HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Kondisi tanaman jarak pagar selama penelitian cukup baik. Lahan yang digunakan merupakan lahan bekas penambangan semen. Lahan ini berada pada ketinggian 200 m dpl. Selama penelitian berlangsung, kondisi cuaca berubah-ubah (Tabel 1). Curah hujan tertinggi terjadi pada Maret dengan total curah hujan 535 mm/bulan sedangkan curah hujan terendah terjadi pada November dengan total curah hujan 42 mm/bulan. Tabel 1 menunjukkan perubahan cuaca selama pengamatan di lapangan. Tabel 1. Kondisi iklim selama Oktober 2009 sampai April 2010 Bulan Total curah hujan (mm/bulan) Rata-rata temperatur ( o C) Rata-rata radiasi sinar matahari (Watt/m 2 ) Kadar air tanah (%) Oktober November Desember Januari Februari Maret April Sumber : PT Indocement Rata-rata curah hujan selama pengamatan adalah 313 mm/bulan. Temperatur udara paling tinggi selama pengamatan terjadi pada November yaitu 31 o C sedangkan temperatur udara paling rendah terjadi pada Februari dan Maret yaitu 29 o C. Rata-rata temperatur udara, radiasi sinar matahari, dan kadar air tanah selama pengamatan adalah 29.8 o C, Watt/m 2, dan 21 %. Pengamatan tanaman jarak pagar di lapangan dilakukan selama tujuh bulan, yaitu pertengahan Oktober 2009 sampai akhir April Bahan tanam yang digunakan berasal dari setek batang yang ditanam di polibag selama dua bulan. Kematian di lapangan sangat kecil karena kondisi bibit sebelum dipindahkan ke lapangan cukup baik.

2 21 Selain itu, pada saat curah hujan sedikit dilakukan penyiraman sehingga tanaman jarak pagar mendapat suplai air yang cukup. Tanaman jarak pagar mulai terserang hama dan penyakit saat tanaman mencapai fase generatif (14 28 MSP). Hama yang menyerang tanaman jarak pagar antara lain Chrysochoris javanus Westw., Valanga nigricornis Burmeister, Ferrisia virgata Ckll., dan Tetranychus sp. Selain itu, tanaman jarak pagar juga terserang hama tungau yang mengakibatkan tunas dan daun muda menjadi keriting ( Gambar 2) ). Tungau yang menyerang tanaman jarak pagar adaa dua macam, yaitu tungauu Polyphagotarsonemus latus (Banks) dan tungau dari famili Eriophyidae. Penyakit yang menyerang tanaman jarak pagar adalah busuk Fusarium dan witche s broom. Tanamann jarak pagar yang terserang busuk Fusarium dan tungau dapat dilihat di Gambar 2. (a) (b) Keterangan: (a) tanaman jarak pagar yang terserang busuk Fusarium (b) daun jarak pagar yang terserang tungau Gambar 2. Tanaman jarak pagar yang terserang busuk Fusarium dan daun jarak pagar yang terserang tungau Karakterr Kualitatif 15 Aksesi Jarak Pagar Pengamatan terhadap karakter kualitatif dilakukan pada 0 MSP, 2 MSP, dan setelah tanaman jarak pagar mencapai fase generatif. Peubah kualitatif yang diamati pada 0 MSP dan 2 MSP adalah bentuk daun, tekstur daun, tepi daun, pertulangan daun, warna daun muda, warna daun tua, warna tangkai daun, dan warna batang. Peubah kualitatif yang diamati setelah tanamann mencapai fase generatif (10 MSP) adalah jenis bunga berdasarkan bunga yang pertama mekar, jenis bunga yang terbentuk dalam satu malai, warna sepal, warna petal, bentuk buah muda, warna buah muda, bentuk biji, dan warna biji.

3 22 Bentuuk daun jarrak pagar pada p 0 MS SP dan 2 MSP M untukk seluruh aksesi a menunjukkkan bentuk yang sama yaitu bulatt. Tekstur daaun jarak paagar pada 0 MSP untuk akssesi Medann I, Medann II, Bengkulu I, Beengkulu IIII, Bengkulu u IV, Banten III, Bogor I, Bogor II, Sukabumii I, Sukabuumi II, Sukkabumi III, dan Sukabumii IV menunnjukkan tekkstur daun yang kasarr sedangkann aksesi lainnya berteksturr daun licinn. Setelah tanaman jaarak pagar dipindahkkan ke lapaangan (2 MSP) seluruh s akssesi jarak paagar yang diamati d berttekstur kasaar kecuali aksesi a Bogor II yang y memiliiki tekstur daun d licin (T Tabel 2 dann 3). Tepi daun jarakk pagar untuuk seluruh aksesi jaraak pagar paada 0 MSP P dan 2 MSP menunjukkan m n jumlah yaang sama yaitu y 5. Dauun jarak paggar pada 0 MSP untuk akssesi Medann I, Medann II, Bengk kulu II, Beengkulu IIII, Bengkulu u IV, Sukabumii III, dan Suukabumi IV V menunjuk kkan pertulaangan yang jelas sedan ngkan aksesi lainnya bertuulang daun kurang jellas. Pertulaangan daunn sebagian besar aksesi jaraak pagar seetelah dipinndahkan ke lapangan kurang k jelaas kecuali aksesi a Medan II, Bengkulu II, Bengkullu III, dan Sukabumi S II menunjukkkan tulang daun yang jelass (Tabel 2 dan 3). Warna W daun muda jarakk pagar saaat di pembiibitan bervariasi, yaitu coklaat, hijau, daan hijau keccoklatan (Gaambar 3). (a) (c) (b) Keterangan:: (a) Coklat (b) Hijau (c) Hijaau kecoklatan Gambar 3. Warna dauun muda jarrak pagar Aksessi Bengkuluu I, Bengkullu III, Sukaabumi I, dann Sukabumii II menunju ukkan daun mudda yang berrwarna hijauu. Aksesi Banten B I daan Banten III memiliki daun muda yanng berwarrna coklat sedangkan n aksesi yang y lain berwarna hijau kecoklatann. Warna daun d mudaa jarak pag gar setelah dipindahkkan ke lapaangan (2 MSP) untuk u seluruuh aksesi addalah berwarrna coklat (Tabel ( 2 dann 3).

4 23 Warna daun tua jarak pagar yang diamati dapat dibedakan menjadi hijau dan hijau tua (Gambar 4) ). Warna daun jarak pagar pada 0 MSP untuk sebagian besar aksesi jarak pagar adalah hijau kecuali aksesi Medan II dan Banten I memiliki daun yang berwarna hijau tua tetapi setelah tanaman jarak pagar berumur 2 MSP aksesi jarak pagar yang menunjukkan warna hijau tua adalah aksesi Medan II, Bengkulu II, dan Bengkulu III. (a) (b) Keterangan: (a) Hijau muda (b) Hijau tua Gambar 4. Warna daun jarak pagar Warna tangkai daun jarak pagar untuk aksesi Medan I, Medan II, Bengkulu II, Bengkulu III, Bengkulu IV, Banten I, Banten II, Bogor I, Bogor II, Sukabumi III, dan Sukabumi IV yaitu hijau keunguan. Aksesi Bengkulu I, Bogor III, Sukabumi I, dan Sukabumi II memiliki tangkai daun berwarna hijau. Warna tangkai daun jarak pagar setelah dipindahkan ke lapangann (2 MSP) untuk aksesi Medan II, Bogor I, Bogor III, Sukabumi I, Sukabumi III, dan Sukabumi IV berwarna hijau sedangkan aksesi yang lain berwarnaa hijau keunguan (Tabel 2 dan 3). Warna batang jarak pagar saat di pembibitan untuk aksesi Medan II, Bengkulu II, Bengkulu III, dan Banten II yaitu hijau sedangkan aksesi yang lain berwarna abu-abu. Tanaman jarak pagar setelah dipindahkan ke lapangan (2 MSP) menunjukkan warna batang yang sama untuk semua aksesi yaitu abu-abu. Aksesi jarak pagar yang diamati dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bunga yang pertama mekar, yaitu bunga yang pertama mekar adalah bunga jantan dan bunga yang pertama mekar adalah bunga hermaprodit. Bunga jarak pagar yang pertama mekar untuk seluruh aksesi jarak pagar yang diamati adalah bunga jantann kecuali aksesi Banten I yang menunjukkan bunga yang

5 24 pertama mekar adalah bunga hermaprodit. Berdasarkan bunga yang mekar dalam satu malai, aksesi jarak pagar juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu bunga yang mekar dalam satu malai adalah bunga jantan dan betina dan bunga yang mekar dalam satu malai adalah bunga jantan dan hermaprodit. Sebagian besar bunga yang mekar pada satu malai adalah bunga jantan dan betina kecuali aksesi Medan II, Bengkulu III, Bantenn I, dan Banten II bunga yang mekar dalam satu malai adalah bunga jantan dan hermaprodit (Tabel 4). Jantan Betina Hermaprodit Keterangan: (a) Bunga jantan dan hermaprodit dalam satu malai (b) Bunga jantan dan betina dalam satu malai Gambar 5. Jenis bunga jarak pagar berdasarkan bunga yang mekar dalam satu malai Warna sepal seluruh aksesi jarak pagar yang diamati adalah hijau kekuningan sedangkan petal berwarna hijau muda. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, dan Banten menunjukkan bentuk buah muda bulat sedangkann aksesi jarak pagar yang berasal dari Bogor dan Sukabumi buah muda berbentuk lonjong. Warna buah muda untuk seluruh aksesi jarak pagar yang diamati adalah berwarna hijau sedangkan biji jarak pagar yang diamati berwarna hitam dan berbentuk lonjong (Tabel 4).

6 25 Tabel 2. Rekapitulasi peubah kualitatif 15 aksesi jarak pagar pada pembibitan (0 MSP) Daun Batang Aksesi Warna Bentuk Tekstur Tepi Pertulangan Muda Tua Tangkai Warna Medan I Bulat Kasar 5 Jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau keunguan Abu-abu Medan II Bulat Kasar 5 Jelas Hijau kecoklatan Hijau tua Hijau keunguan Hijau Bengkulu I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Hijau Hijau Hijau Abu-abu Bengkulu II Bulat Licin 5 Jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau keunguan Hijau Bengkulu III Bulat Kasar 5 Jelas Hijau Hijau Hijau keunguan Hijau Bengkulu IV Bulat Kasar 5 Jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau keunguan Abu-abu Banten I Bulat Licin 5 Kurang jelas Coklat Hijau tua Hijau keunguan Abu-abu Banten II Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Hijau Bogor I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau keunguan Abu-abu Bogor II Bulat Kasar 5 Kurang jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau keunguan Abu-abu Bogor III Bulat Licin 5 Kurang jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau Abu-abu Sukabumi I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Hijau Hijau Hijau Abu-abu Sukabumi II Bulat Kasar 5 Kurang jelas Hijau Hijau Hijau Abu-abu Sukabumi III Bulat Kasar 5 Jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau keunguan Abu-abu Sukabumi IV Bulat Kasar 5 Jelas Hijau kecoklatan Hijau Hijau keunguan Abu-abu 25

7 26 Tabel 3. Rekapitulasi peubah kualitatif 15 aksesi jarak pagar pada 2 MSP Daun Batang Aksesi Warna Bentuk Tekstur Tepi Pertulangan Muda Tua Tangkai Warna Medan I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Abu-abu Medan II Bulat Kasar 5 Jelas Coklat Hijau tua Hijau Abu-abu Bengkulu I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Abu-abu Bengkulu II Bulat Kasar 5 Jelas Coklat Hijau tua Hijau keunguan Abu-abu Bengkulu III Bulat Kasar 5 Jelas Coklat Hijau tua Hijau keunguan Abu-abu Bengkulu IV Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Abu-abu Banten I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Abu-abu Banten II Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Abu-abu Bogor I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau Abu-abu Bogor II Bulat Licin 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Abu-abu Bogor III Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau Abu-abu Sukabumi I Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau Abu-abu Sukabumi II Bulat Kasar 5 Jelas Coklat Hijau Hijau keunguan Abu-abu Sukabumi III Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau Abu-abu Sukabumi IV Bulat Kasar 5 Kurang jelas Coklat Hijau Hijau Abu-abu 26

8 27 Tabel 4. Rekapitulasi peubah kualitatif 15 aksesi jarak pagar pada fase generatif Aksesi Jenis bunga yang pertama mekar Jenis bunga yang terbentuk dalam satu malai Bunga Buah Biji Warna Bentuk (buah muda) Warna (buah muda) Bentuk Petal Sepal Medan I Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Medan II Jantan Jantan dan hermaprodit Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Bengkulu I Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Bengkulu II Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Bengkulu III Jantan Jantan dan hermaprodit Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Bengkulu IV Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Banten I Hermaprodit Jantan dan hermaprodit Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Banten II Jantan Jantan dan hermaprodit Hijau kekuningan Hijau muda Bulat Hijau Lonjong Hitam Bogor I Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Lonjong Hijau Lonjong Hitam Bogor II Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Lonjong Hijau Lonjong Hitam Bogor III Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Lonjong Hijau Lonjong Hitam Sukabumi I Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Lonjong Hijau Lonjong Hitam Sukabumi II Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Lonjong Hijau Lonjong Hitam Sukabumi III Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Lonjong Hijau Lonjong Hitam Sukabumi IV Jantan Jantan dan betina Hijau kekuningan Hijau muda Lonjong Hijau Lonjong Hitam Warna 27

9 Karakter Kuantitatif 15 Aksesi Jarak Pagar Pengamatan terhadap 15 aksesi jarak pagar dilakukan pada fase vegetatif dan fase generatif. Rekapitulasi pengaruh beberapa aksesi jarak pagar terhadap karakter morfologi dan agronomi serta koefisien keragaman jarak pagar pada fase vegetatif dan fase generatif ditampilkan pada Tabel 5 sedangkan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 1 2. Tabel 5. Rekapitulasi pengaruh 15 aksesi jarak pagar terhadap karakter morfologi dan agronomi yang diamati Karakter morfologi dan agronomi Aksesi KK (%) Fase vegetatif Pembibitan (0 MSP) Tinggi cabang ** 25.45(a) Jumlah cabang * 20.31(a) Jumlah buku tn Diameter batang ** Jumlah daun * Panjang daun ** Lebar daun * MSP Tinggi cabang ** 28.65(a) Jumlah cabang * Diameter cabang * Jumlah daun * Panjang daun tn Lebar daun * Panjang tangkai daun tn MSP Tinggi cabang tn Jumlah cabang ** Diameter cabang * Jumlah daun tn 24.74(a) Panjang daun Lebar daun Panjang tangkai daun tn tn *

10 29 Tabel 5. Lanjutan Karakter morfologi dan agronomi Aksesi KK (%) Fase vegetatif 10 MSP Tinggi cabang tn Jumlah cabang ** 14.10(a) Diameter cabang tn 19.58(a) Jumlah daun tn 23.66(a) Panjang daun tn Lebar daun tn Panjang tangkai daun * Fase generatif Jumlah cabang produktif * 19.57(a) Persentase cabang produktif ** Waktu mekar bunga pertama ** Jumlah buah per malai * 28.26(a) Jumlah buah per tanaman * 33.78(b) Keserempakan masak buah * 28.92(a) Jumlah biji per tanaman * 35.02(c) Bobot biji kering * 32.98(c) Keterangan : *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 % tn: tidak berpengaruh nyata KK: Koefisien Keragaman a: transformasi 0.5 b: transformasi 7 c: transformasi 20 MSP: Minggu Setelah Pindah Bahan tanam yang digunakan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antar aksesi jarak pagar untuk peubah diameter batang setek (Tabel 5). Diameter batang setek jarak pagar yang diamati berkisar cm. Rata-rata diameter batang setek jarak pagar yang digunakan pada penelitian ini adalah 1.56 cm. Diameter batang setek paling besar ditunjukkan oleh aksesi Bengkulu IV sedangkan aksesi Medan I dan Bogor I memiliki diameter batang setek yang paling kecil. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Bengkulu memiliki rata-rata diameter batang setek jarak pagar terbesar dibandingkan keempat daerah lainnya, yaitu 1.87 cm sedangkan aksesi jarak pagar dari Medan menunjukkan rata-rata diameter batang setek yang paling kecil yaitu 1.28 cm. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Sukabumi, Banten, dan Bogor memiliki rata-rata diameter batang setek 1.58 cm, 1.51 cm, dan 1.36 cm. Aksesi Bengkulu IV merupakan aksesi jarak pagar yang memiliki diameter batang setek paling besar yaitu 2.14 cm, apabila dibandingkan dengan ketiga aksesi lainnya yang berasal dari Bengkulu. Aksesi Sukabumi II,

11 30 Banten II, Bogor II, dan Medan II merupakan aksesi yang memiliki diameter batang setek terbesar dibandingkan aksesi lainnya yang berasal dari daerah yang sama. Diameter batang setek jarak pagar untuk keempat aksesi tersebut adalah 1.74 cm, 1.64 cm, 1.44 cm, dan 1.32 cm. Kisaran rata-rata diameter batang setek untuk aksesi jarak pagar dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi adalah cm, cm, cm, cm, dan cm. Diameter batang setek dan jumlah setek 15 aksesi jarak pagar di pembibitan (0 MSP) ditunjukkan oleh Tabel 6. Tabel 6. Diameter batang setek dan jumlah buku setek 15 aksesi jarak pagar di pembibitan (0 MSP) Aksesi Diameter batang setek (cm) Jumlah buku setek Medan I 1.24 d 10.8 Medan II 1.32 cd 15.8 Bengkulu I 2.10 ab 12.4 Bengkulu II 1.68 cd 13.6 Bengkulu III 1.56 cd 13.8 Bengkulu IV 2.14 a 10.8 Banten I 1.38 cd 15.4 Banten II 1.64 cd 14.8 Bogor I 1.24 d 13.4 Bogor II 1.44 cd 16.4 Bogor III 1.40 cd 12.6 Sukabumi I 1.48 cd 9.0 Sukabumi II 1.74 bc 12.4 Sukabumi III 1.41 cd 15.6 Sukabumi IV 1.70 c 13.0 Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Tabel 5, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah buku setek antar aksesi jarak pagar yang digunakan. Jumlah buku setek jarak pagar yang diamati berkisar buku dengan rata-rata 13.3 buku (Tabel 6). Aksesi Bogor II memiliki jumlah buku setek paling banyak sedangkan aksesi Sukabumi I memiliki jumlah buku setek yang paling sedikit. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa aksesi jarak pagar dari Banten menunjukkan rata-rata jumlah buku setek terbanyak yaitu 15.1 buku sedangkan

12 31 aksesi yang memiliki rata-rata jumlah buku setek paling sedikit adalah aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan yaitu 10.8 buku. Rata-rata jumlah buku setek untuk aksesi jarak pagar dari Bogor, Bengkulu, dan Sukabumi adalah 14.1 buku, 12.7 buku, dan 12.5 buku. Aksesi Banten I memiliki jumlah buku setek lebih banyak dibandingkan aksesi Banten II, yaitu 15.4 buku. Jumlah buku setek terbanyak untuk jarak pagar yang berasal dari Bogor, Bengkulu, Sukabumi, dan Medan ditunjukkan oleh aksesi Bogor II, Bengkulu III, Sukabumi III, dan Medan II dengan jumlah buku setek masing-masing yaitu 16.4 buku, 13.8 buku, 15.6 buku, dan 15.8 buku. Kisaran rata-rata jumlah buku setek untuk aksesi yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi adalah buku, buku, buku, buku, dan buku. Perbedaan peubah tinggi cabang antar aksesi jarak pagar terlihat pada 0 MSP dan 2 MSP (Tabel 5). Tinggi cabang jarak pagar pada 0 MSP sangat bervariasi yaitu berkisar antara 0.70 cm cm dengan rata-rata 9.73 cm (Tabel 7). Aksesi Medan II menunjukkan cabang jarak pagar yang paling tinggi sedangkan cabang yang paling rendah ditunjukkan oleh aksesi Bogor III saat tanaman jarak pagar berada di pembibitan. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa saat tanaman jarak pagar berumur 0 MSP, rata-rata cabang tertinggi ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Banten dengan nilai cm sedangkan aksesi jarak pagar yang berasal dari Bogor menunjukkan rata-rata tinggi cabang yang terendah yaitu 4.18 cm. Aksesi jarak pagar dari Medan, Bengkulu, dan Sukabumi memiliki ratarata tinggi cabang masing-masing cm, cm, dan 6.37 cm. Cabang jarak pagar tertinggi untuk masing-masing daerah yang diamati ditunjukkan oleh aksesi Medan II, Banten II, Bengkulu II, Sukabumi IV, dan Bogor I dengan tinggi cabang secara berurutan adalah cm, cm, cm, cm, dan 7.10 cm. Tinggi cabang jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi secara berurutan berkisar antara cm, cm, cm, cm, dan cm. Tabel 7 menunjukkan tinggi cabang 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP.

13 32 Tabel 7. Tinggi cabang 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP Aksesi Tinggi cabang (cm) 0 MSP 2 MSP 6 MSP 10 MSP Medan I 8.06 cde 8.34 bc Medan II a a Bengkulu I 9.48 bcde 9.26 bc Bengkulu II ab ab Bengkulu III abc ab Bengkulu IV 8.22 cde 8.92 bc Banten I abcd ab Banten II ab a Bogor I 7.10 de 9.04 bc Bogor II 4.74 ef 6.44 bc Bogor III 0.70 g 3.32 c Sukabumi I 2.32 fg 7.40 c Sukabumi II 5.10 efg 7.96 c Sukabumi III 7.88 de bc Sukabumi IV bcd bc Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Perbedaan antar aksesi jarak pagar terlihat pada peubah jumlah cabang untuk setiap minggu pengamatan (Tabel 5). Jumlah cabang tanaman jarak pagar yang berumur 10 MSP antara cabang dengan rata-rata 3.5 cabang. Aksesi Medan II memiliki jumlah cabang terbanyak pada 10 MSP sedangkan aksesi Bengkulu I dan Bengkulu II memiliki jumlah cabang yang paling sedikit. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah cabang jarak pagar terbanyak pada 10 MSP ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Banten dengan jumlah 5.2 cabang sedangkan aksesi jarak pagar dari Sukabumi menunjukkan rata-rata jumlah cabang yang paling sedikit yaitu 2.9 cabang. Aksesi jarak pagar dari Medan, Bogor, dan Bengkulu masing-masing memiliki rata-rata jumlah cabang sebesar 4.5 cabang, 3.1 cabang, dan 3.0 cabang. Jumlah cabang jarak pagar terbanyak untuk daerah yang diamati ditunjukkan oleh aksesi Medan II, Bengkulu III, Bogor I, dan Sukabumi IV dengan jumlah masing-masing 5.8 cabang, 5.0 cabang, 3.6 cabang, dan 3.4 cabang. Aksesi Banten I dan Banten II memiliki jumlah cabang yang sama yaitu 5.2 cabang. Rata-rata jumlah

14 33 cabang jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi secara berurutan memiliki kisaran antara cabang, cabang, 5.2 cabang, cabang, dan cabang. Jumlah cabang 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah cabang 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP Aksesi Jumlah cabang 0 MSP 2 MSP 6 MSP 10 MSP Medan I 3.4 bcd 3.2 bcd 4.4 bcd 3.3 bc Medan II 4.4 abcd 2.8 bcd 6.4 a 5.8 a Bengkulu I 3.0 cd 2.4 d 2.2 g 2.0 d Bengkulu II 4.2 abcd 2.8 bcd 3.4 efg 3.0 cd Bengkulu III 5.2 abc 5.2 a 5.2 abcd 5.0 ab Bengkulu IV 3.4 bcd 2.6 cd 2.4 g 2.0 d Banten I 6.8 a 4.0 abcd 5.6 abc 5.2 ab Banten II 6.4 a 5.0 a 6.0 ab 5.2 ab Bogor I 6.4 ab 4.4 ab 5.6 abc 3.6 bc Bogor II 4.4 abcd 2.8 bcd 3.8 defg 3.2 cd Bogor III 3.8 abcd 3.6 abcd 3.8 defg 2.6 cd Sukabumi I 2.4 d 2.6 cd 2.5 fg 2.5 cd Sukabumi II 4.2 abcd 4.3 abc 4.5 bcde 3.0 cd Sukabumi III 3.4 bcd 2.4 d 3.4 efg 3.0 cd Sukabumi IV 4.6 abcd 4.0 abcd 4.2 cdef 3.4 cd Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Perbedaan antar aksesi jarak pagar untuk peubah diameter cabang terlihat pada 2 MSP dan 6 MSP (Tabel 5). Tanaman jarak pagar pada 2 MSP memilki diameter cabang antara cm dengan rata-rata 0.62 cm. Diameter cabang terbesar pada 0 MSP ditunjukkan oleh aksesi Bengkulu I sedangkan diameter cabang terkecil ditunjukkan oleh aksesi Sukabumi I. Rata-rata diameter cabang jarak pagar terbesar pada 0 MSP ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Bengkulu yaitu 0.71 cm sedangkan rata-rata diameter cabang terkecil ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Sukabumi yaitu 0.55 cm. Aksesi jarak pagar dari Medan, Banten, dan Bogor memiliki rata-rata diameter cabang masing-masing yaitu 0.62 cm, 0.61 cm, dan 0.61 cm. Aksesi Bengkulu I, Bogor I, Sukabumi IV, Medan I, dan Banten II

15 34 merupakan aksesi jarak pagar yang memiliki diameter cabang terbesar untuk masing-masing daerah yang diamati. Aksesi Bengkulu I memiliki diameter cabang 0.90 cm dan aksesi Bogor I, Sukabumi IV, dan Medan I menunjukkan diameter cabang yang sama, yaitu 0.68 cm sedangkan aksesi Banten II memiliki diameter cabang sebesar 0.66 cm. Kisaran diameter cabang untuk aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi adalah cm, cm, cm, cm, dan cm. Diameter cabang 15 aksesi jarak pagar pada 2 10 MSP ditampilkan dalam Tabel 9. Tabel 9. Diameter cabang 15 aksesi jarak pagar pada 2 10 MSP Aksesi Diameter cabang (cm) 2 MSP 6 MSP 10 MSP Medan I 0.68 b 0.94 abcd 1.39 Medan II 0.55 bc 0.74 d 1.19 Bengkulu I 0.90 a 1.07 ab 1.51 Bengkulu II 0.70 b 1.12 a 1.53 Bengkulu III 0.64 bc 0.92 abcd 1.26 Bengkulu IV 0.58 bc 0.87 bcd 1.37 Banten I 0.56 bc 0.91 bcd 1.49 Banten II 0.66 bc 0.85 cd 3.38 Bogor I 0.68 b 1.02 abcd 1.42 Bogor II 0.67 bc 0.95 abc 1.61 Bogor III 0.49 bc 0.94 abcd 1.50 Sukabumi I 0.45 c 0.89 bcd 1.38 Sukabumi II 0.50 bc 0.86 cd 1.24 Sukabumi III 0.58 bc 0.93 abcd 1.48 Sukabumi IV 0.68 b 0.97 abc 1.36 Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Peubah jumlah daun berbeda antar aksesi jarak pagar pada 0 MSP dan 2 MSP (Tabel 5). Jumlah daun untuk seluruh aksesi jarak pagar mengalami peningkatan setiap minggunya. Jumlah daun jarak pagar pada 0 MSP berkisar antara helai dengan rata-rata 7.8 helai. Aksesi jarak pagar yang memiliki jumlah daun terbanyak pada 0 MSP adalah Bengkulu I sedangkan aksesi Sukabumi I menunjukkan jumlah daun paling sedikit. Jumlah daun 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP ditunjukkan oleh Tabel 10.

16 35 Tabel 10. Jumlah daun 15 aksesi jarak pagar pada 0 MSP 10 MSP Aksesi Jumlah daun 0 MSP 2 MSP 6 MSP 10 MSP Medan I 8.0 ab 8.6 bc Medan II 9.0 a 8.2 bc Bengkulu I 10.2 a 13.0 a Bengkulu II 10.0 a 11.0 ab Bengkulu III 9.4 a 9.4 abc Bengkulu IV 7.6 ab 8.8 bc Banten I 8.8 ab 10.2 ab Banten II 8.8 ab 11.0 ab Bogor I 6.8 abc 10.6 ab Bogor II 6.8 abc 11.0 ab Bogor III 5.0 bc 10.8 ab Sukabumi I 3.2 c 6.0 c Sukabumi II 6.2 abc 8.5 bc Sukabumi III 8.0 ab 11.5 ab Sukabumi IV 9.4 a 10.8 ab Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah daun terbanyak pada 0 MSP ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Bengkulu dengan jumlah daun 9.3 helai sedangkan aksesi jarak pagar dari Bogor memiliki rata-rata jumlah daun paling sedikit yaitu 6.2 helai. Aksesi jarak pagar dari Banten, Medan, dan Sukabumi memiliki rata-rata jumlah daun secara berurutan adalah 8.8 helai, 8.5 helai, dan 6.7 helai. Aksesi jarak pagar yang memiliki jumlah daun paling banyak untuk tiap daerah yang diamati adalah Bengkulu II, Sukabumi IV, dan Medan II dengan jumlah daun jarak pagar masing-masing 10.2 helai, 9.4 helai, dan 9.0 helai. Aksesi Banten I dan Banten II memiliki jumlah daun jarak pagar yang sama pada 0 MSP yaitu 8.8 helai. Demikian juga dengan aksesi Bogor I dan Bogor II menunjukkan jumlah daun jarak pagar yang sama saat di pembibitan yaitu 6.8 helai. Kisaran jumlah daun jarak pagar untuk aksesi yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi adalah helai, helai, 8.8 helai, helai, dan helai. Perbedaan antar aksesi jarak pagar untuk peubah panjang daun terlihat pada 0 MSP (Tabel 5). Peubah panjang daun pada 2 MSP, 6 MSP, dan 10 MSP tidak

17 36 berbeda antar aksesi jarak pagar yang diamati. Panjang daun jarak pagar pada 0 MSP berkisar antara cm dengan rata-rata 9.56 cm (Tabel 11). Aksesi Bengkulu II memiliki daun terpanjang pada 0 MSP sedangkan daun terpendek ditunjukkan oleh aksesi Bogor III. Tabel 11 menunjukkan bahwa pada 0 MSP, aksesi dari Banten memiliki rata-rata panjang daun terbesar yaitu cm, sedangkan rata-rata panjang daun terkecil ditunjukkan oleh aksesi yang berasal dari Bogor yaitu 8.39 cm. Aksesi jarak pagar dari Sukabumi, Bengkulu, dan Medan memiliki rata-rata panjang daun 9.60 cm, 9.92 cm, dan cm. Panjang daun paling besar untuk jarak pagar yang berasal dari Bengkulu, Banten, Medan, Sukabumi dan Bogor ditunjukkan oleh aksesi Bengkulu II, Banten II, Medan II, Sukabumi III, dan Bogor II dengan panjang daun masing-masing cm, cm, cm, cm, dan 8.92 cm. Aksesi jarak pagar dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi masing-masing memiliki rata-rata panjang daun yang berkisar antara cm, cm, cm, cm, dan cm. Panjang daun 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Panjang daun 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP Aksesi Panjang daun (cm) 0 MSP 2 MSP 6 MSP 10 MSP Medan I 9.70 bc Medan II bc Bengkulu I b Bengkulu II a Bengkulu III 8.30 cde Bengkulu IV 8.22 de Banten I 9.78 bcd Banten II bc Bogor I 8.78 bcde Bogor II 8.92 bcde Bogor III 7.46 e Sukabumi I 8.40 bcde Sukabumi II 9.98 bcd Sukabumi III bcd Sukabumi IV 9.78 bcd Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %

18 37 Perbedaan antar aksesi jarak pagar untuk peubah lebar daun terlihat pada 0 MSP dan 2 MSP (Tabel 5). Daun jarak pagar yang diamati pada 0 MSP memiliki lebar daun antara cm dengan rata-rata 9.92 cm (Tabel 12). Lebar daun jarak pagar yang paling kecil ditunjukkan oleh aksesi Bogor III pada saat tanaman jarak pagar berumur 0 MSP sedangkan daun terlebar ditunjukkan oleh aksesi Bengkulu II. Lebar daun 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP ditunjukkan oleh Tabel 12. Tabel 12. Lebar daun 15 aksesi jarak pagar pada 0 10 MSP Aksesi Lebar daun (cm) 0 MSP 2 MSP 6 MSP 10 MSP Medan I ab 9.86 bcd Medan II ab abcde Bengkulu I ab a Bengkulu II a ab Bengkulu III 9.86 abc abcd Bengkulu IV 8.76 bcd 9.28 bcde Banten I abc abcde Banten II ab abcde Bogor I 9.14 bcd 9.58 bcde Bogor II 9.54 bc 9.38 bcde Bogor III 6.70 d 9.04 cde Sukabumi I 8.07 cd 8.32 de Sukabumi II 9.35 bc 8.00 e Sukabumi III 9.85 abc abcde Sukabumi IV ab abc Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa rata-rata lebar daun jarak pagar pada 0 MSP yang paling besar adalah aksesi dari Banten, yaitu cm dan bernilai antara cm, sedangkan aksesi jarak pagar dari Bogor memiliki rata-rata lebar daun terkecil dibandingkan keempat daerah lainnya. Ratarata lebar daun aksesi jarak pagar yang berasal dari Bogor adalah 8.46 cm dengan kisaran antara cm. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, dan Sukabumi memiliki rata-rata lebar daun cm, cm, dan 9.61 cm dengan kisaran masing-masing cm, cm, dan cm. Aksesi Bengkulu II, Banten II, Sukabumi IV, Medan II, dan

19 38 Bogor II memiliki lebar daun paling besar dibandingkan aksesi lainnya untuk daerah yang sama, lebar daun untuk masing-masing aksesi adalah cm, cm, cm, cm, dan 9.54 cm. Peubah panjang tangkai daun berbeda antar aksesi jarak pagar pada 6 MSP dan 10 MSP (Tabel 5). Tangkai daun jarak pagar yang diamati pada 10 MSP memiliki panjang antara cm dengan rata-rata cm. Aksesi Sukabumi IV memiliki tangkai daun terpanjang pada 10 MSP sedangkan aksesi Bengkulu IV menunjukkan tangkai daun terpendek. Tabel 13 menunjukkan panjang tangkai daun 15 aksesi jarak pagar pada 2 10 MSP. Tabel 13. Panjang tangkai daun 15 aksesi jarak pagar pada 2 10 MSP Aksesi Panjang tangkai daun (cm) 2 MSP 6 MSP 10 MSP Medan I a ab Medan II abcd abcd Bengkulu I abcd cd Bengkulu II a abcd Bengkulu III abcd bcd Bengkulu IV d d Banten I abcd ab Banten II ab abc Bogor I ab abc Bogor II a abc Bogor III ab abc Sukabumi I abc bcd Sukabumi II bcd abc Sukabumi III cd abcd Sukabumi IV abcd a Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Tabel 13 menunjukkan saat tanaman jarak pagar berumur 10 MSP, rata-rata tangkai daun jarak pagar yang terpanjang adalah aksesi dari Bogor yaitu cm sedangkan rata-rata tangkai daun terpendek ditunjukkan oleh aksesi dari Bengkulu dengan rata-rata panjang tangkai daun cm. Aksesi dari Banten, Medan, dan Sukabumi memiliki rata-rata panjang tangkai daun yaitu cm, cm, dan cm. Aksesi Bogor III. Banten I, Medan I, Sukabumi IV, dan Bengkulu II memiliki tangkai daun terpanjang untuk tiap daerah, panjang tangkai daun

20 39 masing-masing cm, cm, cm, cm, dan cm. Panjang tangkai daun jarak pagar pada 10 MSP untuk aksesi dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi masing-masing bernilai antara cm, cm, cm, cm, dan cm. Perlakuan aksesi jarak pagar menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 5 % terhadap peubah fase generatif yaitu jumlah buah per tanaman, jumlah buah per malai, keserempakan masak buah, jumlah cabang produktif, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji kering. Pengaruh perlakuan aksesi jarak pagar yang nyata pada taraf 1 % ditunjukkan oleh peubah persentase cabang produktif dan waktu mekar bunga pertama sedangkan perlakuan aksesi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah sepal dan jumlah petal (Tabel 5). Seluruh aksesi jarak pagar yang diamati memiliki sepal dan petal berjumlah 5 helai. Jumlah cabang produktif jarak pagar berkisar antara cabang per tanaman dengan rata-rata 2.6 cabang (Tabel 14). Jumlah cabang produktif terbanyak ditunjukkan oleh aksesi Banten I sedangkan aksesi Bengkulu II memiliki cabang produktif yang paling sedikit. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa aksesi jarak pagar yang memiliki rata-rata jumlah cabang produktif terbanyak adalah aksesi jarak pagar dari Banten yaitu 3.6 cabang sedangkan aksesi dari Bengkulu memiliki rata-rata jumlah cabang produktif paling sedikit yaitu 2.2 cabang. Aksesi jarak pagar dari Bogor dan Sukabumi memiliki rata-rata cabang produktif yang sama yaitu 2.6 cabang sedangkan aksesi dari Medan memiliki rata-rata jumlah cabang produktif 2.4 cabang. Jumlah cabang produktif terbanyak untuk tiap daerah yang diamati ditunjukkan oleh aksesi Banten I, Bogor II, Sukabumi IV, Bengkulu I, dan Medan I dengan jumlah cabang produktif masing-masing 4.6 cabang, 3.0 cabang, 3.2 cabang, 3.0 cabang, dan 3.0 cabang. Kisaran rata-rata jumlah cabang produktif untuk aksesi jarak pagar dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi secara berurutan adalah cabang, cabang, cabang, cabang, dan cabang. Persentase cabang produktif jarak pagar merupakan perbandingan antara jumlah cabang produktif dengan jumlah seluruh cabang dalam satu tanaman. Rata-rata persentase cabang produktif jarak pagar adalah 85.1 % dan berkisar

21 40 antara 46.5 % 100 % (Tabel 14). Aksesi Medan II memiliki persentase cabang produktif yang paling rendah sedangkan aksesi Medan I, Bengkulu I, Banten I, Bogor II, Sukabumi I, Sukabumi II, Sukabumi III, dan Sukabumi IV seluruh cabangnya menghasilkan buah. Rata-rata persentase cabang produktif jarak pagar yang paling tinggi ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Sukabumi dengan nilai 100 % sedangkan aksesi jarak pagar yang memiliki rata-rata persentase cabang produktif paling rendah adalah aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan yaitu 73.3 %. Aksesi jarak pagar dari Bogor memiliki rata-rata persentase cabang produktif sebesar 89.9 % sedangkan rata-rata persentase cabang produktif untuk aksesi jarak pagar yang berasal dari Bengkulu dan Banten menunjukkan jumlah yang sama yaitu 76.7 %. Seluruh aksesi jarak pagar yang berasal dari Sukabumi menunjukkan persentase jumlah cabang produktif sebesar 100 % dan aksesi Bogor II, Bengkulu I, Banten I, dan Medan I juga menunjukkan persentase yang sama. Kisaran persentase cabang produktif untuk aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi adalah %, %, %, %, dan 100 %. Waktu mekar bunga pertama berkisar hari dengan rata-rata hari (Tabel 14). Waktu mekar paling cepat ditunjukkan oleh aksesi Bengkulu I sedangkan waktu mekar paling lama ditunjukkan oleh aksesi Banten II. Mayoritas aksesi mulai berbunga setelah berumur hari setelah tanaman dipindahkan ke lapangan. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Sukabumi memiliki rata-rata waktu mekar bunga pertama paling cepat yaitu 91.9 hari sedangkan aksesi yang menunjukkan rata-rata waktu mekar bunga pertama paling lama adalah aksesi jarak pagar dari Banten. Aksesi jarak pagar dari Banten rata-rata memerlukan hari sampai bunga pertama mekar. Rata-rata waktu mekar bunga pertama untuk aksesi jarak pagar dari Bogor, Bengkulu, dan Medan masing-masing adalah 98.1 hari, hari, dan hari. Aksesi Sukabumi III, Bogor I, Bengkulu I, Medan I, dan Banten I merupakan aksesi jarak pagar yang memiliki waktu mekar bunga pertama paling cepat diantara aksesi yang lain dari daerah yang sama dengan waktu mekar bunga pertama secara berurutan 76.3 hari, 96.8 hari, 71.6 hari, hari, dan hari. Rata-rata

22 41 waktu mekar bunga pertama untuk aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi masing-masing berkisar antara hari, hari, hari, hari, dan hari. Peubah jumlah cabang produktif, persentase cabang produktif, waktu mekar bunga pertama, dan keserempakan masak buah pada 15 aksesi jarak pagar yang diamati ditunjukkan oleh Tabel 14. Tabel 14. Peubah produksi 15 aksesi jarak pagar Aksesi Jumlah cabang produktif Persentase cabang produktif (%) Waktu mekar bunga pertama (hari) Keserempakan masak buah (hari) Medan I 3.0 ab 100 a bcde 6.7 ab Medan II 1.8 bc 46.5 b ab 2.0 d Bengkulu I 3.0 ab 100 a 71.6 f 8.3 a Bengkulu II 1.0 c 58 b abc 2.3 cd Bengkulu III 2.8 b 55.4 b abc 6.1 ab Bengkulu IV 2.0 bc 93.4 a bcde 6.9 ab Banten I 4.6 a 100 a abcd 7.2 ab Banten II 2.6 b 53.4 b a 4.5 bcd Bogor I 2.4 b 74.8 a 96.8 def 5.9 abcd Bogor II 3.0 ab 100 a 98.8 cdef 5.6 ab Bogor III 2.4 b 95 a 98.8 cdef 8.7 a Sukabumi I 1.8 bc 100 a 96.8 def 6.8 abc Sukabumi II 3.0 ab 100 a 95.8 def 5.6 ab Sukabumi III 2.4 b 100 a 76.3 ef 7.7 ab Sukabumi IV 3.2 ab 100 a 98.8 cdef 8.2 ab Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Keserempakan masak buah jarak pagar berkisar antara hari dengan rata-rata 6.1 hari (Tabel 14). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap peubah keserempakan masak buah jarak pagar, aksesi Medan II menunjukkan keserempakan masak buah yang paling cepat sedangkan aksesi Bogor III menunjukkan keserempakan masak buah jarak pagar yang paling lama. Rata-rata keserempakan masak buah jarak pagar yang paling cepat ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan. Aksesi ini rata-rata memerlukan waktu 4.4 hari sehingga seluruh buah jarak pagar dalam satu tandan masak. Aksesi jarak

23 42 pagar dari Sukabumi memiliki rata-rata keserempakan masak paling lama yaitu 7.0 hari sedangkan aksesi dari Banten, Bengkulu, dan Bogor masing-masing memiliki rata-rata keserempakan masak sekitar 5.9 hari, 5.9 hari, dan 6.7 hari. Aksesi Medan II, Banten II, Bengkulu II, Bogor II, dan Sukabumi II merupakan aksesi yang memiliki keserempakan masak buah jarak pagar paling cepat daripada aksesi lainnya yang berasal dari daerah yang sama. Aksesi ini masing-masing memerlukan waktu keserempakan masak sekitar 2.0 hari, 4.5 hari, 2.3 hari, 5.6 hari, dan 5.6 hari. Rata-rata keserempakan masak buah jarak pagar untuk aksesi yang berasal dari Medan, Banten, Bengkulu, Bogor, dan Sukabumi berkisar antara hari, hari, hari, hari, dan hari. Jumlah buah yang dipanen merupakan jumlah buah jarak pagar yang dipanen per tanaman selama pengamatan yaitu, Februari April Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 15 aksesi jarak pagar, jumlah buah yang dipanen berkisar antara buah dengan rata-rata 53.6 buah (Tabel 15). Aksesi Banten I menunjukkan kemampuan menghasilkan buah yang dipanen per tanaman tertinggi sedangkan jumlah buah yang dipanen paling sedikit ditunjukkan oleh aksesi Bengkulu II. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Banten menunjukkan rata-rata jumlah buah yang dipanen per tanaman terbanyak yaitu 72.5 buah sedangkan aksesi jarak pagar dari Bengkulu menunjukkan rata-rata jumlah buah yang dipanen per tanaman paling sedikit yaitu 35.7 buah. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Bogor, Banten, dan Sukabumi masing-masing memiliki rata-rata jumlah buah yang dipanen per tanaman 56.7 buah, 49.5 buah, dan 48.9 buah. Jumlah buah jarak pagar yang dipanen per tanaman terbanyak untuk masing-masing daerah ditunjukkan oleh aksesi Banten I, Bogor II, Medan I, Sukabumi II, dan Bengkulu I dengan jumlah buah secara berurutan buah, 81.8 buah, 75.4 buah, 70.6 buah, dan 54.4 buah. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi masing-masing memiliki kisaran rata-rata jumlah buah yang dipanen per tanaman yaitu buah, buah, buah, buah, dan buah. Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah buah per malai 15 aksesi jarak pagar yang diamati berkisar antara buah dengan rata-rata

24 buah. Aksesi Banten I menunjukkan jumlah buah per malai paling banyak sedangkan aksesi Medan II menunjukkan jumlah buah per malai paling sedikit. Rata-rata jumlah buah per malai terbanyak ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Banten dengan rata-rata jumlah buah per malai 8.3 buah. Aksesi jarak pagar dari Medan memiliki rata-rata jumlah buah per malai yang paling sedikit yaitu 6.5 buah. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Bogor, Bengkulu, dan Sukabumi masing-masing menunjukkan rata-rata jumlah buah per malai sebanyak 7.5 buah, 7.2 buah, dan 6.9 buah. Banten I, Bogor III, Bengkulu I, Sukabumi IV, dan Medan I merupakan aksesi jarak pagar yang menunjukkan jumlah buah per malai terbanyak dibandingkan aksesi lainnya dari daerah yang sama dengan jumlah buah per malai secara berurutan adalah 11.8 buah, 9.3 buah, 8.3 buah, 8.2 buah, dan 9.8 buah. Rata-rata jumlah buah jarak pagar per malai untuk aksesi jarak pagar dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi memiliki kisaran masing-masing antara buah, buah, buah, buah, dan buah. Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah biji jarak pagar yang dipanen per tanaman berkisar antara biji dengan rata-rata biji. Aksesi Banten I merupakan aksesi jarak pagar yang menghasilkan biji paling banyak sedangkan aksesi yang paling sedikit menghasilkan biji adalah aksesi Bengkulu II. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Banten memiliki rata-rata jumlah biji yang dipanen per tanaman yang terbanyak yaitu biji sedangkan aksesi dari Bengkulu memiliki rata-rata jumlah biji yang dipanen per tanaman paling sedikit yaitu 81.9 biji. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa aksesi jarak pagar yang berasal dari Sukabumi, Bogor, dan Medan menunjukkan rata-rata jumlah biji yang dipanen per tanaman masing-masing adalah biji, biji, dan biji. Aksesi Banten I, Sukabumi II, Bogor II, Medan I, dan Bengkulu I merupakan aksesi jarak pagar yang memiliki jumlah biji yang dipanen per tanaman paling banyak daripada aksesi lain untuk daerah yang sama dan masing-masing aksesi tersebut memiliki jumlah biji yang dipanen sebanyak biji, biji, biji, biji, dan biji. Kisaran rata-rata jumlah biji yang dipanen untuk aksesi jarak pagar yang berasal dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor,

25 44 dan Sukabumi sacara berurutan adalah biji, biji, biji, biji, dan biji. Jumlah buah yang dipanen per tanaman, jumlah buah per malai, jumlah biji yang dipanen per tanaman, dan bobot biji kering 15 aksesi jarak pagar yang diamati dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah buah yang dipanen, jumlah buah per malai, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji kering 15 aksesi jarak pagar Aksesi Jumlah buah yang dipanen per tanaman Jumlah buah per malai Jumlah biji yang dipanen per tanaman Bobot biji kering (gram) Medan I 75.4 ab 9.8 ab ab ab Medan II 23.5 cd 3.3 d 61.0 dc dc Bengkulu I 54.4 abc 9.2 ab abcd abcd Bengkulu II 10.6 d 3.5 cd 36.5 d d Bengkulu III 44.0 bcd 8.2 ab 88.8 bcd bcd Bengkulu IV 33.6 bcd 7.9 ab 69.4 bcd bcd Banten I a 11.8 a a a Banten II 42.6 bcd 4.8 bcd bcd bcd Bogor I 43.0 bcd 6.5 abcd bcd abcd Bogor II 81.8 ab 6.7 abc ab ab Bogor III 45.2 abcd 9.3 ab abcd abcd Sukabumi I 57.3 abcd 6.4 abcd bcd bcd Sukabumi II 70.6 ab 6.5 abc ab ab Sukabumi III 65.2 abc 6.6 abcd abc abc Sukabumi IV 54.4 abc 8.2 ab abcd abcd Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Bobot biji kering jarak pagar diperoleh setelah biji jarak pagar yang dipanen dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 3 5 hari. Bobot biji kering yang dipanen berkisar antara gram per tanaman dengan rata-rata gram (Tabel 15). Aksesi Banten I memiliki bobot biji kering yang dipanen per tanaman paling tinggi sedangkan aksesi Bengkulu II memiliki bobot biji kering yang paling rendah. Rata-rata bobot biji kering jarak pagar per tanaman yang paling tinggi ditunjukkan oleh aksesi jarak pagar yang berasal dari Banten. Aksesi ini memiliki rata-rata bobot biji kering per tanaman sebesar gram.

26 45 Aksesi jarak pagar yang menunjukkan rata-rata bobot biji kering terendah adalah aksesi jarak pagar yang berasal dari Bengkulu yaitu gram. Rata-rata bobot biji kering jarak pagar yang dipanen per tanaman untuk aksesi yang berasal dari Sukabumi, Bogor, dan Medan masing-masing adalah gram, gram, dan gram. Bobot biji kering per tanaman jarak pagar yang paling tinggi untuk masing-masing daerah yang diamati ditunjukkan oleh aksesi Banten I, Sukabumi II, Bogor II, Medan I, dan Bengkulu I dengan bobot biji kering secara berurutan adalah gram, gram, gram, gram, dan gram. Bobot biji kering jarak pagar yang dipanen per tanaman untuk aksesi dari Medan, Bengkulu, Banten, Bogor, dan Sukabumi masing-masing berkisar antara gram, gram, gram, gram, dan gram. Analisis Kemiripan 15 Aksesi Jarak Pagar Kemiripan 15 aksesi jarak pagar dianalisis dengan analisis gerombol. Analisis gerombol didasarkan peubah fase vegetatif dan fase generatif. Peubah fase vegetatif pada 10 MSP yang digunakan adalah lebar daun, panjang tangkai, jumlah cabang, dan tinggi cabang. Peubah fase generatif yang digunakan adalah jumlah cabang produktif, waktu mekar bunga pertama, jumlah buah per tanaman, jumlah buah per malai, keserempakan masak buah, dan bobot biji kering. Hasil analisis gerombol berdasarkan peubah pertumbuhan dan produksi menunjukkan bahwa 15 aksesi jarak pagar yang diamati dapat dikelompokkan menjadi 3 gerombol pada tingkat kemiripan 80 % (Gambar 6). Gerombol I terdiri atas aksesi Medan I, Bengkulu I, Bengkulu III, Bengkulu IV, Bogor I, Bogor II, Bogor III, Sukabumi I, Sukabumi II, Sukabumi III, Sukabumi IV. Gerombol II terdiri atas satu aksesi jarak pagar yaitu aksesi Banten I sedangkan aksesi Medan II, Bengkulu II, dan Banten II dapat dikelompokkan ke dalam gerombol III. Gambar 6 menunjukkan hasil analisis gerombol berdasarkan peubah pertumbuhan pada 10 MSP dan peubah produksi.

27 46 Aksesi Koefisien kemiripan (%) Gambar 6. Dendrogram 15 aksesi jarak pagar berdasarkan peubah pertumbuhan dan produksi Seleksi 15 Aksesi Jarak Pagar Perlakuan 15 aksesi jarak pagar menunjukkan perbedaan pada peubah pertumbuhan yang diamati pada 10 MSP dan peubah produksi, peubah tersebut antara lain: jumlah cabang, jumlah cabang produktif, jumlah buah per malai, keserempakan masak buah, dan waktu mekar bunga pertama. Kelima peubah tersebut merupakan peubah terpilih yang dijadikan dasar seleksi terhadap 15 aksesi jarak pagar yang diamati sehingga terpilih aksesi jarak pagar yang memiliki keunggulan morfologi dan agronomi. Pemilihan peubah ini berdasarkan adanya perbedaan nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 % antar aksesi jarak pagar terhadap kelima karakter tersebut. Seleksi terhadap 15 aksesi jarak pagar didasarkan data peubah pertumbuhan terpilih pada 10 MSP dan data peubah produksi (Tabel 16). Berdasarkan peubah jumlah cabang, terpilih lima aksesi jarak pagar terbaik yang memiliki jumlah cabang terbanyak ( 3.6 cabang), yaitu aksesi Medan II, Banten I, Banten II, Bengkulu III, dan Bogor I. Seleksi berdasarkan jumlah cabang produktif terpilih enam aksesi terbaik yang menunjukkan jumlah cabang produktif terbanyak ( 3.0 cabang), yaitu aksesi Banten I, Sukabumi IV, Medan I, Bengkulu I,

28 47 Bogor II, dan Sukabumi II. Enam aksesi jarak pagar terbaik yang memiliki jumlah buah per malai terbanyak ( 8.2 buah) adalah aksesi Banten I, Medan I, Bogor III, Bengkulu I, Bengkulu II, dan Sukabumi IV. Berdasarkan peubah jumlah cabang produktif dan jumlah buah per malai terpilih enam aksesi jarak pagar. Hal ini disebabkan aksesi Bogor II dan Sukabumi II memiliki jumlah cabang produktif yang sama yaitu 3.0 cabang. Demikian juga dengan aksesi Bengkulu III dan Sukabumi IV yang memiliki jumlah buah per malai dengan nilai yang sama yaitu 8.2 buah. Tabel 16. Lima peubah terpilih untuk seleksi 15 aksesi jarak pagar berdasarkan peubah pada fase vegetatif dan fase generatif Aksesi Jumlah cabang Jumlah cabang produktif Jumlah buah per malai Keserempakan masak buah (hari) Waktu mekar bunga pertama (hari) Medan I 3.3 bc 3.0 bc 9.8 ab 6.7 a bcde Medan II 5.8 a 1.8 bc 3.3 c 2.0 b ab Bengkulu I 2.0 c 3.0 b 9.2 ab 8.3 a 71.6 f Bengkulu II 3.0 bc 1.0 c 3.5 c 2.3 b abc Bengkulu III 5.0 a 2.8 b 8.2 abc 6.1 ab abc Bengkulu IV 2.0 c 2.0 bc 7.9 abc 6.9 a bcde Banten I 5.2 a 4.6 a 11.8 a 7.2 a abcd Banten II 5.2 a 2.6 b 4.8 bc 4.5 ab a Bogor I 3.6 b 2.4 bc 6.5 abc 5.9 ab 96.8 def Bogor II 3.2 bc 3.0 b 6.7 abc 5.6 ab 98.8 cdef Bogor III 2.6 bc 2.4 bc 9.3 ab 8.7 a 98.8 cdef Sukabumi I 2.5 bc 1.8 bc 6.4 abc 6.8 a 96.8 def Sukabumi II 3.0 bc 3.0 b 6.5 abc 5.6 ab 95.8 def Sukabumi III 3.0 bc 2.4 bc 6.6 bc 7.7 a 76.3 ef Sukabumi IV 3.4 bc 3.2 b 8.2 abc 7.9 a 98.8 cdef Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Tabel 16 juga menunjukkan bahwa seleksi terhadap 15 aksesi jarak pagar berdasarkan peubah keserempakan masak buah diperoleh lima aksesi terbaik yang memiliki keserempakan masak lebih cepat ( 5.6 hari), yaitu Medan II, Bengkulu II, Banten II, Bogor II, dan Sukabumi II. Berdasarkan waktu mekar bunga pertama terpilih lima aksesi jarak pagar yang memiliki waktu mekar

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN AGRONOMI 13 AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELISA A

KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN AGRONOMI 13 AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELISA A KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN AGRONOMI 13 AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELISA A24061174 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN MELISA.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor yang berada pada ketinggian 216 m di atas permukaan laut, 06.55 LS dan 106.72 BT pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo 26 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Adaptasi Galur Harapan Padi Gogo Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo berpengaruh nyata terhadap elevasi daun umur 60 hst, tinggi tanaman

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

Ulangan ANALISIS SIDIK RAGAM Sumber variasi db jk kt F hitung

Ulangan ANALISIS SIDIK RAGAM Sumber variasi db jk kt F hitung Lampiran 1. Analisis Tinggi Tanaman Data Tinggi Tanaman Minggu ke-14 Ulangan 1 2 3 Jumlah Purata M1 114,40 107,30 109,40 331,10 110,37 M2 110,90 106,60 108,50 326,00 108,67 M3 113,40 108,60 109,20 331,20

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di UPT Balai Benih Induk (BBI) Palawija Dinas Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang Medan,

Lebih terperinci

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41 VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertanaman Musim Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertanaman Musim Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Per Musim Pertama Tinggi Tanaman Tinggi untuk musim pertama terbagi menjadi dua kategori berdasarkan kriteria Deptan (2007) yaitu tinggi (>68 86 cm) untuk Tanggamus, KH 71, Wilis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu semai bibit tomat sampai tanaman dipindahkan di polybag adalah 3 minggu. Pengukuran tinggi tanaman tomat dimulai sejak 1 minggu setelah tanaman dipindahkan

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL 35 KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL Morphological and Agronomy Characters Of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST W0J0 87,90 86,60 86,20 260,70 86,90 W0J1 83,10 82,20 81,00 246,30 82,10 W0J2 81,20 81,50 81,90 244,60 81,53 W1J0 78,20 78,20 78,60 235,00 78,33 W1J1 77,20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah pesisir pantai Wonokerto, Kelurahan Wonokerto Kulon, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Lokasi ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG

USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG DEA NADIA KERJASAMA ABG DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA - IPB CV HORTITEK Pangalengan Bandung UPTD BPSBTPH PROVINSI JAWA BARAT 2008 Dalam Kerangka Horticultural Partnership

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Fenologi Pembungaan Studi fenologi pembungaan jarak kepyar dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, dengan ketinggian lahan ± 260 m di atas permukaan laut (Subarna 2003). Curah hujan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1.Neraca Air Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan persamaan (Penman 1948). Tabel 1. Hubungan antara rata-rata curah hujan efektif dengan evapotranspirasi Bulan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengamatan Vegetatif di Kebun Uji Sei Dadap

PEMBAHASAN. Pengamatan Vegetatif di Kebun Uji Sei Dadap 44 PEMBAHASAN Pengamatan Vegetatif di Kebun Uji Sei Dadap Pengamatan pertumbuhan vegetatif di kebun uji Sei Dadap meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun fronds (pelepah), panjang rachis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

DESKRIPSI VARIETAS BARU

DESKRIPSI VARIETAS BARU PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kantor Pusat Deprtemen Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lahan Kebun salak dalam penelitian ini terletak di Desa Tapansari, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Umur pohon salak yang digunakan sekitar 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

G3K2 G1K1 G2K3 G2K2. 20cm. Ulangan 2 20cm G3K3 G3K1 G3K2. Ulangan 3 20cm. 20cm G1K1 G1K3 G1K2

G3K2 G1K1 G2K3 G2K2. 20cm. Ulangan 2 20cm G3K3 G3K1 G3K2. Ulangan 3 20cm. 20cm G1K1 G1K3 G1K2 Lampiran 1 : Bagan Plot Penelitian 1 G3K2 20cm G2K3 G1K1 G3K1 G2K2 G1K3 G3K3 20cm G2K1 G1K2 2 20cm G2K2 20cm G3K3 G1K2 G2K1 20cm G3K1 G1K3 G2S3 G3K2 G1K1 3 20cm G3K3 20cm G1K1 G2K3 G3K1 20cm G1K3 G2K1

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL 99 PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effect of Plant Spacing on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian yang bertujuan mempelajari pengaruh jarak tanam terhadap

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST 38 Lampiran 1. Data Tinggi Tanaman (cm) 2 MST Jumlah Rataan V1 20.21 18.41 25.05 63.68 21.23 V2 22.19 22.80 19.40 64.39 21.46 V3 24.56 23.08 21.39 69.03 23.01 V4 24.95 26.75 23.08 74.78 24.93 V5 20.44

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1 Dilepas tahun : 2008 Nama galur : MMC 157d-Kp-1 Asal : Persilangan buatan tahun 1996 Tetua jantan : VC 1973 A Tetua betina : VC 2750A Potensi

Lebih terperinci

Ukuran Plot: 50 cm x 50 cm

Ukuran Plot: 50 cm x 50 cm Lampiran 1. Bagan dan Plot Penelitian 1 2 3 a U b L 1 M 0 L 1 M 2 L 2 M 1 L 3 M 0 L 3 M 2 L 3 M 0 a = 40 cm (jarak antar blok) L 2 M 0 L 2 M 2 L 0 M 2 S b = 20 cm (jarak antar plot) L 0 M 1 L 3 M 0 L 3

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Potensi Produksi Beberapa Genotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Tanah Masam

Pertumbuhan dan Potensi Produksi Beberapa Genotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Tanah Masam Pertumbuhan dan Potensi Produksi Beberapa Genotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Tanah Masam Growth and Production of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Genotypes on Acid Soil Indah Retnowati, Memen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1

Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1 LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1 Adira-1 Dilepas tahun : 1978 Nomor seleksi klon : W-78 Asal : Persilangan Mangi/Ambon, Bogor 1957 Hasil rata-rata : 22 t/ha umbi basah Umur : 7 10 bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Penelitian. Letak tanaman dalam plot. Universitas Sumatera Utara P3M2. P0M2 1,5 m P2M0 P0M3 P1M1 P2M2 P0M3. 1,5 m P3M1 P0M1 P2M0

Lampiran 1. Bagan Penelitian. Letak tanaman dalam plot. Universitas Sumatera Utara P3M2. P0M2 1,5 m P2M0 P0M3 P1M1 P2M2 P0M3. 1,5 m P3M1 P0M1 P2M0 57 Lampiran 1. Bagan Penelitian P3M3 P2M3 P3M2 Letak tanaman dalam plot P1M0 P1M2 P0M2 1,5 m P2M1 P3M3 P2M0 P2M2 P0M3 P1M1 P3M2 P3M2 P0M3 P2M0 P3M1 P0M1 1,5 m P3M0 P0M0 P2M3 P3M1 P1M1 P2M1 P0M2 P2M1 P1M0

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Pencemaran Getah Kuning Pencemaran getah kuning pada buah manggis dapat dilihat dari pengamatan skoring dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan kulit buah, serta persentase

Lebih terperinci

A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai bagaimana variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung pada bulan Agustus tahun 2015. 3.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Asal Kebun 1 651.11 651.11 35.39** 0.0003 Ulangan 2 75.11 37.56 2.04 0.1922 Galat I 2 92.82 46.41 2.52 0.1415 Posisi Batang 2 444.79 222.39

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB LAMPIRAN 34 35 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Data analisa Kandungan Kriteria (*) ph (H 2 O 1:1) 5.20 Masam C-organik (%) 1.19 Rendah N-Total 0.12 Rendah P (Bray 1) 10.00

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL 117 PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effects of Nitrogen Management on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Gonda Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat menyebutnya chikenspike termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Klasifikasi taksonomi dijelaskan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Beberapa Genotipe Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) di Tanah Masam. Growth of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Genotypes on Acid Land

Pertumbuhan Beberapa Genotipe Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) di Tanah Masam. Growth of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Genotypes on Acid Land Pertumbuhan Beberapa Genotipe Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) di Tanah Masam Growth of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Genotypes on Acid Land Indah Retnowati dan Memen Surahman * Departemen Agronomi dan

Lebih terperinci