VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Penerimaan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Penerimaan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Penerimaan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Padi dengan pupuk organik menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi daripada produktivitas padi tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi yang dilakukan 2 kali musim tanam pada tahun Pada Tabel 15, rata-rata produksi perhektar padi dengan dan tanpa pupuk organik masing-masing adalah 4.102,5 kg/ha dan 3.977,9 kg/ha Gabah Kering Panen (GKP). Dengan demikian, produktivitas padi dengan pupuk organik 3,1% lebih tinggi daripada produktivitas padi tanpa pupuk organik. Tabel 15. Penerimaan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik perhektar Desa Purwasari dan Sukajadi Selama 2 Kali Musim Tanam Kabupaten Bogor Tahun Uraian Usahatani Padi dengan Pupuk Organik Usahatani Padi Tanpa Pupuk Organik %Selisih MT1 MT2 Rata-rata MT1 MT2 Rata-rata Rata-rata Produksi (Kg/Ha) 4.074, , , , , ,9 3,1 Harga GKP (Rp/Kg) ,9* Penerimaan (Rp/Ha) ,2 * Menunjukkan signifikan berbeda nyata secara statistik pada tingkat peluang 5% Sumber : Diolah, Data Primer 2011 Produktivitas padi dengan pupuk organik pada penelitian ini yaitu 4.102,5 kg/ha. Ternyata produk tivitas padi dengan pupuk organik di Kecamatan Dramaga dan Tamansari masih jauh dibawah produk tivitas padi orga nik pada penelitian Mayrowani dan Supriyati ( 2008) di S ragen yang mencap ai 6,4 ton/ha GKP. Sebenarny a potensi produksi padi organ ik mampu mencapai 10,8 ton /ha GKP pada saat panen perdana untuk padi varietas intani tahun 2010 di daerah Toyogo, Sragen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa produksi padi dengan pupuk 43

2 organik di Desa Purwasari dan Sukajadi masih jauh dibawah dari produksi padi organik di daerah lain yang sudah lama menerapkan usahatani padi organik. Harga gabah untuk padi dengan pupuk organik bervariasi diantara petani berdasarkan kondisi gabah yang dihasilkan petani. Harga gabah yang diterima petani padi dengan pupuk organik adalah Rp per kg dan harga gabah yang diterima petani padi tanpa pupuk organik adalah Rp per kg. Dengan demikian, rata-rata harga gabah untuk padi dengan pupuk organik adalah 5,9% lebih tinggi daripada harga gabah rata-rata padi tanpa pupuk organik. Secara statistik, harga gabah padi dengan pupuk organik berbeda nyata dengan harga gabah padi tanpa pupuk organik pada taraf nyata 5%. Informasi tersebut menunjukkan bahwa pada rata-rata musim tanam tersebut, padi dengan pupuk organik mempunyai keunggulan dalam harga gabah (Lampiran 2). Penerimaan petani padi merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi gabah yang dihasilkan dan harga gabah yang diterima petani padi. Berdasarkan produktivitas dan harga yang diterima petani, rata-rata penerimaan yang diterima petani padi dengan pupuk organik lebih tinggi dibandingkan rata- rata penerimaan yang diterima petani padi tanpa pupuk organik. Tabel 15 menunjukkan bahwa keunggulan usahatani padi dengan pupuk organik perhektar dalam produktivitas mencapai 3,1% dan harga gabah mencapai 5,9% dibandingkan dengan usahatani padi tanpa pupuk organik. 6.2 Biaya Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Biaya usahatani merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan untuk kegiatan usahatani untuk menghasilkan produk usahatani. Berdasarkan sifatnya, biaya usahatani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai 44

3 (dibayarkan) dan biaya diperhitungkan (tidak dibayarkan). Biaya tunai merupakan kelompok biaya dengan melakukan pembayaran selama kegiatan usahatani berlangsung baik berupa uang tunai maupun barang seperti gabah hasil panen. Dalam penelitian ini dapat diidentifikasi enam jenis pengeluaran yang masuk ke dalam kategori biaya tunai, diantaranya adalah upah TKLK (Tenaga Kerja Luar Keuarga), biaya pupuk, biaya benih, biaya pestisida, pajak, dan iuran pengairan (Lampiran 5 dan Lampiran 6). Biaya diperhitungkan merupakan jenis biaya yang pada kenyataannya petani tidak mengeluarkan uang atau alat pembayaran lainnya untuk melakukan pembayaran terhadap kegiatan usahatani. Pada penelitian ini dapat ditentukan dua jenis biaya diperhitungkan, yaitu biaya TKDK (Tenaga Kerja Dalam Keluarga) dan biaya penyusutan alat. Biaya tenaga kerja dalam keluarga adalah upah yang seharusnya dibayarkan petani kepada petani itu sendiri dan anggota keluargannya yang telah menyelesaikan suatu pekerjaan dalam usahatani. Pada kenyataannya upah TKDK tidak dibayarkan petani kepada TKDK. Biaya penyusutan alat menyatakan pengurangan nilai dari alat yang dimiliki petani karena peralatan tersebut telah digunakan dalam usahatani. Nilai ekonomis alat yang dimiliki petani, dari waktu ke waktu mengalami kecenderungan untuk turun. Oleh karena itu, walaupun tidak dikeluarkan secara nyata, biaya penyusutan peralatan perlu dimasukkan sebagai salah satu komponen biaya. 45

