BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik pada pasien

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik pada pasien"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta diperoleh sebanyak 150 pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dari 156 pasien. Penelitian ini termasuk dalam penelitian yang bersifat non eksperimental yang dilakukan secara prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti penggunaan obat pada pasien epilepsi. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2008) yang dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Data yang diambil sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan dikumpulkan dan dianalisis sesuai dengan teoriteori yang ada kemudian akan ditarik kesimpulan. 25

2 26 A. Gambaran Distribusi Pasien 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Menurut Dipiro dkk (2008) pasien dewasa adalah pasien yang berumur > 18 tahun sampai < 65 tahun. Berdasarkan perbedaan usia dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini. 23% 18% Usia % Usia 2540 Usia 4165 Gambar 6. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Berdasarkan gambar 6 di atas persentase tertinggi adalah usia 2540 tahun. Hal ini dipicu oleh faktor pencetus epilepsi yaitu stres, kelelahan dan faktor kecelakaan. Persentase tertinggi kedua yaitu usia 4165 tahun, hal ini dipicu oleh adanya penyakit metabolik seperti hipoglikemia, hiponatremia selain itu penyakit cerebrovaskuler seperti stroke. Menurut Brodie (2001), pada usia dewasa kejadian epilepsi menurun. Epilepsi pada kelompok usia ini biasanya dikarenakan cedera otak akut.. Kajian retrospektif Hiyoshi dan Yagi (2000) pada 190 pasien kelompok usia dewasa menunjukan bahwa resiko terkena dan mengalami kembali epilepsi pada kelompok usia ini tinggi. Resiko tersebut meningkat seiring bertambahnya usia.

3 27 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Penyakit epilepsi dapat menyerang semua orang baik perempuan maupun lakilaki. Berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini. 41% 59% Lakilaki Perempuan Gambar 7. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan gambar 7 di atas dapat dilihat persentase pasien epilepsi lebih banyak pada lakilaki 59,3% sedangkan perempuan 40,7%. Menurut Hauser (2006), pria lebih banyak terkena epilepsi dibandingkan wanita. Hal ini sejalan dengan data epidemiologis dari WHO (2001). Pada penelitian Husam (2008) di RSUP dr. Kariadi ditemukan pria (60,6%) lebih banyak dibandingkan wanita (39,4%). Penelitian Mustika RSUP Fatmawati Jakarta pada Tahun diperoleh persentase laki laki sebesar (51,3%) dan perempuan sebesar (48,7%). Dari beberapa penelitian menunjukkan lakilaki lebih besar persentasenya namun dari hasil penelitian tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor jenis kelamin.

4 28 3. Distribusi pasien berdasarkan status kontrol Pasien epilepsi tidak dapat sembuh total melainkan harus dengan kontrol obat agar pasien tidak mengalami serangan kejang lagi. Berdasarkan status pasien kontrol dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini. 15% Kontrol 85% Tidak Kontrol Gambar 8. Distribusi Pasien Berdasarkan Status Kontrol Berdasarkan gambar 8 di atas pasien yang melakukan kontrol lebih banyak yaitu 85%. Pasien yang melakukan kontrol adalah pasien yang masih mengalami serangan kejang. Pasien yang tidak melakukan kontrol diperkirakan sudah tidak mengalami serangan kejang. Penelitian Hakim (2006) menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat merupakan faktor prediktor untuk tercapainya remisi pada epilepsi, dimana pada penderita epilepsi yang patuh minum obat terbukti mengalami remisi 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan terus menerus dibanding dengan mereka yang tidak patuh minum obat. Remisi adalah hilangnya secara lengkap atau parsial dari tandatanda dan gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan, masa penyakit berada di bawah kontrol. Kriteria kepatuhan minum obat menurut Ley (1997) adalah penderita dikatakan patuh minum obat apabila memenuhi 4 hal berikut : dosis yang diminum sesuai dengan yang commit dianjurkan, to user durasi waktu minum obat, jumlah

5 29 obat yang diambil sesuai yang ditentukan, dan tidak mengganti dengan obat lain yang tidak dianjurkan. Pada penelitian ini peneliti tidak dapat memonitoring pasien dalam pemakaian obat. 4. Distribusi pasien berdasarkan tipe kejang Epilepsi memiliki beberapa klasifikasi tersendiri, setiap penderita mungkin tidak sama tipe kejang yang dialami. Pada RSJD Surakarta ada beberapa tipe kejang yang dialami pasien epilepsi. Berdasarkan tipe kejang pasien dapat dilihat pada tabel VII di bawah ini. Tabel VI. Distribusi Pasien Berdasarkan Tipe Kejang Jenis Bangkitan Tipe Kejang Jumlah Persentase % (*) Total (%) Pasien Tonikklonik 44 30,67 Absence/ Petit Mall/ Lena 17 11,34 Umum Parsial klonik 17 11,34 Atonik 11 7,33 Tonik 5 3,33 Mioklonik 2 1,33 Parsial kompleks 26 17,33 Umum sekunder Parsial sederhana 5 3,33 65,34 34,66 Jumlah % 100 % * Persentase dihitung dari jumlah pasien tipe kejang dibagi total pasien dikalikan 100 % Berdasarkan tabel VI di atas dapat dilihat tipe kejang yang banyak dialami pasien dewasa adalah tipe kejang tonikklonik. Penelitian Suwarba (2011) di RSUP Sanglah Denpasar selama commit Januari to 2007Desember user 2010 memperoleh hasil

6 30 jenis epilepsi berdasarkan tipe kejang ditemukan sebagian besar adalah kejang umum tonikklonik (62,0%), tipe tonik (12,3%), tipe absence (4,3%) dan tipe parsial (12,6%). Penelitian Husam (2008) pada kelompok usia dewasa didapatkan perbedaan kedua jenis epilepsi tidak terlalu tinggi. Epilepsi umum banyak terjadi pada awal usia dewasa, selanjutnya epilepsi parsial lebih banyak muncul. Kejadian epilepsi parsial pada kelompok ini sering dihubungkan dengan etiologi seperti post stroke, trauma kepala, tumor dan post operasi. Sedangkan kebanyakan epilepsi umum pada awal usia dewasa adalah idiopatik. 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Riwayat Pasien Pasien epilepsi memiliki riwayat masingmasing, riwayat ini dapat digunakan sebagai penegak diagnosis epilepsi berdasar anamnesis. Riwayat pasien dapat dilihat pada gambar 9. (%) Riwayat pasien Gambar 9. Distribusi Pasien Berdasarkan Riwayat Pasien

7 31 Berdasarkan gambar 9 dapat dilihat riwayat epilepsi sejak kecil paling banyak yaitu 74,66 %. Epilepsi pada usia ini sering dikaitkan dengan faktor prenatal seperti umur ibu saat hamil, kehamilan dengan hipertensi. Selain itu ada faktor natal yaitu asfiksia dan berat badan lahir rendah (Ali, 2001). Epilepsi pada kelompok usia dewasa biasanya dikarenakan cedera otak akut dan penyebab kejang usia dewasa adalah idiopatik. Hal ini sering dihubungkan dengan etiologi seperti post stroke, trauma kepala, tumor dan post operasi (Brodie, 2001). Dari riwayat di atas terdapat faktor resiko dari epilepsi seperti trauma kepala, kejang demam dan faktor keturunan. Trauma kepala memberikan dampak pada jaringan otak yang dapat bersifat akut dan kronis. Menurut Willmore (2008) bila seseorang mengalami cedera di kepala seperti tekanan fraktur pada tengkorak, maka ia memiliki resiko tinggi terkena bangkitan epilepsi. Selain itu ada kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0 C) kejang demam sering di alami anak usia 6 bulan sampai 5 tahun tapi berapa batas umur kejang demam tidak ada kesepakatan (Ali, 2001). Faktor keturunan memiliki pengaruh yang penting terhadap beberapa kasus epilepsi. Bila orang tua dan salah satu anaknya samasama mengidap epilepsi primer, maka anak yang lain berpotensi terkena epilepsi sebesar 10% (Ali, 2001). Studi kasus kontrol di India yang dilakukan oleh Sawhney (1999), mendapatkan sebanyak 51 anak yang mempunyai orang tua penyandang epilepsi mempunyai resiko 5 kali lebih besar dari anak yang orang tuanya bukan penyandang epilepsi.

