BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Susut Bobot
|
|
- Yenny Tedjo
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Susut Bobot Buah alpukat setelah dipanen tetap mengalami proses metabolisme (respirasi) selama masa penyimpanan, sehingga buah alpukat akan mengalami kebusukan ditandai dengan menurunnya bobot buah. Menurut Dong et al. (2004), kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat adanya proses penguapan dan kehilangan karbon (CO 2 ) selama respirasi. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot, tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air dalam jumlah banyak akan menjadikan buah layu dan keriput. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan, sedangkan perlakuan kitosan dan kombinasi perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap susut bobot buah alpukat selama penyimpanan (Tabel 3, Lampiran 1). Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan penurunan susut bobot yang signifikan dibandingkan suhu 5 C dan 15 C. Hal ini terlihat dari hasil rerata suhu 25 C pada minggu ke-2 berada pada subset 2 yang berbeda nyata dengan rerata suhu 5 C dan 15 C yang berada pada subset 1 (Tabel 4). Minggu ke-2 merupakan acuan pengamatan karena proses klimaterik mulai terjadi pada mingu ini. 46
2 47 Tabel 3. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) Perlakuan Susut bobot buah (%) Konsentrasi Kitosan (%) Suhu ( C) Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 5 4,89 a 5,08 a 6,90 b 3,08 ab 15 5,47 a 5,06 a 4,15 b 7,72 b 25 14,66 b 20,04 b * * 5 5,20 a 5,39 a 3,16 ab 7,26 a 15 5,58 a 5,49 a 7,95 b 3,55 a 25 14,19 b 15,85 b * * 5 3,81 a 4,16 a 7,53 b -1,07 a 15 4,82 a 4,76 a 4,86 a 1,17 a 25 13,35 b 14,41 b * * 5 4,36 a 4,45 a 5,22 b 3,10 ab ,60 a 5,69 a 5,32 b 10,98 b 25 11,36 b 11,45 b * * Keterangan: Angka yang disertai dengan huruf yang sama pada kolom kitosan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%. * = rusak/busuk Tabel 4. Hasil uji lanjut pengaruh suhu penyimpanan terhadap susut bobot buah alpukat pada minggu ke-2 Suhu Subset 1 2 Suhu 5 C 4.77 Suhu 15 C 5.24 Suhu 25 C Sig Keterangan: Angka pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%. Semakin lama penyimpanan maka persentase susut bobot buah alpukat semakin meningkat sampai puncak sebagai tanda terjadinya fase klimaterik dan akan menurun sampai buah mengalami kebusukan (Gambar 8). Peningkatan susut bobot buah yang disimpan pada suhu 25 o C lebih besar dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C. Buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 o C mencapai puncak klimaterik commit pada minggu to user ke-2 HSP yaitu sebesar 20,04%
3 48 dan selanjutnya mengalami pasca klimaterik ditandai dengan penurunan bobot buah secara drastis pada minggu ke-3 HSP dan berangsur mengalami proses pembusukan Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Kitosan 0% 5 C Kitosan 2% 5 C Kitosan 3% 5 C Kitosan 4% 5 C Kitosan 0% 15 C Kitosan 2% 15 C Kitosan 3% 15 C Kitosan 4% 15 C Kitosan 0% 25 C Kitosan 2% 25 C Kitosan 3% 25 C Kitosan 4% 25 C Gambar 8. Penurunan bobot basah buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu selama penyimpanan Buah alpukat pada suhu 5 o C dan 15 o C mencapai fase klimatrik lebih lambat dibandingkan suhu 25 o C yaitu pada minggu ke-3 HSP dan selanjutnya mengalami pasca klimaterik ditandai dengan penurunan bobot buah secara drastis pada minggu ke-4 HSP yaitu sebesar 10,98%. Perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu 5 o C minggu ke-4 HSP menunjukkan nilai susut bobot negatif karena buah alpukat pada perlakuan ini mengalami kenaikan bobot (Gambar 8). Kenaikan bobot buah alpukat terjadi karena peningkatan kadar air dalam buah yang disebabkan oleh kandungan air dari hasil proses respirasi lebih besar dari laju kehilangan air, sehingga menyebabkan semakin banyak air yang dihasilkan (Paramita, 2010).
4 49 Perlakuan suhu 5 o C dan 15 o C menunjukkan nilai susut bobot yang rendah pada akhir pengamatan. Perlakuan ini merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan bobot buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Hal ini disebabkan suhu 5 o C dan 15 o C dapat menghambat proses respirasi dan transpirasi buah alpukat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Saputra et al. (2009), pada buah markisa kuning yang diberi perlakuan suhu 25 o C dan 15 o C menunjukkan hasil perlakuan suhu 15 o C dan pelapisan kitosan mampu memperlama masa simpan sampai 16 hari, sedangkan tanpa kitosan dan suhu ruang hanya bertahan 8 hari. B. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kadar Etilen Derajat kerusakan atau pembusukan buah buahan berkorelasi dengan besarnya produksi etilen yang dikeluarkan dari buah sesudah dipetik. Etilen berfungsi untuk memulai fase klimaterik dan dapat mempercepat terjadinya fase klimaterik (Winarno, 2002). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan, sedangkan perlakuan kitosan dan kombinasi perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi etilen buah alpukat selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu penyimpanan yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan produksi etilen yang lebih besar dibandingkan suhu 5 C dan 15 C.
5 50 Adanya etilen selama pemasakan buah akan menyebabkan buah alpukat menjadi lebih cepat masak. Produksi etilen buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 o C pada minggu ke-1 mencapai 605 nl/g/minggu, sedangkan buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C produksi etilen rendah dimana buah masih berada dalam fase praklimateriknya. Produksi etilen buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C berkisar antara 1,67-45 nl/g/minggu (Tabel 5, Lampiran 2). Perlakuan suhu selama proses penyimpanan buah alpukat menunjukkan pola yang sama, tetapi produksi etilen yang tercapai jumlahnya berbeda. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Fišerová et al. (2008) bahwa perlakuan suhu dingin pada buah mengakibatkan aktivitas metabolisme buah menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung lambat, sehingga produksi etilen terhambat. Tabel 5. Kadar etilen buah alpukat minggu ke-1 pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (nl/g/minggu) Kadar etilen Perlakuan (nl/g/minggu) Konsentrasi Suhu Minggu Kitosan (%) ( C) ke-1 5 1,67 a ,00 ab ,33 b 5 18,33 a ,00 a ,00 b 5 1,67 a ,00 a ,00 b 5 8,33 a ,33 a ,00 b Keterangan: Angka yang disertai dengan huruf yang sama pada kolom kitosan yang sama menunjukkan commit tidak to user berbeda nyata pada DMRT 95%.
6 51 Perlakuan suhu dingin 5 o C menunjukkan nilai produksi etilen yang paling rendah selama pengamatan. Perlakuan suhu dingin 5 o C merupakan perlakuan yang optimal dalam memperlambat laju produksi etilen buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Hal ini didukung oleh penelitian Inoue dan Tateishi (1995) yang menyatakan bahwa buah alpukat yang disimpan dalam suhu 5 C mempunyai laju produksi etilen lebih rendah dibandingkan dengan alpukat yang disimpan pada suhu 10 C. Produksi etilen yang lebih kecil pada buah alpukat akan memperlambat terjadinya fase klimaterik buah, sehingga dapat menghambat pemasakan buah alpukat. C. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Laju Respirasi Setelah panen, buah masih terus melakukan respirasi untuk mendapatkan energi. Energi hasil respirasi akan memacu reaksi kimia lain yang menyebabkan kerusakan selama pematangan buah (Santoso, 2005). Menurut Jumeri, dkk (2007), laju respirasi dapat digunakan sebagai ukuran laju jalannya metabolisme karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi disertai oleh umur simpan buah yang pendek dan laju respirasi yang rendah disertai oleh umur simpan buah yang panjang. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi kitosan secara mandiri berpengaruh secara signifikan, sedangkan kombinasi perlakuan antara kitosan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap laju respirasi
7 52 buah alpukat selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan peningkatan laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 C dan 15 C. Hal ini terlihat dari hasil rerata suhu 25 C pada minggu ke-2 berada pada subset 2 yang berbeda nyata dengan rerata suhu 5 C dan 15 C yang berada pada subset 1 (Tabel 7). Minggu ke-2 merupakan acuan pengamatan karena proses klimaterik mulai terjadi pada mingu ini. Letak perbedaan dari perlakuan konsentrasi kitosan yang diberikan yakni konsentrasi kitosan 4% memberikan peningkatan laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi kitosan 0%, 2%, dan 3%. Hal ini terlihat dari hasil rerata konsentrasi kitosan 4% pada minggu ke-2 berada pada subset 1 yang berbeda nyata dengan rerata konsentrasi kitosan 0%, 2%, dan 3% yang berada pada subset 1, 2, dan 3 (Tabel 8). Perlakuan suhu selama proses penyimpanan buah alpukat menunjukkan pola yang sama, tetapi puncak respirasi tercapai pada hari yang berbeda. Laju respirasi terus meningkat sampai mencapai puncak respirasi (fase klimaterik), kemudian laju respirasi menurun (pasca klimaterik), dan selanjutnya buah akan mengalami pembusukan. Buah yang disimpan pada suhu 25 C mencapai puncak respirasi tertinggi pada minggu ke-2 HSP yaitu konsentrasi kitosan 0% sebesar 17,38 ml/kg minggu, sedangkan buah alpukat yang disimpan pada suhu 15 o C mencapai puncak respirasi pada minggu ke-3 HSP yaitu konsentrasi kitosan 2% sebesar 11,66 ml/kg minggu, dan buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 o C mencapai puncak respirasi pada minggu ke-4 HSP yaitu konsentrasi kitosan 2% sebesar 13,30 ml/kg minggu (Tabel 6, Lampiran 3).
8 53 Tabel 6. Laju respirasi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (ml/kg minggu) Perlakuan Laju respirasi buah (ml/kg minggu) Konsentrasi Kitosan (%) Suhu ( C) Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke ,34 a 9,22 a 8,12 a 11,08 a ,99 a 11,03 a 8,33 a 5,58 a 25 11,02 a 17,38 a * * 2 5 7,65 a 8,20 a 6,41 ab 13,30 b 15 8,91 a 7,89 a 11,66 b 8,57 ab 25 9,07 a 12,47 a * * 5 8,15 a 2,19 a 6,54 a 6,97 b ,97 a 5,80 b 8,17 a 6,91 b 25 8,86 a 9,96 c * * 5 10,22 a 2,12 a 4,17 a 5,01 a ,06 a 4,81 a 6,03 a 6,39 a 25 5,10 a 6,35 a * * Keterangan: Angka yang disertai dengan huruf yang sama pada kolom kitosan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%. * = rusak/busuk Tabel 7. Hasil uji lanjut pengaruh suhu penyimpanan terhadap laju respirasi buah alpukat pada minggu ke-2 Suhu Subset 1 2 Suhu 5 C 5.43 Suhu 15 C 7.38 Suhu 25 C Sig Keterangan: Angka pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%. Tabel 8. Hasil uji lanjut pengaruh konsentrasi kitosan terhadap laju respirasi buah alpukat pada minggu ke-2 Kitosan Subset Kitosan Kitosan Kitosan Kitosan Sig Keterangan: Angka pada kolom commit yang sama to user menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%.
9 54 Buah alpukat pada suhu 5 o C dan 15 o C mencapai fase klimatrik lebih lambat dibandingkan suhu 25 o C. Wongmetha dan Lih-Shang (2012) menyatakan bahwa penyimpanan buah pada suhu dingin dapat menurunkan aktivitas biokimia yang berhubungan dengan penuaan, kerusakan, dan pembusukan buah. Hal ini didukung oleh penelitian Novaliana (2008) yang menyatakan bahwa nenas yang disimpan pada suhu dingin 5 o C mempunyai laju respirasi paling rendah dan masa simpan lebih lama dibandingkan dengan nenas yang disimpan pada suhu ruang. Perlakuan konsentrasi kitosan 4% pada suhu 5 o C menunjukkan nilai laju respirasi yang paling rendah pada akhir pengamatan. Perlakuan ini merupakan perlakuan yang optimal dalam memperlambat fase klimaterik buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat (Tabel 7 dan 8). Hal ini disebabkan kitosan 4% mampu menutup stomata dan permukaan buah, sehingga dapat menghambat proses respirasi buah alpukat. Seperti yang dijelaskan oleh Karina, dkk (2011), pada buah stroberi yang dilapisi kitosan dengan konsentrasi 4%, laju respirasi yang diperoleh rendah sehingga dapat meningkatkan daya simpan buah selama proses pemasakan. Hal ini juga didukung oleh Wahab dan Rashid (2012) yang meneliti pelapisan kitosan 4% yang disimpan pada suhu 5 o C mampu mempertahankan masa simpan buah jeruk Navel sampai 45 hari dan mempertahankan bobot buah dengan laju respirasi yang rendah.
10 55 D. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Pigmen Buah Menurut Banosa et al. (2006) sejalan dengan pertambahan umur fisiologis buah terjadi proses pemasakan dan penuaan. Perubahan warna atau pigmen buah sering dijadikan sebagai salah satu komponen mutu yang bisa digunakan untuk menentukan tingkat kematangan buah dan berhubungan langsung dengan umur simpan buah. Simkin et al. (2003) menyatakan bahwa tanda kematangan pertama untuk kebanyakan buah adalah perubahan warna kulit buah alpukat menjadi coklat sebagai akibat degradasi klorofil dan sintesis karotenoid selama penyimpanan buah. Kandungan klorofil akan mengalami penurunan selama proses pematangan. Oleh karena itu, umur simpan pada buah dapat diperpanjang dengan mempertahankan warna hijau lebih lama pada kulit buah. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu secara mandiri berpengaruh secara signifikan terhadap kadar klorofil a buah alpukat, sedangkan perlakuan lain seperti kitosan, suhu penyimpanan, dan kombinasi perlakuan antara kitosan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar klorofil a dan kadar klorofil yang lain (Tabel 9, Lampiran 4). Hal ini diperlihatkan melalui penurunan kadar klorofil b dan klorofil total yang relatif sama pada semua perlakuan selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan terhadap kadar klorofil a buah alpukat yakni suhu 25 C memberikan penurunan kadar klorofil yang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 C dan 15 C.
11 56 Tabel 9. Pigmen buah alpukat minggu ke-1 pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/g) Perlakuan Pigmen (mg/g) Konsentrasi Suhu Klorofil Klorofil a Klorofil b Kitosan (%) ( C) total Karotenoid 5 14,77 b 15,07 ab 19,60 a 0,15 a ,63 a 6,67 a 16,73 a 0,15 a 25 5,72 a 5,50 a 10,11 a 0,23 b ,68 b 14,02 b 21,03 c 0,14 a 15 8,04 a 5,66 a 14,75 b 0,13 a 25 4,64 a 4,02 a 7,80 a 0,22 b 5 16,71 b 15,76 b 23,53 a 0,13 ab ,28 a 9,20 a 20,79 a 0,08 a 25 12,16 ab 8,09 a 14,87 a 0,18 b 5 16,31 a 16,13 b 26,50 a 0,14 a ,78 a 7,34 a 16,27 a 0,14 a 25 10,29 a 9,31 a 16,92 a 0,18 a Keterangan: Angka yang disertai dengan huruf yang sama pada kolom kitosan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%. Selama pengamatan terhadap kadar klorofil a diketahui bahwa penurunan kadar klorofil a buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 C lebih cepat dibandingkan dengan buah yang disimpan pada 5 C dan 15 C. Kadar klorofil a pada buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 C lebih rendah dibanding dengan buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 C dan 15 C. Buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 C mempunyai kadar klorofil a tertinggi yaitu mencapai 16,71 mg/g. Kadar klorofil b dan klorofil total buah alpukat tertinggi yaitu pada suhu 5 o C sebesar 16,13 mg/g dan klorofil total sebesar 26,50 mg/g (Tabel 9). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total masih cukup tinggi karena proses degradasi klorofil dihambat oleh perlakuan suhu penyimpanan. Seperti halnya pada hasil penelitian Nadeem et al. (2009) membuktikan bahwa perlakuan suhu dingin dapat mempertahankan kecerahan warna pada kulit buah nenas selama 21 hari penyimpanan. Perlakuan
12 57 suhu dingin 5 o C merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan kadar klorofil buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Menurut Azhar (2007) perlakuan suhu dingin 5 o C dapat mempertahankan kecerahan warna pada kulit buah manggis selama 40 hari penyimpanan lebih lama dibandingkan pada suhu ruang. Hal ini disebabkan perlakuan suhu dingin pada buah mengakibatkan aktivitas metabolisme buah yang mengarah pada proses degradasi klorofil dapat dihambat. Leksikowati (2013) juga menyatakan hal serupa bahwa suhu penyimpanan adalah faktor utama yang mempengaruhi terjadinya degradasi klorofil. Suhu rendah menyebabkan proses degradasi klorofil selama penyimpanan berjalan lambat. Selama proses pemasakan berlangsung, kandungan klorofil buah semakin lama akan berkurang. Pada periode ini secara bersamaan ditandai dengan terjadinya peningkatan jumlah karotenoid. Hanani et al. (2012) menyatakan bahwa kehilangan klorofil mengakibatkan pigmen karotenoid yang tidak bersintesis menjadi terlihat selama pematangan. Pigmen warna ini menyebabkan buah berwarna kuning, oranye, coklat, dan merah-oranye. Peningkatan kadar karotenoid buah yang disimpan pada suhu 25 o C lebih besar dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C. Kadar karotenoid buah alpukat tertinggi yaitu pada suhu 25 o C mencapai 0,23 µmol/g, kadar karotenoid terendah pada suhu 15 o C mencapai 0,08 µmol/g, dan kadar karotenoid terendah pada suhu 5 o C sebesar 0,13 µmol/g (Tabel 9). Perlakuan suhu dingin 15 o C menunjukkan nilai kadar karotenoid yang paling rendah selama pengamatan. Perlakuan suhu dingin 15 o C merupakan
13 58 perlakuan yang optimal dalam memperlambat sintesis karotenoid buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Seperti hasil penelitian Hapsari (2010) yang menyatakan bahwa salak pondoh yang diberi perlakuan suhu 15 o C dan pelapisan kitosan mampu mempertahankan warna coklat segar salak sampai 25 hari, sedangkan yang tidak diberi kitosan hanya bertahan 10 hari pada suhu yang sama sebelum warna coklat segar menjadi coklat busuk oleh adanya sintesis karotenoid. Hal ini juga didukung oleh Tacken et al. (2010) yang menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu dingin adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan. Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan - jaringan di dalam bahan pangan tersebut. E. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kandungan Gizi Selama penyimpanan buah mengalami perubahan struktur, fisiologis, dan biokimia. Daging buah merupakan substrat metabolisme untuk menghasilkan energi. Proses perombakan cadangan makanan yang terus menerus tanpa disuplai substrat yang cukup, akan menyebabkan terjadinya pembusukan buah setelah dipanen (Setyaningsih, dkk. 2010). Substrat kompleks yang terdapat dalam sel seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam organik dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu C0 2 dan H 2 0 disertai pembentukan energi. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu secara mandiri berpengaruh secara signifikan terhadap
14 59 penurunan kadar air, lemak, abu, dan karbohidrat. Kombinasi perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kadar air dan lemak buah alpukat, sedangkan perlakuan suhu dan kombinasi perlakuan antara kitosan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kadar protein buah alpukat selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan peningkatan laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 C dan 15 C dan letak perbedaan dari kombinasi perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan yakni kombinasi suhu 5 C dan 15 C dengan kitosan 3% dan 4% memberikan penurunan kadar air dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi suhu 25 C pada berbagai konsentrasi kitosan (Tabel 10). Tabel 10. Kandungan gizi buah alpukat minggu ke-1 pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) Perlakuan Kandungan gizi (%) Konsentrasi Kitosan (%) Suhu ( C) Kadar air Kadar lemak Kadar abu Kadar protein Kadar karbohidrat 5 85,59 b 5,39 b 1,28 b 1,41 a 6,34 a ,74 b 4,49 a 1,32 b 1,60 b 6,86 a 25 83,96 a 5,49 b 0,94 a 1,74 c 7,88 b 5 85,15 c 4,73 a 1,61 b 1,82 a 6,69 a ,22 b 5,43 b 0,99 a 2,09 b 7,28 a 25 83,31 a 5,78 c 0,84 a 1,76 a 8,31 b 5 84,94 b 3,96 a 1,24 b 1,85 b 8,02 b ,72 b 5,98 b 1,10 ab 1,42 a 6,79 a 25 82,60 a 6,10 c 0,95 a 1,90 b 8,45 b 5 82,78 a 6,08 c 1,33 b 1,62 b 8,20 b ,52 c 5,45 b 1,07 ab 1,67 c 5,31 a 25 84,14 b 4,89 a 0,91 a 1,55 a 8,52 b Keterangan: Angka yang disertai dengan huruf yang sama pada kolom kitosan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%.
15 60 Kadar air pada buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 C lebih rendah dibanding suhu 5 C dan 15 C. Buah alpukat yang disimpan pada suhu 15 C mempunyai kadar air cukup tinggi yaitu pada konsentrasi kitosan 4% sebesar 86,52% (Tabel 10). Selama 7 hari penyimpanan, kadar air dalam jaringan buah berkurang. Hal ini didukung oleh data susut bobot buah selama penyimpanan yang menunjukkan bahwa kehilangan air dalam buah menyebabkan bobot buah berkurang (Tabel 3). Menurut Raqeeb et al. (2009), jaringan buah tetap hidup setelah pemanenan serta mengalami proses metabolisme aktif dan kehilangan air. Proses kehilangan air menyebabkan berkurangnya kadar air. Perlakuan konsentrasi kitosan 4% pada suhu 15 o C menunjukkan nilai kadar air yang paling tinggi selama pengamatan. Perlakuan suhu 15 o C merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan kandungan air buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Seperti hasil penelitian Abbasi et al. (2009) yang menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu 15 o C dengan pelapisan menggunakan kitosan secara signifikan mampu mengurangi penurunan kadar air dari buah mangga selama 42 hari penyimpanan. Hal ini didukung oleh Reddy (2000) yang meneliti buah stroberi dengan diberi perlakuan kitosan 4% pada suhu 13 o C mampu mempertahankan masa simpan buah sampai 4 minggu dan mempertahankan kandungan nutrisi dan warna buah. Komponen gizi buah yang disimpan pada suhu 5 C dan 15 C lebih rendah dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 25 C. Kandungan gizi buah alpukat tertinggi pada suhu 5 o C yaitu kadar lemak dengan dilapisi kitosan 4% mencapai 6,08 %. Pengamatan terhadap kadar abu dan karbohidrat diketahui
16 61 bahwa kandungan kadar abu dan karbohidrat buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 C lebih besar dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 5 C dan 15 C Kandungan kadar abu dan karbohidrat buah alpukat terendah pada suhu dingin yaitu kadar abu pada suhu 5 o C dan kadar karbohidrat pada suhu 25 o C. Pada pengukuran kadar abu konsentrasi kitosan yang optimal yaitu dengan kitosan 2% sebesar 1,61%, dan kadar karbohidrat dengan dilapisi kitosan 4% yaitu sebesar 8,52% (Tabel 10). Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu, kombinasi perlakuan antara kitosan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar protein buah alpukat (Tabel 10, Lampiran 11). Hal ini diperlihatkan melalui kandungan kadar protein yang relatif sama pada semua perlakuan selama penyimpanan. Perlakuan suhu 5 C dan 15 C merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan kandungan gizi buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan kadar air, lemak, abu, protein, dan karbohidrat masih cukup tinggi karena proses degradasi senyawa organik dihambat oleh perlakuan suhu penyimpanan. Seperti halnya pada hasil penelitian Sahar dan Ismail (2012) dijelaskan bahwa suhu dingin mampu mempertahankan kandungan gizi buah jeruk Navel hingga hari ke-45 penyimpanan, hal ini diduga karena suhu dingin dapat menghambat aktivitas gas dan reaksi enzimatis dalam buah, sehingga menyebabkan terganggunya proses metabolisme yang mengarah pada pembusukan buah. Kandungan gizi yang dapat dipertahankan dapat memperpanjang daya simpan buah.
17 62 F. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Vitamin C Kandungan asam askorbat buah mencapai maksimal selama pertumbuhan dan perkembangannya di pohon, yang kemudian munurun selama proses pemasakan. Penurunan kadar vitamin C terjadi karena oksidasi asam askorbat menjadi asam dehidroaskorbat dan akan mengalami perubahan, sehingga terbentuk asam diketogulonat (Ball, 2006). Selama proses pemasakan buah alpukat, vitamin C diproduksi dalam kadar tinggi sampai mencapai fase klimaterik, selanjutnya mengalami penurunan sebagai tanda buah alpukat mengalami fase pasca klimaterik, dan buah berangsur mengalami degenerasi dan berakhir pada tahap pembusukan buah. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan kitosan, suhu penyimpanan, dan kombinasi perlakuan antara kitosan dan suhu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar vitamin C buah alpukat. Hal ini diperlihatkan melalui produksi kadar vitamin C yang relatif sama pada semua perlakuan selama penyimpanan. Produksi vitamin C buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 o C berkisar antara 0,94 mg/100 g 1,03 mg/100 g, sedangkan kadar vitamin C pada buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C berkisar antara 0,96 mg/100 g 1,22 mg/100 g (Tabel 11, Lampiran 13). Produksi vitamin C buah alpukat tertinggi yaitu pada suhu 5 o C sebesar 1,22 mg/100 g dan produksi kadar vitamin C terendah yaitu pada suhu 25 o C dengan jumlah 0,94 mg/100 g. Hal ini didukung oleh pernyataan Sun et al. (2010) bahwa umumnya produksi kandungan asam askorbat selama pemasakan berkisar
18 63 antara 1 3 mg/100 g dengan kandungan rendah pada buah disebabkan oleh proses direspirasikannya asam askorbat menjadi gula dimana asam askorbat berfungsi sebagai cadangan energi pada buah. Tabel 11. Vitamin C buah alpukat minggu ke-1 pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g) Vitamin C buah Perlakuan (mg/100 g) Konsentrasi Suhu Minggu Kitosan (%) ( C) ke-1 5 1,00 a ,13 a 25 0,96 a 5 1,11 b ,96 a 25 0,94 a 5 1,22 a ,11 a 25 1,03 a 5 1,18 b ,99 a 25 1,01 a Keterangan: Angka yang disertai dengan huruf yang sama pada kolom kitosan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%. Perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin 5 o C menunjukkan nilai kadar vitamin C yang paling tinggi selama pengamatan. Hal ini didukung oleh pernyataan Deng et al. (2008), pada buah jeruk Navel yang dilapisi kitosan dengan konsentrasi 3%, maka laju respirasinya rendah dan proses degradasi asam askorbat menurun sehingga dapat meningkatkan masa simpan buah selama proses pemasakan. Perlakuan suhu dingin 5 o C merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan produksi vitamin C buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Menurut Bashir et al. (2011), hal ini disebabkan perlakuan suhu dingin pada buah mengakibatkan commit aktivitas to user metabolisme dan perubahan kimia
19 64 berlangsung lambat, sehingga laju degradasi vitamin C menjadi terhambat. Menurut Park (2002), vitamin C cenderung lebih stabil jika disimpan pada suhu dingin, sehingga dapat lebih memperkecil laju degradasi asam askorbat jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang. G. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Penerimaan Konsumen Proses metabolisme yang berlangsung selama pemasakan menyebabkan terjadinya kerusakan buah antara lain perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa. Tingkat kerusakan pada buah buahan akan berpengaruh terhadap kualitas buah yang dapat didefinisikan dalam arti penggunaan akhirnya. Kualitas buah segar merupakan daya tarik konsumen terhadap bahan makanan (Chakraverty dan Sigh, 2001). Secara visual tanda buah yang cukup masak untuk dipanen dapat terlihat dari warna kulit buah. Perubahan warna pada kulit buah yang sedang masak biasanya didasarkan pada perubahan warna hijau buah menjadi warna kuning, oranye atau coklat. Selama proses pemasakan buah, juga terjadi perubahan fisiologis dan biokimia yang ditandai dengan adanya perubahan struktural dinding sel antara lain perubahan pada tebal dinding sel, permeabilitas plasmolema, dan bertambahnya ruang antar sel sehingga jaringan menjadi lunak (Yanto, 2007).
20 65 Rasa merupakan sesuatu yang halus dan rumit yang bisa ditangkap oleh indra dan merupakan kombinasi rasa antara manis, asam, dan sepet. Proses pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam asam organik dan senyawa senyawa fenolik yang mengurangi rasa asam dan sepet. Selama pemasakan timbul aroma khas di sekitar buah buahan. Senyawa ester alkohol alifatik dan dan asam lemak berantai pendek merupakan senyawa penyebab timbulnya aroma khas pada buah, yang dikeluarkan pada tahap permulaan fase klimaterik (Tejasari, 2005). Perlakuan suhu dan kitosan selama proses penyimpanan terhadap perubahan warna kulit buah alpukat menunjukkan pola yang sama, tetapi dengan laju yang berbeda (Tabel 12). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu dan konsentrasi kitosan secara mandiri ataupun dikombinasikan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan warna kulit buah alpukat selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan peningkatan skor warna yang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 C dan 15 C dan letak perbedaan dari perlakuan konsentrasi kitosan yang diberikan yakni kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor warna yang lebih rendah dibandingkan kitosan 0% dan 2%. Letak perbedaan kombinasi perlakuan suhu dan kitosan yaitu suhu 5 C dan 15 C dengan kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor warna yang lebih rendah dibandingkan perlakuan suhu 25 C dengan kitosan 0% dan 2% (Tabel 12).
21 66 Tabel 12. Nilai skor warna buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan Perlakuan Warna buah (skor 1-5) Konsentrasi Suhu Minggu Minggu Minggu Minggu Kitosan (%) ( C) ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 5 2,00 2,33 3,33 4, ,00 3,33 3,67 4, ,00 4,33 * * 2 5 2,00 2,67 3,67 4, ,00 2,33 2,67 4, ,00 4,00 * * 5 2,00 2,00 3,67 3, ,33 2,00 3,67 3, ,00 3,67 * * 5 2,00 2,00 3,67 3, ,00 3,67 3,33 3, ,67 3,33 * * Keterangan: * = rusak/busuk Perubahan warna kulit buah yang disimpan pada suhu 25 o C lebih cepat dibandingkan perubahan warna kulit buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C. Warna kulit buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 o C mencapai skor 4 (kulit buah bewarna kuning coklat) antara minggu ke-2 HSP dan minggu ke-3 HSP, sedangkan buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C skor 4 tercapai dengan waktu lebih lama yaitu antara minggu ke-3 HSP dan minggu ke-4 HSP. Pada akhir pengamatan (minggu ke-4 HSP), buah pada suhu 25 o C dengan berbagai konsentrasi kitosan sudah mengalami pembusukan, sedangkan buah pada suhu 5 o C dan 15 o C dengan pelapis kitosan 3% dan 4% masih segar dan mempunyai nilai skor warna kulit buah yang rendah yaitu pada suhu 5 o C dengan konsentrasi 3% dan 4% sebesar 3,67. Nilai skor warna kulit buah alpukat pada suhu 15 o C dengan konsentrasi kitosan 3% sebesar 3,67 dan konsentrasi kitosan 4% sebesar 3,33.
22 67 Perlakuan konsentrasi kitosan 4% pada suhu 15 o C menunjukkan nilai skor warna kulit buah yang paling rendah pada akhir pengamatan. Perlakuan ini merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan warna kulit buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Hal ini disebabkan kitosan 4% mampu menutup stomata dan permukaan buah, sehingga dapat menghambat proses metabolisme buah alpukat. Seperti yang dijelaskan oleh Jiang dan Li (2001) membuktikan bahwa pemberian kitosan 4% dapat mempertahankan kecerahan warna pada kulit buah longan selama 40 hari penyimpanan dan suhu dingin 10 o C - 15 o C menyebabkan proses degradasi klorofil selama penyimpanan berjalan lambat (Hendriyani dan Setiari, 2009). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi kitosan secara mandiri ataupun dikombinasikan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan tekstur buah alpukat selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan peningkatan skor kelunakan buah yang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 C dan 15 C dan letak perbedaan dari perlakuan konsentrasi kitosan yang diberikan yakni kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor kelunakan yang lebih rendah dibandingkan kitosan 0% dan 2%. Letak perbedaan kombinasi perlakuan suhu dan kitosan yaitu suhu 5 C dan 15 C dengan kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor kelunakan yang lebih rendah dibandingkan perlakuan suhu 25 C dengan kitosan 0% dan 2%.
23 68 Perlakuan suhu dan kitosan selama proses penyimpanan terhadap perubahan kelunakan buah alpukat menunjukkan pola yang sama, tetapi dengan laju yang berbeda (Tabel 13). Perubahan kelunakan buah yang disimpan pada suhu 25 o C lebih cepat dibandingkan perubahan kelunakan buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C. Buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 o C memiliki nilai skor kelunakan yang lebih besar yaitu 4 pada minggu ke-2 HSP dan pada akhir pengamatan (minggu ke-4 HSP), buah dengan berbagai konsentrasi kitosan sudah mengalami pembusukan. Buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C pada minggu ke-2 HSP memiliki nilai skor kelunakan yaitu 3,33. Skor 4 untuk buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C tercapai dengan waktu yang lebih lama yaitu pada minggu ke-4 HSP. Tabel 13. Nilai skor tekstur buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan Perlakuan Tekstur buah (skor 1-5) Konsentrasi Suhu Minggu Minggu Minggu Minggu Kitosan (%) ( C) ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 5 1,00 1,67 3,67 3, ,00 2,33 3,00 3, ,00 4,00 * * 2 5 1,00 2,33 3,00 3, ,00 2,00 3,00 4, ,67 3,67 * * 5 1,00 1,67 1,33 2, ,00 2,67 3,33 3, ,33 3,67 * * 5 1,00 1,67 1,33 3, ,33 3,33 3,00 3, ,67 3,33 * * Keterangan: * = rusak/busuk Perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu 5 o C menunjukkan nilai skor kelunakan buah yang paling rendah commit pada to user akhir pengamatan. Perlakuan ini
24 69 merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan tekstur buah dan mampu meningkatkan daya simpan buah alpukat. Hal ini disebabkan kitosan 3% mampu menutup stomata dan permukaan buah, sehingga dapat menghambat proses metabolisme buah alpukat. Seperti hasil penelitian Hanani et al. (2012) yang menyebutkan bahwa peningkatan kelunakan buah belimbing terjadi selama 12 hari penyimpanan dan pelapisan kitosan 3% mampu menurunkan kelunakan buah dan memperpanjang masa simpan hingga 20 hari. Kemampuan suhu dingin dalam menghambat kelunakan buah juga dilaporkan oleh Purwoko dan Suryana (2000) pada buah pisang Cavendish. Penyimpanan suhu dingin dapat menurunkan reaksi biokimia yang terjadi pada buah dan proses pemasakan terhambat. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi kitosan secara mandiri ataupun dikombinasikan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan aroma buah alpukat selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan peningkatan skor aroma buah yang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 C dan 15 C dan letak perbedaan dari perlakuan konsentrasi kitosan yang diberikan yakni kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor aroma yang lebih rendah dibandingkan kitosan 0% dan 2%. Letak perbedaan kombinasi perlakuan suhu dan kitosan yaitu suhu 5 C dan 15 C dengan kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor aroma yang lebih rendah dibandingkan perlakuan suhu 25 C dengan kitosan 0% dan 2%. Pengamatan terhadap aroma buah alpukat menunjukkan adanya peningkatan skor aroma buah dari awal sampai akhir pengamatan. Perlakuan suhu
25 70 selama proses penyimpanan terhadap perubahan aroma buah alpukat menunjukkan pola yang sama, tetapi dengan laju yang berbeda (Tabel 14). Perubahan aroma buah yang disimpan pada suhu ruang 25 o C lebih cepat dibandingkan perubahan aroma buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C. Aroma buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 o C mencapai skor 4 pada minggu ke-2 HSP, sedangkan buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C skor 4 belum tercapai sampai akhir pengamatan. Pada akhir pengamatan (minggu ke-4 HSP), buah pada suhu ruang dengan berbagai konsentrasi kitosan sudah mengalami pembusukan, sedangkan buah pada suhu dingin masih segar dan mempunyai nilai skor aroma buah yang rendah. Tabel 14. Nilai skor aroma buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan Perlakuan Aroma buah (skor 1-5) Konsentrasi Suhu Minggu Minggu Minggu Minggu Kitosan (%) ( C) ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 5 3,00 3,33 2,33 2, ,33 3,33 3,67 3, ,00 4,33 * * 2 5 3,00 3,33 1,33 2, ,00 3,33 1,33 2, ,33 4,00 * * 5 3,00 3,33 1,67 2, ,33 3,33 2,67 3, ,33 3,67 * * 5 3,00 2,67 1,67 2, ,33 3,67 2,67 3, ,33 3,33 * * Keterangan: * = rusak/busuk Perlakuan suhu 5 o C menunjukkan nilai skor aroma buah yang paling rendah pada akhir pengamatan. Perlakuan ini merupakan perlakuan yang optimal dalam mempertahankan aroma buah commit dan mampu to user meningkatkan daya simpan buah
26 71 alpukat. Menurut Winarno (2008), produksi zat-zat volatil buah alpukat yang disimpan pada suhu ruang lebih banyak dibandingkan dengan buah buah yang disimpan pada suhu dingin yang mengakibatkan aroma buah yang dihasilkan oleh penyimpanan pada suhu ruang lebih kuat dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Peningkatan aroma buah terjadi dalam kurun waktu pengamatan hingga minggu ke-4 HSP yang menunjukkan kematangan buah. Seperti hasil penelitian Karina, dkk (2011) yang menyatakan aroma buah stroberi baru tercium pada hari ke-4 HSP. Aroma timbul karena adanya sintesis senyawa organik yang mudah menguap, selain itu aroma juga timbul karena adanya peningkatan kandungan gula seiring waktu penyimpanan, sehingga buah beraroma. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), menunjukkan bahwa perlakuan variasi suhu penyimpanan dan konsentrasi kitosan secara mandiri ataupun dikombinasikan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan rasa buah alpukat selama penyimpanan. Letak perbedaan dari perlakuan variasi suhu yang diberikan yakni suhu 25 C memberikan peningkatan skor rasa buah yang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 C dan 15 C dan letak perbedaan dari perlakuan konsentrasi kitosan yang diberikan yakni kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor rasa yang lebih rendah dibandingkan kitosan 0% dan 2%. Letak perbedaan kombinasi perlakuan suhu dan kitosan yaitu suhu 5 C dan 15 C dengan kitosan 3% dan 4% memberikan peningkatan skor rasa yang lebih rendah dibandingkan perlakuan suhu 25 C dengan kitosan 0% dan 2%. Pengamatan terhadap rasa buah alpukat menunjukkan adanya peningkatan skor rasa buah dari awal sampai akhir pengamatan. Perlakuan suhu dan kitosan
27 72 selama proses penyimpanan terhadap perubahan rasa buah alpukat menunjukkan pola yang sama, tetapi dengan laju yang berbeda (Tabel 15). Perubahan rasa buah yang disimpan pada suhu 25 o C lebih cepat dibandingkan perubahan rasa buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C. Buah alpukat yang disimpan pada suhu 25 o C memiliki nilai skor rasa yang lebih besar yaitu 4 pada minggu ke-2 HSP dan pada akhir pengamatan (minggu ke-4 HSP), buah dengan berbagai konsentrasi kitosan sudah mengalami pembusukan. Buah yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C memiliki nilai skor rasa yaitu 3,33. Skor 4 untuk buah alpukat yang disimpan pada suhu 5 o C dan 15 o C tercapai dengan waktu yang lebih lama yaitu pada minggu ke-4 HSP. Tabel 15. Nilai skor rasa buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan Perlakuan Rasa buah (skor 1-5) Konsentrasi Suhu Minggu Minggu Minggu Minggu Kitosan (%) ( C) ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 5 1,00 1,67 3,00 3, ,33 2,33 3,00 4, ,00 4,00 * * 2 5 1,00 2,33 1,67 2, ,00 2,00 2,67 5, ,00 3,67 * * 5 1,00 1,67 1,33 2, ,33 3,33 3,33 4, ,67 3,67 * * 5 1,00 1,67 1,00 2, ,00 3,33 3,33 3, ,00 3,33 * * Keterangan: * = rusak/busuk Perlakuan konsentrasi kitosan 4% pada suhu 5 o C menunjukkan nilai skor rasa buah yang paling rendah pada akhir pengamatan. Perlakuan ini merupakan perlakuan yang optimal dalam commit mempertahankan to user rasa buah dan mampu
28 73 meningkatkan daya simpan buah alpukat. Hal ini disebabkan kitosan 4% mampu menutup stomata dan permukaan buah, sehingga dapat menghambat proses metabolisme buah alpukat. Hal serupa disampaikan Jafarizadeh et al. (2011) yang menjelaskan bahwa konsentrasi kitosan 4% mampu mempertahankan kesegaran dan rasa buah pisang Berangan hingga hari ke-10, hal ini diduga karena bahan pelapis kitosan dapat menyebabkan terganggunya proses respirasi. Peningkatan rasa buah terjadi dalam kurun waktu pengamatan hingga minggu ke-4 HSP yang menunjukkan kematangan buah. Seperti hasil penelitian Wongmetha dan Lih- Shang (2012) yang menyatakan rasa buah mangga baru terasa enak setelah hari ke-20 penyimpanan. Rasa manis pada buah mangga timbul karena adanya degradasi pati menjadi molekul glukosa sehingga daging buah terasa manis. H. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Perubahan Fisiologis dan Biokimia selama Pemasakan Selama proses pemasakan buah alpukat terjadi perubahan karakter fisiologis dan biokimia buah meliputi perubahan bobot basah, kadar etilen, laju respirasi, pigmen buah, kandungan gizi, kandungan vitamin C, dan penerimaan konsumen dari awal sampai akhir pengamatan. Perubahan - perubahan tersebut sejalan dengan peningkatan laju produksi etilen dan laju respirasi serta penurunan bobot basah, kandungan pigmen buah, kandungan gizi, kandungan vitamin C, dan tingkat penerimaan konsumen buah alpukat. Perubahan - perubahan tersebut terjadi pada buah alpukat yang disimpan pada suhu ruang dan buah yang disimpan pada suhu dingin serta buah dengan perlakuan kitosan.
29 74 Harianingsih (2010) menyatakan bahwa umur simpan buah sangat dipengaruhi oleh laju respirasi. Proses pemasakan sampai penuaan buah melibatkan aktivitas enzim dalam respirasi dan kerja dari hormon etilen. Selama proses pematangan, etilen memicu respirasi hanya beberapa saat setelah etilen berupa gas tersebut terbentuk. Pada umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih melakukan proses respirasi serta metabolisme lain sampai bahan tersebut rusak dan proses kehidupan berhenti. Hewajulige et al. (2009) menyatakan bahwa meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO 2, energi, serta air yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan kehilangan bobot. Peningkatan respirasi diikuti dengan terjadinya perubahan - perubahan warna kulit buah, kelunakan buah, dan susut bobot buah sejalan dengan pertambahan umur fisiologis buah yang terjadi selama proses pemasakan dan penuaan. Perubahan warna kulit buah alpukat menjadi coklat sebagai akibat degradasi klorofil dan sintesis karotenoid selama penyimpanan buah (Simkin et al., 2003). Seperti halnya pada hasil penelitian Yanto (2007) membuktikan bahwa selama penyimpanan terjadi peningkatan kandungan karotenoid dalam jaringan buah yang menyebabkan wana kulit buah pisang menjadi kuning total pada hari ke-15 penyimpanan.
30 75 Zhang dan Quantrick (1997) menyatakan bahwa penggunaan kitosan dapat menurunkan konsentrasi oksigen internal buah. Berkurangnya oksigen yang masuk ke dalam buah menyebabkan terhambatnya proses respirasi, akibatnya penggunaan substrat seperti gula lebih rendah dan penggunaan hasil perubahan pati menjadi lebih sedikit. Penghambatan laju respirasi ini menyebabkan penimbunan kadar karbohidrat. Nadeem et al. (2009) menyatakan bahwa penurunan kadar asam askorbat pada buah sebanding dengan laju respirasi yang terjadi, apabila laju respirasi rendah karena adanya perlakuan suhu dingin dan pelapisan kitosan maka degradasi asam askorbat juga rendah. Selama pematangan buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam warna, tekstur, aroma, dan rasa yang menunjukkan terjadi perubahan dalam susunan kimianya. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses proses perombakan maupun proses sintetik atau keduanya (Park, 2002). Pada buah alpukat menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan protopektin yang tak larut menjadi pektin yang larut. Lunaknya buah alpukat juga disebabkan oleh hidrolisis zat pati dan lemak. Peningkatan senyawa fenolik atau minyak atsiri akan memberi aroma yang khas pada buah. Rasa merupakan kombinasi dari manis, asam, dan sepet yang dapat ditangkap oleh indra. Pematangan ditandai dengan meningkatnya proses hidrolisis pati, sehingga jumlah gula gula sederhana meningkat (Sukarno, 2008).
31 76 Pelapisan pada buah dengan kitosan belum dapat optimal dalam memperpanjang masa simpan buah alpukat, namun dapat berfungsi sebagai pemberi kekuatan mekanik pada kulit buah dan dapat mengurangi transpirasi dan respirasi atau sedikit menahan gas yang keluar dan masuk (Jinasena et al., 2011). Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan variasi suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan masa simpan buah alpukat. Perlakuan dengan konsentrasi kitosan belum dapat meningkatkan masa simpan buah alpukat dengan optimal. Suhu dingin merupakan perlakuan yang paling efektif dalam menurunkan laju respirasi buah dan meningkatkan masa simpan buah. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pemberian suhu dingin merupakan perlakuan yang paling efektif untuk penanganan pascapanen buah alpukat. Hal ini didukung oleh pernyataan Burg (2004) bahwa suhu dingin menurunkan aktivitas enzim dalam respirasi dan enzim dalam biosintesis etilen. Setiap penurunan suhu 10 C kecepatan reaksi berkurang menjadi setengahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan kitosan saja mampu meningkatkan masa simpan buah alpukat sampai minggu ke-2 HSP, kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan meskipun tidak berpengaruh secara signifikan namun dapat meningkatkan masa simpan buah alpukat sampai minggu ke-3 HSP, sedangkan perlakuan suhu penyimpanan yaitu suhu 5 C dan 15 C mampu meningkatkan masa simpan buah alpukat sampai minggu ke-4 HSP.
32 77 Selama penyimpanan pengaruh suhu dingin terhadap proses metabolisme buah alpukat cenderung lebih dominan, sehingga kitosan kurang dapat berfungsi secara efektif dalam menghambat reaksi kimia dalam buah selama proses pemasakan. Menurut pernyataan Rahmawati (2010), buah pepaya dengan perlakuan kitosan saja tanpa perlakuan suhu hanya mampu bertahan selama 8 hari tidak busuk, sedangkan buah pepaya tanpa perlakuan kitosan hanya mampu bertahan 4 hari. Hal ini didukung oleh penelitian Kurniawan, dkk (2013), bahwa pada buah sawo yang diberi perlakuan kitosan 2,6% tanpa perlakuan suhu penyimpanan, buah hanya dapat diperpanjang masa simpannya selama 2-3 hari saja. Hal ini dapat dibandingkan dengan perlakuan suhu dingin selama penyimpanan yang dapat meningkatkan masa simpan buah jeruk Navel hingga minggu ke-4 HSP sampai minggu ke-6 HSP (Wahab dan Rashid, 2012). Buah alpukat yang dilapisi kitosan dan disimpan pada suhu 5 C dan 15 C mencapai puncak produksi etilen dan puncak produksi CO 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi kitosan dan disimpan pada suhu 25 C. Peningkatan produksi etilen sejalan dengan peningkatan laju respirasi yang diikuti dengan terjadinya perubahan perubahan menuju proses pemasakan dan penuaan buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas antara konsentrasi kitosan, variasi suhu penyimpanan, dan kombinasi antara kedua perlakuan terhadap perubahan bobot basah, kadar etilen, laju respirasi, pigmen buah, kandungan gizi, kandungan vitamin C, dan penerimaan konsumen. Buah alpukat yang dilapisi kitosan dan disimpan pada suhu 5 C dan 15 C umumnya
33 78 lebih baik dibandingkan buah tanpa dilapisi kitosan dan disimpan pada suhu 25 C. Perlakuan suhu 5 C dan 15 C merupakan perlakuan yang paling efektif dalam memperpanjang masa simpan buah alpukat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x
57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.
Lebih terperinciBeberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,
Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil
Lebih terperinciPENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)
PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan
Lebih terperinciTabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)
V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah.
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji Buah jambu biji merupakan buah klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologis dengan menghasilkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut Bobot Buah Jambu Biji Merah Penimbagan susut bobot buah merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya
TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan
Lebih terperinciPENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA
PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis tanaman di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki nilai
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) memiliki ciri diameter sekitar 3,1 cm. Panen pisang Cavendish dilakukan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik berkulit tipis, memiliki rasa yang manis dan menyegarkan, juga memiliki kadar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kosentrasi Kalsium Klorida (CaCl 2 ) terhadap Pematangan dan Kualitas Buah Pisang Ambon Kuning ( Musa paradisiaca Var Sapientum) Berdasarkan penelitian yang telah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu
4 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu Pisang merupakan tanaman yang termasuk kedalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas monokotiledon (berkeping satu) ordo Zingiberales dan famili Musaseae.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. lama dibandingkan perlakuan air dan asam asetat 0,5% (Tabel 2). Aplikasi BA 25
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kitosan 2,5% secara nyata mampu memperpanjang masa simpan buah jambu biji Crystal 2,83 dan 6,12 hari lebih lama dibandingkan perlakuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai produsen pisang dunia. Indonesia menempati urutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penanganan pascapanen buah yang tidak tepat di lapang dapat menimbulkan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pascapanen Pisang Cavendish Penanganan pascapanen buah yang tidak tepat di lapang dapat menimbulkan kerugian. Di negara-negara maju kerugian yang ditimbulkan mencapai 5 sampai
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga
Lebih terperinciBuah-buahan dan Sayur-sayuran
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cabe merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Cabe merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Buah cabe memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sehingga banyak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini tumbuh subur di daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga dari Pulau
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Buah Naga
3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.
Lebih terperinciPEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN
PEMATANGAN BUAH & INDEKS KEMATANGAN Pemasakan Tahap akhir fase perkembangan buah,,yang meliputi pembesaran sel, akumulasi fotosintat, dan senyawa aromatik, serta penurunan kadar asam, dan posisi buah masih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang Cavendish memiliki nilai gizi yang tinggi, kaya karbohidrat, antioksidan,
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tomat Rampai Tomat rampai memiliki banyak sebutan nama antara lain: tomat ranti,tomat kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai sama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang memiliki nilai ekonomis penting. Cabai termasuk ke dalam salah satu di antara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan
TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.
BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) 4.1.1 Susut Bobot Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persentase
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) TK 2 (b) TK 3 (c) TK 4 Gambar 5. Manggis dengan tingkat kematangan berbeda
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Kematangan Buah Manggis Tingkat kematangan manggis yang dianalisis dalam tahap ini ada 3 yaitu tingkat kematangan 2, 3, dan 4. Tingkat kematangan 2 terlihat dari warna
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia buah pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu hasil
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia buah pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu hasil buah buahan yang penting, karena banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Buah pisang banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili Musaceae ini hidup di daerah tropis dengan jenis yang berbeda-beda, pisang ambon, pisang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. beberapa jenis buah pisang lainnya. Salah satu kendala dalam penanganan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah pisang cv. Cavendish merupakan salah satu produk unggulan ekspor dari beberapa jenis buah pisang lainnya. Salah satu kendala dalam penanganan pascapanen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jambu biji (Psidium guajava L.) Crystal adalah buah yang mengandung banyak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) Crystal adalah buah yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang berguna untuk tubuh. Selain kandungan vitamin dan mineral
Lebih terperinciNova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN
VI. PEMBAHASAN merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan berbagai jenis buah yang memiliki potensi besar untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia kaya akan berbagai jenis buah yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Salah satu buah yang memiliki potensi besar itu adalah buah pisang.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Jambu Biji Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji memiliki masa simpan yang relatif pendek, berkisar 6-7 hari pada suhu
Lebih terperinciPENGATURAN KEMASAKAN
PENGATURAN KEMASAKAN Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA ...PERKEMBANGAN BAGIAN TANAMAN Urutan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Buah pisang merupakan buah yang banyak digemari oleh masyarakat. Pisang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah pisang merupakan buah yang banyak digemari oleh masyarakat. Pisang Cavendish adalah salah satu kultivar pisang yang bermutu dan terbaik di Indonesia yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang tergolong ke dalam famili Musaceae. Daerah sentra produksi pisang di Indonesia adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Pisang Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo Familya Genus : Plantae : Magnoliophyta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jambu biji (Psidium guajava L.) Crystal merupakan salah satu buah jambu biji
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) Crystal merupakan salah satu buah jambu biji yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dengan daging buah tebal dan berbiji
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, pisang banyak digemari masyarakat. Namun,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin
Lebih terperinciKARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY
KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae
TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae yang berasal dari daerah subtropis. Buah terung belanda saat ini telah banyak dibudidayakan oleh petani
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tekstur (mg/g/dtk) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 Terhadap Tekstur Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) Pelunakan buah merupakan salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Tanaman jeruk di Indonesia ada yang tumbuh baik secara alami dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Tanaman jeruk di Indonesia ada yang tumbuh baik secara alami dan dibudidayakan dan selalu tersedia
Lebih terperinciKARAKTERISTIK BIOLOGI DAN FISIOLOGI
KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN FISIOLOGI Kemampuan Akhir yang Diharapkan : Mahasiswa PS ITP semester 3 mampu menjelaskan karakteristik biologi dan fisiologi bahan pangan PROSES METABOLISME Bahan hasil pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan segala sesuatu tidak ada yang sia-sia, salah satunya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT menciptakan segala sesuatu tidak ada yang sia-sia, salah satunya yakni diciptakannya tumbuhan berbuah dengan berbagai jenisnya, yang kesemuanya itu telah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Jeruk Keprok Madu Terigas Jeruk keprok madu Terigas dipanen pada umur 31 minggu SBM (setelah bunga mekar) di mana pada umur ini buah sudah tidak terlalu keras jika
Lebih terperinciKAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F
KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT Secara sistematis tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Sub Divisi : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nilai khusus baik dari segi nilai ekonomi maupun nilai gizi. Tumbuhan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam penting, yang memiliki nilai khusus baik dari segi nilai ekonomi maupun nilai gizi. Tumbuhan merupakan tempat terjadinya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian
PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) :
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu jenis pangan yang disebut dalam al-qur an yang pengulangannya mencapai 33 kali, yaitu 14 kali untuk kata Hal ini menunjukkan peran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat
4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus sempit yang terdiri atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN 1. Persen Kerusakan Persen kerusakan menyatakan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Semakin lama penyimpanan, jumlah buah
Lebih terperinci