III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 31 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian dan Teori Daya Saing Daya saing adalah suatu konsep komparatif dari kemampuan dan pencapaian dari suatu perusahaan, subsektor atau negara untuk memproduksi, menjual dan menyediakan barang-barang dan jasa kepada pasar. Daya saing diterapkan pada pasar yang mengarah pada pasar persaingan sempurna. Konsep daya saing bisa juga diterapkan pada suatu komoditas, sektor atau bidang, wilayah dan negara. Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya (Simanjuntak, 1992). Konsep daya saing pada tingkat nasional adalah produktivitas. Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu tenaga kerja atau modal. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang berjangka panjang. Produktivitas adalah akar penyebab pendapatan per kapita nasional (Cho dan Moon, 2003). Daya saing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan dalam proses produksi. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu

2 32 keuntungan privat dan keuntungan sosial. Keuntungan dari pengusahaan tanaman lada putih diperoleh melalui penjulan hasil produksi (penerimaan) yang dikurangi dengan biaya total selama berproduksi. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep daya saing berpijak pada konsep keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh Ricardo sekitar abad ke-18 (1823) yang selanjutnya dikenal dengan Model Ricardian Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law of Comparative Advantage). Ricardo menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibandingkan (memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam meproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keungguian komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif (Salvatore, 1997). Teori keunggulan komparatif Ricardo kemudian disempurakan oleh Haberler (1936) yang mengemukakan konsep keunggulan komparatif yang berdasarkan Teori Biaya Imbangan (Opportunity Cost Theory). Haberler menyatakan bahwa biaya dari satu komoditas adalah jumlah komoditas kedua terbaik yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumberdaya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditas pertama (Salvatore, 1997). Teori keunggulan komparatif yang lebih moderen adalah teori Heckscher - Ohlin (1933), yang menekankan pada perbedaan bawaan faktor (produksi) antar

3 33 negara sebagai determinasi perdagangan yang paling penting. Teori Heckscher - Ohlin (H-O) menganggap bahwa setiap negara akan mengekspor komoditas yang relatif intensif menggunakan faktor produksi yang melimpah karena biayanya akan cenderung murah, serta mengimpor komoditas yang faktor produksinya relatif langka dan mahal. Perbedaan dan perubahan pada sumberdaya yang dimiliki suatu negara atau daerah mengakibatkan keunggulan komparatif secara dinamis akan mengalami perkembangan. Pearson dan Gotsch (2004) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif, yaitu : (1) perubahan dalam sumberdaya alam, (2) perubahan faktor-faktor biologi, (3) perubahan harga input, (4) perubahan teknologi, dan (5) biaya transportasi yang lebih murah dan efisien. Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk mengukur daya saing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Adanya konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada asumsi bahwa perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali sulit ditemukan di dunia nyata, dan keunggulan komparatif suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang atau individu yang berkepentingan langsung (Salvator, 1994). Pada awalnya konsep keunggulan kompetitif dikembangkan oleh Porter pada tahun 1980 dengan bertitik tolak dari kenyataan - kenyataan perdagangan internasional yang ada. Menurut Porter, keunggulan perdagangan antar negara didalam perdagangan internasional sebenarnya tidak ada. Pada kenyataannya yang ada adalah persaingan antara kelompok - kelompok kecil industri di satu negara dengan negara lainnya, bahkan antar kelompok industri yang ada dalam satu negara.

4 34 Menurut Halwani (2002), keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor yaitu: (1) keadaan faktor - faktor produksi, (2) permintaan dan tuntutan mutu, (3) industri terkait dan pendukung yang kompetitif dan strategi, (4) struktur dan sistem penguasaan antar perusahaan. Selain dari empat faktor penentu tersebut, keunggulan kompetitif juga ditentukan oleh faktor eksternal, yaitu sistem pemerintahan dan terdapatnya kesempatan. Faktor - faktor ini secara bersama - sama akan membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan kompetitif suatu negara. Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasar intemasional. Akan tetapi, apabila komoditas yang diproduksi di suatu negara hanya mempunyai keunggulan komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka di negara tersebut dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan - hambatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur administrasi, perpajakan dan lain - lain. Untuk itu pemerintah perlu melakukan deregulasi yang dapat menghilangkan hambatan (distorsi pasar tersebut). Keunggulan kompetitif merupakan perluasan dari konsep keunggulan komparatif yang menggambarkan kondisi daya saing suatu aktivitas pada kondisi perekonomian aktual. Keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat, yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai uang yang berlaku (resmi) atau berdasarkan analisis finansial. Harga pasar adalah harga yang benar-benar dibayar produsen untuk membeli faktor produksi dan harga yang benar - benar diterima dari hasil penjualan output.

5 Analisis Ekonomi Dalam analisis ekonomi suatu kegiatan investasi dilihat dan sudut pandang masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Didalam analisis penting diperhatikan hasil total, produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dari semua - sumber yang digunakan dalam suatu bisnis. Disini tidak dilihat siapa yang menyediakan sumberdaya yang dipakai dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari bisnis. Dalam analisis ini perhitungan nilai yang dihasilkan disebut Social Returns atau Economic Returns. Keuntungan dalam analisis ekonomi terutama didefinisikan sebagai kemampuan untuk memaksimumkan sumberdaya yang bersifat nasional didalam menghasilkan pendapatan nasional. Pada dasarnya, perhitungan dalam analisis financial atau privat dan analisis ekonomi berbeda menurut beberapa hal yaitu, dalam penggunaan harga input dan output, pembayaran transfer (perhitungan pajak, subsidi) serta bunga. 1. Harga Dalam analisis finansial harga yang digunakan adalah harga aktual yang terjadi di pasar (harga privat) baik untuk input maupun output. Sedangkan dalam analisis ekonomi harga yang digunakan adalah harga bayangan (shadow price) atau disebut harga sosial yaitu harga yang sebenarnya akan terjadi dalam suatu perekonomian jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna. 2. Pembayaran Transfer Pembayaran transfer atau transfer payment yang diperhitungkan disini adalah pajak dan subsidi. a. Pajak

6 36 Pajak merupakan transfer payment dari masyarakat terhadap pemerintah, sehingga dalam analisis finansial unsur pajak dihitung sebagai biaya yang dibayarkan kepada pemerintah. Sedangkan dalam analsis ekonomi pajak merupakan transfer dari produsen kepada pemerintah, sehingga unsur pajak tidak dihitung sebagai biaya. b. Subsidi Subsidi adalah transfer payment yang perhitungannya merupakan kebalikan dari pajak. Dalam analisis finansial, penerima subsidi berarti pengurangan biaya produksi atau dengan kata lain subsidi mengurangi biaya. Dalam analisis ekonomi subsidi dianggap sebagai sumber - sumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proses produksi. Oleh sebab itu subsidi yang diterima produsen adalah beban masyarakat, jadi dari segi perhitungan sosial (ekonomi) tidak mengurangi biaya. 3. Bunga Modal Dalam analisis finansial bunga pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dimasukkan sebagai biaya. Sedangkan dalam analisis ekonomi (sosial) bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dimasukkan sebagai biaya, karena modal tersebut dianggap sebagai modal masyarakat, sehingga bunganya merupakan bagian dari benefit masyarakat. Namun untuk bunga atas pinajamn dari luar negeri diperhitungkan sebagai biaya Analisis Dampak Kebijakan Ekonomi Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan tersebut biasanya diberlakukan

7 37 untuk input ataupun output yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga input dan harga output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas (harga sosial). Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi dan pajak sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota Kebijakan Harga Output Kebijakan harga output diterapkan pada produsen yang menghasilkan komoditas yang merupakan barang subsitusi impor dan barang yang berorientasi ekspor. Gambar 3 (a) menjelaskan bentuk subsidi untuk produsen pada barang impor. P S P S Pd A Pw A F E G C B B H Pw Pd D Q1 Q2 Q3 Q Q2 Q1 Q3 Q4 (a) S+PI (b) S+CI Sumber : Monke and Pearson (1989) dimana : Pw = harga di pasar dunia pada kondisi pasar bebas Pd = harga di pasar domestik S + CI = subsidi kepada konsumen untuk barang impor S + PI = subsidi kepada produsen untuk barang impor D Q Gambar 3. Dampak Subsidi terhadap Konsumen dan Produsen pada Barang Impor Berdasarkan Gambar 3 (a), sebelum ada kebijakan subsidi, harga didalam negeri sama dengan harga dunia Pw. Pada tingkat harga Pw jumlah produksi domestik sebesar Q1, sedangkan jumlah permintaan konsumen sebesar Q3.

8 38 Akibatnya kelebihan permintaan sebesar Q3-Q1, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan impor. Untuk mengurangi impor dan memotivasi peningkatan produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan kebijakan subsidi kepada produsen (domestik barang) impor. Kebijakan subsidi sebesar Pp-Pw akan a meningkatkan produksi domestik dari Q1 ke Q2, dan menurunkan jumlah impor dari Q3-Q1 menjadi Q3-Q2. Hal ini menunjukkan adanya transfer total dari pemerintah kepada produsen (domestik) barang impor sebesar Q2 x (Pp Pw) atau sebesar PpABPw. Kebijakan ini menyebabkan hilangnya efisiensi ekonomi sebesar selisih antara biaya sumberdaya untuk meningkatkan sumberdaya domestik sebesar Q1CAQ2, dan biaya imbangan berproduksi Q1CBQ2 atau seluas CAB. Selanjutnya Gambar 3 (b) menunjukkan subsidi untuk konsumen barang impor. Kondisi awal sebelum ada kebijakan, harga di dalam negeri sama dengan harga dunia Pw, pada tingkat harga Pw, jumlah produksi domestik sebesar Q1 sedangkan jumlah yang diminta sebesar Q3. Untuk meningkatkan konsumsi domestik diterapkan kebijakan subsidi pada konsumen (domestik) barang impor. Kebijakan subsidi sebesar (Pw-Pd) akan mengurangi produksi domestik dari Q1 ke Q2 dan meningkatkan konsumsi domestik dari Q3 ke Q4, dan impor meningkat dari (Q3-Q1) menjadi (Q2-Q4). Terdapat transfer S + CI yang mencakup dua bagian yaitu dari pemerintah ke konsumen (Pw-Pd)(Q4-Q2) atau luas AGBH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar PwABPd. Efisiensi yang hilang terjadi pada dua sisi, yaitu produksi dan konsumsi. Pendapatan bersih yang hilang sebesar AFB dan efesiensi konsumen yang hilang sebesar EGH.

9 39 Kebijakan selain subsidi pada output adalah kebijakan restriksi (hambatan) perdagangan pada barang impor. Pada Gambar 4 (a) menunjukkan adanya hambatan perdagangan pada barang impor dimana terdapat tarif sebesar Pd-Pw sehingga menaikkan harga di dalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Output domestik meningkat dari Q1 ke Q2 dan turunnya konsumsi dari Q3 ke Q4. Dengan demikian impor turun dari Q3 - Q1 menjadi Q4 - Q2. Terdapat transfer penerimaan dari konsumen sebesar PdABPw yaitu kepada produsen sebesar PdEFPw dan kepada pemerintah sebesar FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari konsumen adalah perbedaan antara opportunity cost konsumen dalam merubah konsumsi sebesar Q4BCQ3 dengan kemampuan membayar pada tingkat yang sama Q4ACQ3. Efisiensi ekonomi yang hilang pada konsumen sebesar ABC dan pada produsen sebesar EFG. Gambar 4 (b) kebalikan dari Gambar 4 (a) P S Pw P C B F G S Pd Pw G E F A B C Pd A E Q1 Q2 Q4 Q3 (a) TPI D Q Q1 Q2 Q4 Q3 (b) TCE D Q Sumber : Monke and Pearson (1989) dimana : TPI = hambatan perdagangan pada produsen untuk barang impor TCE = hambatan perdagangan pada konsumen untuk barang ekspor Gambar 4. Restriksi Perdagangan pada Komoditas Impor dan Ekspor Kebijakan Harga Input Kebijakan pemerintah juga diberlakukan pada variabel input tradable maupun non tradable. Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi

10 40 dan pajak, sedangkan kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domestik (non tradeble) karena hanya diterapkan pada komoditas yang diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri Kebijakan Input Tradable Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukan pada Gambar 5 (a) menunjukkan efek pajak terhadap input tradabel yang digunakan. Dengan adanya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi konomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya produksi dari output Q2BCQ1. P S S P C S S Pw C A B Q2 Q1 Q3 D A Pw B Q Q1 Q2 Q3 a. S-N b. S+N Q D Sumber : Monke and Pearson (1989) dimana : S - II = pajak untuk input impor S + II = subsidi untuk input impor Gambar 5. Subsidi dan Pajak pada Input Tradable

11 41 Berdasarkan Gambar 5 (b) memperlihatkan dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC, perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatkan output dengan peningkatan nilai input Kebijakan Input Non Tradable Pada input non tradable, intervensi pemerintah berupa hambatan perdagangan tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi didalam negeri. Intervensi pemerintah adalah subsidi dan pajak dapat dilihat pada Gambar 6. P Pc C P S Pd Pp B D A S Pp Pd A C B D Pc D D Q2 (a) S-N Q1 Q1 (b) S+N Q2 Q Sumber : Monke and Pearson (1989) dimana : Pd = harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi Pc = harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp = harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi S N = pajak untuk barang non tradable S + N = subsidi untuk barang non tradable Gambar 6. Dampak Subsidi dan Pajak terhadap Input Non Tradable

12 42 Berdasarkan Gambar 6 (a) dengan adanya pajak (Pc-Pp) menyebabkan produk yang dihasilkan turun Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi, Gambar 6 (b) adanya subsidi menyebabkan produk meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi Pc. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar Matrik Analisis Kebijakan Policy Analysis Matriks (PAM) adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Empat aktivitas yang terdapat dalam sistem komoditas yang dapat dipengaruhi terdiri dari tingkat usahatani, distribusi dari usahatani ke pengolah, pengolahan dan pemasaran. Metode analisisi ini merupakan metode baru yang dikemukakan oleh Eric A Monke dan Scott R. Pearson pada tahun Matriks PAM dapat mengidentifikasi tiga analisis. Ketiga analisis tersebut adalah analisis keuntungan (privat dan sosial), analisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatit) dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi sistem komoditas. Selain itu, Pearson et al, (2005), menjelaskan bahwa di dalam metode PAM pun dapat membantu pengambilan keputusan baik di pusat maupun di daerah untuk menelaah tiga isu sentral kebijakan pertanian : 1. Berkaitan dengan daya saing suatu sistem usahatani pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Isu ini dapat ditelaah melalui perbedaan harga privat sebelum dan sesudah kebijakan diterapkan.

13 43 2. Dampak investasi publik, dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang berpengaruh pada tingkat efisiensi suatu sistem usaha. Efisiensi sistem usaha tersebut dapat diukur melalui keuntungan sosial. 3. Dampak investasi baru dalam bentuk riset dan teknologi terhadap efisiensi suatu sistem usaha. Dibandingkan dengan perhitungan - perhitungan yang konvensional, dengan menggunakan matrik analisis kebijakan, perhitungan dapat dilakukan secara keseluruhan, sistematis dan dengan output yang sangat beragam, sedangkan kekurangan dari alat analisis ini tidak membahas masing-masing analisis secara mendalam. Sementara itu output yang keluar selain nilai efisiensi ekonomi dan besarnya insentif intervensi pemerintah, juga nilai keuntungan dan efisiensi privat dan sosial, besarnya transfer input, transfer faktor, transfer bersih, transfer output diantara produsen dan pedagang perantara. Asumsi yang digunakan adalah : 1. Perhitungan berdasarkan harga privat (private cost) yaitu harga yang benarbenar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang terjadi setelah adanya kebijakan pemerintah. 2. Perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price) yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan pemerintah. Pada komoditi tradable harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional. 3. Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisah berdasarkan komponen tradable (asing) dan non tradable (faktor domestik). 4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.

14 44 Matriks PAM terdiri dan tiga baris dan empat kolom (Tabel 4). Baris pertama mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga yang berlaku, yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Baris kedua mengestimasi keunggulan ekonomi dan daya saing (komparatif), yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga sosial (shadow price) atau nilai ekonomi yang sesungguhnya terjadi di pasar tanpa adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan kedua yang menggambarkan divergensi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tabel Matriks Analisis Kebijakan Uraian Nilai finansial (harga privat) Penerimaan A Input tradable B Biaya Faktor domestik C Pendapatan D 1 Nilai Ekonomi (harga sosial) E F G H 2 Dampak kebijakan dan I 3 distorsi pasar Sumber : Monke and Pearson (1989) J 4 K 5 L 6 dimana : 1. Keuntungan Privat : D = A-B-C 2. Keuntungan Sosial : H = E-F-G 3. Transfer Output : I = A-E 4. Transfer Input, Untuk Input Tradable : J = B-F 5. Tranfer Faktor, Untuk Non Tradable : K = C-G 6. Tranfer Bersih : L = D-H atau I-J-K 7. Rasio Biaya Privat atau PCR : = C/(A-B) 8. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik atau DRC : = G/(E-F) 9. Koefisien Proteksi Output Nominal atau NPCO : = A/F 10. Koefisien Proteksi Input Nominal atau NPCI : = B/F 11. Koefisien Proteksi Efektif atau EPC : = (A-B)/(E-F) 12. Koefisien Keuntungan atau PC : = D/H 13. Rasio Subsidi Bagi Produsen atau SRP : = L/E

15 Metode Penentuan Harga Bayangan Analisis keunggulan komparatif dalam konsep daya saing menggunakan harga bayangan, sedangkan analisis keunggulan kompetitif menggunakan harga pasar. Dalam Gittinger (1986), harga bayangan adalah suatu harga yang lebih dekat menggambarkan biaya imbangan terhadap masyarakat. Langkah - langkah yang dikemukakan untuk mengubah atau menyesuaikan harga pasar (harga finansial) menjadi harga bayangan (nilai ekonomi) yaitu : Penyesuaian Pembayaran Tranfer Langsung Pembayaran tansfer langsung adalah pembayaran yang bukan penggunaan sumberdaya nyata tetapi hanya transfer dari klaim pada sumber nyata seseorang dan transaksi kredit yang mencakup pinjaman, penerimaan, pembayaran kembali modal, dan bunga. Dua transaksi kredit yang mungkin luput dari pengawasan adalah jumlah - jumlah yang dapat dibayar dan dapat diterima. Semua pembukuan ini harus dikeluarkan sebelum neraca finansial disesuaikan untuk mengambarkan nilai ekonomi Penyesuaian untuk Penyimpangan Harga pada Barang yang Diperdagangkan Barang yang diperdagangkan adalah barang yang apabila diekspor harga fob (free on board) lebih besar dari biaya produksi domestik atau barang-barang yang boleh diekspor melalui campur tangan pemerintah dengan menggunakan subsidi ekspor dan sebagainya. Apabila diimpor, biaya produksi domestik lebih besar dari harga cif (cost insuransce freight). Pertama - tama, penilaian dilakukan dengan menetapkan harga batas yaitu harga cif untuk barng impor dan fob untuk barang ekspor. Harga batas kemudian disesuaikan untuk memperhitungkan biaya

16 46 pengangkutan dalam negeri dan biaya pemasaran antara pelabuhan impor atau ekspor ke lokasi proyek Penyesuaian untuk Penyimpangan Harga pada Barang - Barang yang Tidak Diperdagangkan Barang-barang yang tidak diperdagangkan adalah barang - barang yang harga cifnya lebih besar dari biaya produksi domestik dan lebih besar dari harga free on board (fob). Barang-barang yang tidak diperdagangkan adalah barang - barang yang memakan tempat dan cepat rusak. Kadariah (1999) menyatakan bahwa harga bayangan dapat dianggap semacam penyesuaian yang dibuat oleh peneliti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi atau hasil produksi tertentu. Hal ini disebabkan karena harga dari unsur-unsur atau hasil produksi tersebut. Penyimpangan-penyimpangan harga pasar dari biaya imbangan sosial terutama disebabkan oleh kebijakan - kebijakan pemerintah berupa pajak tidak langsung, subsidi maupun pengaturan harga. Sequire dan Van der Tak (1982) yang diacu dalam Gittinger (1986) mengemukakan dua hal yang penting dalam penggunaan harga bayangan. Pertama, harga bayangan bukan harga - harga keseimbangan yang akan terjadi dalam perekonomian dimana tidak terdapat gangguan - gangguan. Perkiraan dari harga bayangan ini akan memberikan informasi penting yang dapat digunakan sebagai landasan untuk merancang kebijakan yang dapat menghilangkan gangguan - gangguan. Kedua, perlunya pendefinisian yang jelas terhadap tujuan - tujuan sosial ekonomi dari kebijakan pembangunan sosial. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan harga bayangan pada analisis kebijakan berdasarkan pada alasan: (1) harga yang berlaku di pasar

17 47 tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut, dan (2) harga pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih dipakai dalam aktivitas tertentu, tetapi tidak digunakan dalam aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil suatu kegiatan ekonomi jika terdapat kesalahan dalam perhitungan biaya dan manfaat. Analisis ini merupakan suatu teknik analisis untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis jika terjadi kejadian - kejadian yang berada dalam perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Analisis sensitivitas (kepekaan) membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang berperan dalam menentukan hasil proyek. Analisis kepekaan mengubah suatu variabel kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan dari analisis sensitivitas adalah : (1) tidak digunakan untuk pemilihan proyek karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu parameter pada saat tertentu, dan (2) hanya mencatat apa yang terjadi jika variabel berubah - ubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek. Menurut Kadariah (1999) analisis sensitivitas dilakukan dengan cara : (1) mengubah besarnya variable - variabel yang penting, masing - masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan - perubahan

18 48 tersebut, dan (2) menentukan seberapa besar variabel yang berubah sehingga hasil perhitungan membuat proyek tidak dapat diterima. Perubahan - perubahan yang bisa terjadi dalam menjalankan proyek (bisnis) umumnya dikarenakan oleh : (1) perubahan harga, (2) keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan dalam biaya (Cost Over Run), dan (4) hasil produksi. Faktor - faktor perubahan tersebut tentunya akan mempengaruhi kelayakan suatu aktivitas bisnis. Oleh karena itu, diperlukan analisis dan identifikasi kondisi yang memungkinkan terjadi informasi - informasi yang sesuai dengan bisnis yang dijalankan Kerangka Pemikiran Konseptual Indonesia sebagai negara produsen lada putih mempunyai peran penting dalam perdagangan lada putih dunia, dimana dalam lima tahun terakhir ekspor lada putih Indonesia mengalami penurunan, hal ini dimanfaatkan oleh negara - negara produsen lada putih untuk memasok kebutuhan lada putih di pasar international. Penurunan ekspor lada putih Indonesia ini, dikarenakan pada daerah sentra - sentra produksi lada putih di Indonesia (khususnya provinsi Bangka Belitung) mengalami penurunan produksi dan luas areal tanaman lada putih. Kondisi ini menyebabkan secara keseluruhan terjadinya penurunan ekspor lada putih Indonesia di pasar Internasional. Penurunan produksi dan luas areal tanaman lada putih di provinsi Bangka Belitung disebabkan beberapa faktor berikut: (1) tingkat produktivitas tanaman rata - rata ton per hektar dan mutu yang rendah, (2) tingkat harga lada putih yang relatif rendah rata-rata sebesar Rp per kilogram tahun 2009 dan pada tahun 2010, harga lada putih sebesar Rp per kilogram, sementara harga sarana produksi (pupuk dan