8 32 B. Gambaran Penggunaan Obat pada Pasien Epilepsi 1. Distribusi Penggunaan Obat pada Pasien Epilepsi Golongan obat yang digunakan oleh subjek penelitian meliputi barbiturat, hidantoin, dibenzazepin, valproat, benzodiazepin, butirofenon, anti kolinergik, phenotiazin, benzioxazole, nootropik, trisiklik, dan vitamin. Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi yang dialami oleh pasien selama di rumah sakit. Golongan obat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel VIII berikut. Tabel VII. Distribusi Penggunaan Obat pada Pasien Epilepsi No. Golongan Obat Nama Obat Frekuensi penggunaan /pasien Persentase (%)* 1 Barbiturat Phenobarbital ,96 2. Hidantoin Phenitoin ,27 3. Antikolinergik Triheksilpenidil ,71 4. Butirofenon Haloperidol ,07 5. Phenotiazin CPZ, TFP 94 8,16 6. Benzioxazol Risperidon 86 7,46 7. Vitamin B1, B6, BComplex, Mersibion, Neurodex 70 6,07 8. Dibenzazepin Carbamazepin, Clozapin 64 5,56 9. Nootropik Piracetam 26 2, Trisiklik Amitriptilin 14 1, Valproat Ikalep, Depakote 14 1, Benzodiazepin Diazepam, Clobazam 12 1,04 Total * Persentase dihitung dari jumlah penggunaan obat dibagi total penggunaan obat dikalikan 100 % Dari tabel VII di atas dapat dilihat golongan obat yang paling banyak digunakan adalah barbiturat (phenobarbital) sebanyak 19, 96 %. Golongan hidantoin merupakan golongan obat anti epilepsi terbanyak kedua yaitu 19,27 %. Phenobarbital dan phenitoin merupakan obat pilihan kedua dalam terapi epilepsi, obat pilihan kedua menurut tata laksana pengobatan epilepsi dapat diberikan apabila obat first line tidak memberikan commit efek. to user

9 33 Golongan obat terbanyak ketiga adalah anti kolinergik (THP) sebanyak 17,71 %. Golongan obat ini muncul karena pasien epilepsi menerima obat anti psikotik yang digunakan untuk pengobatan efek samping dari penggunaan obat anti epilepsi yaitu salah satunya pemburukan kognitif dan pasien juga mengalami komorbiditas karena efek bangkitan yang terlalu sering. Karbamazepin dan valproat pada Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 merupakan obat first line namun pada kasus ini diberikan dalam jumlah sedikit, hal ini dikarenakan pasien epilepsi sebagian besar juga mendapat obat antipsikotik. Karbamazepin jika dikombinasikan dengan semua obat antipsikotik akan menginduksi enzim CYP sehingga dosis antipsikotik harus dinaikkan (Syarif, 2005). Valproat tidak diberikan karena pasien yang berobat ke Rumah Sakit Jiwa Surakarta didominasi oleh pasien tidak mampu dan harga obat valproat cukup mahal. Sementara valproat tidak masuk dalam daftar formularium nasional sehingga dalam sistem BPJS biaya pengobatan tidak dapat ditanggung oleh pemerintah (Hardaetha, 2014). Golongan obat anti epilepsi yang digunakan di RSJD Surakarta yaitu golongan barbiturat, hidantoin, dibenzazepin, dan valproat hal ini dikarenakan persediaan obat yang ada di RSJD Surakarta hanya obat tersebut (Hardaetha, 2014). 2. Kombinasi Obat Kebanyakan dari pasien epilepsi yang melakukan pemeriksaan di instalasi rawat jalan RSJD Surakarta periode FebruariMaret 2014 datang dengan keluhan kejang tak sadarkan diri commit sehingga to user pengobatan utama adalah mengatasi

10 34 kejang yang dialami oleh pasien. Mayoritas pasien menerima lebih dari satu macam obat yang diberikan antara lain hidantoin, barbiturat, valproat dan penunjang. Kombinasi obat yang digunakan pada pasien dapat dilihat pada tabel VIII di bawah ini. Obat Tunggal Tabel VIII. Kombinasi Obat Anti Epilepsi Jumlah Pasien Persentase (%) Penunjang Diazepam Clobazam Haloperidol Trihexilpenidil Clorpromazin Trifluoperazin Risperidon Piracetam Amitriptilin Vitamin (B1, B6, B complex,, Mersibion, Neurodex ) 14 9,32 Dibenzazepin 4 2,67 Hidantoin 1 0,67 Obat Kombinasi Jumlah Pasien Persentase (%) Jumlah persentase (%) 12,66 Jumlah persentase (%) Hidantoin, Barbiturat, Penunjang 80 53,33 Hidantoin, Penunjang 9 6 Dibenzazepin, Barbiturat, Penunjang 8 5,33 Hidantoin, Barbiturat, Dibenzazepin, 7 4,67 Penunjang Hidantoin, Barbiturat 6 4 Barbiturat, Penunjang 5 3,33 Hidantoin, Dibenzazepin, Penunjang 4 2,67 Hidantoin, Barbiturat, Valproat, 4 2,67 87,34 Penunjang Dibenzazepin, Barbiturat 3 2 Dibenzazepin, Penunjang 2 1,33 Hidantoin, Barbiturat, Dibenzazepin 1 0,67 Hidantoin, Barbiturat, Dibenzazepin, 1 0,67 Valproat Dibenzazepin, Barbiturat, Valproat, 1 0,67 Penunjang Total * Persentase dihitung dari jumlah pasien dibagi total pasien dikalikan 100 %

11 35 Berdasarkan tabel VIII, penggunaan obat anti epilepsi lebih di dominasi oleh obat kombinasi yaitu 87,34 %. Penggunaan obat kombinasi yang paling banyak adalah golongan hidantoin, barbiturat dan penunjang sebanyak 53,33 %. Hal ini dikarenakan pasien epilepsi yang mendapatkan obat kombinasi merupakan pasien lama yang mengalami epilepsi. Golongan hidantoin, barbiturat dan penunjang paling banyak digunakan karena 66 % pasien epilepsi disertai dengan penyakit penyerta skizofrenia dan 4,66 % disertai dengan penyakit depresi. Politerapi tidak selalu merugikan, Goldsmith dan de Biitencourt (1995) mengatakan bahwa generasi baru OAE yang dapat ditoleransi dengan baik dan sedikit interaksi, dapat digunakan untuk politerapi. Fong (1995) mengatakan bahwa kombinasi obat hanya dipakai apabila semua upaya monoterapi telah dicoba dan apabila kombinasi dua macam obat lini pertama tidak menolong, obat yang mempunyai efek lebih besar dan efek samping lebih kecil tetap diteruskan, sementara obat yang lain diganti dengan obat dari kelompok lini kedua. Apabila obat lini kedua tersebut efektif, dipertimbangkan untuk menarik obat pertama. Sebaliknya, obat lini kedua tersebut harus dihentikan apabila ternyata tidak juga efektif dan lakukan rekonfirmasi diagnosis dan pertimbangkan pembedahan. Hal tersebut sesuai dengan algoritma tatalaksana epilepsi dapat di lihat pada gambar 4. Penggunaan obat tunggal pada tabel VIII sebanyak 12,66 %. Hal ini dikarenakan pasien merupakan pasien baru sehingga sesuai dengan tatalaksananya pasien mendapat pengobatan monoterapi. Pada tabel VIII terdapat 9,32 % pasien hanya mendapat obat penunjang saja tanpa OAE, hal ini karena pasien sudah bebas dari kejang. Menurut tatalaksana epilepsi pasien yang bebas kejang selama lebih dari 2 tahun pengobatan epilepsi commit dapat to user dihentikan. Pasien hanya menerima

12 36 obat penunjang yang sebagian besar merupakan obat anti psikotik, pasien menerima obat tersebut karena efek samping dari penggunaan OAE yaitu phenobarbital yang menyebabkan 66% pasien mengalami skizofrenia. 1. Tepat Obat C. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Epilepsi Tepat obat ini termasuk dalam ketepatan pemilihan golongan obat dan jenis obatnya dengan gejala yang dirasakan oleh penderita epilepsi. Rincian penggunaan obat yang diberikan untuk pasien epilepsi dapat dilihat pada Tabel IX di bawah ini. Golongan Nama obat Tabel IX. Ketepatan Obat Penggunaan obat Kesesuaian dengan Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 Persentase (%) Barbiturat phenobarbital ,63 Hidantoin Phenytoin ,23 Dibenzazepin Karbamazepin 62 10,95 Nootropic agent Piracetam 26 4,57 Valproat Benzodiazepin Ikalep 10 Depakote 4 Diazepam Clobazam anti epilepsi lini kedua dapat digunakan apabila obat lini pertama tidak berefek ,76 0,70 1,07 1,07 Total % * Persentase dihitung dari jumlah penggunaan obat dibagi total penggunaan obat dikalikan 100 % a. Penggunaan Barbiturat Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 merekomendasikan penggunaan obat anti epilepsi golongan barbiturat yaitu phenobarbital. Phenobarbital digunakan sebagai obat anti epilepsi lini kedua, obat

13 37 Phenobarbital digunakan untuk terapi tambahan dalam pengobatan epilepsi, sehingga dapat dikombinasikan dengan obat anti epilepsi lain. b. Penggunaan Hidantoin Golongan hidantoin sangat sering digunakan untuk pengobatan epilepsi. Golongan hidantoin yang digunakan dalam terapi epilepsi menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 yaitu phenitoin. Phenitoin direkomendasikan sebagai obat anti epilepsi lini kedua. Obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun terapi tambahan epilepsi. c. Penggunaan Dibenzazepin Golongan obat dibenzazepin yang digunakan adalah karbamazepin dan klozapin. Karbamazepin menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 direkomendasikan sebagai pilihan obat anti epilepsi lini pertama. Karbamazepin dapat digunakan sebagai monoterapi maupun terapi tambahan epilepsi, karbamazepin digunakan sebagai terapi epilepsi partial dan umum. Sedangkan klozapin merupakan obat antipsikosis yang digunakan untuk pengobatan skizofrenia penyakit penyerta epilepsi. d. Penggunaan Valproat Menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 obat anti epilepsi yang direkomendasikan adalah golongan valproat. Golongan valproat yang digunakan adalah ikalep dan depakote. Golongan valproat direkomendasikan sebagai obat pilihan lini pertama pada bebagai tipe epilepsi. Golongan valproat dapat digunakan sebagai monoterapi dan terapi tambahan obat anti epilepsi lain.

14 38 e. Penggunaan Nootropic Agent Berdasarkan Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 golongan nootropic agent yang digunakan adalah piracetam. Piracetam dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas dari fungsi kognitif otak. Piracetam digunakan sebagai obat lini kedua dan merupakan terapi tambahan. Dari evaluasi kesesuaian pengobatan epilepsi dengan Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 diperoleh hasil 100% sesuai. 2. Tepat Dosis Ketepatan dosis merupakan salah satu yang menentukan keberhasilan terapi. Pemberian dosis maupun frekuensi yang berlebihan khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit akan beresiko dapat menyebabkan kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat menyebabkan toksisitas. Sebaliknya dosis dan frekuensi obat terlalu kecil tidak menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan karena kadar obat dalam tubuh terlalu kecil (Katzung, 2007). Dosis dan aturan pakai obat anti epilepsi jika dibandingkan dengan guideline lain, dapat dilihat pada Tabel X berikut. Tabel X. Hasil Evaluasi Aturan Pakai dan Dosis Nama Obat Aturan pakai dan potensi (30 mg) 3x30 mg Aturan pakai dan dosis menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 Kesesuaian dengan Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 Aturan pakai dan dosis menurut MIMS Indonesia 2012 Kesesuaian dengan MIMS Indonesia x60 mg Phenobarbital 3x90 mg 2x30 mg Awal : 30 mg Pemeliharaan : mg Tidak 2x60 mg

15 39 Tabel X. Lanjutan... 2x90 mg 1x30 mg Phenitoin 4x30 mg (100 mg) 1x100 mg 2x100 mg 3x100 mg (200 mg) 1x200 mg Awal : mg Pemeliharaan : mg Tidak Karbamazepin 2x50 mg 2x100 mg 2x200 mg Awal : 100 mg Pemeliharaan : mg 3x100 mg (500 mg) 1x500 mg Valproat 3x500 mg (250 mg) 1x250 mg Awal : mg Pemeliharaan : mg Klobazam Haloperidol 2x250 mg (10 mg) 1x10 mg 2x10 mg (5 mg) 2x2,5 mg 2x5 mg 3x5 mg (1,5 mg) 2x1,5 mg 3x1,5 mg Dewasa : 2030 mg/ Hari Dewasa : gejala sedang 0,52 mg/hari ; gejala sedang 35 mg/hari ; gejala berat 615 mg/ Hari (100 mg) 1x50 mg 1x100 mg Chlorpromazin 2x50 mg 2x100 mg Dewasa : 1025 mg /6 jam ; psikosis mg/hari 3x100 mg (25 mg) 1x25 mg

16 40 Tabel X. Lanjutan... (2 mg) 1x2 mg Trihexyphenidyl 2x1 mg 2x2 mg Dewasa : 210 mg/hari 3x2 mg Trifluoperazin (5 mg) 1x5 mg 2x5 mg Dewasa : 410 mg/hari 3x5 mg Tidak (2 mg) 1x2 mg Risperidon 2x1 mg 2x2 mg Dewasa : 28 mg/hari 3x2 mg Diazepam (2 mg) 1x2 mg 3x2 mg Dewasa : 25 mg 3x/hari Clozapin (25 mg) 2x25 mg Dewasa : 2550 mg/ hari (25 mg) 1x12,5 mg Amitriptilin 1x25 mg 2x12,5 mg Dewasa : mg/hari 2x25 mg (400 mg) 1x400 mg Piracetam 2x 400 mg 3x400 mg Dewasa : mg/hari Neurodex 2x1 Mersibion 1x1 Vit B1 Vit B6 2x1 3x1 1x1 2x1 Dewasa : 23 x/hari Dewasa : 1x 1 tab/hari Dewasa :1 3x1 tab/ hari 3x1 Vit B Com 1x1 commit to user Dewasa :1 3x1 Dewasa :1 3x1 tab/ hari

