BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindrom Down Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal dan menghasilkan materi genetik ekstra dari kromosom Sindrom Down dinama oleh seorang dokter British yaitu, John Langdon Haydon Down, orang pertama yang mengemukakan sindrom Down adalah sejenis kelainan genetik. 1,3 Kondisi tersebut selanjutnya diidentifikasi sebagai kromosom trisomi 21 oleh Jérôme Lejeune pada tahun ,3 Trisomi kromosom 21 disebabkan oleh non disjunction, dimana materi genetik gagal untuk dipisahkan selama pembentukan gamet sehingga terjadinya tambahan kromosom. 1-3 Sindrom Down ini telah mempengaruhi sekitar 1 dari kelahiran hidup secara global. 2 Setiap tahun kira-kira ada 3000 sampai 5000 orang anak yang lahir dengan kelainan ini. 2 Gambar 1. Kromosom pada sindrom Down 1 Beberapa teori telah menyatakan bahwa abnormalitas hormon, sinar-x, infeksi virus, masalah imunologi, kecenderungan genetik, dan ketidakseimbangan enzim mungkin adalah faktor penyebab kelahiran anak sindrom Down. Selain itu,

2 usia ibu hamil yang lebih dari 35 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi dalam melahirkan anak sindrom Down Kondisi Fisik dan Sistemik pada Anak Sindrom Down Anak sindrom Down mempunyai beberapa penampilan fisik yang khusus seperti profil yang datar, fisura palpebral yang miring, lipatan epikantus, hidungnya datar, nuchal flat pad,dan kepala pendek, mulut mereka kecil, mata miring ke atas, ruang besar antara jari kaki yang pertama dan kedua (sandal gap) Mereka juga mempunyai tangan yang luas dengan jari-jari yang pendek. Anak sindrom Down akan mempunyai rata-rata berat badan dan tinggi badan yang lebih rendah pada waktu lahir. 10,12 Gambar 2. Karateristik fasial anak sindrom Down 9 Manifestasi sistemik yang terdapat dalam sindrom Down adalah seperti, obstruksi saluran pencernaan,hipotonia otot, leukemia, infeksi pernafasan, congenital heart defect, gangguan imunologi, hipotiroidisme dan kelainan mata. 1,3,10-13

3 Gambar 3. Keadaan tubuh anak sindrom Down 10 Anak sindrom Down biasanya mempunyai perkembangan mental yang tertunda dan memiliki derajat disabilitas belajar bervariasi berdasarkan masingmasing individual. 12 Anak sindrom Down dapat dibagikan berdasarkan tingkat retardasi mental. Retardasi mental dikatakan adalah terkait dengan keterbatasan dalam belajar dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi, dan memiliki efek yang sangat berpengaruh pada kemampuan seorang anak untuk belajar bicara. 14 Penggolongan tingkat retardasi mental berdasarkan pada hasil pengukuran inteligensi. Tes inteligensi digunakan untuk mengukur kemungkinan keberhasilan mengikuti dan menyelesaikan pendidikan formal di sekolah. Sindrom Down dapat didiagnosa dan dibagi atas 5 level intelektual dibawah rata-rata sebagai berikut: Mild Mental Retardation Anak golongan ini akan memiliki tingkat IQ antara Mereka masih bisa berkembang, menjadi mandiri seperti makan atau berpakaian sendiri dengan bantuan minimal dari orang lain. Mereka mampu berbicara yang dimengerti dengan baik oleh orang lain, menulis kata-kata sederhana, dan mampu bergaul dengan baik. Terkadang mereka mampu beradaptasi dengan sekolah biasa walaupun lambat laun akan sedikit mengalami ketinggalan dibandingkan teman sekelasnya. Anak dengan level IQ ini mampu lulus SMA hingga bekerja pada sektor perkerjaan tidak terlatih maupun semiterlatih. 14

4 2. Moderate Mental Retardation Sindrom Down golongan ini mempunyai tingkat IQ antara Mereka memiliki keterlambatan perkembangan kemampuan berbahasa, seperti hanya mampu menggunakan 4-10 kata saja pada usia 3 tahun. Anak golongan ini tidak mampu beradaptasi dengan sekolah biasa, sehingga perlu dimasukkan ke sekolah khusus untuk kelancaran proses pembelajaran akademiknya. Ketika dewasa, mereka tidak bisa diperbolehkan melakukan aktivitas harian seperti berbelanja atau memasak tanpa didampingi Severe Mental Retardation Golongan ini biasanya memiliki tingkat IQ dari Mereka memiliki kosa kata yang sangat terbatas dan hanya mampu berbicara sebatas 2-3 kalimat. Demikian juga dengan kemampuan motorik yang cukup lemah, sehingga tidak bisa bermain dengan mainan mereka ketika kecil. Saat beranjak dewasa, mereka hanya mampu berpakaian sendiri dengan jenis pakaian yang sederhana dan hanya sebagian dari mereka yang bisa bekerja pada bidang pekerjaan yang tidak terlatih Profound Mental Retardation Golongan ini biasanya memiliki tingkat IQ yang kurang dari 20. Mereka harus didampingi penuh dalam setiap aktivitasnya. Anak golongan ini mampu makan sendiri dengan sendok tetapi tidak dengan garpu atau pisau. Ketika dewasa, mereka hanya mampu menguasai kosa kata. Kemampuan berinteraksi yang kurang pada anak sindrom Down menyebabkan mereka cenderung tidak bersosialisasi dengan baik tetapi mereka masih mampu mengerti perkataan berupa kalimat-kalimat perintah yang sederhana Mental Retardation, Severity Unspecified Golongan ini diyakini kuat memiliki kriteria adanya retardasi mental, tetapi intelegensianya tidak dapat ditentukan berdasarkan tes standar. Pembagian ini dilakukan berdasarkan hasil tes IQ yang diberikan kepada anak. Klasifikasi ini berguna untuk menentukan sekolah atau kelas mana yang sesuai ditempati oleh anak agar mampu menyerap materi pembelajaran dengan baik sesuai kemampuannya tanpa berasa tertinggal dibanding teman-temannya. 14

5 2.3 Keadaan Rongga Mulut pada Anak Sindrom Down Anak sindrom Down mempunyai maksila dan mandibula yang lebih sempit dibandingkan dengan anak yang normal, dan hal ini menyebabkan lidah pada anak sindrom Down akan tampak lebih besar (makroglosia). 3 Retardasi mental pada anak sindrom Down menyulitkan mereka untuk menjaga oral hygiene. 3 Anak sindrom Down mempunyai fissured tongue dan cleft palate. 3,6 Masalah yang sering terjadi pada anak sindrom Down adalah maloklusi, anomali pada gigi sebagai contohnya tidak ada benih gigi, erupsi gigi tertunda, dan penyakit periodontal. 3,6,7 Beberapa penelitian menyatakan anak sindrom Down telah menunjukkan prevalensi karies yang rendah dan hal ini disebabkan oleh kondisi saliva mereka. 4,5,7 Karakteristik yang lain pada anak sindrom Down adalah drooling, yaitu kondisi sekresi saliva yang kelebihan. Produksi saliva yang lebih ini dapat menyebabkan ketidaknyaman Karies Gigi Karies gigi didefinisikan sebagai penyakit mikrobiologis struktur keras gigi, penyakit multifaktorial dimana ada interaksi dari empat faktor utama yaitu, host, mikroorganisme, waktu dan substrat. 15 Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam periode waktu tertentu dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam demineralisasi serta remineralisasi antara permukaan gigi dan lapisan plak. 15,16 Terjadinya karies gigi disebabkan oleh Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus species dan lactobacilli yang hidup dalam plak biofilm yang menempel pada permukaan gigi. Bakteri ini akan menghasilkan asam dalam proses metabolisme menfermentasi karbohidrat (gula dan starch). 15,16 Asam yang diproduksi akan menyebabkan perubahan ph plak biofilm. 16 Pada saat istirahat, ph biofilm biasanya adalah netral. Pada saat fermentasi karbohidrat terjadi, ph biofilm plak akan menurun dengan cepat dan akan menciptakan lingkungan yang asam. Asam ini kemudian akan berdifusi ke gigi untuk melarutkan kalsium dan fosfat mineral (carbonated hydroxyapatite). Proses ini disebut sebagai demineralisasi. 16

6 Pada saat konsumsi karbohidrat berhenti, ph secara bertahap akan kembali ke netral dalam menit. memainkan peranan yang penting dalam proses netralisasi asam dan mengandung mineral dan protein yang dapat melindungi gigi. Mineral dalam saliva dan mineral yang terlarut dari gigi akan deposit kembali sisasisa kristal yang ada pada gigi. Proses deposisi mineral ke daerah yang mengalami demineralisasi disebut remineralisasi, yang memperbaiki lesi karies awal. 16 Mineral saliva memungkinkan host untuk memperbaiki daerah yang mengalami demineralisasi. Sekiranya laju aliran saliva seseorang itu rendah, frekuensi mengonsumsi karbohidrat tinggi, tingkat asam yang diproduksi oleh bakteri tinggi sehingga mineral gigi yang hilang akan sulit mengalami remineralisasi disebabkan oleh serangan asam yang terlalu besar Etiologi Karies gigi Etiologi terjadinya proses karies gigi dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu host, bakteri, substrat, dan waktu. 15 Gambar 4. Empat lingkaran faktor karies gigi 15

7 2.4.2 Faktor Host Faktor utama host berupa morfologi dan anatomi gigi serta saliva. Faktor risiko host yang akan menyebabkan karies adalah berkurangnya saliva di rongga mulut dan morfologi gigi (ukuran, bentuk permukaan, kedalaman fossa, dan fisura). Fitur morfologi gigi yang mungkin mempengaruhi adalah kehadiran pit fisura yang dalam dan sempit. Akumulasi sisa-sisa makanan, bakteri dan debris pada fisura tersebut adalah sulit dibersihkan dan akan mengarah ke perkembangan karies. 15,16 memiliki peranan yang penting dalam perkembangan karies atau pencegahannya. Perubahan dalam kuantitas dan kualitas saliva memiliki efek pada lingkungan rongga mulut. mempunyai efek netralisasi dan buffering yang dapat mengurangi potensi kariogenik makanan. Laju aliran saliva dapat mempengaruhi kerentanan atau ketahanan karies Faktor Mikroorganisme Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan berbagai bakteri termasuk bakteri yang merupakan flora normal tetapi apabila terdapat sisa makanan yang melekat terus menerus pada gigi akan terjadi penumpukan plak. Plak adalah suatu lapisan lunak terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. 16 Bakteri kariogenik utama penyebab karies adalah Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus yang merupakan bakteri patogen, dapat berkolonisasi di permukaan gigi dan menghasilkan asam dengan menfermentasi karbohidrat (substrat) lalu mengakibatkan penurunan ph rongga mulut, yang akan menyebabkan demineralisasi enamel. 15,16 Lactobacillus acidophilus dan mikroorganisme lain yang bersifat kariogenik di plak atau di lesi karies mungkin mempunyai kemampuan untuk menghasilkan karies sendiri, atau mungkin dapat bertindak secara sinergis dengan Streptococcus mutans pada inisiasi karies. 15,16

8 karies. 16 Berdasarkan teori asidogenik atau kemoparasitik, karies gigi dapat terjadi Faktor Substrat Diet berfungsi sebagai substrat difermentasi oleh mikroflora plak, yang dapat membentuk asam organik, sehingga meningkatkan demineralisasi struktur gigi dan mempengaruhi perkembangan karies. Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. 16 Sisa makanan termasuk golongan karbohidrat (sukrosa, fruktosa, dan glukosa) apabila melekat terus pada gigi, akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam. Pada saat rongga mulut adalah dalam kondisi asam (ph 5,5) maka mineral kalsium dan fosfat pada enamel gigi akan terlepas dari gigi lalu gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau tidak mempunyai karies gigi dan ini membuktikan bahwa Streptococcus mutans akan memetabolisme semua jenis karbohidrat yang akhirnya meningkatkan risiko apabila makanan mengandung karbohidrat. Bakteri dalam plak akan memetabolisme gula dalam makanan dan menghasilkan asam yang dapat melarutkan struktur enamel gigi. Sukrosa adalah paling kariogenik dari semua gula Faktor Waktu Faktor waktu juga menentukan terjadinya karies dimana ketiga faktor diatas apabila dalam waktu yang lama dan saling berinteraksi, maka akan terjadi karies. Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi sebuah kavitas cukup bervariasi. 15

9 2.4.6 Indeks Karies Indeks karies adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/ kelompok terhadap karies gigi. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan karies gigi mulai dari yang ringan sampai berat. Beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti Klein dan indeks WHO, namun kebelakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya. Pada penelitian ini akan digunakan indeks DMFT WHO. Indeks WHO bertujuan untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau suatu populasi. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi tersebut sudah dicabut dan kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks ini dibedakan atas indeks DMFT yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan deft untuk gigi sulung pada anak-anak. Pemeriksaan harus dilakukan dengan kaca mulut datar. 2.5 Karies Gigi pada Anak Sindrom Down Sebuah studi case-control yang melibatkan anak sindrom Down telah menyatakan prevalensi karies pada anak sindrom Down lebih rendah dibandingkan oleh anak normal dan hal ini dikatakan disebabkan erupsi gigi tertunda, mikrodonsia dan diastema. Kondisi gigi ini secara teoritis mengurangi risiko karies dengan mengurangi kemungkinan makanan terperangkap antara gigi. Prevalensi karies gigi juga dipengaruhi oleh kondisi saliva. 4,5,7 2.6 adalah cairan berair jernih diproduksi oleh beberapa kelenjar di daerah mulut. merupakan sekresi eksokrin yang terdiri dari 99% air, yang mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat, fosfat) dan protein diwakili dengan enzim, antimikrobial imunoglobulin dan antimikroba, glikoprotein mukosal, albumin dan beberapa polipeptida oligopeptida yang penting untuk kesehatan rongga mulut. 20 Kelenjar yang memproduksikan saliva adalah kelenjar sublingual, kelenjar parotid dan kelenjar

10 submandibular. 20 Sembilan puluh persen saliva adalah diproduksi oleh 3 pasang kelenjar mayor yaitu: parotid, submandibular, dan sublingual. Kelanjar parotis memproduksi 60-65% saliva yang bersifat serous yang mengandung amilase, kelenjar submandibula mensekresikan 20-30% saliva yang bersifat musin, dan kelenjar sublingual yang berukuran terkecil memproduksi saliva yang bersifat viscous dan kental. 20 Gambar 5. Kelenjar-kelenjar saliva Fungsi Fungsi saliva dapat dikategorikan kepada 5 untuk menjaga kesehatan rongga mulut dan keseimbangan ekologis, yaitu: pencernaan, lubrikasi dan cleansing, menjaga intergritas enamel, antibakterial, dan rasa telah memainkan peranan yang penting dalam sistem pencernaan. Musin dari saliva dapat menfasilitasi pengunyahan dan penelanan makanan dengan melumas makanan, dan menghasilkan satu lapisan serous pada mukosa rongga mulut agar tidak mengalami dehirasi. Enzim amilase saliva membantu dalam pencernaan karbohidrat (starch). 20,21 mengandung zat antibakteri seperti lysozyme, imunoglobulin A (IgA), yang dapat menyerang mikroorganisme seperti bakteri yang hadir pada makanan, dengan menghidrolisis dan memecahkan dinding selular bakteri. 20,21 juga memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan integritas enamel gigi maupun secara fisikal atau kimiawi dengan modulasi remineralisasi dan

11 demineralisasi. Faktor utama untuk mengendalikan stabilitas enamel hydroxyapatite adalah konsentrasi kalsium, fosfat, fluoride dan ph dalam saliva. 20,21, Komposisi Komposisi saliva mengandung 99% air. mengandung konstituen organik dan anorganik. Konstituen organik adalah enzim ptyalin atau amilase saliva yang disekresi oleh kelenjar parotid. 20 Konstituen organik yang lain adalah lipase lingual, yaitu enzim yang bekerja pada trigliserida. Musin merupakan glikoprotein yang disekresi utama dari kelenjar sublingual dan sebagian kecil dari kelenjar submandibular. Musin berfungsi dalam mempertahankan viskositas saliva dan membantu dalam pelumasan makanan. Ion- ion yang termasuk dalam konstituen anorganik pada saliva adalah: Na +, K +, Ca ++, HCO - 3 dan Cl -. juga mengandung lisozim dan imunoglobulin A (IgA) Kapasitas Buffer dan ph Kapasitas buffer saliva adalah sangat penting dalam mempertahankan ph saliva dan memainkan peranan yang penting dalam remineralisasi. Kapasitas buffer saliva pada dasarnya adalah tergantung pada konsentrasi bikarbonat, dan berkorelasi dengan laju aliran saliva. Kapasitas buffer dapat mencegah kolonisasi oleh mikroorganisme patogen. Buffer saliva juga dapat menetralkan asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang bersifat asam, sehingga dapat mencegah enamel demineralisasi. 19,20 Kapasitas buffer saliva sebagian besar adalah disediakan oleh bikarbonat, dihidrogen dan hidrogen fosfat, dan protein. Konsentrasi ion bikarbonat dalam saliva pada keadaan istirahat mendekati 1 mmol/l dan meningkat sampai lebih dari 50 mmol/l saat distimulasi. Peningkatan konsentrasi ion bikarbonat menyebabkan peningkatan ph. 20 Peningkatan laju aliran saliva dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi urea dan elektrolit seperti Na +, Cl -, Ca 2+, PO 3-4, OH - dan HCO - 3. Ion bikarbonat dapat menyebabkan peningkatan pada ph dan merupakan prinsip sistem

12 buffer dalam saliva. Kapasitas buffer dapat diperiksa dengan menggunakan tes buffer strip. 21,22 ph saliva bergantung pada laju aliran saliva, jika laju aliran saliva itu tinggi, salivanya akan bersifat basa dan mencapai ph dari 7,5-8,0. 20 ph saliva adalah hampir netral yaitu dengan ph = 7, dan saliva mengandung HCO 3, yang dapat menetralkan zat asam yang ada dalam rongga mulut Sedikit peningkatan ph dan kapasitas buffer akan menfasilitasi remineralisasi serta beberapa pengaruh lain terhadap flora rongga mulut. Secara spesifik, keadaan ini akan mengontrol peningkatan jumlah mikroorganisme, khususnya Streptococcus mutans yang kariogenik serta Candida albicans Volume dan Laju Aliran Produksi saliva yang tinggi dapat meningkatkan laju aliran saliva, kapasitas buffer saliva dan ph, dan konsentrasi mineral pada jaringan keras. 20 Rata-rata volume produksi saliva yang normal pada seseorang itu sekitar 1-1,5 liter sehari, pada waktu tidur volume saliva yang paling banyak adalah 0,1ml/menit dan saat tidak ada stimulasi volumenya sekitar 0,3 ml/menit. Pada waktu stimulasi, volume akan meningkat menjadi 4 ml/menit. 20,23 Sialometri digunakan untuk mengukur disfungsi saliva, dan sialometri melibatkan pengukuran unstimulated dan stimulated produksi saliva dengan koleksi saliva dalam collection cup dalam jangka waktu 5 menit. Normal volume yang dikoleksi dalam 5 menit untuk unstimulated adalah 1,5-2,5 ml dan stimulated adalah 5-10 ml. Pada penelitian ini akan digunakan unstimulated. 20,23 Laju aliran normal saliva memberikan efek protektif yang kuat terhadap karies gigi. Laju aliran normal untuk unstimulated adalah dalam 0,3-0,5 ml/ menit dan 1-2 ml/menit untuk stimulated. 20,23 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva yang distimulasi adalah stimulus alami, muntah, merokok, ukuran kelenjar, refleks muntah, stimulus unilateral, dan asupan makanan. 20 Laju aliran saliva dapat mempengaruhi pembersihan saliva terhadap substrat bakteri.

13 2.6.5 Kondisi pada Anak Sindrom Down Sekresi saliva pada anak sindrom Down tidak jauh berbeda dibanding dengan anak normal tapi anak sindrom Down sering mempunyai masalah drooling karena mereka mempunyai mulut yang kecil dan mereka cenderung menjulurkan lidah. 3 Laju aliran saliva erat hubungannya dengan viskositas saliva. Viskositas saliva yang lebih tinggi akan menurunkan laju aliran saliva, sehingga didapatkan penumpukan sisa-sisa makanan yang akhirnya dapat menyebabkan karies. 20 Konsentrasi kalsium, fosforus dan magnesium pada anak sindrom Down tidak menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan anak yang normal. 7 Konsentrasi bikarbonat ion dari saliva dapat membuat ph saliva yang lebih basa. 4,7 Pada konsentrasi protein dan sodium, anak sindrom Down mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi. 4 Protein dalam saliva berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa, remineralisasi gigi dan buffering. Kapasitas buffer dan ph pada anak sindrom Down juga dikatakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang normal. 21 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Raurale dkk, dikatakan anak sindrom Down memiliki kapasitas buffer yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal dan ini akan menyebabkan prevalensi karies gigi mereka rendah karena sistem buffer ini adalah untuk memfasilitasi proses netralisasi asam yang diproduksi oleh bakteri dalam rongga mulut ini dikatakan salah satu penyebab dapat menurunkan prevalensi karies gigi. 7 Anak sindrom Down menunjukkan prevalensi karies yang rendah dan hal ini karena konsentrasi salivary Streptococcus mutans-specific IgA dalam saliva mereka adalah lebih tinggi dibandingkan kepada anak yang sehat. 5 ry IgA berfungsi untuk mencegah bakteri Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dan hal ini dapat menurunkan kolonisasi bakteri sehingga dapat mencegah karies gigi. 5,20

14 2.7 Kerangka Teori Anak Sindrom Down Keadaan Fisik Keadaan Rongga Mulut Keadaan Gigi Kondisi Status Karies ph Kapasitas Buffer Volume Laju Aliran

15 2.8 Kerangka Konsep Keadaan Rongga Mulut Anak Sindrom Down Volume Laju Aliran Kapasitas Buffer ph Gigi Status Karies

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva adalah cairan oral kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindrom Down John Langdon adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kali menggambarkan kumpulan gejala dari sindrom Down pada tahun 1866. Namun sebelumnya Esquirol pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan di masyarakat. 1 Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

Gambar 1. Kelenjar saliva 19 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan yang terdiri atas sekresi yang berasal dari kelenjar saliva dan cairan sulkus gingiva. 90% dari saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan dialami oleh hampir seluruh individu pada sepanjang hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit gigi dan mulut yang masih menjadi masalah utama di bidang kedokteran gigi adalah karies. 1 Karies merupakan penyakit multifaktorial dan kronis yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Early Childhood Caries (ECC) merupakan gabungan suatu penyakit dan kebiasaan yang umum terjadi pada anak dan sulit dikendalikan. 1 Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva merupakan cairan rongga mulut yang terdiri dari sekresi kelenjar saliva dan cairan krevikuler gingiva. Produksi saliva oleh kelenjar mayor sekitar 90%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut pada anak-anak. Target WHO tahun 2010 adalah untuk mencapai indeks caries 1,0. Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral Higiene Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang

Lebih terperinci

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si. SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA 04111004066 Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si. PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keju merupakan makanan yang banyak dikonsumsi dan ditambahkan dalam berbagai makanan untuk membantu meningkatkan nilai gizi maupun citarasa. Makanan tersebut mudah diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 19 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental, dengan rancangan pre and post test control group design. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan atau membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan indeks, BMI sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**, Yayun Siti Rochmah***

Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**, Yayun Siti Rochmah*** PENGARUH KUMUR SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L.) (Studi terhadap Anak Usia 12-15 Tahun Pondok Pesantren Al-Adzkar, Al-Furqon, Al-Izzah Mranggen Demak) Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum terjadi pada individu di seluruh dunia (Selwitz dkk, 2007). Menurut data riskesdas tahun 2013, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1. KARIES GIGI 2.1.1. Definisi Karies gigi adalah kerusakan gigi yang progresif akibat karbohidrat melekat pada permukaan gigi dan menyebabkan aktifnya metabolisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat, baik dibidang kedokteran maupun kedokteran gigi yang dapat dipertanggung jawabkan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari 300 spesies dapat diidentifikasi dalam rongga mulut. Spesies yang mampu berkoloni dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya, merupakan makanan ringan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saliva Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu sodium, potasium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ASI atau Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi dan tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Down Sindroma Down adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel yang mengakibatkan adanya kromosom tambahan 21 atau trisomi 21. 9 Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rongga mulut terdapat berbagai macam koloni bakteri yang masuk melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang masuk melalui makanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol Karies gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar giginya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA HPO 4. 11 Ada beberapa fungsi saliva yaitu membentuk lapisan mukus pelindung pada 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi gigi yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia adalah karies.1 Menurut World Health Organization (WHO) karies gigi merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar saliva mayor dan minor yang ada pada mukosa mulut. 1 Saliva terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor dan minor. Saliva diproduksi dalam sehari sekitar 1 2 liter,

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor dan minor. Saliva diproduksi dalam sehari sekitar 1 2 liter, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva merupakan cairan komplek yang dapat dihasilkan dari kelenjar saliva mayor dan minor. Saliva diproduksi dalam sehari sekitar 1 2 liter, yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Down Syndrome adalah salah satu kelainan kromosom disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan keseimbangan, koordinasi, dan gaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam kesehatan jaringan keras dan lunak didalam rongga mulut. Saliva mempunyai banyak fungsi, diantaranya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Usia 3-6 tahun adalah periode anak usia prasekolah (Patmonodewo, 1995). Pribadi anak dapat dikembangkan dan memunculkan berbagai potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan mereka. Salah satu tanaman obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies Karies gigi adalah penyakit kronik, prosesnya berlangsung sangat lama berupa hilangnya ion-ion mineral secara kronis dan terus menerus dari permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia (RI) dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut.

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut. 36 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 5.1. Frekuensi distribusi tes saliva subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Gizi merupakan kebutuhan utama dalam setiap proses

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional. 35 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies Karies merupakan suatu proses hilangnya ion-ion mineral secara kronis dan berkelanjutan dari jaringan gigi seperti email, dentin, sementun, dan permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut di dunia. Di negara maju dan negara yang sedang berkembang, prevalensi karies gigi cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies dan penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua kelompok umur di Indonesia (Tampubolon,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu mendapat perhatian. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevalensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies Karies gigi adalah penyakit kronik, prosesnya berlangsung sangat lama berupa hilangnya ion-ion mineral secara kronis dan terus menerus dari permukaan

Lebih terperinci

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK Nidia Alfianur 1, Budi Suryana 2 1, 2 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Pontianak ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Ibu dalam Kesehatan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini, peranan ibu sangat menentukan dalam mendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta gigi adalah produk oral yang digunakan untuk membersihkan gigi dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah penampilan estetik gigi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berjejal atau crowding dapat diartikan sebagai ketidakharmonis antara ukuran gigi dengan ukuran rahang yang dapat menyebabkan gigi berada di luar lengkung rahang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dry mouth merupakan keadaan rongga mulut yang kering, berhubungan dengan adanya penurunan aliran saliva. 1 Umumnya terjadi saat cemas, bernafas melalui mulut, dan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut (Harty and

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut (Harty and BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Saliva dan Anatomi Glandula Saliva Saliva adalah suatu cairan dalam rongga mulut yang mempunyai peran penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut (Harty

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia Dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 tentang daftar pola sepuluh besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal pada anak usia 12-15 tahun di Indonesia cenderung meningkat dari 76,25% pada tahun 1998 menjadi 78,65% pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara untuk menentukan atau mengukur derajat asam atau basa saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan kapasitas buffer saliva

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah dasar yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat. Aktivitas anak sekolah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA

BAB II TINJAUAN PUSATAKA BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Menyikat Gigi a. Metode Menyikat Gigi Metode menyikat yang dikenal di kedokteran gigi dibedakan berdasarkan gerakan yang dibuat sikat, pada prinsipnya terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ph dan Saliva 1. PH Hasil kali ( produk ) ion air merupakan dasar bagi skala ph, yaitu cara yang mudah untuk menunjukan konsentrasi nyata H + ( dan juga OH - ) didalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Karies Gigi 2.1.1 Definisi Karies Gigi Karies gigi adalah suatu proses kronis hilangnya ion-ion mineral dari enamel mahkota gigi atau permukaan akar yang terjadi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Lampiran 1. Skema Alur Pikir Lampiran 1 Skema Alur Pikir 1. Kebiasaan merokok merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa terdapat lebih dari 1 milyar orang penduduk dunia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, usia, ras, ataupun status ekonomi (Bagramian R.A., 2009). Karies

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, usia, ras, ataupun status ekonomi (Bagramian R.A., 2009). Karies BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronik yang sering terjadi di dalam rongga mulut yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, usia, ras, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD Miller (1980), karies merupakan akibat dari kerusakan gigi yang berasal dari asam yang terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva merupakan cairan oral yang disekresikan oleh tiga pasang kelenjar utama (parotid, submandibula, dan sublingual) dan beberapa kelenjar minoryang disalurkan melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi merupakan penyakit kronis yang mempengaruhi sejumlah besar populasi. Proses karies mempengaruhi mineralisasi gigi, enamel, dentin, dan sementum, serta disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia dan dapat menjadi sumber infeksi yang dapat mempengaruhi beberapa penyakit sistemik.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi 2.1.1 Definisi Karies Gigi Karies merupakan proses hilangnya ion-ion mineral secara kronis dan terus menerus dari jaringan gigi seperti, email,dentin, dan sementum,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara anatomis sistem pencernaan manusia dimulai dari rongga mulut. Di dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan saliva

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut adalah pintu gerbang sistem pencernaan manusia yang berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Di dalamnya terdapat fungsi perlindungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin menjadi masalah yang cukup serius di masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, merupakan hasil, tanda, dan gejala dari demineralisasi jaringan keras gigi secara kimia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat Indonesia adalah karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronik yang paling sering ditemukan di dunia (Roberson dkk., 2002). Karies menempati urutan tertinggi dalam penyakit gigi dan mulut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindrom Down Sindrom Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Menurut Lejeune,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak saat ini. Upaya

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan 27 November 2008 bertempat di klinik ortodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI. Selama periode tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian observational

Lebih terperinci