4 6.2.1 Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) adalah jenis biaya yang mempunyai persentase paling tinggi baik untuk usahatani padi dengan maupun tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi. Biaya TKLK untuk usahatani padi dengan pupuk organik lebih besar daripada biaya untuk padi tanpa pupuk organik. Biaya TKLK untuk usahatani padi dengan pupuk organik mencapai Rp atau 81,00% dari biaya total usahatani padi dengan pupuk organik dan biaya TKLK untuk usahatani padi tanpa pupuk organik adalah sebesar Rp atau 60,24% dari biaya total usahatani padi tanpa pupuk organik. Tabel 16. Biaya Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik perhektar Desa Purwasari dan Desa Sukajadi Selama 2 Kali Musim Tanam Tahun Usahatani Padi dengan Pupuk Organik Usahatani Padi Tanpa Pupuk Organik Jenis Biaya Nilai (Rp/Ha) % Nilai (Rp/Ha) % Biaya Tunai 1. TKLK , ,24 2. Bibit , ,36 3. a) Pupuk Kompos ,82 0 0,00 b) Pupuk Kimia , ,33 4. Pestisida , ,77 5. Pajak Bumi dan Bangunan , , Biaya pengairan , ,94 Total Biaya Tunai , ,69 Biaya Diperhitungkan 1. TKDK , ,20 2. Penyusutan Peralatan , ,10 Total Biaya diperhitungkan , ,30 Total Biaya , ,00 Sumber : Diolah, Data Primer

5 Selain menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga petani, usahatani padi di Desa Purwasari dan Sukajadi juga melibatka n tenaga kerja dari dalam keluarga petani. Biaya TKDK memiliki persentase yang k ecil, jika dibandingkan dengan biaya TKLK. Biaya TKDK pada usahatani padi dengan pupuk organik hanya sepersepuluh dari TKLK usahatani padi dengan pupuk o rganik, sedangkan biaya TKDK pada usahatani pa di tanpa pupuk organik hanya seperempat dari TKLK usahatani padi tanpa pupuk organik. Pada usahatani padi dengan pupuk organik, upah TKDK sebesar Rp atau senilai 7,44% dari total biaya usahatani padi dengan pupuk organik. Nilai upah TKDK untuk usahatani padi tanpa pupuk organik adalah Rp atau senilai 15,20% dari total biaya usahatani padi tanpa pupuk organik. Jenis pekerjaan yang memiliki upah tenaga kerja terbesar untuk usahatani padi dengan dan tanpa pupuk organik diaplikasikan untuk pemanenan. Pekerjaan pada pemanenan padi meliputi pemotongan padi, perontokan gabah, dan penimbangan gabah. Kebanyakan usahatani padi di Desa Purwasari dan Sukajadi harus membayar seperlima dari hasil panen. Upah yang diberikan untuk TKLK pada pemanenan bukan berupa uang tunai tetapi berupa gabah kering panen. Selain pemanenan, pekerjaan mengolah tanah juga memiliki upah tenaga kerja terbesar yang dilaksanakan dengan traktor tangan (hand tractor) dan tenaga manusia. Upah untuk hand tractor di Purwasari sebesar Rp per 6 jam, sedangkan di Desa Sukajadi upahnya lebih murah sebesar Rp per 6 jam. Setelah pekerjaan pengolahan tanah, selanjutnya dilakukan kegiatan penanaman yang dilakukan oleh TKLK wanita. 47

6 Tabel 17. Rincian Biaya Hand Tractor di Desa Purwasari dan Sukajadi Jenis Biaya Jumlah Biaya (Rp) Desa Purwasari Desa Sukajadi Upah operator Upah angkut traktor Biaya Solar Uang kas sebagai biaya jika terjadi kerusakan Total Sumber : Data Primer (Diolah), 2011 Penyemprotan pestisida biasanya dilakukan oleh TKDK dan beberapa TKLK bagi petani yang memiliki lahan yang luas. Penyemprotan pestisida pada usahatani padi tanpa pupuk organik memerlukan kerja dan upah yang lebih besar daripada usahatani padi dengan pupuk organik. Hal ini dikarenak an usahatani padi tanpa pupuk organik melakukan penyemprotan pestisida yang lebih intensif untuk menghindari kerugian yang besar dari serangan hama. Sementara dengan usahatani padi dengan pupuk organik ada beberapa petani yang tidak menggunakan pestisida nabati, sehingga petani tersebut sering menghadapi permasalahan hama, seperti wereng coklat dan tungro. Pekerjaan persemaian dan pemupukan tidak membutuhkan kerja yang banyak. Kebanyakan petani hanya melibatkan TKDK dalam melakukan kegiatan persemaian dan pemupukan. Dari segi tingkat upah tenaga manusia, upah tenaga kerja laki-laki di Desa Purwasari dan Sukajadi secara umum lebih besar dibandingkan perempuan, yaitu sebesar Rp per 6 jam. Hal ini dikarenakan, pekerjaannya yang lebih berat dibandingkan tenaga kerja perempuan. Sementara itu, terjadi perbedaan upah tenaga kerja perempuan di Purwasari dan Sukajadi. Upah tenaga kerja perempuan di Desa Purwasari sebesar Rp per 6 jam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan upah tenaga kerja perempuan di Sukajadi sebesar Rp per 6 jam. 48

7 6.2.2 Biaya Pajak Bumi dan Bangunan Biaya pajak merupakan biaya terbesar kedua dari semua biaya usahatani padi dengan maupun tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi. Biaya pajak usahatani padi dengan pupuk organik mencapai Rp atau 5,52% dari biaya total usahatani padi dengan pupuk organik dan biaya pajak usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai Rp atau senilai 8,05% dari biaya total usahatani padi tanpa pupuk organik. Biaya pajak di Desa Purwasari dan Sukajadi memiliki biaya yang cukup tinggi, dikarenakan wilayahnya yang berada di dataran tinggi dan dekat dengan kawasan wisata curug nangka yang masuk di wilayah Desa Sukajadi. Kawasan wisata ini memicu adanya kawasan penginapan dan rumah makan sehingga beberapa kawasan persawahan berubah menjadi kawasan pemukiman dan perdagangan Biaya Pupuk Biaya pupuk merupakan biaya terbesar selanjutnya setelah biaya pajak. Biaya pupuk untuk usahatani padi dengan pupuk organik ternyata lebih rendah daripada biaya pupuk untuk usahatani padi tanpa pupuk organik. Beberapa petani padi dengan pupuk organik membuat sendiri pupuk organik yang diambil dari bahan-bahan alami di sekitar lingkungan desa, sehingga tidak memerlukan biaya pupuk yang cukup mahal. Selain itu, sebagian besar petani Desa Purwasari mendapatkan bantuan pupuk organik dari pemerintah berupa program Go Organic dari tahun Sisanya ada petani yang membeli pupuk organik dengan harga pupuk kompos sebesar Rp 700 per kg dan harga pupuk kandang sebesar Rp 200 per kg. 49

8 Purwasari dan Sukajadi. Tabel Pupuk yang digunakan tidak sepenuhnya berasal dari pupuk organik, sekitar 10% - 25% pupuk kimia masih digunakan dalam usahatani padi dengan pupuk organik. Oleh karena itu, biaya pupuk pada usahatani padi dengan pupuk organik dibagi menjadi dua biaya pupuk, yaitu biaya pupuk organik dan kimia. Biaya pupuk organik sebesar Rp , sedangkan biaya pupuk kimia sebesar Rp Tabel 18 merupakan gambaran pemakaian komposisi pupuk usahatani padi dengan dan tanpa pupuk organik dalam perhektar di Desa 18. Komposisi Pupuk Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik perhektar di Desa Purwasari dan Sukajadi Tahun Jenis Pupuk Usahatani Padi dengan Pupuk Organik Usahatani Padi Tanpa Pupuk Organik 1. Pupuk Organik Pupuk Kompos (Kg/Ha) 2.284,7 0,0 Pupuk Kandang (Kg/Ha) 1.600,0 0,0 Pupuk Cair (MOL) (L/Ha) 5,0 0,0 2. Pupuk Kimia Urea (Kg/Ha) 53,2 207,9 TSP (Kg/Ha) 10,0 90,8 KCL (Kg/Ha) 10,0 56,5 Ponska (Kg/Ha) 17,5 128,2 NPK (Kg/Ha) 0,0 100,0 Sumber : Data Primer (Diolah), 2011 Penggunaan komposisi pupuk kimia sekitar 10% - 25% pada usahatani padi dengan pupuk organik dikarenakan lahan padi tanpa pupuk organik masih berdekatan dengan lahan padi dengan pupuk organik. Hal ini mengakibatkan air irigasi yang digunakan bercampur dengan zat-zat kimiawi yang berasal dari padi tanpa pupuk organik. Selain itu, tanah yang digunakan oleh padi dengan pupuk organik masih belum pulih sepenuhnya dari sifat kimiawi karena pelaksanaan padi 50

9 dengan pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi yang masih dini, yaitu dimulai tahun Biaya Bibit Biaya bibit merupakan biaya terbesar selanjutnya. Persentase biaya bibit usahatani padi dengan pupuk organik sebesar 0,81% dari total biaya usahatani padi dengan pupuk organik, sedangkan biaya bibit usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai 4,36% dari total biaya usahatani padi tanpa pupuk organik. Biaya bibit padi tanpa pupuk organik dalam satu hektar lebih besar daripada padi dengan pupuk organik. Hal ini dikarenakan jumlah penggunaan bibit dalam perhektar pada usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai 63,89 kg, sedangkan pada usahatani padi dengan pupuk organik sebesar 30,85 kg. Serupa dengan pupuk organik, bantuan bibit untuk usahatani padi dengan pupuk organik juga dilakukan oleh pemerintah. Bantuan varietas yang diberikan pemerintah yaitu varietas inpari 9 dan inpari 10 (Lampiran 3). Bantuan bibit hanya pada usahatani padi dengan pupuk organik di Desa Purwasari, sedangkan usahatani padi di Desa Sukajadi dan usahatani padi tanpa pupuk organik di Desa Purwasari tidak mendapatkan bantuan. Usahatani padi yang tidak mendapatkan bantuan, rata-rata menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang (Lampiran 4). Pemilihan kedua jenis varietas padi tersebut didasarkan pada kecocokan tanah dan keadaan cuaca di Desa Purwaari dan Sukajadi. Akan tetapi, varietas tersebut memiliki harga yang lebih tinggi jika petani membelinya di toko/warung sekitar Desa Purwasari dan Sukajadi, dibandingkan dengan harga bibit bila petani membelinya langsung di Bogor. 51

10 6.2.5 Biaya Pestisida Biaya pestisida yang dikeluarkan petani untuk usahatani padi tanpa pupuk organik sekitar dua kali lebih besar daripada biaya pestisida usahatani padi dengan pupuk organik. Biaya pestisida usahatani padi dengan pupuk organik mencapai Rp atau 0,80% dari total biaya dan biaya pestisida usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai 1,77% dari total biaya usahatani padi tanpa pupuk organik atau senilai Rp Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kelompok tani di Desa Purwasari membuat sendiri pestisida nabati dengan menggunakan tanaman atau buah yang memiliki bau menyengat yang tidak disukai oleh hama, seperti nimba, cabai, bawang putih, bawang merah dan lain-lain. Kemudian diberikan merata kepada petani-petani padi dengan pupuk organik sehingga tidak memerlukan biaya pestisida yang cukup mahal. Akan tetapi, petani padi dengan pupuk organik di Desa Sukajadi membeli pestisida nabati dengan harga Rp /liter, biasanya petani padi dengan pupuk organik di Desa Sukajadi memakai hingga 5 liter pestisida nabati dalam setahun atau selama 2 musim tanam Biaya Penyusutan Peralatan Biaya penyusutan peralatan petani padi tanpa pupuk organik lebih besar dibandingkan dengan biaya penyusutan peralatan petani padi dengan pupuk organik (Tabel 16). Hal ini mengindikasikan bahwa petani pada usahatani padi tanpa pupuk organik memiliki peralatan usahatani lebih banyak, sementara petani pada usahatani padi dengan pupuk organik memiliki peralatan usahatani lebih sedikit. 52

11 6.2.7 Biaya Pengairan Biaya pengairan yang ditanggung petani padi tanpa pupuk organik lebih besar daripada biaya pengairan yang ditanggung oleh petani padi dengan pupuk organik. Biaya pengairan yang ditanggung petani padi tanpa pupuk organik sebesar Rp dan yang ditanggung petani padi dengan pupuk organik sebesar Rp Pengairan di Desa Purwasari dikelola oleh BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan) Mitra Cai yang didirikan oleh Gapoktan Desa Purwasari. Air berasal dari sungai Cihideung yang berjarak 2 km dari Desa Purwasari. Upah pengairan yang dibayarkan dengan alat pembayaran berupa gabah, yaitu sebanyak 50 kg/ha. Akan tetapi, ada beberapa petani yang tidak mengerti dengan sistem pengairan ini, sehingga mereka tidak mau membayar biaya pengairan. Hal ini tentunya merugikan BP3K Mitra Cai. Sementara itu, hal yang berbeda terjadi di Desa Sukajadi, sistem pengelolaan pengairan di Desa Sukajadi ternyata mendapat bantuan dari pemerintah yang juga berasal dari sungai Cihideung. Oleh sebab itu, petani di Desa Sukajadi tidak mengeluarkan biaya pengairan. 6.3 Pemasaran Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Pemasaran usahatani padi dengan pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi mayoritas dipasarkan langsung ke pelanggan tetap, pasar, tengkulak lokal dan dijual langsung ke warung sekitar lingkungan desa. Petani padi dengan pupuk organik yang menjual langsung ke pelanggan tetap dan pasar, menerima harga jual sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan petani padi tanpa pupuk organik. Sementara itu, petani padi dengan pupuk organik yang menjual hasil 53

12 panen langsung ke tengkulak lokal dan warung sekitar desa, dipatok dengan harga jual yang sama dengan usahatani padi tanpa pupuk organik. Pada petani padi tanpa pupuk organik kebanyakan menggunakan hasil usahatani padi untuk keperluan pribadi dan sisanya dijual ke tengkulak lokal atau warung sekitar lingkungan desa. Hal ini dikarenakan, mayoritas luas lahan petani padi tanpa pupuk organik kurang dari m 2, sehingga hasil yang diterima hanya cukup untuk keperluan hidup sehari-hari. 6.4 Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya usahatani, dimana penerimaan usahatani lebih besar daripada biaya usahatani. Dalam penelitian ini, analisis pendapatan diperlukan untuk melihat perbandingan tingkat pendapatannya. Pada penelitian ini pendapatan dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total usahatani. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya tunai usahatani. Pendapatan atas biaya total adalah hasil pengurangan penerimaan usahatani dan biaya total usahatani. Usahatani padi dengan pupuk organik menghasilkan penerimaan usahatani senilai 10,2% lebih besar dari penerimaan usahatani padi tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi selama 2 kali musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh oleh usahatani padi dengan pupuk organik memberikan kontribusi besar dalam penerimaan padi di Desa Purwasari dan Sukajadi tahun Pada Tabel 19 memperlihatkan bahwa ternyata pendapatan usahatani padi dengan pupuk organik tidak jauh berbeda dengan usahatani padi tanpa pupuk 54

13 organik atas biaya tunai maupun biaya total. Pada usahatani padi dengan pupuk organik, biaya tunai dan biaya total masing-masing sebesar 26,7% dan 15,4% lebih tinggi dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Padahal usahatani padi dengan pupuk organik sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah berupa bibit dan pupuk. Sementara biaya diperhitungkan pada usahatani padi dengan pupuk organik senilai 42,1% lebih rendah dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Tabel Uraian 19. Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik perhektar Desa Purwasari dan Sukajadi Kabupaten Bogor Tahun Usahatani Padi dengan Pupuk Organik Usahatani Padi Tanpa Pupuk Organik Selisih (%) Penerimaan (Rp/Ha) ,2 Biaya Tunai (Rp/Ha) ,7 Biaya Diperhitungkan (Rp/Ha) ,1 Biaya Total (Rp/Ha) ,4 Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp/Ha) ,6 Pendapatan atas Biaya Total (Rp/Ha) ,4 Sumber: Data Primer, Diolah (2011) Penerimaan usahatani padi dengan pupuk organik memang lebih besar daripada usahatani padi tanpa pupuk organik. Akan tetapi, tingginya biaya tunai pada usa hatani padi dengan pupuk organik mengakibatkan pendapat an atas biaya tunai pada usahatani padi dengan pupuk organik senilai 2,6% leb ih kecil dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Sementara pendapatan atas bia ya total pada usahatani padi dengan pupuk organik hanya sebesar 4,4% lebih tinggi dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Hal ini dikarenakan rendahnya biaya diperhitungkan pada usahatani padi dengan pupuk organik. Jadi, ternyata pendapatan usahatani padi dengan pupuk organik yang dilaksanakan di Desa Purwasari dan Sukajadi tahun tidak jauh berbeda dibandingkan 55

14 pendapatan usahatani padi tanpa pupuk organik. Hal ini dikarenakan pelaksanaan usahatani padi dengan pupuk organik yang masih baru yaitu pada tahun 2007 sehingga masih menggunakan pupuk yang tidak sepenuhnya berasal dari pupuk organik, sekitar 10% - 25% pupuk kimia masih digunakan dalam usahatani padi dengan pupuk organik. Oleh karena itu, harga yang ditetapkan pada usahatani padi dengan pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi tahun tidak jauh berbeda dengan padi tanpa pupuk organik. Hal ini tentunya mempengaruhi pendapatan pada usahatani padi dengan pupuk organik yang memiliki biaya tunai jauh lebih besar dibandingkan usahatani padi tanpa pupuk organik. Penerimaan, biaya total, dan pendapatan dapat diketahui berdasarkan kategori luas lahan yang dimiliki masing-masing petani, diantaranya kelompok luas lahan kurang dari m 2, m 2, dan lebih dari m 2. Berdasarkan kelompok luas lahan kurang dari m 2, usahatani padi dengan pupuk organik memiliki rata-rata penerimaan, biaya total, dan pendapatan dalam perhektar masing-masing sebesar Rp , Rp , dan Rp , sedangkan pada usahatani padi tanpa pupuk organik masing-masing hanya sebesar Rp , Rp , dan Rp Padahal jumlah petani padi tanpa pupuk organik yang memiliki luas lahan kurang dari m 2 lebih banyak dibandingkan dengan petani padi dengan pupuk organik. Berdasarkan luas lahan m 2, usahatani padi dengan pupuk organik memiliki rata-rata penerimaan, biaya total, dan pendapatan masing-masing sebesar Rp , Rp , da n Rp , 56

15 sementara pada usahatani padi tanpa pupuk organik masing-masing sebesar Rp , Rp , dan Rp Tabel 20. Penerimaan, Biaya Total, dan Pendapatan Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Berdasarkan Kelompok Luas Lahan Garapan Kelompok Luas Rata-rata Penerimaan Biaya Total Pendapatan Lahan Garapan Luas (Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Padi dengan Pupuk Organik < m 2 0, m m 2 0, > m 2 1, Padi Tanpa Pupuk Organik < m 2 0, m m 2 0, > m 2 0, Sumber : Data Primer, diolah (2011) Berdasarkan luas lahan lebih besar dari m 2, usahatani pad i dengan pupuk organik m emiliki rata-rata penerimaan, biaya total, dan pendapatan masing-masing sebesa r Rp , Rp , Rp , sedangkan pada usahatani padi tanpa pupuk organik masing-masing sebesar Rp , R p , dan Rp Hal ini memperlihatkan bahwa kelo mpok luas lahan m 2 pada usahatani padi dengan ma upun tanpa pup uk organik dalam perhektar memberikan pendapatan yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok luas lahan lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya bimbingan untuk petani padi yang memiliki pendapatan rendah, dengan harapan dapat memberikan pendapatan yang layak bagi petani padi. 6.5 Identifikasi Faktor-faktor Penentu Penggunaan Pupuk Organik pada Usahatani Padi Usahatani padi dengan pupuk organik merupakan usahatani yang berkelanjutan secara lingkungan, ekonomi, serta sosial. Usahatani ini 57

16 dikembangkan karena sebelumnya hampir semua usahatani padi dikuasai oleh usahatani padi tanpa pupuk organik yang menyebabkan tanah menjadi tidak subur lagi dan mengganggu kesehatan. Usahatani padi dengan pupuk organik mulai berkembang di Kecamatan Dramaga dan Tamansari sejak tahun 2007 dengan adanya bantuan program Go Organic 2010 dari pemerintah, sehingga hanya beberapa petani saja yang beralih ke usahatani padi dengan pupuk organik. Tidak seluruhnya petani beralih ke usahatani padi dengan pupuk organik karena alasan kesehatan lingkungan, ada juga alasan petani beralih karena adanya bantuan dari program Go Organic Selain itu, biaya tenaga kerja yang tinggi pada usahatani padi dengan pupuk organik menjadi pertimbangan petani untuk beralih ke usahatani padi dengan pupuk organik. Akan tetapi, bila semakin banyak petani yang menerapkan usahatani padi dengan pupuk organik maka akan semakin baik keadaan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Pada analisis ini akan dibahas faktorfaktor penentu penggunaan pupuk organik pada usahatani padi. Faktor-faktor penentu penggunaan pupuk organik pada usahatani padi dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel indpeneden yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah umur petani (X1), lama pendidikan petani (X2), luas lahan (X3), jumlah tanggungan petani (X4), pengalaman petani (X5), pendapatan luar usahatani padi (X6). Sementara variabel dependennya adalah keputusan petani menggunakan pupuk organik yang bernilai satu dan keputusan petani tidak menggunakan pupuk organik yang bernilai nol (Lampiran 7). Pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 14.0 for Windows (Lampiran 8). Berikut ini adalah hasil estimasi faktor-faktor penentu penggunaan pupuk organik (Tabel 21). 58

17 Tabel 21. Hasil Estimasi Faktor-faktor Penentu Penggunaan Pupuk Organik Parameter Koefisien P-Value Odds Ratio Konstanta 5,84 0,07 Umur Petani (X1) -0,07 0,18 0,93 Lama Pendidikan Petani (X2) -0,47 0,03* 0,62 Luas Lahan (X3) 6,56 0,01* 703,22 Jumlah Tanggungan Petani (X4) 0,05 0,86 1,05 Pengalaman Petani (X5) Pendapatan Luar Usahatani Padi (X6) Log-Likelihood = -19,90-0,04-0,04 Test that all slopes are zero: G = 15,64, DF = 6, P-Value = 0,016 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF Pearson 35, ,34 Deviance 39, ,19 Hosmer-Lemeshow 5,54 8 0,67 Sumber : Data Primer, diolah (2011) *Keterangan : P-Value Kurang dari ( =5%) Model regresi logistik didapat dari model berikut ini : P 0,30 0,63 Z i = 5,84 0,07X1 0,47X2 + 6,56X3 + 0,05X4 0,04X5 0,04X6 0,96 0,96 Pengujian mode l regresi logit dapat dilakukan dengan menggunakan statistik uji-g yang menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat (χ 2 ) dengan derajat bebas (k-1). Akan tetapi, bila dengan menggunakan program Minitab 14 for windows dapat langsung dilihat dari nilai P. Berdasarkan Tabel diatas didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -19,90 menghasilkan nilai G sebesar 15,64 dan nilai P sebesar 0,016. Jika nilai P jauh dibawah taraf nyata 5 persen ( = 5%), maka model regresi logistik dapat dijelaskan bahwa petani bersedia untuk menggunakan pupuk organik pada usahatani padi. Pada uji Goodness-of-fit dengan melihat metode Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lemeshow, ternyata nilai P dari ketiga 59

18 metode tersebut lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa model regresi logistik tersebut cukup layak untuk digunakan. Pada hasil olahan data model regresi logistik dengan Minitab 14.0 for Windows ditampilkan ukuran hubungan antara nilai aktual peubah dependen dengan dugaan peluangnya atau nilai pada peubah independen (Lampiran 8). Hal itu dapat dilihat pada nilai Concordan, Discordan dan Ties. Nilai Concordan sebesar 82,3 persen dapat disimpulkan bahwa sebesar 82,3 persen pengamatan petani yang bersedia menggunakan pupuk organik mempunyai peluang lebih besar daripada petani yang tidak bersedia menggunakan pupuk organik. Nilai Discordan sebesar 17,3 persen dapat berarti bahwa sebesar 17,3 persen pengamatan petani yang tidak bersedia menggunakan pupuk organik mempunyai peluang lebih besar daripada petani yang tidak bersedia menggunakan pupuk organik. Nilai Ties sebesar 0,5 persen memiliki arti bahwa sebesar 0,5 persen pengamatan dengan peluang petani yang bersedia menggunakan pupuk organik sama besar dengan peluang petani yang tidak bersedia menggunakan pupuk organik. Berdasarkan ukuran ringkas hubungannya (Somers D, Goodman-Kruska Gamma dan Kendall s Tau-a) yang menyatakan ukuran baik atau tidaknya daya prediksi model, cukup dikatakan besar. Semakin besar nilainya mendekati nilai 1, maka semakin baik daya prediksinya. a) Variabel Signifikan Pada penelitian ini, variabel yang berpengaruh signifikan adalah variabel lama pendidikan (X2) dan luas lahan garapan (X3). Variabel lama pendidikan signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen dengan nilai P sebesar 0,03. Nilai odds ratio sebesar 0,62 yang berarti peluang petani yang menggunakan 60

19 pupuk organik akan menjadi 0,62 kali lebih besar, jika lama pendidikan petani naik sebesar 1 tahun, ceteris paribus. Variabel lama pendidikan berpengaruh pada taraf nyata 5 persen dengan arah negatif. Hal ini berarti semakin rendah lama pendidikan petani di Desa Purwasari dan Sukajadi maka peluang petani untuk menggunakan pupuk organik semakin besar. Hal ini dikarenakan sebesar 65% petani yang bersedia menggunakan pupuk organik memiliki tingkat pendidikan sampai tamat SD (lampiran 7). Variabel luas lahan garapan juga signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen dengan nilai P sebesar 0,01. Nilai odds ratio sebesar 703,22 yang berarti peluang petani yang menggunakan pupuk organik akan menjadi 703,22 kali lebih besar, jika luas lahan garapan petani naik sebesar 1 hektar, ceteris paribus. Variabel luas lahan garapan berpengaruh pada taraf nyata 5 persen dengan arah positif. Hal ini berarti semakin luas lahan garapan petani di Desa Purwasari dan Sukajadi maka peluang petani untuk menggunakan pupuk organik semakin besar. Pada kenyataannya petani yang memiliki luas lahan sawah yang besar adalah petani yang bersedia menggunakan pupuk organik, yaitu senilai 90% petani memiliki luas lahan garapan sebesar m 2 dan lebih dari m 2. b) Variabel Tidak Signifikan Variabel yang diduga berpengaruh, tetapi setelah diuji secara statistik variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan dalam keputusan petani menggunakan pupuk organik. Hal ini dikarenakan nilai P yang lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen, sehingga variabel tersebut diabaikan secara statistik. Variabel tersebut adalah umur (X1), jumlah tanggungan petani (X4), pengalaman petani (X5), dan pendapatan luar usahatani padi (X6). Variabel umur 61

20 tidak berpengaruh signifikan karena nilai P sebesar 0,18. Ternyata pada pengamatan di lapangan rata-rata petani yang bersedia dan tidak bersedia menggunakan pupuk organik berusia tahun, yaitu berjumlah 19 responden dari 40 responden. Rata-rata usia ini merupakan usia kurang produktif untuk melakukan aktifitas usahatani (lampiran 7). Hal ini memperlihatkan bahwa kurangnya minat pemuda di desa dalam usahatani padi. Tentunya perlu adanya tindakan berupa penyuluhan/pendidikan tentang usahatani padi untuk pemuda desa agar dapat meneruskan keberlanjutan usahatani padi di Desa Purwasari dan Sukajadi. Variabel jumlah tanggungan petani tidak berpengaruh signifikan karena nilai P sebesar 0,86. Berdasarkan keadaan di lapangan bahwa tidak ada pengaruh jumlah tanggungan pada petani yang bersedia maupun tidak bersedia menggunakan pupuk organik. Rata-rata petani berumur 50 tahun keatas, sehingga banyak anaknya yang sudah tidak menjadi tanggungan keluarga lagi, bahkan mereka membantu petani dalam memenuhi keperluan hidup keluarga. Kemudian, variabel yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel pengalaman petani. Berdasarkan keadaan di lapangan bahwa tidak ada pengaruh pengalaman usahatani pada petani yang bersedia maupun tidak bersedia menggunakan pupuk organik. Sebagian besar petani padi dengan dan tanpa pupuk organik melakukan usahatani padi sudah lebih dari 10 tahun dan sudah menjadi keahlian dari turun-temurun. Selanjutnya, variabel yang tidak berpengaruh signifikan adalah pendapatan luar usahatani padi. Petani yang tidak bersedia menggunakan pupuk organik memiliki rata-rata pendapatan luar usahatani padi lebih besar dibandingkan petani yang bersedia menggunakan pupuk organik. 62

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah menganalisis aspek

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik. VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. daerah yang memiliki luas areal yang cukup potensial dalam pengembangan padi

IV. METODE PENELITIAN. daerah yang memiliki luas areal yang cukup potensial dalam pengembangan padi IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap aplikasi PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi), faktor faktor yang

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Petani 1) Umur Umur petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Padi Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 18 kecamatan yang ada di Kabupatan Gorontalo. Sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA 18 Hayatul Rahmi 1, Fadli 2 email: fadli@unimal.ac.id ABSTRAK Pengambilan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM 7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Penggunaan Input Usahatani 6.1.1 Benih Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomis Padi merupakan salah satu varietas tanaman pangan yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU 7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya ubi kayu tidak terlalu sulit. Ubi kayu tidak mengenal musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karaketeristik Sampel Petani Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Beringin Tahun 2015

Lampiran 1. Karaketeristik Sampel Petani Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Beringin Tahun 2015 Lampiran 1. Karaketeristik Sampel Petani Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Beringin Tahun 2015 No Kelompok Tani Luas Lahan (Ha) Umur (Tahun) Lama Bertani (Tahun) Jumlah Tanggungan (Jiwa) Tingkat Pendidikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengembangan usahatani mina padi dengan sistem jajar legowo ini dilakukan di Desa Mrgodadi, Kecamatan sayegan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

sosialisasi kepada kelompok tani.

sosialisasi kepada kelompok tani. LAMPIRAN 64 65 Lampiran 1 Prosedur Penetapan Kelompok Tani Penerima BLP Sesuai Permentan No: 37/Permentan/SR.130/5/2010 1) Direktorat Jendral Tanaman Pangan melakukan sosialisasi program bantuan pupuk

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA Eddy Makruf, Yulie Oktavia, Wawan Eka Putra, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara tertuju

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

menggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik.

menggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik. 29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yaitu survey rumah tangga petani yang mendapat BLP Organik dan

Lebih terperinci

KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA

KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA Abiyadun dan Ni Putu Sutami Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Dalam panca

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - RAWA PASANG SURUT Individu petani

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - RAWA PASANG SURUT Individu petani 1 LAYANAN KONSULTASI PADI - RAWA PASANG SURUT Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi wilayah penelitian a. Letak dan batas wilayah Kabupaten Klaten adalah kabupaten yang berada di antara kota jogja dan kota solo. Kabupaten

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI KABUPATEN SELUMA ABSTRAK PENDAHULUAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI KABUPATEN SELUMA ABSTRAK PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Produktivitas Padi Sawah di Desa Bukit Peninjauan II Kecamatan Sukaraja Eddy Makruf, Yulie Oktavia dan Wawan Eka Putra

Lebih terperinci

RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) PENDAHULUAN

RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 169 RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) Bambang Siswadi dan Farida Syakir Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP: PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Kebonagung Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui 5 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Identitas Petani Dalam penelitian ini yang menjadi petani diambil sebanyak 6 KK yang mengusahakan padi sawah sebagai sumber mata pencaharian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Umur petani merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan usahatani. Umur berpengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahataninya.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI PADI ORGANIK DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI PADI ORGANIK DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI PADI ORGANIK DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan) ZIKRINA, MOZART B. DARUS, DIANA CHALIL Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No Pertanyaan Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Total Skor 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 29 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 28 3

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI 7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus Model regresi linear disajikan pada Tabel 39 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Gambaran umum desa penelitian diperoleh dari monografi desa, meliputi letak geografis dan topografis desa, luas lahan dan tata guna tanah, keadaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup 39 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel Strata I dan II pada Usahatani Jeruk di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Strata I II No. Sampel Luas Lahan (ha) Umur Petani (tahun) Pengalaman Bertani

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani 1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH Analisis pendapatan pada usaha budidaya udang galah akan menjelaskan apakah usaha yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak yaitu dengan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR 6.1. Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur Penataan lingkungan yang dimaksud

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci