VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Proses Penyaluran PUAP di Gapoktan Mekarsari Pemerintah menunjuk Gapoktan sebagai kelembagan perdesaan yang mengelola dan menyalurkan dana PUAP. Gapoktan sebagai salah satu kelembagaan pertanian berperan dalam mengatur dana PUAP agar dana tersebut dapat bermanfaat bagi anggotanya. Dalam hal ini, pemerintah menetapkan beberapa kriteria Gapoktan yang dapat menerima dana PUAP. Kriteria tersebut diantaranya : 1) Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis, 2) Memiliki struktur kepengurusan yang aktif, 3) Dimiliki dan dikelola oleh petani, 4) Ketua Gapoktan adalah petani yang berdomisili di lokasi, 5) Dikukuhkan dan ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, 6) Apabila pada desa tersebut tidak terdapat Gapoktan dan baru ada Poktan, maka Poktan dapat ditunjuk menjadi penerima PUAP dan untuk selanjutnya ditumbuhkan menjadi Gapoktan. Pemerintah memberikan kewenangan pada masing-masing Gapoktan dalam penyaluran dana PUAP kepada anggotanya (Deptan 2008). Dalam hal ini, tidak ada Standard Operational Prosedure (SOP) khusus yang ditetapkan pemerintah pada penyaluran dana PUAP kepada anggotanya. Yang perlu diperhatikan adalah dana tersebut harus disalurkan untuk keperluan peningkatan kesejateraan masyarakat dengan pengembangan usaha agribisnis. Menurut Hayami dan Kikuchi 1987, diacu dalam Prihartono 2009, kelembagaan sebagai salah satu aturan main dalam interaksi personal. Dalam hal ini, Gapoktan memiliki aturan main sendiri dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya, baik tertulis maupun tidak tertulis, baik formal maupun informal. Pada Gapoktan Mekarsari sendiri, penyaluran dana PUAP kepada anggotanya menerapkan beberapa persyaratan, diantaranya mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan telah terdaftar menjadi anggota Gapoktan Mekarsari. Adapun persyaratan menjadi anggota Gapoktan antara lain: 1) Anggota kelompok tani, 2) Membayar simpanan pokok sebesar Rp , 62

2 3) Membayar simpanan wajib Rp 5.000/bulan, 4) Aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok tani maupun Gapoktan, 5) Memenuhi ketentuan Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART) Gapoktan, 6) Mendapat persetujuan tim verifikasi. Adapun ketentuan dalam peminjaman antara lain : 1) Anggota Gapoktan yang memenuhi persyaratan, 2) Jasa pinjaman 2 persen per bulan, 3) Jangka waktu pengembalian disesuaikan dengan kemampuan anggota tiap minggu, 4) Besarnya pinjaman adalah Rp dan Rp , 5) Anggota mempunyai usaha. Pada teknisnya, setiap anggota yang meminjam uang sebesar Rp diberikan jangka waktu antara 20 hingga 40 minggu dengan angsuran sebesar Rp Rp Jika anggota meminjam dalam jangka waktu 40 minggu, maka angsuran yang harus dibayar per minggunya sebesar Rp dan jika anggota meminjam dalam jangka waktu 20 minggu, maka angsuran yang harus dibayarkan tiap minggunya sebesar Rp Ini artinya total pengembalian yang dibayarkan sebesar Rp , sehingga ada jasa peminjaman sebesar Rp setiap pinjaman atau sebesar 20 persen atau 2 persen tiap bulannya. Jika anggota ingin meminjam kembali atau menambah jumlah pinjaman, pengurus Gapoktan akan melihat riwayat pengembalian anggota yang bersangkutan. Jika pada waktu sebelumnya anggota meminjam uang dan mengembalikannya secara tepat waktu, maka pengurus akan memberikan pinjaman kembali, atau bahkan menaikkan jumlah pinjaman sebesar Rp Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak mengembalikan tepat waktu pada pinjaman sebelumnya, maka pengurus Gapoktan akan menunda pinjaman berikutnya. Seperti yang telah disebutkan bahwa total keseluruhan dana PUAP yang diterima Gapoktan sebesar Rp ,00. Sebagian besar dana tersebut dialokasikan dalam kegiatan simpan-pinjam kepada petani untuk keperluan 63

3 produksi atau untuk kegiatan pemasaran hasil dan usaha lainnya. Selain dialokasikan untuk simpan-pinjam, dana PUAP juga digunakan untuk kegiatan penyediaan saprodi seperti pupuk, benih, dan obat-obatan. Pihak pengurus Gapoktan merealisasikan dana pinjaman kepada anggota (petani) sesuai dengan jenis usaha yang benar-benar diminati dan telah berpengalaman. Hal ini dilakukan dengan harapan petani tersebut mampu mengembalikan kredit sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Dalam menentukan kelayakan calon peminjam, maka pengurus gapoktan membentuk Tim Verifikasi. Tim Verifikasi tersebut beranggotakan masingmasing ketua kelompok dan tokoh masyarakat sekitar. Tim inilah yang nantinya menentukan layak atau tidaknya seorang calon peminjam memperoleh pinjaman. Tim ini juga sekaligus menjadi penjamin jika suatu saat terjadi penunggakan pinjaman. Untuk memudahkan proses pengembalian, Ketua Gapoktan memberikan tugas kepada Ketua Poktan masing-masing. Setelah pinjaman dibayarkan kepada Ketua Poktan, maka Ketua Poktan wajib menyetorkannya pada Gapoktan. Dalam penyalurannya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi Gapoktan. Kendala yang paling berpengaruh adalah banyaknya anggota yang terlambat dalam mengembalikan pinjaman. Jumlah anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman pada setiap tahap peminjaman dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Anggota yang Terlambat Mengembalikan Pinjaman Pada Setiap Tahap Peminjaman Nama Poktan Tahap I Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Mekarsari Hegarsari Rawasari Keramat Sari Bhakti Tani Total Penunggak Total Peminjam Banyaknya anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman ini sebagian besar dilakukan oleh petani yang bergerak hanya di sektor primer. Hal ini terjadi 64

4 karena pada masa tertentu, petani tersebut tidak memiliki biaya untuk mengembalikan pinjaman mingguan. Mereka hanya bisa mengembalikan ketika panen tiba. Akibatnya, biasanya pengurus tidak lagi memberikan pinjaman tahap kedua karena riwayat peminjam yang sulit mengembalikan pinjaman. Selain karena hanya bergerak di sektor primer, adanya mindset petani bahwa pinjaman PUAP ini merupakan bantuan langsung pemerintah seperti BLT membuat sebagian besar penunggak menganggap bahwa pinjaman ini memang untuk mereka, bukan untuk dikembalikan. Pada kenyataannya di lapangan, ada beberapa penyimpangan pada proses penyaluran apabila dikaitkan dengan ketentuan mutlak yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pertama adalah masalah penerima dana PUAP pada petani padi yang sebagian besar berada di satu Dusun, yaitu Dusun Situ Uncal. Dusun Situ Uncal merupakan dusun yang kondisi lahannya paling baik dibandingkan dengan dusun lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan tingkat produktivitas lahan yang rata-rata berada pada 6 ton per Ha. Masalahnya adalah petani padi dari Poktan lain yang sebenarnya juga memerlukan dana untuk urusan produksi tidak diberikan kesempatan untuk meminjam. Perputaran modal hanya diberikan pada petani yang sama tanpa memberikan kesempatan kepada petani yang lain. Responden non penerima PUAP yang sudah sering menerima dana PUAP dan tidak difasilitasi oleh Gapoktan biasanya meminjam modal kepada bank keliling. Adapun Dusun Cisasah dan Dusun Rawasari yang merupakan daerah Poktan Hegarsari dan Rawasari juga memang banyak diberikan pinjaman, tetapi pinjaman untuk sektor di luar agribisnis. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Gapoktan sebenarnya hanya mendahulukan petani-petani yang memang memiliki potensi untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu tanpa memikirkan untuk apa dana tersebut digunakan. Namun demikian juga tidak dapat dipungkiri masih banyak anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman, seperti pada yang terlihat pada Tabel 18. Padahal sesuai dengan ketentuan, seharusnya dana PUAP tersebut digunakan untuk sektor agribisnis. Dari sini dapat disimpulkan juga bahwa peran Gapoktan sebagai penyalur dana PUAP sudah seperti bank keliling biasa. Hal kedua yang dianggap janggal adalah banyaknya penerima PUAP yang sebagian besar merupakan satu keluarga dengan Tim verifikasi, seperti ketua 65

5 Poktan. Hal ini mengindikasikan adanya unsur nepotisme yang dilakukan oleh salah satu Ketua Poktan. Adanya unsur nepotisme ini juga membuat dana yang seharusnya digunakan untuk usaha di sektor agribisnis malah digunakan untuk kegiatan non produktif. Hal ini terjadi karena peminjam yang terkait dengan unsur nepotisme tersebut ternyata tidak memiliki usaha. Penulis menemukan fakta ini ketika sedang melakukan pengambilan data responden di salah satu Poktan. Sebagian besar peminjamnya merupakan satu keluarga dengan ketua Poktan dan beberapa diantaranya ketika ditanyakan mengenai usaha apa yang dijalankan, ternyata mereka menjawab tidak melakukan kegiatan usaha sama sekali. Hal yang ketiga adalah adanya pungutan tambahan di luar biaya administrasi yang telah ditetapkan Gapoktan. Biaya ini dipungut oleh salah satu Ketua Poktan dengan alasan biaya administrasi tambahan. Hal ini terlihat ketika penulis mengambil data di salah satu Poktan. Petani penerima PUAP pada Poktan tersebut mengaku dikenai biaya tambahan untuk administrasi. Padahal menurut pengakuan dari Ketua Gapoktan, bunga pinjaman yang dibebankan kepada peminjam digunakan untuk biaya adminstasi seperti buku anggota. Hal keempat adalah mengenai banyaknya data penerima PUAP yang sebenarnya tidak menerima dana PUAP (fiktif). Hal ini terlihat ketika pemilihan calon responden penerima PUAP. Ketika didatangi, ternyata calon responden tersebut mengaku tidak pernah menerima dana PUAP Penggunaan Input pada Usahatani Padi Sarana produksi merupakan input yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usahatani. Jenis sarana produksi yang digunakan antara petani penerima PUAP dengan non penerima PUAP pada dasarnya adalah sama, tetapi berbeda dalam hal jumlah. Sarana produksi yang digunakan umumnya terdiri dari lahan, benih, pupuk Urea, TS, KCl, Phonska, pupuk organik, obat-obatan, peralatan seperti cangkul, arit, parang, dan tenaga kerja Penggunaan Lahan Luas tanam rata-rata, baik yang dimiliki responden penerima PUAP maupun non penerima PUAP adalah rata-rata kurang dari 1 Ha. Total luas tanam yang digunakan oleh responden penerima PUAP adalah 6,687 Ha dengan rata-rata 66

6 penggunaan luas tanam 0,247 Ha, sedangkan responden non penerima PUAP adalah sekitar 6,555 Ha dengan rata-rata penggunaan luas tanam 0,262 Ha. Secara uji statistik (Lampiran 4) menunjukkan bahwa p-value (0,921) lebih besar dari derajat kesalahan atau α (0,10), sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan rata-rata luas tanam yang digunakan antara petani penerima PUAP dan non penerima PUAP tidak berbeda nyata. Dalam hal ini penerima PUAP tidak memiliki perbedaan dalam hal pemanfaatan luas tanam dengan petani non penerima PUAP. Rata-rata responden petani, baik penerima maupun non penerima menggunakan lahan kurang dari 0,5 hektar. Dengan ini disimpulkan bahwa responden petani penerima dan non penerima melakukan skala usaha yang kecil atau sebagian besar adalah petani gurem Penggunaan Benih Varietas benih yang pada umumnya digunakan oleh responden penerima PUAP maupun non penerima PUAP adalah varietas Ciherang. Idealnya jumlah benih yang digunakan adalah sekitar kg per hektar (Purwono & Purnamawati, 2007). Namun rata-rata penggunaan benih yang digunakan oleh responden penerima PUAP dan non penerima PUAP di atas dari penggunaan yang dianjurkan. Hal ini menyebabkan ketidakefisienan dalam biaya, karena benih yang digunakan banyaknya di atas rata-rata. Untuk luas lahan1 Ha, responden petani penerima PUAP menggunakan 37,086 kg benih (Lampiran 1) dan responden petani non penerima menggunakan 29,595 kg benih (Lampiran 2). Petani penerima PUAP rata-rata menggunakan benih per Ha lebih banyak dibandingkan dengan petani non penerima PUAP. Menurut beberapa responden, murahnya harga benih yang dijual oleh Gapoktan membuat mereka menggunakan lebih banyak benih untuk ditebar. Harga yang lebih murah ini menyebabkan petani cenderung merasa aman untuk menggunakan benih lebih banyak dengan harapan akan menghasilkan bibit yang baik. Harga yang ditawarkan Gapoktan untuk benih berlabel biru berkisar antara Rp 4000 hingga Rp 5000 per kg (Lampiran 14). Harga ini lebih murah dibandingkan dengan harga di warung atau toko yang berkisar antara Rp 6000 hingga Rp 7000 per kg. Walaupun Gapoktan menjual benihnya pada semua petani di Desa Mekarsari, tetapi biasanya pengurus lebih memprioritaskan petani penerima PUAP untuk membeli benih yang dijual. 67

7 Akan tetapi ada juga petani penerima PUAP yang membeli di toko. Hal ini terjadi karena lokasi petani yang cukup jauh dengan Gapoktan atau petani tersebut memiliki keyakinan bahwa benih yang dibeli di toko menghasilkan padi yang lebih baik. Responden petani non penerima PUAP biasanya membeli di toko maupun di Gapoktan. Petani yang tempat tinggalnya dekat dengan Gapoktan atau di sekitar kampung Situ Uncal biasanya membeli di Gapoktan. Petani yang berlokasi jauh dari Gapoktan biasanya membeli di toko atau warung. Selain karena lokasi, keyakinan petani bahwa benih yang dijual di toko lebih baik juga mempengaruhi petani untuk lebih membeli benih di toko. Secara uji t-statistik dengan taraf kepercayaan 90 persen, (Lampiran 4), penggunaan rata-rata benih pada petani penerima PUAP dan non penerima PUAP tidak berbeda secara nyata, karena p-value (0,157) yang lebih besar dari α (0,10). Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya rata-rata penggunaan benih antara responden penerima PUAP dan non penerimaa PUAP adalah sama Penggunaan Pupuk Urea, TS, KCl, Phonska, dan Pupuk Organik Pemupukan biasanya dilakukan 2 hingga 3 kali selam musim tanam. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk Urea, TS, KCl, Phonska, dan pupuk kandang. Semua responden, baik penerima maupun non penerima PUAP menggunakan pupuk Urea sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan satu dan dua. Selain Urea, TS dan Phonska pun banyak digunakan oleh petani. Walaupun sudah mulai beralih ke pertanian semi organik dengan mengurangi penggunaan obat-obatan, tetapi sedikit petani yang menggunakan pupuk organik. Pupuk organik sebaiknya digunakan dengan dosis 2 hingga 5 ton/ha sebagai pupuk dasar (Purwono&Purnamawati 2007). Namun pada petani responden, penggunaan pupuk organik masih jauh dari yang dianjurkan. Penggunaan pupuk Urea pada petani responden, baik penerima maupun non penerima PUAP sebenarnya melebihi dosis yang dianjurkan yaitu untuk setiap hektarnya, yaitu 200 kg/ha (Purwono&Purnamawati, 2007). Begitu juga dengan penggunaan pupuk TS yang seharusnya dianjurkan pada dosis 75 hingga 100 kg/ha (Purwono&Purnamawati 2007). Berbeda dengan penggunaan tenaga kerja maupun KCl yang sebenarnya masih di bawah dosis yang dianjurkan. 68

8 Padahal untuk jenis tanah Latosol, penggunaan KCL dan Phonska sangat diperlukan, karena pada tanah jenis ini kurang mengandung unsur P dan K seperti yang terkandung pada pupuk KCl dan Phonska. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan pupuk KCl dan Phonska masing-masing kg/ha dan 300 kg/ha (Purwono&Purnamawati, 2007). Selanjutnya penggunaan pupuk Pupuk Urea, TS, KCL, Phonska, dan Pupuk Organik pada responden petani penerima PUAP dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penggunaan Rata-rata Pupuk Urea, TS, KCL, Phonska, dan Pupuk Organik pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Pupuk Penerima PUAP Non Penerima PUAP Jumlah (kg) Jumlah (kg) Anjuran (kg) Urea 228, , * TS 106, , * KCl 17,197 11, * PHONSKA 59,069 82, * Pupuk Organik 336,473 67, * *Berdasarkan Purwono&Purnamawati 2007 Seperti yang telah dijelaskan bahwa penggunaan pupuk pada responden petani memang ada yang melebihi dan kurang dari dosis yang dianjurkan. Penggunan dosis yang melebihi antara lain penggunaan pupuk Urea dan TS, sedangkan untuk yang dosis pupuknya masih kurang antara lain KCl, Phonska, dan pupuk kandang. Kecuali untuk pupuk Phonska, petani penerima PUAP menggunakan dosis yang lebih mendekati dosis yang dianjurkan. Hal ini dimungkinkan karena kebanyakan responden petani penerima PUAP berlokasi lebih dekat dengan Gapoktan, sehingga lebih sering mendapatkan penyuluhan yang diadakan oleh Gapoktan ataupun Poktan. Kegiatan Gapoktan sebenarnya lebih berpusat di Dusun Situ Uncal atau di daerah berdomisilinya Poktan Mekarsari. Tak heran jika pertanian di Kampung Situ Uncal lebih produktif dibandingkan dengan kampung lainnya seperti Kampung Rawasari dan Cisasah yang merupakan pusat dari Poktan Rawasari dan Hegarsari. Lokasi yang cukup jauh membuat petani dari Poktan lain biasanya tidak datang pada penyuluhan 69

9 ataupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan Gapoktan. Untuk mengatasi itu semua, Poktan yang lain seperti Rawasari biasanya berinisiatif mengadakan penyuluhan sendiri. Petani non penerima PUAP diasumsikan sebagian besar merupakan petani yang sudah tidak aktif lagi dengan penyuluhan ataupun kegiatan yang dilakukan oleh Gapoktan. Hal ini karena petani non penerima merasa tidak ada kepentingan terhadap Gapoktan, dengan kata lain sudah tidak aktif dalam keanggotaan Gapoktan. Secara uji t-statistik pada taraf kepercayaan 90 persen, penggunaan pupuk Urea, KCl, dan Phonska tidak berbeda nyata, karena p value lebih besar dibandingkan α (0,10). Nilai p-value Urea Urea 0,231; KCl 0,566; dan Phonska 0,474 (Lampiran 4). Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata penggunaan pupuk Urea, KCl, dan Phonska antara penerima dan non penerima PUAP adalah sama. Berbeda halnya dengan pupuk TS dan pupuk organik. Secara uji-t statistik, penggunaan pupuk TS dan pupuk organik pada petani penerima PUAP dan non penerima PUAP berbeda secara nyata pada α 010, karena nilai p-value lebih kecil dibandingkan α (Lampiran 4). Hal ini terjadi karena responden penerima PUAP yang sebagian besar beralih dari pertanian konvensional ke pertanian semi organik. Dengan adanya program ini, petani penerima PUAP mulai menggunakan pupuk organik dan mulai meninggalkan penggunaan pestisida. Walaupun semi organik, pupuk kimia masih tetap tetap digunakan pada dosis yang sama Penggunaan Obat-Obatan Pada Gapoktan Mekarsari, anggota sebenarnya sudah dianjurkan untuk tidak menggunakan obat-obatan atau pestisida karena penggunaannya yang berlebihan dapat merusak ekosistem alam. Terlebih pada penggunaan merek yang digunakan petani sebenarnya sudah tidak dianjurkan untuk digunakan pada tanaman padi. Pada penerima dana PUAP, penggunaan obat-obatan atau pestisida jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan pada non penerima PUAP. Responden petani penerima PUAP biasanya lebih sering menerima penyuluhan tentang bahayanya obat-obatan bagi lingkungan karena pada akhir-akhir ini pun Gapoktan sedang menggalakkan program padi semi organik. Penggunaan obatobatan pada responden petani penerima PUAP dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel

10 Tabel 15. Penggunaan Rata-rata Obat-obatan pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Penerima PUAP Non Penerima PUAP Obat-obatan Anjuran Jumlah (ml) Jumlah (ml) Decis 54, , Matador 40, , Obat-obatan 94, ,543 - Secara uji-t statistik, penggunaan rata-rata obat-obatan antara petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP memiliki perbedaan yang nyata, karena nilai p-value (0,016) lebih kecil dibandingkan α (Lampiran 4). Hal ini terjadi karena petani penerima PUAP sebagian besar tidak menggunakan obatobatan untuk membasmi hama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, petani penerima PUAP sudah mulai beralih kearah pertanian semi organik, sehingga penggunaan pestisida mulai sudah dikurangi. Selain itu, daerah petani responden non penerima PUAP berdomisili di Dusun Rawasari dan Dusun Cisaasah. Kedua dusun ini memang sering diserang hama dan penyakit, sehingga petani lebih sering mengambil keputusan menggunakan obat-obatan atau menggunakan obatobatan tersebut dengan dosis yang tinggi Penggunaaan Peralatan Peralatan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh petani untuk menjalankan usahataninya. Peralatan ini sangat menunjang petani untuk bekerja dalam melakukan budidaya. Peralatan yang digunakan oleh petani padi, baik petani penerima maupun non penerima adalah sama yaitu cangkul, arit, parang, garpu, golok, dan semprot untuk membasmi hama jika ada. Pada petani penerima, sedikit yang mempunyai alat semprotan karena penggunaan obatobatan yang sudah dikurangi. Peralatan yang dimiliki petani sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh petani padi, yaitu biaya penyusutan peralatan. Penghitungan nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut. 71

11 Penggunaan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja menjadi suatu hal yang penting karena tenaga kerja inilah yang akan melakukan kegiatan usahatani, mulai dari persemaian, pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama, serta panen dan pasca panen. Penggunaan tenaga kerja dalam analisis usahatani menggunakan satuan tenaga kerja Hari Orang Kerja (HOK), sehingga apabila tenaga kerja yang digunakan adalah perempuan, maka harus dikonversikan terlebih dahulu. Upah yang diterima tenaga kerja wanita adalah Rp dan upah yang diperoleh tenaga kerja pria adalah Rp , sehingga 1 HKP = 0,7 HKW (Hari Kerja Wanita) dan 1 HKP = 1 HOK. Tenaga kerja yang digunakan dibagi ke dalam Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Tabel 16 menunjukkan rata-rata penggunaan TKDK untuk masing-masing jenis kegiatan yang diperlukan petani penerima PUAP dan non penerima PUAP per 1 Ha. Tabel 16. Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Kegiatan Penerima PUAP Non Penerima PUAP TK/Ha (HOK) % TK/Ha (HOK) % Pesemaian 3,439 6,853 3,813 6,8101 Pengolahan Lahan 17,257 34,386 17,086 30,509 Penanaman 4,157 8,283 3,844 6,864 Penyiangan 6,699 13,349 6,483 11,577 Pemupukan 3,7685 7,508 6,407 11,441 OPT 1,644 3,277 3,9664 7,082 Panen dan Pascapanen 13,219 26,340 14,401 25,715 Total 50, , Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) adalah tenaga kerja yang diperhitungkan dalam biaya usahatani padi. Hal ini dikarenakan tenaga kerja ini merupakan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga sendiri yang biasanya upahnya tidak diperhitungkan oleh petani sehingga ini menjadi biaya yang harus diperhitungkan untuk melihat seberapa banyak kebutuhan tenaga kerja dan seberapa besar biaya yang semestinya dikeluarkan oleh petani untuk tega kerja dalam keluarga. Pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa petani non penerima PUAP 72

12 lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dibandingkan petani penerima PUAP. Hal ini terjadi salah satunya karena petani penerima PUAP sebagian besar tidak melakukan kegiatan penyemprotan (OPT). Baik pada petani penerima maupun non penerima, kegiatan pengolahan lahan memiliki proporsi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan pengolahan lahan bisa berlangsung antara tiga hingga enam hari. Proses pengolahan lahan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja pria. Selain proses pengolahan, proses pesemaian, pemupukan dan penyemprotan pun biasanya menggunakan tenaga kerja pria. Pada proses penanaman dan penyiangan, tenaga kerja wanita yang biasanya digunakan. Proses panen dan pascapanen melibatkan tenaga kerja wanita dan pria. Secara uji-t statistik penggunaan TKDK antara petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP tidak memiliki perbedaan yang nyata, karena nilai p- value (0,315) lebih besar dibandingkan α (Lampiran 4). Jadi penggunaan dana PUAP yang ada tidak membuat penggunaan TKDK lebih intensif pada petani penerima PUAP. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga, sehingga akan berpengaruh pada proporsi pembiayaan usahatani petani padi. Tenaga kerja ini akan membuat petani harus mengeluarkan biaya tunai sebagai upah. Panggunaan TKLK pada responden petani penerima dan non penerima dapat dilihat pada Tabel 17. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) lebih banyak dibutuhkan petani non penerima dibandingkan petani penerima PUAP. Seperti halnya pada penggunaan TKDK, kegiatan pengolahan lahan memiliki proporsi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan pengolahan lahan biasanya memakan waktu antara tiga hingga enam hari, tergantung pada lahan dan penggunaan tenaga kerja. Seperti pada TKDK, proses pengolahan lahan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja pria. Selain proses pengolahan, proses pesemaian, pemupukan dan penyemprotan pun biasanya menggunakan tenaga kerja pria. Pada proses penanaman dan penyiangan, tenaga kerja wanita yang biasanya digunakan. Proses panen dan pascapanen melibatkan tenaga kerja wanita dan pria. 73

13 Tabel 17. Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Kegiatan Penerima PUAP Non Penerima PUAP TK/Ha(HOK) % TK/Ha(HOK) % Pesemaian 0,598 0,738 0,152 0,138 Pengolahan Lahan 40,077 49,510 43,783 39,783 Penanaman 5,338 6,595 10,373 9,426 Penyiangan 8,165 10,086 18,581 16,883 Pemupukan 0,747 0,923 2,135 1,940 OPT 0,149 0,184 0,915 0,831 Panen dan Pascapanen 25,871 31,96 34,111 30,995 Tota 80, , Secara uji-t statistik, rata-rata penggunaan TKLK antara petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP memiliki perbedaan yang nyata, karena nilai p-value (0,055) lebih kecil dibandingkan α 10 persen (Lampiran 4). Hal ini terjadi karena dari segi kualitas tenaga kerja, petani penerima PUAP terbukti lebih optimal dan produktif, walaupun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Selain itu, responden non penerima PUAP lebih banyak yang berada di usia non produktif, sehingga membutuhkan tenaga luar keluarga lebih banyak. Secara keseluruhan, penggunaan tenaga kerja, baik dalam maupun luar keluarga dapat dilihat pada Tabel 18. Secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja total antara petani penerima dan non penerima PUAP memiliki perbedaan dalam hal jumlah penggunaan HOK. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden non penerima memiliki lahan yang relatif lebih membutuhkan pengolahan dan perawatan ekstra. Lahan pada responden non penerima PUAP pada umumnya berada di Dusun Rawasari dan Cisasah yang memiliki tingkat kesuburan di bawah Dusun Situ Uncal. Selain itu, karakteristik petani antara dusun pun berbeda. Petani penerima PUAP pada umumnya sudah menjalankan sistem pertanian semi organik dimana petani sudah mengurani dan tidak lagi menggunakan obat-obatan serta mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pada tanaman. Dari segi kualitas tenaga kerja, petani penerima PUAP terbukti lebih optimal dan produktif, walaupun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Selain itu, responden non penerima PUAP lebih banyak yang berada di usia non produktif. 74

14 Tabel 18. Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Total pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Penerima PUAP Non Penerima PUAP Kegiatan TK/Ha (HOK) % TK/Ha (HOK) % Pesemaian 4,037 3,079 3,966 2,388 Pengolahan Lahan 57,335 43,722 60,869 36,655 Penanaman 9,496 7,241 14,218 8,562 Penyiangan 14,864 11,335 25,064 15,094 Pemupukan 4,516 3,443 8,543 5,144 OPT 1,794 1,368 4,881 2,939 Panen dan Pascapanen 39,090 29,809 48,512 29,214 Jumlah 131, , Analisis Fungsi Regresi Untuk Produksi Padi Model penduga yang dianalisis adalah model penduga yang berasal dari petani penerima PUAP maupun non penerima PUAP. Model penduga produksi ini menggunakan metode penduga kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) untuk mengetahui serta menilai faktor input yang berpengaruh terhadap produksi petani penerima PUAP maupun non penerima PUAP dengan batas α 10 persen atau pada taraf kepercayaan 90 persen. Faktor-faktor penduga produksi merupakan faktor-faktor input yang digunakan oleh petani selama satu musim, sedangkan produksi merupakan hasil produksi petani baik petani penerima maupun non penerima PUAP selama satu musim Model Penduga Fungsi Produksi Usahatani Padi Faktor input produksi yang mempengaruhi produksi padi adalah luas lahan, benih, Urea, TS, KCl, Phonska, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, dan dummy yaitu antara petani penerima dan petani non penerima. Adapun hasil penghitungan regresi berganda dapat dilihat pada Lampiran 3. Hipotesis yang dibuat untuk melakukan analisis pada model fungsi produksi padi adalah H 0 : variabel-variabel penduga tidak berpengaruh terhadap produksi padi, dan H 1 : variabel-variabel penduga berpengaruh terhadap produksi padi. Perhitungan hasil regresi telah membentuk suatu model pendugaan untuk produksi padi. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi diperoleh hasil bahwa koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 88,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 88,5 persen dari keragaman yang mempengaruhi produksi padi dapat 75

15 dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 11,5 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Adapun pendugaan parameter model produksi padi petani penerima dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi Padi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP Peubah Koefisien T P VIF Elastisitas Intersep -572,6-1,78 0,083 Luas Lahan (X 1 ) ,86 0,071 8,4 0,331 Benih (X 2 ) 24,36 0,95 0,347 3,7 0,129 Urea (X 3 ) 11,971 3,51 0,001 7,4 0,524 TS (X 4 ) -4,338-1,51 0,140 4,4-0,108 KCl (X 5 ) -7,426-0,83 0,414 1,5-0,017 Phonska (X 6 ) 19, ,000 1,7 0,217 Organik (X 7 ) -1,7742-2,31 0,026 1,5-0,057 Obat-obatan (X 8 ) -1,4648-1,81 0,077 1,9-0,058 Tenaga Kerja (X 9 ) 12,036 1,37 0,178 2,5 0,283 Dummy PUAP (D) 333,6 1,69 0,099 2,0 R-Square 0,885 F-Hitung 30,09 Keterangan t-tabel : t 0,10 (n-11) : 1,282 t 0,05 (n-11) : 1,645 t 0,01 (n-11) : 2,326 Pengujian secara menyeluruh model menggunakan uji F, dimana F-hitung yang diperoleh dari perumusan model adalah 30,09. Nilai F-hitung yang dihasilkan oleh model ini lenih besar dari nilai F-tabel (F (0,05)(11,39) = 2,75 ). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel penduga yang digunakan dalam model tersebut secara bersama-sama memiliki pengaruh pada produksi padi pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai P-value pada model ini sebesar 0,00 (pada Lampiran 3) atau P-value lebih kecil dibandingkan α (0,05), hal ini berarti model penduga tersebut berpengaruh secara nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai VIF (Variance Inflation Factors) dari masing-masing variabel 76

16 penduga memiliki nilai di bawah 10, hal ini berarti masing-masing variabel bebas tidak saling mempengaruhi atau tidak ada multikolinear. Nilai Durbin-Watson (pada Lampiran 3), yaitu sebesar 2,42823 menunjukkan bahwa model penduga tidak mengalami autokolinear. Dengan meregresikan semua peubah bebas dengan mutlak residualnya maka diperoleh nilai P-value sebesar 0,081. Nilai P-value yang lebih besar dari α (0,05), menunjukkan bahwa asumsi homoskedastisitas terpenuhi Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Pengujian pengaruh nyata dari masing-masing variabel bebas terhadap produksi padi akan diuji dengan menggunakan uji t dengan membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel. Hipotesis awal adal H 0 : variabel bebas berpengaruh nyata pada produksi dan H 1 : variabel bebas tidak berpengaruh nyata pada produksi. Pengujian variabel bebas terhadap produksi padi dilakukan pada taraf kepercayaan 90 persen dengan tingkat derajat kesalahan atau α 10 persen Luas Lahan Nilai p-value pada Tabel 18 membuktikan bahwa variabel luas lahan dapat berpengaruh secara nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai t-hitung urea pada hasil regresi mencapai 1,86. Hal ini berarti luas lahan berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi. Nilai koefisien untuk variabel luas lahan adalah sebesar Hal ini berarti jika terjadi penambahan faktor produksi lahan sebesar satu hektar, maka produksi akan meningkat sebesar 2089 kg dengan menganggap faktor produksi lainnya tetap (cateris paribus). Elastisitas luas lahan terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,331. Artinya perubahan input satu persen dari luas lahan maka akan merubah 0,331 persen dari produksi. Penggunaan lahan memang sangat dibutuhkan oleh petani, karena petani responden keseluruhan memiliki lahan di bawah satu hektar. Secara umum, petani di Indonesia merupakan petani gurem dengan luas kepemilikan lahan kurang dari 0,3 hektar (Soekartawi 1982). Pada penelitian ini, rata-rata penggunaan luas lahan adalah 0,25 Ha. Dengan bertambahnya luas lahan, diharapkan petani dapat meningkatkan skala usahanya. Akan tetapi, penambahan luas lahan memerlukan 77

17 biaya yang tinggi. Untuk menyewa lahan saja diperlukan sekitar Rp hingga Rp per Ha. Oleh karena itu, penambahan luas lahan masih dirasa berat untuk sebagaian besar responden. Ditambah lagi dengan semakin menurunnya luas areal tanam di Desa Mekarsari akibat dari banyaknya lahan pertanian yang dibeli. Adanya penambahan luas lahan sebenarnya dapat membantu untuk meningkatkan produksi padi. Hal ini juga menjadi jawaban bahwa sebenarnya Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk menjadi sentra padi jika luas areal tanam ditambah, karena untuk tingkat produktivitas sendiri Kabupaten Bogor sudah cukup tinggi Benih Benih merupakan faktor produksi yang dibutuhkan untuk petani. Benih padi memiliki beberapa varietas, seperti Ciherang, Cisadane, IR 64, dan sebagainya. Petani responden menggunakan benihg varietas Ciherang. Koefisien dugaan variabel benih bernilai positif sebesar 24,36 yang berarti setiap peningkatan benih sebesar 1 kg, maka produksi akan meningkat sebesar 24,26 kg. Elastisitas benih terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,129. Artinya perubahan input satu persen dari benih maka akan merubah 0,129 persen dari produksi. Pada hasil regresi pada penelitian ini menunjukkan nilai p-value sebesar 0,347. Hal ini membuktikan bahwa variabel benih tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai t-hitung urea pada hasil regresi hanya mencapai 0,95. Kondisi ini terjadi karena akhir-akhir ini sering beredar benih padi yang ternyata tidak berkualitas. Hal ini sangat merugikan petani karena dari sekitar 5 kg benih, hanya yang sekitar 2 3 kg saja yang bisa disemaikan Pupuk Urea Pupuk Urea merupakan pupuk yang selalu digunakan oleh keseluruhan responden petani padi. Koefisien dugaan variabel urea bernilai positif sebesar 11,971 yang berarti setiap peningkatan pupuk urea sebesar 1 kg, maka produksi akan meningkat sebesar 11,971 kg. Elastisitas pupuk urea terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,524. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk Urea maka akan merubah 0,524 persen dari produksi. Nilai p- 78

18 value pada Tabel 18 membuktikan bahwa variabel Urea dapat berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai t-hitung urea pada hasil regresi mencapai 1,86 atau lebih besar dari t-tabel. Penggunaan pupuk Urea memang dibutuhkan oleh petani responden. Urea merupakan pupuk dengan unsur N yang tinggi. Unsur N digunakan untuk mambantu proses vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif merupakan proses pertumbuhan daun dan ranting. Pertumbuhan daun dan ranting yang baik akan membuat proses fotosintesis berjalan dengan baik. Selain itu, pupuk Urea sangat sulit untuk dipalsukan. Hal ini bisa mengurangi risiko penggunaan pupuk palsu yang sekarang sering dikeluhkan masyarakat Pupuk TS Pupuk TS merupakan pupuk tunggal yang mengandung unsur P. Unsur P digunakan untuk pertumbuhan akar agar daya unsur yang ada di dalam tanah dapat diserap dengan baik. Unsur P juga menyebabkan tanaman menjadi lebih kokoh. Koefisien dugaan variabel pupuk TS bernilai negatif sebesar 4,338 yang berarti setiap peningkatan pupuk TS sebesar 1 kg, maka produksi akan menurun sebesar 4,338 kg. Elastisitas pupuk TS terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,108. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk TS maka akan merubah 0,108 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk TS sebesar 0,140 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk TS tidak signifikan mempengaruhi produksi padi. Penggunaan pupuk TS yang tidak berpengaruh secara nyata bisa diakibatkan oleh penggunaan dosis yang tidak berimbang. Pada responden yang diwawancarai, sebagian besar menggunakan pupuk TS dalam dosis yang tinggi. Padahal tanah mempunyai kemampuan menyerap unsur hara yang terbatas. Kemampuan menyerap unsur hara yang terbatas membuat tanah tidak dapat menyerap unsur P yang terkandung pada TS, sehingga penggunaan pupuk TS tidak memiliki pengaruh pada produksi padi. Selain itu, pupuk TS mudah untuk dipalsukan. Saat ini petani mengeluhkan pupuk palsu yang sering beredar di masyarakat. 79

19 Pupuk KCl Pupuk KCl mengandung unsur K yang membantu pada proses pembuahan pada tanaman buah-buahan atau biji pada tanaman biji-bijian. Pemberian KCL pada tanaman padi akan memberikan hasil yang baik pada gabah yang dihasilkan. Koefisien dugaan variabel pupuk KCl bernilai negatif sebesar 7,426 yang berarti setiap peningkatan pupuk KCl sebesar 1 kg, maka produksi akan menurun sebesar -7,426 kg. Elastisitas pupuk KCl terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,017. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk KCl maka akan merubah 0,017 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk KCl sebesar 0,414 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk KCl tidak signifikan mempengaruhi produksi padi. Pupuk KCl pada responden petani tidak memiliki pengaruh kemungkinan karena rendahnya dosis yang diberikan pada tanaman. Selain itu, adanya kemungkinan penggunaan pupuk palsu yang digunakan. Saat ini, pupuk yang sering dipalsukan adalah pupuk TS dan KCL Pupuk Phonska Pupuk Phonska adalah pupuk majemuk yang mengandung unsur-unsur makro yang diperlukan tanaman, seperti N, P, dan K. Koefisien dugaan variabel pupuk Phonska bernilai positif sebesar 19,338 yang berarti setiap peningkatan pupuk Phonska sebesar 1 kg, maka produksi akan meningkat sebesar 19,338 kg. Elastisitas pupuk Phonska terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,217. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk Phonska maka akan merubah 0,217 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk Phonska sebesar 0,000 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P- value < α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk Phonska signifikan mempengaruhi produksi padi. Pupuk Phonska sangat baik bagi tanaman. Hal ini terjadi karena pupuk Phonska mengandung semua unsur yang dibutuhkan bagi tanaman, seperti N, P, K dengan komposisi 15:15:15 (Purwono&Purnamawati 2007). 80

20 Pupuk Organik Pupuk organik bagi sebagian responden mulai digunakan, terlebih pada responden penerima PUAP yang sedang giat melaksanakan program semi organik. Koefisien dugaan variabel pupuk organik bernilai negatif sebesar 1,7742 yang berarti setiap peningkatan pupuk organik sebesar 1 kg, maka produksi akan menurun sebesar 1,7742 kg. Elastisitas pupuk organik terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,057. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk organik maka akan merubah 0,057 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk organik sebesar 0,026 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value < α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk organik signifikan mempengaruhi produksi padi. Hubungan yang negatif antara produksi dan pupuk organik biasanya terjadi karena pupuk kandang yang digunakan belum mengalami proses pembusukan dengan sempurna. Akibatnya proses pembusukan pupuk organik terjadi pada tanah dan menyerap unsur hara yang yang seharusnya diperlukan tanaman Obat-Obatan Obat-obatan atau pestisida yang digunakan oleh petani responden adalah pestisida cair dengan merek Decis dan Matador. Koefisien dugaan variabel obatobatan bernilai negatif sebesar 1,4648 yang berarti setiap peningkatan obat-obatan sebesar 1 ml, maka produksi akan menurun sebesar 1,4648 kg. Elastisitas obatobatan terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,058. Artinya perubahan input satu persen dari obat-obatan maka akan merubah 0,058 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value obat-obatan sebesar 0,077 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value < α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel obat-obatan signifikan mempengaruhi produksi padi. Hubungan yang negatif antara produksi dengan obat-obatan terjadi karena penggunaan dosis yang berlebih. Terlebih untuk merek-merek yang digunakan petani sebenarnya sudah tidak dianjurkan digunakan untuk tanaman padi. Bila dosis yang diberikan berlebihan, maka obat-obatan yang digunakan malah akan menjadi racun bagi tanaman. Sebaliknya apabila dosis yang diberikan 81

21 kurang, maka yang akan terjadi adalah seperti pada penggunaan obat antibiotik. Obat antibiotik apabila diberikan tidak sampai habis, maka yang terjadi adalah tubuh semakin kebal terhadap serangan penyakit. Begitu pula dengan pestisida yang diberikan secara tidak tuntas akan membuat tanaman menjadi lebih kebal terhadap penyakit Tenaga Kerja Koefisien dugaan variabel tenaga kerja bernilai positif sebesar 12,036 yang berarti setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 HOK, maka produksi akan meningkat sebesar 12,036 kg. Elastisitas tenaga kerja terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,217. Artinya perubahan input satu persen dari tenaga kerja maka akan merubah 0,217 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value tenaga kerja sebesar 0,000 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja tidak signifikan mempengaruhi produksi padi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan tenaga kerja pada produksi dengan skala produksi berapapun cenderung memiliki kesamaan dalam jumlah tenaga kerja. Misalnya saja untuk pengolahan lahan yang menghasilkan produksi sebesar tiga ton dibutuhkan tenaga kerja yang sama dengan pengolahan lahan yang hanya menghasilkan satu ton. Akibatnya penggunaan tenaga kerja pada tingkat produksi berapa pun tidak berpengaruh pada produksi Dummy PUAP Dummy PUAP dalam hal ini adalah antara penerima PUAP dengan non penerima PUAP. Satu Nilai p-value pada Tabel 18 membuktikan bahwa variabel dummy PUAP dapat berpengaruh secara nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai koefisien dugaan untuk variabel dummy PUAP adalah sebesar 333,6. Hal ini menunjukkan apabila petani dalam kepesertaan PUAP sebagai penerima PUAP, maka produksi padi penerima PUAP per hektar lebih banyak 333,6 kg dibandingkan dengan petani non penerima PUAP, ceteris paribus. Namun dalam hal ini belum dapat disimpulkan bahwa program PUAP memiliki pengaruh langsung terhadap produksi padi. Oleh karena itu, dilakukan 82

22 analisis perbandingan antara data rata-rata penggunaan input dengan data regresi pada responden penerima PUAP dan non penerima PUAP seperti pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-rata Penggunaan, Hasil Uji T-Statistik, dan Pengaruh Variabel Faktor Produksi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP Faktor Rata-rata Penggunaan Per Ha Hasil Uji-t statistik Pengaruh Variabel Produksi Penerima Non Penerima (α = 0,1) (α = 0,1) Lahan 6,687 6,555 Tidak berbeda nyata Signifikan Benih 37,086 29,595 Tidak berbeda nyata Tidak signifikan Urea 228, ,924 Tidak berbeda nyata Signifikan TS 106, ,526 Berbeda nyata Tidak signifikan KCl 17,197 11,441 Tidak berbeda nyata Tidak signifikan Phonska 59,069 82,684 Tidak berbeda nyata Signifikan Pupuk 336,473 67,124 Berbeda nyata Signifikan Organik Obat-obatan 94, ,543 Berbeda nyata Signifikan Tenaga Kerja 131, ,056 Berbeda nyata Tidak signifikan Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa variabel lahan yang berpengaruh nyata terhadap produksi ternyata tidak berbeda nyata rata-rata penggunaannya antara penerima dan non penerima PUAP pada α 10 persen. Variabel pupuk urea yang berpengaruh secara signifikan pun ternyata tidak berbeda nyata rata-rata penggunaannya antara penerima dan non penerima PUAP pada α 10 persen. Namun apabila dihubungkan dengan penggunaan rata-rata per Ha, penggunaan pupuk Urea lebih banyak pada responden non penerima PUAP. Begitu pula dengan variabel pupuk Phonska yang berpengaruh secara signifikan pun ternyata tidak berbeda nyata rata-rata penggunaannya antara penerima dan non penerima PUAP pada α 10 persen. Namun apabila dihubungkan dengan penggunaan ratarata per Ha, penggunaan pupuk Phonska lebih banyak pada responden non penerima PUAP. Baik untuk pupuk Urea maupun pupuk Phonska memiliki koefisien positif, dimana ketika penggunaan variabel tersebut ditambah satu satuan, maka produksi akan meningkat sebesar koefiesien penduga parameter. Dari sini dapat disimpulkan penerima PUAP seharusnya memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan dengan penerima PUAP. 83

23 Selain variabel-variabel yang disebutkan di atas, variabel pupuk organik dan obat-obatan memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi dan rata-rata penggunaannya dengan α 10 persen berbeda nyata. Koefisien penduga parameter bernilai negatif yang berarti ketika penggunaan variabel tersebut ditambah satu satuan, maka produksi akan menurun sebesar koefiesien penduga parameter. Dari sini seharusnya dapat disimpulkan bahwa non penerima PUAP yang menggunakan pupuk organik dalam jumlah yang lebih sedikit per Ha memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan dengan penerima PUAP karena penggunaan pupuk organik dapat mengurangi produksi padi. Lain halnya dengan obat-obatan dimana penerima PUAP menggunakannya lebih sedikit dibandingkan dengan non penerima PUAP. Seharusnya petani penerima PUAP memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan dengan petani non penerima PUAP karena penggunaan obat-obatan dapat mengurangi produksi padi. Dari hal-hal yang telah dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menyebabkan penerima PUAP lebih baik dibandingkan non penerima PUAP kemungkinan besar tidak berkaitan dengan variabel-variabel input yang ada. Hal ini kemungkinan terkait dengan produktivitas lahan. Produktivitas lahan penerima PUAP memang lebih baik dibandingkan non penerima PUAP. Hal ini terlihat dari penggunaan input variabel seperti pupuk Urea yang lebih sedikit ataupun rata-rata tidak berbeda penggunaannya, tetapi penerima PUAP produksinya dapat lebih baik dibandingkan non penerima PUAP. Selain itu, hal ini juga bisa jadi karena pengaruh dari program-program sebelum PUAP. Gapoktan Mekarsari merupakan Gapoktan yang banyak menerima bantuan dari Dinas Pertanian, seperti bantuan pupuk bersubsidi, penyuluhan mengenai produksi padi, bantuan traktor, dan sebagainya. Bantuan-bantuan tersebut biasanya juga disalurkan pada petani yang sama dengan penerima PUAP, sehingga dapat dikatakan bahwa bantuan-bantuan yang selama ini diberikan hanya berputar pada petani yang sama Analisis Usahatani Padi Pada Petani Penerima dan Non Penerima Analisis usahatani digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat biaya, penerimaan, dan pendapatan petani padi pada satu musim. Analisis usahatani ini juga digunakan untuk melihat seberapa besar perbandingan tingkat biaya, penerimaan, dan pendapatan yang diperoleh masing-masing petani yang 84

24 menerima dan tidak menerima dana PUAP. Hasil perbandingan tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh adanya dana PUAP terhadap pendapatan petani padi Biaya Produksi Usahatani Padi Komponen biaya yang dikeluarkan oleh petani padi selama satu musim terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani untuk penggunaan input selama satu musim. Lain halnya dengan biaya diperhitungkan, biaya ini adalah biaya yang dihitung berdasarkan penggunaan input yang tidak dibayar tunai oleh petani karena input yang digunakan merupakan milik sendiri, penyusutan nilai investasi dan beberapa bantuan. Berikut ini adalah pembagian biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya diperhitungkan Biaya Tunai Komponen biaya tunai terdiri dari biaya pembelian benih, pupuk, obatobatan, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa traktor, lahan, dan ternak. 1. Biaya Pembelian Benih dan Obat-obatan Benih yang digunakan untuk usahatani responden adalah varietas ciherang. Benih rata-rata diperoleh dari Gapoktan, toko, ataupun warung. Benih yang diperoleh dari Gapoktan biasanya memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan benih yang diperoleh dari toko ataupun warung. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih pada anggota penerima PUAP lebih banyak dibandingkan dengan anggota non anggota. Hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah benih yang digunakan oleh anggota penerima PUAP. Walaupun harga rata-rata lebih besar pada petani non penerima PUAP, tetapi karena jumlah yang dibutuhkan petani penerima PUAP lebih banyak, maka total biaya penerima PUAP menjadi lebih tinggi. Pembentukkan harga rata-rata benih dapat dilihat pada Lampiran 14. Selain benih, penggunaan dan biaya rata-rata obat-obatan pada petani penerima dan non penerima PUAP juga memiliki perbedaan. Biaya untuk membeli obat-obatan pada petani penerima PUAP lebih kecil dibandingkan dengan petani non penerima PUAP. Hal ini disebabkan oleh kecilnya kebutuhan petani penerima PUAP akan penggunaan obat-obatan karena sebagian besar petani penerima PUAP sudah 85

25 mulai menerapkan sistem pertanian semi organik. Semi pertanian semi organik ini lebih menitikberatkan pada anjuran untuk mengurangi atau tidak menggunakan pestisida. Walaupun semi organik, penggunaan pupuk kimia masih banyak dilakukan oleh sebagian besar petani, bahkan dalam jumlah yang melebihi dosis. Pembentukkan harga rata-rata obat-obatan penerima PUAP dan non penerima PUAP masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. Rata-rata Penggunaan Benih dan Obat-obatan serta Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-rata Penggunaan Benih dan Obat-obatan serta Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Penerima PUAP Non Penerima PUAP Keterangan Jumlah Harga Total (Rp) Jumlah Harga Total (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) Benih 36, , ,80 26, , ,48 Obat-obatan 94,96 429, ,50 408,54 425, ,10 2. Biaya Pembelian Pupuk Pupuk yang digunakan dalam budidaya padi adalah pupuk Urea, TS, KCl, Phonska dan pupuk kandang. Adapun penggunaan dan biaya yang dikeluarkan rata-rata oleh petani penerima maupun petani non penerima pada dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-rata Penggunaan Pupuk dan Biaya yang digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Pupuk Jumlah (kg) Petani Penerima PUAP Harga satuan (Rp) Biaya (RP) % Jumlah (kg) Petani Non Penerima PUAP Harga satuan (Rp) Biaya (Rp) % Urea 228, , ,2 36,04 308, , ,54 39,19 TS 106, , ,8 24,53 210, , ,4 40,76 KCl 17, , ,27 4,943 11, ,611 2,759 Phonska 59, , ,7 11,98 82, , ,93 13,71 Organik 336,47 646, ,4 22,51 67,12 645, ,706 3,578 Jumlah ,5 100 Jumlah ,2 100 Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa biaya untuk membeli pupuk pada petani penerima PUAP lebih kecil dibandingkan dengan petani non penerima 86

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Wilayah Desa Penelitian PUAP

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Wilayah Desa Penelitian PUAP V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Wilayah Desa Penelitian PUAP Desa Purwasari merupakan desa yang terletak di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Secara administratif, desa ini berbatasan dengan Desa Petir

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Padi Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU 7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya ubi kayu tidak terlalu sulit. Ubi kayu tidak mengenal musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No Pertanyaan Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Total Skor 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 29 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 28 3

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Responden Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, penggunaan luas lahan, dan jumlah tanggungan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel Strata I dan II pada Usahatani Jeruk di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Strata I II No. Sampel Luas Lahan (ha) Umur Petani (tahun) Pengalaman Bertani

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Petani 1) Umur Umur petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Jurnal Ilmiah AgrIBA No2 Edisi September Tahun 2014 ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Oleh : Siska Alfiati Dosen PNSD dpk STIPER Sriwigama Palembang

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR No. Responden : Nama Responden : Alamat : Desa/Kelurahan : Kecamatan : Kabupaten : Bogor Provinsi : Jawa Barat Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Teori yang digunakan untuk mengurai perumusan masalah pendapatan petani jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN

1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN GOL. LUAS LAHAN (m 2 ) 1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN ST.2003 ST.2013 PERUBAHAN RTUP RTUP (juta) (%) (juta) (juta) < 1000 9.38 4.34-5.04-53.75 1000-1999 3.60 3.55-0.05-1.45 2000-4999 6.82 6.73-0.08-1.23

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG Moh. Saeri dan Suwono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Sampang merupakan salah satu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya di Desa Lebak Muncang sebagian besar penduduknya adalah petani. Sebanyak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu lokasi pengembangan pertanian porduktif

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan, dan sikap mental

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga Terdiri dari 9 Desa yaitu

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 73 VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya I. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, artinya adalah metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b ARTIKEL Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor Farm Income of the Intercropping System between Sweet Potato and Sweet Corn in Gunung Malang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci