehidupannya sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa selain itu siswa juga cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Arends dalam Trianto (2009: 7) menyatakan bahwa it is strange that we expect students to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve problem yet seldom teach then about problem solving, yang berarti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah. Selaras dengan pendapat Bruner dalam buku yang sama bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Suatu konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan commit memberikan to user suatu pengalaman konkret, dengan

3 digilib.uns.ac.id 3 pengalaman tersebut dapat digunakan pula pemecahan masalah-masalah serupa karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik. Model pembelajaran cara konvensional yang menekankan pada teacher centered dari pada student centered dianggap sudah ketinggalan zaman karena lebih banyak diwarnai dengan ceramah dan guru sebagai satu-satunya sumber informasi sehingga tidak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Pembelajaran sejarah semestinya diarahkan pada upaya pengembangan iklim yang kondusif bagi siswa untuk belajar sekaligus melatih pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan tuntutan tersebut, maka guru sejarah diharapkan untuk lebih mampu mendayagunakan dan memberdayakan kemampuan yang ada dalam dirinya, kreatif dan inovatif dalam menemukan dan menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada pengembangan intelectual skill dan social skill. Kondisi seperti ini juga terjadi pada kegiatan Pembelajaran Sejarah khususnya di SMA Negeri 4 Kupang, dimana kegiatan pembelajaran kurang menyentuh potensi berpikir dan sikap siswa, dikarenakan penggunaan model konvensional yang mengakibatkan pembelajaran selama ini belum mampu membangkitkan aktivitas siswa, dalam pelaksanaan pembelajaran siswa kurang memperhatikan, jarang bertanya, tidak mencatat penjelasan guru, terpaku pada buku teks sebagai satu-satunya media belajar, dan lambat mengumpulkan tugas. Rendahnya aktivitas siswa tersebut mengakibatkan timbulnya kebosanan siswa dalam belajar, sulit dalam memahami materi pelajaran dan hanya menghafal materi pelajaran yang akhirnya tujuan pembelajaran pada hasil belajar yang baik sulit dicapai.

4 digilib.uns.ac.id 4 Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa sangat dimungkinkan karena pembelajaran yang diterapkan guru belum membangkitkan aktivitas dan meningkatkan hasil belajar, hal ini karena guru dalam menyampaikan materi pelajaran masih monoton, kurang melibatkankan siswa aktif dalam pembelajaran, selain itu guru belum mampu menerapkan model pembelajaran yang menantang dan menarik minat siswa. Sehingga untuk memperbaiki hal tersebut perlu menerapkan model pembelajaran yang lebih baik apalagi dilihat dari karakteristik siswa yang memiliki potensi kognitif yang baik untuk dikembangkan oleh guru salah satunya potensi kemandirian belajar. Masalah lain yang dijumpai di SMA Negeri 4 Kupang yakni guru kurang memberikan peluang bagi siswa untuk belajar mandiri yang menyenangkan bagi siswa itu sendiri dikarenakan masih terbatasnya pengetahuan guru dalam menerapkan model pembelajaran. Selain itu keterbatasan waktu dalam pembelajaran mengakibatkan guru lebih fokus pada bagaimana menyelesaikan materi pelajaran sesuai dengan waktu yang ditentukan sehingga siswa hanya dibekali dengan informasi-informasi seputar materi yang disampaikan oleh guru padahal salah satu faktor yang mempengaruhi anak belajar adalah faktor internal yakni faktor yang berkenaan dari dalam diri siswa meliputi bakat, minat, kondisi fisik, kondisi psikis, intelegensi, rasa percaya diri, motivasi intrinsik, dan sifat kemandirian maupun sikap siswa (Furkon : 2002). Seyogianya pembelajaran dalam kelas sekarang ini sudah diarahkan untuk membantu peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dijumpainya ketika dihadapkan pada permasalahan di kehidupan nyata. Menurut Drost dalam Furqon (2002) dikatakan bahwa kemandirian diartikan commit sebagai to kepercayaan user kepada diri sendiri ataupun

5 digilib.uns.ac.id 5 perasaan otonomi pada diri sendiri. Oleh karena itu perilaku mandiri merupakan salah satu hal yang penting dalam pembentukan kepribadian bangsa dalam kaitannya dengan tujuan pembangunan. Sedangkan Fromm (Schultz, 1995) yang dikutip dari sumber yang sama menyebutkan sebagai kepribadian yang sehat dengan orientasi produktif, suatu konsep yang menggambarkan penggunaan secara penuh potensi manusia. Orientasi produktif ini meliputi semua kehidupan, respon-respons intelektual, emosional dan sensor terhadap orang-orang, bendabenda, dan peristiwa di dunia maupun diri sendiri dengan demikian dapat diartikan bahwa individu yang produktif adalah individu yang menggunakan semua tenaga dan potensi yang dimilikinya dan selalu mengarahkan kehidupan untuk kepentingan individu yang mandiri yang tidak menggantungkan diri pada orang lain dan kreatif. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perilaku mandiri memiliki ciri adanya tanggung jawab, keputusan yang diambil atas dorongan sendiri, kebebasan kreativitas, integritas, dan identitas jelas. Bila kemandirian ini dikaitkan dengan belajar sejarah maka dapat diartikan bahwa kemandirian belajar sejarah adalah kemampuan individu dalam berinisiatif, kemampuan menghadapi masalah, ketekunan dalam menyelesaikan tugas, kepuasaan yang diperoleh. Maka dari itu guru perlu mengembangkan kemandirian belajar sejarah bagi peserta didik. Dalam diri siswa perlu terdapat kemandirian belajar, agar siswa tidak bergantung sepenuhnya kepada guru tetapi siswa dapat merancang sendiri pembelajaran yang sesuai dengan pengetahuan dan kompetensi yang telah dimiliki siswa (Mudjiman: 2007). Untuk dapat mengembangkan kemandirian siswa dalam belajar, guru harus mampu menciptakan organisasi commit bahan to user pelajaran dan desain kegiatan

6 digilib.uns.ac.id 6 pembelajaran yang dapat menciptakan interaksi belajar dan mengajar antara siswa dan guru, siswa dengan temannya serta siswa dengan media belajar yang ada. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran dengan tujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif sehingga meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas, dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan kemandirian belajar siswa, maka dibutuhkan model pembelajaran dan strategi pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah model pembelajaran Problem Based Learning. Model pembelajaran ini akan mengurangi pembelajaran yang berpusat pada guru atau didominasi oleh guru tapi lebih menekankan pada prinsip penggunaan permasalahan sebagai titik awal untuk membentuk pengetahuan baru. Dimana menempatkan guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran di kelas dengan menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam memecahkan masalah yang dirancang oleh guru baik dalam kelompok maupun individu yang permasalahan tersebut berorientasi pengalaman siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna secara otomatis membentuk pula sikap kesadaran sejarah siswa. Dengan menggunakan pembelajaran Problem Based Learning siswa akan lebih aktif, mandiri, dan juga kreatif sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan prestasi dan kemandirian belajar siswa.

7 digilib.uns.ac.id 7 B. Idetifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Proses belajar mengajar masih terfokus pada guru belum terfokus pada siswa, karena guru masih menggunakan model konvensional. 2. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan, padahal penerapan model konvensional membuat siswa bosan dan kurang efektif dalam kegiatan belajar mengajar. 3. Kurangnya peluang bagi siswa untuk belajar mandiri yang belum diciptakan oleh guru mata pelajaran. 4. Kemandirian belajar dapat dicapai dengan adanya motivasi yang tercipta dari suasana pembelajaran yang menarik dan peran aktif dari siswa itu sendiri. 5. Hasil belajar peserta didik yang masih rendah yang berarti masih rendahnya kualitas pembelajaran. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran sejarah pada siswa kelas X SMA Negeri 4 Kupang? 2. Bagaimanakah model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 4 Kupang?

8 digilib.uns.ac.id 8 3. Bagaimanakah model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran Sejarah dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas X SMA Negeri 4 Kupang? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui efektifitas penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran Sejarah. 2. Untuk mengetahui efektifitas penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran Sejarah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. 3. Untuk mengetahui efektifitas penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran sejarah dalam meningkatkan kemandirian belajar siswa. E. Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan dan pemahaman guru tentang model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yakni salah satu model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran sejarah dimana melatih siswa untuk mengali informasi yang sudah ada dalam benaknya, menyelaraskan dengan informasi-informasi pendukung dan kemudian menyusun pengetahuan mereka sendiri.

9 digilib.uns.ac.id 9 2. Manfaat Praktis a. Siswa, yaitu : 1) Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran Sejarah dapat membantu siswa dalam mengali informasi yang telah ada dibenaknya berdasarkan pengalaman dan mengembangkan pengetahuan tentang peristiwa masa lampau. 2) Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar siswa sehingga siswa tidak hanya bergantung kepada guru sebagai satu-satunya sumber belajar. b. Guru, yaitu : untuk meningkatkan keterampilan guru dalam mendesain pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning sehingga guru mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. c. Sekolah, yaitu : 1) Untuk dijadikan pertimbangan kebijakan dalam peningkatan kualitas dan eksistensi lembaga/ intitusi sekolah. 2) Untuk menjadi masukan kepada kepala sekolah mengenai alternatif model pembelajaran yang sesuai dengan konteks masa kini sehingga dapat di bagikan kepada guru-guru lain.