19 49 pestisida) relatif tinggi atau mahal, (3) tingginya kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit, (4) masih rendahnya usaha peningkatan diversifikasi produk, (5) sumberdaya petani baik pengetahuan maupun permodalan masih lemah atau terbatas ketersediaannya, dan (6) semakin menurunnya luas areal pertanaman lada putih karena adanya persaingan dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit. Berdasarkan faktor - faktor tersebut pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah melaksanakan program revitalisasi perkebunan lada putih yaitu gerakan pengembangan lada putih (Gerbang Latih) dengan menerpkan konsep budidaya anjuran sesuai dengan Good Agriculture Practies (GAP). Gerakan pengembangan lada putih di provinsi Bangka Belitung terdiri dari kebijakan input melaui subsidi, subsidi benih dan kebijakan hambatan perdagangan melaui kuota ekspor dan tarif. Dengan adanya kebijakan gerakan pengembangan lada putih di provinsi Bangka Belitung ini, maka salah satu pendekatan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan adalah dengan menganalisis perbedaan antara harga - harga input baik domestik maupun asing (tradable) dan output (penerimaan) secara finansial dan ekonomi. Dengan menganalisis perbedaan harga - harga finansial dan ekonomi dapat diketahui tingkat daya saing suatu komoditas serta dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas tersebut. Apabila dengan kebijakan yang ada mampu memberikan keunggulan kompetitif terhadap komoditas yang dianalisis, maka kebijakan tersebut dapat tetap dipertahankan. Namun sebaliknya, dengan adanya kebijakan menghambat atau mengurangi nilai kompetitifnya maka perlu adanya deregulasi kebijakan.

20 50 Trend Ekspor Lada Putih Indonesia Menurun Menurunnya Kontribusi Ekspor Lada Putih Asal Bangka Belitung Tingkat produktivitas tanaman berkisar ton per hektar dan mutu yang rendah. Tingkat harga lada yang relatif rendah kisaran Rp Rp per kilogram, sementara harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) relatif tinggi/mahal. Rendahnya usaha peningkatan diversifikasi produk. Menurunnya luas areal pertanaman lada putih karena adanya persaingan dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit. SDM petani baik pengetahuan maupun permodalan masih terbatas. Tingginya kehilangan hasil akibat hama dan penyakit. Kebijakan Gerbang Latih : ( GAP/GFP) Kebijakan Input : Subsidi Pupuk Subsidi Benih Kebijakan Output Kuota Ekspor Tarif Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial Biaya Sumberdaya Domestik Keunggulan Kompetitif Keuntungan privat Rasio Biaya Privat Dampak Kebijakan Transfer input/output Transfer Faktor/Bersih Koefisien Proteksi/Profit Rasio subsidi produsen Revitalisasi Perkebunan Lada Analisis Finansial dan Ekonomi Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) Daya Saing Lada Putih Implikasi Kebijakan Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan 3.1. Kerangka emikiran Teoritis III. KERNGK EMIKIRN Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. ertama, kebijakan pemerintah terhadap output dan input. Kedua, konsep keunggulan komparatif dan kompetitif

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu I. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Terdahulu Tentang Padi Organik Prihtanti (2014) meneliti tentang Kinerja dan Multifungsionalitas Usahatani Padi Organik dan Konvensional di Provinsi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dibentuk dengan mendekatkan permasalahan dan tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan serta penelitian empiris yang telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Unggulan Agribisnis Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan atau dikembangkan pada suatu daerah (Depkimpraswil, 2003).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Denti Juli Irawati*), Luhut Sihombing **), Rahmanta Ginting***) *) Alumni

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

DAYA SAING USAHATANI LADA DI LAMPUNG

DAYA SAING USAHATANI LADA DI LAMPUNG DAYA SAING USAHATANI LADA DI LAMPUNG Abdul Muis Hasibuan dan Bedy Sudjarmoko Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kelayakan dan daya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) Oleh: Dr Rita Nurmalina Suryana INSTITUT PERTANIAN BOGOR Domestic Resource Cost Of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Biaya Sumberdaya Domestik

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam (Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) dilaksanakan

Lebih terperinci

PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR

PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR I Ketut Arnawa Program Studi Agribisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar E-mail: arnawa_62@yahoo.co.id ABSTRACT The main objective

Lebih terperinci

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya)

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Volume, Nomor 2, Hal. 09-6 ISSN 0852-8349 Juli - Desember 2009 DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Muhammad Farhan dan Anna

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI Beny Rachman, Pantjar Simatupang, dan Tahlim Sudaryanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013 DAYA SAINGJAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Competitiveness of Corn in Sekampung Udik District of East Lampung Regency) Cahya Indah Franiawati, Wan Abbas Zakaria, Umi Kalsum Jurusan

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013 ANALISIS DAYA SAING LADA HITAM DI KECAMATAN ABUNG TINGGI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Competitiveness Analysis of Black Pepper in Abung Tinggi Subdistrict of North Lampung Regency) Rossika Meliyana, Wan Abbas

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI I Made Tamba Ni Luh Pastini ABSTRACT Rice is high-valued commodities since pre-independence era. The paper aims to analyze impact

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU Habitat Volume XXIV, No. 2, Bulan Agustus 2013 ISSN: 0853-5167 KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU COMPARATIVE ADVANTAGE

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI PALA (STUDI KASUS: KABUPATEN BOGOR DAN SUKABUMI)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI PALA (STUDI KASUS: KABUPATEN BOGOR DAN SUKABUMI) Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Pala (Studi Kasus: Kabupaten Bogor dan Sukabumi) (Abdul Muis Hasibuan, Bedy Sudjarmoko, dan Dewi Listyati) ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF

Lebih terperinci

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH Competitiveness and the Role of Government to Increase Competitiveness of Cocoa in Central Sulawesi Siti

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA)

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA) ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA) ANALYSIS OF PALM OIL FARMING COMPETITIVENESS IN MUKOMUKO DISTRICT (CASE STUDY VILLAGE BUMI MULYA) Aprizal,

Lebih terperinci

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.10 (3): 185-199 ISSN 1410-5020 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Comparative Advantage and Competitive

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. 4.1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG Jarek Putradi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Bali jarek.putradi@gmail.com

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict)

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict) ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI P r o s i d i n g 2 ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI Umbu Maramba Universitas Kristen Wira Wacana Sumba email: umbumaramba907@gmail.com

Lebih terperinci

VI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN LADA PUTIH

VI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN LADA PUTIH 83 VI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN LADA PUTIH Secara umum tujuan kebijakan pemerintah dapat dibagi kedalam tiga tujuan utama yaitu,peningkat efisiensi (efficiency), pencipta pemerataan (equity)

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN

ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN Anik Suwandari dan Soetriono Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALYSIS OF CITRUS COMPARATIF AND COMPETITIVE ADVANTAGE IN PRODUCTION CENTRE Apri Laila Sayekti* dan Lizia Zamzami** Puslitbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang

Lebih terperinci