17 41 Tabel X. Lanjutan... 2x1 tab/ hari 3x1 A. Penggunaan Barbiturat Golongan obat anti epilepsi barbiturat yang digunakan adalah phenobarbital. Phenobarbital memiliki potensi sediaan 30 mg. Berdasarkan Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 merekomendasikan phenobarbital sebagai OAE lini kedua pada epilepsi parsial maupun umum. Dosis yang sering diresepkan yaitu 3x30 mg ; 3x60 mg ; 3x90 mg ; 2x30 mg ; 2x60 mg ; 2x90 mg ; 1x30 mg ; 4x30 mg. Menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 dosis sudah sesuai hanya terdapat satu dosis yang tidak sesuai yaitu 3x90 mg dosis tersebut melebihi rentang dosis yang ada pada pembanding. B. Penggunaan Hidantoin Golongan hidantoin yang digunakan adalah phenitoin. Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 merekomendasikan phenitoin sebagai OAE lini kedua yang digunakan untuk terapi epilepsi parsial maupun umum. Phenitoin memiliki potensi sediaan 100 mg. Dosis yang sering diresepkan adalah 1x100 mg ; 2x100 mg dan 3x100 mg. Menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 dosis sudah sesuai hanya terdapat satu dosis yang tidak sesuai yaitu 1x100 mg dosis tersebut kurang dari rentang dosis yang ada pada pembanding.

18 42 C. Penggunaan Dibenzazepin Golongan dibenzazepin yang digunakan adalah karbamazepin. Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 merekomendasikan karbamazepin untuk pilihan terapi pertama yang digunakan untuk epilepsi parsial maupun umum. Karbamazepin memiliki potensi sediaan 200 mg. Dosis yang sering diresepkan yaitu 1x200 mg ; 2x50 mg ; 2x100 mg ; 2x200 mg dan 3x100 mg. Menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 dosis sudah sesuai. D. Penggunaan Valproat Golongan valproat yang digunakan adalah ikalep dan depakote. Golongan valproat direkomendasikan Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 sebagai obat pilihan lini pertama pada epilepsi parsial maupun umum. Depakote memiliki potensi sediaan 250 mg dan 500 mg sedangkan ikalep memiliki potensi sediaan 250 mg. Dosis yang sering diresepkan yaitu 1x500 mg ; 3x500 mg ; 1x250 mg dan 2x250 mg. Menurut Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 dosis sudah sesuai. E. Penggunaan Obat Penunjang Obat penunjang digunakan sebagai terapi tambahan pasien epilepsi yang memiliki penyakit penyerta lain seperti skizofrenia dan depresi. Obatobat penunjang yang digunakan adalah obat anti psikotik, anti depresan, anti kolinergik nootropic dan vitamin. Dosis yang diberikan pada pasien bervariasi tetapi setelah dibandingkan dengan pembanding MIMS Indonesia 2012 dosis sebagian besar sesuai.

19 43 D. Keterbatasan Penelitian Penelitian dilakukan secara prospektif, pada saat pengambilan data peneliti kesulitan untuk mengikuti perkembangan kepatuhan pasien dalam frekuensi mengkonsumsi obat dan ketepatan penggunaan obat. Peneliti juga tidak dapat menggali informasi dari pasien mengenai efek samping dan perkembangan kesehatan pasien. Penggunaan Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 yang dipilih oleh peneliti masih ditemukannya ketidaktepatan dosis, sehingga peneliti perlu menambahkan penelitian tentang dosis obat anti epilepsi lainnya untuk mengevaluasi hasil penelitian sebagai pembanding.

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan suatu manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit kedua terbanyak setelah stroke (Blum, 2003). Epilepsi disebabkan oleh berbagai etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta individu di dunia (WHO, 2005a). Epilepsi di wilayah Asia Tenggara berkisar 1% dari populasi

Lebih terperinci

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak EVALUASI KESESUAIAN DOSIS DAN KESESUAIAN PEMILIHAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakit biasanya akut tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan pengambilan data dilakukan dengan pendekatan retrospektif melalui penelusuran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan kekambuhan kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan berlebihan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Epilepsi Epilepsi merupakan gangguan kronik otak yang menunjukan gejala-gejala berupa serangan yang berulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan

Lebih terperinci

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya. IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan ketidakmampuan bagi pasien dan secara signifikan menimbulkan beban yang berat bagi dirinya sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan bangkitan kejang bersifat sementara yang disebabkan oleh aktifitas neuron yang abnormal atau berlebihan dan sinkronisasi. Penanganan dengan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, masalah kesehatan jiwa banyak terjadi dengan berbagai variasi dan gejala yang berbeda-beda. Seseorang dikatakan dalam kondisi jiwa yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan masalah medik dan sosial. Masalah medik yang disebabkan oleh gangguan komunikasi neuron bisa berdampak

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi 88 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi obat anti epilepsi fenitoin yang terdiri dari 20 pasien dalam kelompok kasus dan 20 pasien sebagai kelompok

Lebih terperinci

b. Tujuan farmakoekonomi...27 c. Aplikasi farmakoekonomi...28 d. Metode farmakoekonomi Pengobatan Rasional...32

b. Tujuan farmakoekonomi...27 c. Aplikasi farmakoekonomi...28 d. Metode farmakoekonomi Pengobatan Rasional...32 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...,... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1 B. Perumusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

Profil Penggunaan Obat Sistem Saraf Pusat (SSP) Pada Pasien BPJS Di Apotik Rawat Jalan RSUD Labuang Baji Makassar. Abstrak

Profil Penggunaan Obat Sistem Saraf Pusat (SSP) Pada Pasien BPJS Di Apotik Rawat Jalan RSUD Labuang Baji Makassar. Abstrak Profil Penggunaan Obat Sistem Saraf Pusat (SSP) Pada Pasien BPJS Di Apotik Rawat Jalan RSUD Labuang Baji Makassar Asyhari Asyikin *), Raymond Arief **), Diah Anisya Amnur ***) *) Poltekkes Kemenkes Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada anak, dan biasanya kejang sudah dimulai sejak usia bayi dan anak-anak. Kejang pada

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) agitasi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta terutama di Instalasi Rekam Medik dan dilaksanakan pada Agustus 2015 Januari 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir abstrak) serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir abstrak) serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Definisi skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau waham),

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup penelitian adalah bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya sub bagian Neurologi. 4.1.2 Ruang lingkup tempat

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini bertempat di Instalasi Rekam Medik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59

BAB 1 PENDAHULUAN. urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke tertinggi di Asia. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan harta yang paling penting dalam kehidupan manusia. Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara seperti yang telah diatur oleh undang-undang.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. poliuria neurohormonal. Karbamazepin merupakan lini pertama untuk. pengobatan trigeminal neuralgia (Aronson, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. poliuria neurohormonal. Karbamazepin merupakan lini pertama untuk. pengobatan trigeminal neuralgia (Aronson, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karbamazepin tunggal atau dalam kombinasi dengan obat lain digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis kejang. Obat ini juga digunakan untuk mengobati (suatu kondisi

Lebih terperinci

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang bersifat non eksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif dari resep pasien diare di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah kondisi kronis yang disebabkan oleh kurangnya atau tidak tersedianya insulin dalam tubuh. Karakteristik dari gejala klinis intoleransi glukosa

Lebih terperinci

54 Pelayanan Medis RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta 55 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 58 A. Kesimpulan. 58 B. Saran 59 DAFTAR PUSTAKA..

54 Pelayanan Medis RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta 55 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 58 A. Kesimpulan. 58 B. Saran 59 DAFTAR PUSTAKA.. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR.. xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv INTISARI xvi ABSTRACT... xvii BAB I. PENDAHULUAN.. 1 A. Latar Belakang Masalah. 1 B. Rumusan

Lebih terperinci

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual PENATALAKSANAAN EPILEPSI DR. Suryani Gunadharma SpS(K), M.Kes MATERI Definisi Etiologi Pemeriksaan penunjang Klasifikasi Patofisiologi Terapi DEFINISI EPILEPSI Definisi Konseptual Kelainan otak yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi obat, rekomendasi obat yang independen, akurat,. 4 komprehensif, terkini,

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua orang yang peduli terhadap keselamatan anak sejak konsepsi sampai masa dewasa, mempunyai tujuan utama bagaimana mempertahankan perkembangan otak yang normal. Bahaya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN DAN PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI RSJD ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA

KARAKTERISTIK PASIEN DAN PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI RSJD ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA KARAKTERISTIK PASIEN DAN PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI RSJD ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA Aulia Nisa, Victoria Yulita Fitriani, Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan penyakitnya berlangsung kronis 1, umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009). A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat merusak organ tubuh. Jumlah penderita penyakit hipertensi di dunia hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa.

Lebih terperinci

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes EPILEPSI Takrif/pengertian epilepsi : kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan) Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral Manifestasi klinik kejang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali luput dari perhatian. Orang sengaja menghindari dan tidak mencari bantuan bagi keluarganya yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi

Lebih terperinci

PROFIL PENYANDANG EPILEPSI DI POLIKLINIK SARAF RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 MEI 2014

PROFIL PENYANDANG EPILEPSI DI POLIKLINIK SARAF RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 MEI 2014 PROFIL PENYANDANG EPILEPSI DI POLIKLINIK SARAF RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 MEI 2014 1 Rhiza Khasanah 2 Corry N. Mahama 2 Theresia Runtuwene 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% diantaranya adalah gangguan kesulitan bernapas saat tidur (obstructive sleep apneu syndrome: OSAS) (Owens,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data statistik organisasi WHO tahun 2011 menyebutkan Indonesia menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak setelah Amerika Serikat, China, India.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf dan Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf dan Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf dan Ilmu Penyakit Dalam. 3.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18

BAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Epilepsi merupakan gangguan neurologis yang paling sering diderita oleh anak dan menjadi beban terbesar bagi anak (Novriska, 2013). Epilepsi sering terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN TOKOLITIK PADA PASIEN DENGAN RISIKO KELAHIRAN PREMATUR DI TIGA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA

EVALUASI PENGGUNAAN TOKOLITIK PADA PASIEN DENGAN RISIKO KELAHIRAN PREMATUR DI TIGA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA EVALUASI PENGGUNAAN TOKOLITIK PADA PASIEN DENGAN RISIKO KELAHIRAN PREMATUR DI TIGA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA Yosi Febrianti 1*, Nurul Ambariyah 2, dan Chichi Kartika Haliem 1 1 Program Studi Profesi Apoteker,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, disiplin ilmu yang dipakai adalah obstetri dan ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis VII. Gejala tampak pada wajah, jika berbicara atau berekspresi maka salah satu sudut wajah tidak ada

Lebih terperinci

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik yang relatif sering terjadi dimana ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Yazid Dimyati Divisi Saraf Anak Departemen IKA FKUSU / RSHAM Medan UKK Neurologi / IDAI 2006 Pendahuluan Kejang merupakan petunjuk adanya

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. 33 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Lingkup ilmu : Ilmu penyakit kulit dan kelamin Lingkup lokasi : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang Lingkup

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia,

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, Diperkirakan sekitar 90% manusia pernah mengalami minimal satu kali nyeri kepala berat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah.

Lebih terperinci

BAB II. METODE PENELITIAN

BAB II. METODE PENELITIAN BAB II. METODE PENELITIAN A. Kategori dan rancangan penelitian Berdasarkan tujuan dan fungsinya, penelitian ini diklasifikasikan dalam penelitian cross sectional dan dianalisis secara analitik. B. Populasi

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap A. Pemeriksaan penunjang - Darah lengkap Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Anak subbidang neurologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain case

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain case 64 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain case control, dimana kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol berdasarkan status

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan 34 III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan desain retrocpective cross sectional. Penelitian retrospektif adalah pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta Yogyakarta melalui

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA Faisal Ramdani, Nur Mita, Rolan Rusli* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Farmaka Tropis Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian 30 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian Terdapat 5 satelit farmasi di RS Immanuel yaitu satelit spesialis Diagnostik Center (DC) II, satelit

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual 3.1.1 Skema Kerangka Konseptual Pola Penggunaan Angiotensin Reseptor Bloker pada Pasien Stroke Iskemik Etiologi - Sumbatan pembuluh darah otak - Perdarahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan 79 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan September 2010 sampai dengan bulan Februari 2011 di Poli Rawat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer & Suzane, 2001). Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta atau yang terkenal dengan nama Rumah Sakit Jogja adalah rumah sakit milik Kota Yogyakarta yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukaninstalasi Bedah Sentral

Lebih terperinci

BAB III METOLOGI PENELITIAN. vivax di instalasi rawat jalan RSUD Scholoo Keyen.

BAB III METOLOGI PENELITIAN. vivax di instalasi rawat jalan RSUD Scholoo Keyen. BAB III METOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian dengan judul Pola penggunaan anti malaria pada pengobatan malaria vivax tanpa komplikasi di instalasi rawat jalan RSUD Scholoo Keyen Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan keluarga. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah pasien DM pada tahun 2015 telah mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa dan psikososial menurut The World Health Report tahun 2001 dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. KERANGKA PENELITIAN Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat yang meliputi faktor ketidakpatuhan sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diabetes mellitus (DM) yang dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya Sub Bagian Neurologi dan Sub Bagian Infeksi dan Penyakit Tropik. 3.2. Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit serebrovaskuler atau yang lebih dikenal dengan stroke merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kanker

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan terapi intensive. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Tempat penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian menggunakan data-data dari rekam medik penderita gagal ginjal kronik atau sering disebut CKD (Chronic kidney disease) yang sudah mengalami tahap hemodialisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif bersifat retrospektif, dengan menggunakan data sekunder di ambil dari data rekam medik di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalahbidang Ilmu Kesahatan Anak divisi Neuorologi. 4.2Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1Tempat Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang diteliti. Metode ini merupakan suatu bentuk pengumpulan data yang bertujuan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.1.2 Ruang lingkup tempat Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci