II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pengaruh Perkembangan Kota Terhadap Lingkungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pengaruh Perkembangan Kota Terhadap Lingkungan"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat pemukiman yang besar dan luas (Irwan, 1997) dan kota juga merupakan suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan dan jasa), sebuah sistem baik secara fisik ataupun sosial ekonomi yang bersifat tidak statis dan sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan sehingga susah untuk dikontrol dan kota juga mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan besarnya pengaruh itu sangat tergantung kepada perencanaannya (Watt, 1973 dalam Irwan, 1997). Kota merupakan suatu kebulatan tatanan dari lingkungan sistem fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang saling berintegrasi secara sederhana. Kota merupakan sebuah sistem yang sifatnya sementara dan sewaktu-waktu sulit untuk dikontrol (Soeriaatmaja, 1977). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 Tahun 2008, menjelaskan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi Pengaruh Perkembangan Kota Terhadap Lingkungan Perkembangan kota terutama dipengaruhi oleh sektor jasa perdagangan, pemerintahan dan lain sebagainya yang menimbulkan krisis pemukiman, air bersih, kesehatan dan limbah. Pesatnya pemukiman di wilayah kota beserta perkembangan kebudayannya menambah beban daya dukung lingkungan yang relatif tetap yang sementara memang masih dapat diatasi oleh teknologi, namun akibat sampingannya akan berlipat ganda (Fakultas Kehutanan-IPB, 1987).

2 7 Perkembangan kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, industri, pelayanan dan sebagainya selain memberikan keuntungan ekonomi, juga memberikan dampak negatif yaitu semakin meningkatnya jasa-jasa transportasi di pusat-pusat kegiatan, sehingga pencemaran pun meningkat. Perkembangan kota yang semakin pesat ditandai dengan semakin meningkatnya aktivitas manusia seperti pengolahan lahan, pemukiman, perindustrian dan sebagainya, menyebabkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan cenderung menurun Hutan kota Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis (Irwan, 1997). Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota, memberikan batasan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota tidak hanya berarti hutan yang berada di kota, tetapi dapat tersusun dari komponen hutan dan kelompok vegetasi lainnya yang berada di kota (taman, jalur hijau, kebun dan pekarangan). Salah satu atau beberapa fungsi hutan kota dapat pula dilakukan oleh kelompok vegetasi lain tergantung dari tujuan utama dibangunnya hutan kota sendiri yaitu sebagai penghasil oksigen (O 2 ), peredam suara dan sebagainya Peranan Hutan Kota Menurut Grey & Deneke (1978), bahwa dengan menerapkan konsep hutan kota akan memberikan 4 jenis manfaat, yaitu : a. Perbaikan Iklim Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim seperti : radiasi matahari, temperatur udara, angin dan kelembaban. Dengan adanya hutan kota

3 8 maka akan memberikan kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia seperti : penyesuaian suhu lingkungan dan penurunan kecepatan angin. b. Pemanfaatan Bidang Keteknikan Pemanfaatan bidang keteknikan ini berupa : perlindungan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), pengendalian terhadap erosi, pengendalian air buangan, meredam kebisingan, menyaring polusi udara, pengendalian sinar langsung dan pantulan serta pengendalian lalu lintas. c. Pemanfaatan di Bidang Arsitektur Pengaturan struktur pohon-pohon hutan kota disekitar gedung atau bangunan akan memberikan hasil yang lebih baik, terutama apabila dipandang dari sudut seni dan keindahan. d. Pemanfaatan di Bidang Estetika Keberadaan tanaman hutan kota dalam berbagai bentuk, struktur dan warna akan mempercantik dan memperindah wajah kota. Selain manfaat diatas, adanya struktur pepohonan di perkotaan akan memberikan manfaat lain seperti sebagai sangtuari satwa dan perlindungan ekosistem. Kota identik dengan kepadatan penduduk, sehingga seringkali kondisi lingkungan hidupnya kurang terpelihara dengan baik yang berakibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Menurut Fakuara (1986), Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di kawasan pemukiman kota perlu diterapkan prinsip-prinsip hutan kota dalam bentuk : a. Membuat taman bermain untuk anak-anak. Jenis tanaman yang dapat ditanam di taman ini bervariasi dengan ketinggian yang berbeda, disusun sedemikian rupa untuk memenuhi keindahan, meredam suara, produksi oksigen dan meningkatkan kenyamanan. b. Membuat tanaman tepi jalan atau jalur hijau. Tanaman ini bertujuan untuk meredam suara, menyerap genangan air, meningkatkan kenyamanan serta menahan sinar silau kendaraan pada malam hari.

4 9 c. Tanaman pekarangan. Tanaman ini bertujuan untuk produksi oksigen, keindahan serta beberapa tujuan lain berdasarkan keinginan pemiliknya. d. Tanaman pelengkap gedung bertingkat. Tujuannya untuk produksi oksigen dan untuk memberikan kondisi yang alami dan nyaman. Selain untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, hutan kota juga dapat dimodifikasi untuk memberikan pelayanan rekreasi bagi penduduk kota. Lokasi hutan kota rekreasi diusahakan merupakan rekreasi jam artinya dapat didatangi dan dinikmati tidak lebih dari satu jam perjalanan dari ujung daerah pemukiman dengan kendaraan bermotor. Menurut Fakuara (1986), hutan kota rekreasi harus mempunyai peranan sebagai berikut: a. tempat bermain anak-anak b. tempat istirahat c. pelindung dari gas dan debu udara d. produksi oksigen Pohon-pohon yang dapat ditanam untuk kawasan rekreasi disarankan oleh Fakuara (1986), yaitu yang terdiri dari jenis-jenis daun lebar yang rindang untuk memberikan keteduhan yang besar. Menurut Grey & Deneke (1978), pohon-pohon yang dapat ditanam untuk hutan kota dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : a. pohon-pohon kecil dengan tinggi kurang dari 9,14 m. b. pohon-pohon sedang dengan tinggi 9,14 m sampai 18,28 m. c. pohon-pohon tinggi dengan tinggi lebih dari 18,28 m Tipe Hutan Kota Fakultas Kehutanan-IPB (1987) membedakan tipe hutan kota berdasarkan perlindungan obyek dan hasil yang ingin dicapai obyek tersebut atau lokasi yang dibuat untuk tujuan tertentu, yaitu :

5 10 a. Hutan Kota Permukiman. Hutan kota permukiman merupakan hutan kota yang terdapat pada pusat-pusat permukiman dengan tujuan untuk menjaga kualitas lingkungan hidup di wilayah permukiman terutama menjaga suhu, kelembaban, ketersedian oksigen, kualitas udara dan meredam kebisingan. b. Hutan Kota Industri. Suatu kota umumnya mempunyai kawasan industri, buangan dari industri ini dapat berbentuk cairan, gas maupun padatan (debu udara). Hutan kota mempunyai peranan sebagai pendaur ulang dari limbah yang diproduksi serta berfungsi sebagai pelindung terhadap debu, kebisingan dan gas buangan industri. c. Hutan Kota Rekreasi Manusia dalam kehidupannya tidak hanya membutuhkan makanan dan minuman saja tetapi membutuhkan juga rekresai. Adanya hutan kota yang berfungsi sebagai sarana rekresai, maka kebutuhan ini dapat terpenuhi. d. Hutan Kota Konservasi. Hutan kota konservasi bertujuan untuk mencegah kerusakan, perlindungan dan pengawetan terhadap obyek tertentu di dalam kota. Suatu kota sering kali mempunyai kekhasan dalam flora dan fauna tertentu yang perlu dipertahankan kelestariannya. Oleh karena itu tindakan konservasi perlu dilakukan dengan pembuatan hutan kota konservasi. Selain itu, ada juga kota yang mempunyai tepi tebing-tebing yang curam ataupun tepi sungai yang perlu dilindungi agar tidak terjadi longsor, karena berdekatan dengan pemukiman, bangunan atau struktur lainnya dalam kota. e. Hutan Kota Pusat Komunitas Sosial/Kegiatan. Suatu kota juga mempunyai pusat-pusat komunitas sosial/kegiatan seperti pusat pertokoan, gedung-gedung pertemuan, perkantoran dan lain-lain. Hutan kota yang berada di wilayah ini bertujuan untuk memberikan sentuhan estetika, sebagai pelindung, produsen oksigen dan lain-lain. Di dalam pusat komunitas, hutan kota juga dapat dijadikan sebagai alat sosialisasi penduduk kota.

6 Kriteria dan Bentuk Hutan Kota Menurut Fakultas Kehutanan-IPB (1987) kriteria hutan kota terdiri atas sasaran dan fungsi penting, vegetasi, intensitas manajemen serta status. Berdasarkan kriteria tersebuat, maka bentuk hutan kota dapat dikelompokkan menjadi 4 bentuk, yaitu : Taman Kota, Kebun/Pekarangan, Jalur Hijau dan Hutan. Taman Kota dibangun tidak sekedar untuk tujuan keindahan saja melainkan dapat pula berfungsi sebagai produsen oksigen. Luas taman dapat bervariasi dari beberapa m 2 sampai puluhan hektar. Kebun/pekarangan juga harus ditanami jenis tanaman yang mampu mendukung paling tidak kebutuhan oksigen penduduk kota selain itu juga, untuk tujuan produksi yang bernilai ekonomi. Jalur hijau yang dibangun untuk menyusun hutan kota dapat berupa jalur beberapa meter sampai puluhan kilometer. Jenis tanaman yamg akan ditanam tergantung pada tujuan atau fungsi tertentu, misalnya : peredam kebisingan, pengendali pencemaran udara, penangkal angin dan produksi oksigen. Secara terinci kriteria untuk masing-masing bentuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria dan Bentuk Hutan Kota Bentuk No. Kriteria Kebun/ Taman Kota Pekarangan Jalur Hijau Hutan 1. Sasaran Kawasan industri, Pemukiman, Jalan dan Areal konservasi pemukiman dan Daerah subur kawasan pusat kegiatan konservasi 2. Fungsi yang Ameliorasi iklim, Produksi O 2 dan Ameliorasi iklim, Hydro-orologis, penting estetika, produksi atas tujuan produksi o 2, amereliorasi O 2, rekreasi dan ekonomi, peredam iklim, produksi peredam polusi. Ameliorasi iklim, kebisingan, o 2, fungsi estetika. peredam bau. konsevasi lain. 3. Vegetasi Tanaman hias Buah-buahan, Tumbuhan dari Pohon dengan tanaman hias, semua strata tajuk lebar dan pohon lainnya. (perdu, semak, perakaran pohon). intensif. 4. Intensitas Tinggi Sedang Sedang Rendah manajemen 5. Satatus Umum dan Perorangan Umum Umum Pemilikan Perorangan 6. Pengelola Dinas Pertamanan/ Perorangan Perorangan Dinas Pertamanan Dinas Kehutanan/ Perorangan Sumber : Fakultas Kehutanan-IPB (1987)

7 Pengembangan Hutan Kota Faktor yang paling penting dalam pengembangan hutan kota adalah dalam hal penyediaan lahannya. Karena hutan kota diperuntukan untuk masyarakat luas, maka tentu saja penyedian lahan tersebut menjadi kewajiban penduduk kota dan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka lahan hutan kota dapat dikatagorikan dalam 2 kelompok berdasarkan status pemilikannya (Fakuara, 1987), yaitu : a. Lahan hutan kota harus disediakan pada lokasi-lokasi atau tempat-tempat umum, seperti pusat komunitas (pertokoan, pasar dan lain-lain), jalan raya serta tempat-tempat umum lainnya. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh pemerintah yang dapat berasal dari tanah negara maupun tanah milik. b. Lahan hutan kota yang harus disediakan pada tempat-tempat perorangan, termasuk dalam kelompok ini pemukiman, industri dan tempat-tempat lainnya yang dibebani hak milik. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh masyarakat, baik secara individu maupun badan hukum seperti pengembang (developer), pengusaha dan lain-lain. Perencanaan tata ruang bertujuan untuk memanfaatkan ruang/lahan secara optimal dan tidak merusak lingkungan. Agar kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang dengan sumber-sumber yang terdapat didalamnya dapat memberikan hasil yang optimal, maka perlu diatur ketetapan lokasi agar kegiatan tersebut senantiasa saling menguntungkan dan sedikit mungkin menimbulkan dampak yang negatif melalui perencanaan tata ruang. Dengan penataan ruang diharapkan dapat terwujud kehidupan dan penghidupan yang aman, tertib, lancar, sehat dan efisien dalam lingkungan yang serasi dan daya dukung yang selaras, seimbang dan lestari. Oleh karena itu pembangunan dan pengembaangan hutan kota harus berpedoman pada perencanaan tata ruang kota (Fakuara, 1987). Rencana penetapan lokasi hutan kota harus didasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Lokasi hutan kota tersebut harus dibangun pada tempat yang tepat dengan luas yang cukup, sehingga daya dukung wilayah kota dapat memenuhi kebutuhan terhadap hutan kota tersebut.

8 13 Penentuan zonasi hutan kota yang meliputi penetapan letak, luas, tipe dan bentuk hutan kota, dapat didekati dengan gambar sebagai berikut : Menuju Hutan Jalur Hijau Hutan Kebun Pekarangan Taman Pusat Kota Gambar 2. Penentuan Tipe dan Bentuk Hutan Kota (Fakuara, 1987) Berdasarkan Gambar 2., bentuk hutan kota dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu taman, pekarangan, kebun dan hutan. Semakin mendekati pusat kota maka bentuk hutan kota yang ideal adalah taman, sebaliknya semakin jauh dari pusat kota bentuk hutan kota yang ideal ialah hutan Pengelolaan Hutan Kota Hutan kota memerlukan suatu pengelolaan yang tertib agar keberadaan dan fungsinya terpelihara sepanjang masa. Pengelolaan hutan kota melibatkan 3 unsur, yaitu ; individu, masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota harus membuat perencanaan hutan kota untuk lahan yang tersedia di lahan milik pemerintah maupun lahan milik masyarakat dan juga milik individu. Setiap unit lahan yang berada pada suatu kota harus dibuat perencanaannya oleh pemerintah, kemudian jika lahan itu milik pemerintah pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah, tetapi jika lahan milik masyarakat dilaksanakan oleh masyarakat dan jika lahan itu milik individu masyarakat maka pelaksanaannya oleh individu masyarakat dengan bimbingan teknis dari pemerintah supaya benar pelaksaannya (Fakuara, 1986).

9 Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota Keberhasilan pembangunan hutan kota akan bergantung kepada keberhasilan tanaman hutan kota untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Berbagai faktor lingkungan akan sangat mempengaruhi keberhasilan tumbuh suatu jenis tanaman, antara lain : iklim, jenis tanah, ketinggian tempat, cahaya matahari, serta keadaan lapangan dan vegetasi yang ada (Soerianegara & Indrawan, 2005). Menurut Dahlan (1992), beberapa persyaratan yang mempengaruhi pemilihan jenis tanaman hutan kota terdiri atas : a. Persyaratan edaphis : ph, jenis tanah, tekstur, altitude,salinitas dan lain-lain. b. Persyaratan meteorologis : suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari. c. Persyaratan silvikultur: kemudahan dalam hal penyediaan benih dan bibit dan kemudahan dalam tingkat pemeliharaan d. Persyaratan umum tanaman : tahan terhadap hama dan penyakit, cepat tumbuh, kelengkapan jenis dan penyebaran jenis, mempunyai umur yang panjang, mempunyai bentuk yang indah, ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada, kompatibel dengan tanaman lain, dan serbuk sarinya tidak bersifat alergis. e. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan : mudah tumbuh pada tanah yang padat, tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah, tanah terhadap hembusan angin yang kuat, dahan dan ranting tidak mudah patah, pohon tidak mudah tumbang, buah tidak terlalu besar, serasah yang dihasilkan sedikit, tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri, luka akibat benturan mobil mudah sembuh, cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap, daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara keseluruhan indah, kompatibel dengan tanaman lain, pada saat dewasa cocok dengan ruang yang tersedia, berumur panjang, pertumbuhannya cepat, dan tahan terhadap hama dan penyakit. f. Persyaratan estetika : mempunyai tajuk dan bentuk percabangan yang indah, serta bunga dan buahnya memiliki warna dan bentuk yang indah. g. Persyaratan untuk pemanfaatan khusus, pertimbangan ini harus disesuaikan dengan tujuannya, sehingga memenuhi salah satu kriteria berikut ini : tahan terhadap kadar garam yang relatif tinggi, tahan terhadap pencemar dari industri

10 15 dan kendaraan bermotor, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap gas, mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap hujan asam, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pengelolaan tata air, sebagai habitat burung, serta penghasil wewangian dan lain-lain.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kota dan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA ( Taman Nostalgia Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

PREDIKSI HUTAN KOTA BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN DI KOTA KUNINGAN, JAWA BARAT IING NASIHIN

PREDIKSI HUTAN KOTA BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN DI KOTA KUNINGAN, JAWA BARAT IING NASIHIN PREDIKSI HUTAN KOTA BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN DI KOTA KUNINGAN, JAWA BARAT IING NASIHIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prediksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, bahwa hutan kota mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Diponegoro 1B Jogoloyo Demak Telpon (0291) 681024

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota Pengertian hutan kota menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DI TIPE HUTAN KOTA INDUSTRI ( PT. Semen Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa hutan kota merupakan sumber daya alam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan TINJAUAN PUSTAKA Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah.

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG

IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG 195 Buana Sains Vol 10 No 2: 195-201, 2010 IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG Rizki Alfian dan Hendra Kurniawan PS. Agroteknologi, Fakultas IPSA, Universitas Tribhuwana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya, kondisi fisik yang dimaksud yaitu topografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERTAMANAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan keindahan

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota pada dasarnya adalah tempat bermukim bagi suatu komunitas dalam jumlah yang besar. Namun selain tempat bermukim suatu komunitas, kota juga merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota 2.1.1 Pengertian hutan kota Hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaankegunaan

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar belakang Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa hutan kota

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dengan terus meningkatnya pembangunan di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Kawasan Industri Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya menimbulkan suatu dampak yang positif maupun negatif. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana (2004), evaluasi adalah suatu tindakan yang digunakan atau dilakukan untuk menelaah atau menduga

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci