Penulisan Hukum (Skripsi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penulisan Hukum (Skripsi)"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id KAJIAN REINVENSI PUBLIC SERVICE DAN ETATISME KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA OLEH PT. PLN (PERSERO) DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PERANG PADAM JAWA BALI GUNA MEWUJUDKAN EXCELLENCE PERFORMANCE (STUDI KASUS DI PT. PLN (PERSERO) AREA SURAKARTA DAN PT. PLN (PERSERO) AREA KLATEN) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Noviana Daruwati Kusuma Adi NIM. E FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2012 to user i

2 digilib.uns.ac.id ii

3 digilib.uns.ac.id iii

4 digilib.uns.ac.id iv

5 digilib.uns.ac.id ABSTRAK Noviana Daruwati Kusuma Adi, E KAJIAN REINVENSI PUBLIC SERVICE DAN ETATISME KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA OLEH PT. PLN (PERSERO) DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PERANG PADAM JAWA BALI GUNA MEWUJUDKAN EXCELLENCE PERFORMANCE (STUDI KASUS DI PT. PLN (PERSERO) AREA SURAKARTA DAN PT. PLN (PERSERO) AREA KLATEN). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pelaksanaan fungsi public service dalam pengelolaan ketenagalistrikan dengan berlandaskan pada sistem regulasi yang ada dan mengetahui implementasi pemenuhan pemerintah mengenai Public Service Obligation (PSO) listrik terhadap PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten. Sifat penelitian hukum preskriptif dan terapan yang merupakan bagian dari penelitian normatif. Sifat preskriptif dapat terlihat dari keadaan senyatanya dan melihat aspek hukum ketenagalistrikan di Indonesia yang menjadi keharusan, yaitu berpangkal dari Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, dan norma hukum lain yang berupa peraturan perundangundangan. Sedangkan, terapan terlihat pada pengelolaan listrik yang dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar dapat meminimalisir permasalahan pemadaman yang ada. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Analisis data yang digunakan adalah dengan metode silogisme deduksi, yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar (premis mayor), kemudian peneliti menghadirkan objek yang sedang diteliti (premis minor) kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Kesatu, listrik yang dikelola oleh PT. PLN (Persero) merupakan wujud etatisme ketenagalistrikan yang ada di Indonesia sesuai Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berbunyi cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dengan demikian dibutuhkan pengelolaan ketenagalistrikan agar tidak menimbulkan implikasi negatif dari masyarakat sebagai pelanggannya. PT. PLN (Persero) Area Surakarta maupun PT. PLN (Persero) Area Klaten sebagai PLN Unit Pelaksana telah berhasil meminimalisir angka pemadaman tersebut melalui Program Perang Padam Jawa Bali 9345 sehingga pelaksanaan fungsi public service dalam pengelolaan ketenagalistrikan yang dilakukan PLN Unit Pelaksana sudah sesuai dengan sistem regulasi yang ada. Kedua, PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten telah menghitung Harga Pokok Produksi (HPP) listrik sesuai Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya pemberian subsidi listrik melalui Public Service Obligation (PSO) yang telah dianggarkan pemerintah. Kata kunci : Ketenagalistrikan, Kepastian Hukum, Public Services v

6 digilib.uns.ac.id ABSTRACT Noviana Daruwati Kusuma Adi, E THE STUDY OF PUBLIC SERVICE REINVENTING OF ELECTRICITY ETATISM BY PT. PLN (PERSERO) WITH USING A WAR EXTINGUISHED JAVA-BALI PROGRAM TO EMBODY EXCELLENCE PERFORMANCE AT INDONESIA (A CASE STUDY IN PT. PLN (PERSERO) AREA OF SURAKARTA AND PT. PLN (PERSERO) KLATEN AREA). Faculty of Law Sebelas Maret University The purpose of this research is to know implementation the function public service in the management of electricity based upon that with on regulatory system existing and knowing implementation fulfillment government concerning Public Service Obligation (PSO) electrical at PT. PLN (Persero) area of surakarta and PT. PLN (Persero) klaten area. Prescriptive nature of legal research and applied research that is part of the normative. Prescriptive nature can be seen from the actual situation and look at the legal aspects of electricity in Indonesia is a must, which stems from Article 33 paragraph (2) of the 1945 constitution of the republic of Indonesia, Law Number 30 Year 2009 on Electricity, and other legal norms in the form of legislation. Meanwhile, look at the management of electricity applied by the Perusahaan Listrik Negara (PLN) in order to minimize the outage problems that exist. Type of data used are secondary data. Secondary data used includes primary legal materials, secondary legal materials, and non-legal materials. Data collection techniques used approach of legislation and conceptual. Analysis of the data used is a method of syllogistic deduction, which stems from the basic principles (major premise), then the researcher presenting the object being studied (minor premise) and then draw conclusions or conclusion. Based on the results of research and discussion resulting conclusions. First, electricity which is managed by PT. PLN (Persero) is a form of etatism electricity in Indonesia in accordance with article 33 paragraph (2) of the 1945 constitution of the republic of Indonesia contains the branch of production which is important for the country and that controlled by the Government controlling. Thus electricity needed to avoid the negative implications of society as customers. PT. PLN (Persero) Area of Surakarta and PT. PLN (Persero) Klaten Area as the implementing Units have been successfully PLN to minimize the numbers of 9345 s war extinguished Java-Bali Program so that the implementation of public service functions are performed in the management of PLN electricity Implementation Unit is in conformity with the provisions of applicable laws. Second, PT. PLN (Persero) Area of Surakarta and PT. PLN (Persero) has calculated Klaten Area Cost of Production (HPP) of electricity according to the Finance Ministry of the Republic of Indonesia and implement the best possible subsidization of electricity through the Public Service Obligation (PSO) that the government had budgeted. Keyword : Electricity, Legal Certainty, Public Services vi

7 digilib.uns.ac.id MOTTO sesungguhnya Allah tiada merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (q.s ar - ra d : 11) innama amruhuu izaa araada syai an ay-yaquula lahuu Kun fa yakun sesungguhnya perintah-nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : Jadilah! maka terjadilah ia (Q.S Yasin : 82) yarfa ullaha ilman dharajah allah subhanallahu ta ala akan mengangkat derajat orang-orang berilmu tholabul ilmu faridhatun alaa kuli musliim wal muslimaat mencari ilmu wajib hukumnya bagi setiap orang islam Man Jadda WaJada Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan menuai keberhasilan Man shabara zhafira barangsiapa yang bersabar akan beruntung Man sara ala darbi washala barangsiapa yang berjalan di jalan=nya akan sampai tujuan Kesuksesan lebih diukur dari rintangan yang berhasil diatasi seseorang saat berusaha untuk sukses daripada dari posisi yang telah diraihnya dalam kehidupan (Booker T. Washington) Kesulitan bisa teratasi apabila ada niat untuk menyelesaikannya (noviana daruwati kusuma adi) vii

8 digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Penulisan hukum (skripsi) ini penulis persembahkan untuk : 1. Kekasih hati saya yang insyaalloh kekal abadi dalam kehidupan saya yakni Allah subhanallahu wata ala yang telah memberikan pencerahan, petunjuk, dan bimbingan-nya kepada saya. 2. Ayahanda Suradi dan Ibunda Sri Daryanti yang sangat saya cintai dengan banyak mengajarkan arti kehidupan sebenarnya dan telah memberikan kekuatan moril yang teramat dalam. 3. Kakak-kakak saya, Tejawati Kusuma Adi dan Fajarwati Kusuma Adi yang senantiasa memberikan pengarahan dan semangat untuk saya. 4. Sahabat-sahabat saya yang tiada mengeluh akan tingkah laku saya, yang bersedia memberikan motivasi, berbagi suka dan duka, you are the best for me, semoga kita tetap menjadi sahabat bahkan keluarga hingga akhir hayat, Aaamiin. 5. Seseorang yang kelak akan menjadi pendamping hidup saya dunia dan akhirat yang bergelimang suka maupun duka. 6. Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. viii

9 digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan nikmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) dengan judul: KAJIAN REINVENSI PUBLIC SERVICE DAN ETATISME KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA OLEH PT. PLN (PERSERO) DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PERANG PADAM JAWA BALI GUNA MEWUJUDKAN EXCELLENCE PERFORMANCE (STUDI KASUS DI PT. PLN (PERSERO) AREA SURAKARTA DAN PT. PLN (PERSERO) AREA KLATEN). Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret beserta seluruh Pembantu Rektor; 2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret; 3. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H. selaku Ketua Pengelola Penulisan Hukum (PPH) dan segenap pegawai administrasi PPH yang telah membantu dalam mengurus segala administrasi skripsi dari mulai pengajuan judul, pelaksanaan seminar proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi; 4. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si selaku ketua bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah bersedia memberikan keleluasaan penambahan kuota mata kuliah pilihan; 5. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku Pembimbing Skripsi yang di dalam kesibukan beliau telah bersedia meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, nasihat, motivasi, dan petunjuk atas tersusunnya skripsi ini; ix

10 digilib.uns.ac.id 6. Bapak Ismunarno, S.H., M.H. selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan kepada penulis selama perjalanan akademik di Universitas Sebelas Maret; 7. Ibu Diana Tantri C., S.H., M.Hum dan Ibu Rahayu Subekti, S.H., M.Hum. yang telah menerima aspirasi penulis dari konsep pemikiran penulisan hukum ini hingga memberikan pengarahan dan saran secara konkrit; 8. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga kedepannya dapat penulis amalkan; 9. Bapak Soeharmanto, S.E. dan Bapak Ferry Fernando selaku pembimbing di PT. PLN (Persero) Area Surakarta yang telah bersedia memberikan informasi, referensi, dan data terkait untuk penulisan hukum ini; 10. Bapak Arif Tri Mintarso, Bapak Ahmad Mustaqir, Bapak Hardani, Bapak Supar, Bapak Heru Hermawan, Bapak Abu Muslim, dan segenap pegawai PT. PLN (Persero) Area Klaten yang telah bersedia memberikan informasi, referensi, dan data yang terkait dengan penulisan hukum ini; 11. Bapak Budhi Masthuri, S.H., Bapak Jaka Susila Wahyuana, S.H., dan Bapak Nurkholis Fahmi, S.E. yang telah memberikan kesempatan magang di Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan D.I. Yogyakarta-Jateng dan memberikan penulis berbagai pengalaman dari bidang pekerjaan dan kesolidan kerbersamaan beserta Dwi Retno Wulandari, Satria Adiyasa Sindhuwijaya, Ferawati Margaretta Nainggolan, dan Tita Tri Yunita sebagai rekan kerja magang; 12. Teman-teman sejawat dan seperjuangan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Yuni Lastantri Darmasningrum, Fauziah Widjayanti, Kurnia Budi Iswandari, Shinta Ayu Wulandari, Arseto Endro Supriyanto, Norma Evita Hayati, S.H., Indah Kurniawati, Agnes Arti Citra Putri, Bernadetha Cindy, Ananda Megha Wiedar Saputri, Adhitya Widya Kartika, teman-teman angkatan 2008 dan teman-teman yang lain yang penulis selalu banggakan, terima kasih atas kebersamaan, commit perhatian, to user dorongan, bantuan, dan waktu yang x

11 digilib.uns.ac.id xi

12 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi MOTTO... vii PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR DAN TABEL... xiv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Permasalahan... 1 B. Rumusan Permasalahan... 5 C. Tujuan Penelitian... 5 D. Manfaat Penelitian... 7 E. Metode Penelitian... 8 F. Sistematika Penelitian Hukum BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Tinjauan tentang Cabang Produksi yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak Tinjauan tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) a. Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) b. Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara c. Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Tinjauan tentang Etatisme Ketenagalistrikan xii

13 digilib.uns.ac.id a. Pengertian Etatisme b. Pengertian Etatisme Ketenagalistrikan c. Pengaturan Ketenagalistrikan Tinjauan tentang Public Services (Pelayanan Publik) a. Pengertian Public Services (Pelayanan Publik) b. Hakekat Pelayanan Publik c. Standar dan Kriteria Penyelenggaraan Pelayanan Publik d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik e. Service Excellent (Prinsip Kualitas Jasa) f. Indikator Mutu Pelayanan Penyediaan Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) B. Kerangka Pemikiran BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Fungsi Public Service PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten Dalam Pengelolaan Ketenagalistrikan Pengelolaan Ketenagalistrikan oleh PT. PLN (Persero) Pelaksanaan Fungsi Public Service PT. PLN (Persero) Berdasarkan Sistem Regulasi B. Pemenuhan Pemerintah Mengenai Public Service Obligation (PSO) Listrik Terhadap PT. PLN (Persero) Keterikatan Pemerintah Terhadap PT. PLN (Persero) Mengenai Public Service Obligation (PSO) Listrik Pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) Listrik Oleh PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten BAB IV.PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR DAN TABEL Tabel 1. Pemohon dan Jenis Permohonan PUU Ketenagalistrikan Tabel 2. Pertimbangan Hukum atau Penafsiran Mahkamah Konstitusi dalam Putusan PUU Ketenagalistrikan Tabel 3. Key Performance Indicator Tabel 4. Road Map Perbaikan Ekskursi Frekuensi Tabel 5. Road Map Perbaikan Ekskursi Tegangan Tabel 6. Indikator Kinerja Tabel 7. Program Perang Padam Jawa Bali PLN P3B Jawa Bali Tabel 8. Penghitungan Saidi dan Saifi Tabel 9. Respon Time dan Recovery Time Tahun Bagan 1. Kerangka Pemikiran Bagan 2. Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan dalam APBN Gambar 1. Sistem Tenaga listrik Gambar 2. Blok Diagram Sistem Tenaga Listrik Gambar 3. Skema Pusat Listrik yang dihubungkan melalui saluran Transmisi ke Gardu Induk Gambar 4. GTT. Type Portal xiv

15 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sedang bertumbuh kembang pada roda perekonomian. Sebagai penopang laju lalu lintas perekonomian dibutuhkannya infrastruktur pendukung, salah satunya berupa penerangan yaitu listrik. Terkait dengan upaya modernisasi bangsa maka listrik adalah bentuk aspek terpenting untuk meningkatkan produktivitas. Secara garis besar, manfaat yang bisa diperoleh dari pemasangan listrik, antara lain : 1. Listrik diperlukan untuk menerangi jalan-jalan desa ataupun jalan-jalan strategis sehingga angka kejahatan yang biasa dilakukan pada malam hari dapat dikurangi. 2. Alat-alat modern seperti komputer/laptop, telepon kabel, telepon genggam, televisi, dan radio ataupun mesin-mesin industri dan alat elektronik lainnya memerlukan bantuan listrik untuk dapat dioperasikan. 3. Secara tidak langsung, listrik juga memiliki keterkaitan dengan angka kelahiran karena masyarakat memiliki kegiatan lain yang dapat dilakukan (Admin : masyarakat/69-krisis-energi-bagian-1-kita-membutuhkan-listrik.html). Teralirinya listrik memberikan dampak pada perkembangan masyarakat dalam mempergunakan energi listrik sehingga memicu intensitas pada kualitas dan kuantitas yang ada. Fakta keberadaan listrik tersebut dapat dijumpai pada konteks konsep Hatta yaitu negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat. Menurutnya ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung proses pembangunan (Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, 2008 : 3). Dengan begitu, listrik dibutuhkan sistem pengelolaan secara handal melalui Perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah. Pemerintah memberikan kepercayaan kepada commit Perusahaan to user Listrik Negara atau lebih dikenal 1

16 digilib.uns.ac.id 2 dengan PT. PLN (Persero) untuk mendistribusikan listrik kepada masyarakat dan dalam mengelola pasokan listrik. Jadi, dapat dirumuskan bahwa listrik merupakan aset terpenting di Indonesia dan harus dikuasai oleh negara. Pernyataan ini tercermin pada Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Karena listrik barang pokok dan strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak sangat mempunyai pengaruh besar karena di dalam kehidupan sehari-hari orang memerlukan listrik baik untuk lingkungan rumah tangga, instansi-instansi pemerintah, perkantoran dan industri memerlukan listrik, artinya di dalam kehidupan masyarakat untuk mendapatkan posisi yang lebih baik dan ekonomi yang sedang tumbuh ketersediaan pasokan listrik menjadi sangat penting. Namun, dalam praktiknya kondisi kelistrikan yang terjadi akhir-akhir ini mengalami penurunan. Banyak kalangan di antara masyarakat resah dengan segala akibat yang ditanggungnya (Admin : Beragam masalah pada sektor ketenagalistrikan pun muncul. Indonesia menunjukkan saat ini mengalami krisis listrik. Salah satunya adalah adanya masalah pemadaman listrik yang sering terjadi dari tahun ke tahun. Padamnya listrik secara otomatis mematikan berbagai aktivitas. Terjadinya pemadaman listrik dilatarbelakangi oleh adanya krisis pasokan energi listrik. Banyaknya pembangkit listrik milik PT. PLN (Persero) yang tersebar di berbagai pelosok tanah air tidak mampu lagi memasok kebutuhan konsumen yang kian hari semakin meningkat. Pemadaman tersebut sangat merugikan. Di dalam kasus kekurangan daya listrik dan krisis energi secara faktual dikeluhkan oleh banyak warga. Berbagai dampak dirasakan oleh masyarakat dari adanya pemadaman yaitu macetnya jalan raya ketika rambu lalu lintas mati, perangkat peralatan rumah tangga rusak, produksi pada home industry terhenti, dan lain sebagainya. Sehingga, PLN

17 digilib.uns.ac.id 3 sebagai perusahaan penyedia listrik secara berkelanjutan harus memenuhi kebutuhan listrik kepada masyarakat. PLN merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau lebih di kenal dengan PT. PLN (Persero). Public Service yang diberikannya sangat besar dan menjalankan usaha distribusi energi listrik ke pelanggan serta bergerak di bidang jasa penyediaan ketenagalistrikan di Indonesia memiliki misi ikut mendukung serta mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian nasional yang menjadi fokus pemerintah saat ini dengan dituntut menjaga citra perusahaan (corporate image) agar implikasi negatif yang dapat mengurangi kepercayaan pelanggan terhindarkan. Dan, keberadaan tenaga listrik saat ini tidak dapat dipungkiri semakin terasa penting dari hari ke hari untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta sebagai upaya mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. Dengan begitu, tenaga listrik sebagai infrastruktur vital dibutuhkan ketersediaan tenaga listrik secara terjamin untuk mencapai tujuan memajukan ekonomi menjadi prioritas utama. Hal tersebut mencerminkan penerapan dari Undang-Undang Ketenagalistrikan (Tim PT. PLN (Persero), 2012 : 8). Dewasa ini paradigma yang berkembang dalam pelayanan kelistrikan adalah paradigma Customer Oriented yang berarti bahwa mengutamakan pelayanan yang maksimal terhadap konsumen listrik merupakan tanggung jawab bagi PT. PLN (Persero). Jadi, PLN dituntut memberikan pelayanan penyediaan listrik secara kontiniu agar masyarakat tidak memberikan komplain yang dirasanya kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Peran PT. PLN (Persero) sebagai penyedia listrik mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam memberikan kualitas pelayanan yang prima. Pelayanan prima yang dimaksud yaitu pelayanan yang sangat baik dan melampaui harapan pelanggan sehingga dapat memuaskan para pelanggannya secara lebih baik, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan terhadap adanya pembelian ulang (Sudikan, 2010 : 19). Konsumen PT. PLN (Persero) berhak dialiri listrik secara terus menerus dengan harga kilowatt hour atau sering dengan istilah kwh secara murah. Agar harga kwh yang dijual PT. PLN commit (Persero) to user kepada pelanggannya bisa terjangkau

18 digilib.uns.ac.id 4 dan murah maka dibutuhkannya subsidi listrik dari pemerintah. Subsidi listrik dari Pemerintah yang diperuntukkan PLN sebagai badan usaha milik negara (BUMN) dituntut melaksanakan penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum (Public Service Obligation-PSO) dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu untuk menghasilkan keuntungan. Pemerintah Republik Indonesia memberikan subsidi listrik kepada pelanggan melalui perusahaan dengan memperhatikan tata cara perhitungan dan pembayaran subsidi listrik dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik. Besarnya subsidi listrik dalam satu tahun anggaran secara final ditetapkan berdasarkan hasil audit atas ketaatan penggunaan subsidi listrik yang dilakukan oleh auditor yang ditunjuk Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran (admin : Tujuan pemberian subsidi listrik yang utama adalah untuk menjaga ketersediaan listrik bagi industri, komersial, dan pelayanan masyarakat, serta untuk menjamin terlaksananya investasi dan rehabilitasi pembangkit non-bbm, serta politis pemberian subsidi listrik yang utama adalah menahan naiknya tarif dasar listrik karena adanya kenaikan bahan bakar sebagai pembangkit ketenagalistrikan. Subsidi secara teoritis dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Kebijakan subsidi biasanya dikaitkan dengan barang dan jasa yang memiliki positif eksternalitas, sehingga dapat menambah output dan memperbanyak sumber daya kepada penciptaan output yang mempunyai nilai daftar tambah lebih (Sri Lestari Rahayu, 2008 : 41-82). Pentingnya tenaga listrik dapat mensejahterakan kemakmuran rakyat serta bisa mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan oleh karenanya usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutu pelayanan yang baik. Posisi PT. PLN (Persero) diharapkan mampu memberikan mutu pelayanan yang baik kepada commit konsumennya. to user Mutu sendiri memiliki

19 digilib.uns.ac.id 5 pengertian sifat-sifat yang dimiliki suatu benda/barang atau jasa yang secara keseluruhan memberi rasa puas kepada penerima atau penggunanya untuk mengetahui telah sesuai atau melebihi apa yang dibutuhkan dan diharapkan para pelanggannya. Dengan demikian tentunya sebuah mutu pelayanan dapat diartikan sebagai harapan pelanggan ingin diperlakukan dan bagaimana cara untuk memuaskan pelanggan. Apabila kepuasan pelanggan tercapai maka dapat dikatakan bahwa pelayanan tersebut memiliki mutu pelayanan yang baik. Pengukuran kinerja untuk mengantisipasi perubahan dunia yang semakin global maka PT. PLN (Persero) harus menentukan langkah-langkah strategis yang sistematis sebagai upaya perbaikan (reinvensi) diantaranya adalah dengan menjabarkan visi, misi, sasaran strategis sesuai dengan rencana strategis PT PLN (Persero) ukuran pemicu dan ukuran hasil yang dicapainya. Dari uraian di atas, penulis tertarik akan mengkaji lebih lanjut dengan judul Kajian Reinvensi Public Service dan Etatisme Ketenagalistrikan Di Indonesia Oleh PT. PLN (Persero) Dengan Menggunakan Program Perang Padam Jawa Bali Guna Mewujudkan Excellence Performance (Studi Kasus Di PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten). B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah implementasi pelaksanaan fungsi public service untuk PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten dalam pengelolaan ketenagalistrikan sudah sesuai dengan sistem regulasi yang ada? 2. Apakah pemenuhan pemerintah mengenai Public Service Obligation (PSO) listrik terhadap PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten telah terimplementasikan dengan baik? C. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan karena memiliki tujuan. Tujuannya adalah memecahkan permasalahan yang commit tergambar to user dalam latar belakang dan rumusan

20 digilib.uns.ac.id 6 masalah. Dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan manfaat yang logis dan konstrukstif sehingga penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum yang timbul (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 41) bisa terselesaikan. Kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud melakukan penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan Objektif Untuk mengetahui serta menjawab permasalahan pemadaman terhadap public service yang dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yaitu : a. Untuk mengetahui implementasi pelaksanaan fungsi public service PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten dalam pengelolaan ketenagalistrikan dengan berlandaskan pada sistem regulasi yang ada. b. Untuk mengetahui pemenuhan pemerintah mengenai Public Service Obligation (PSO) listrik terhadap PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten telah terimplementasikan dengan baik atau belum. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis di bidang ilmu hukum yang dalam hal ini lingkup hukum administrasi negara. b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis. c. Untuk melatih kemampuan dan keterampilan penulisan hukum penulis. d. Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap guna penyusunan penulisan hukum (skripsi) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

21 digilib.uns.ac.id 7 D. Manfaat Penelitian Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna baik bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat diterapkan dalam praktiknya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian untuk penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan hukum administrasi negara pada khususnya. b. Diharapkan penulisan hukum ini dapat menambah referensi ilmiah di bidang hukum tentang fungsi public service PT. PLN (Persero). c. Memberikan bentuk Kajian Reinvensi Public Service dan Etatisme Ketenagalistrikan Di Indonesia Oleh PT. PLN (Persero) Dengan Menggunakan Program Perang Padam Jawa Bali Guna Mewujudkan Excellence Performance (Studi Kasus Di PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten). d. Diharapkan dari penulisan hukum ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penulisan sejenis di kemudian hari. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi wahana dan sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh; b. Memberikan pendalaman, pengetahuan, dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang akan dikaji, yang dapat berguna bagi penulis di kemudian hari; dan c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu, memberikan tambahan dan pengetahuan terhadap pihak-pihak terkait dengan pokok masalah yang sedang diteliti, juga kepada berbagai pihak yang berminat pada permasalahan yang sama dengan penulis.

22 digilib.uns.ac.id 8 E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 35). Dalam penelitian hukum ini metode penulisan yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum doctrinal atau penelitian hukum kepustakaan. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Jhony Ibrahim, 2006 : 57). Penelitian normatif ini difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif (Jhony Ibrahim, 2006: 295). 2. Sifat Penelitian Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilainilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan normanorma hukum. Sifat preskriptif dalam penelitian ini mengkaji tujuan hukum yang berkaitan dengan apa yang senyatanya ada berhadapan dengan apa yang seharusnya terjadi dalam aspek hukum ketenagalistrikan di Indonesia, nilainilai keadilan sosial yang berpangkal dari Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, validitas aturan ketenagalistrikan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, dan norma hukum lain yang berupa peraturan perundang-undangan dalam aspek ketenagalistrikan di Indonesia. Selain itu juga sebagai ilmu terapan, ilmu hukum yang menerapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum, sehingga penelitian hukum ini dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 41). Sifat penelitian ini seperti halnya commit fungsi to user listrik dan dipertajam hingga cara

23 digilib.uns.ac.id 9 mengatasi permasalahan pemadaman terhadap public service yang dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian hukum yang akan digunakan oleh penulis dalam memperoleh informasi dari berbagai aspek mengenai permasalahan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dengan menggunakan psendekatan ini akan membuka kesempatan dalam konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang yang lainnya atau antara undangundang dengan undang-undang dasar atau antara regulasi dengan undangundang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Pendekatan konseptual (conceptual approach) ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, penulis akan menemukan ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandanganpandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi penulis dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 93-95). 4. Sumber Penelitian Untuk memecahkan isu hukum yang sedang dihadapi ini dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan commit hukum to user sekunder. Dalam isu hukum yang

24 digilib.uns.ac.id 10 dihadapi penulis ini maka penulis menambahkan bahan non-hukum untuk memperkuat argumentasi hukum secara akurat dalam menjawab permasalahan (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : ). a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 19/Prp/1960 tentang Perusahaan Negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk- Bentuk Usaha Negara, maka yang dianggap sebagai Perusahaan (milik) Negara 3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan 4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan 5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik 8) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan 9) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan Dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Perseoan (Persero) 10) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) 11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara

25 digilib.uns.ac.id 11 12) Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. PLN 13) Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Oleh Swasta 14) Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2003 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004 yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara 15) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2010 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara 16) Keputusan Menteri Kehakiman Nomor C HT Th.94 tanggal 1 Agustus 1994, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 73 tanggal 13 September 1994, Tambahan Nomor ) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 740/KMK/00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi Dan Produktivitas Badan Usaha Milik Negara 18) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum 19) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik 20) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah 21) Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor /39/600.2/2002 tentang Indikator Mutu Pelayanan Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Umum yang Disediakan Oleh PT. PLN (Persero) 22) Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dengan Nomor commit AHU AH to user Th 2008 tanggal 1

26 digilib.uns.ac.id 12 Agustus 2008, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 92 tanggal 14 Nopember 2008, Tambahan Nomor berdasarkan akta Nomor 15 tanggal 30 Januari ) Surat Keputusan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat Nomor AHUAH tanggal 20 Maret 2009 sebagai akta perubahan pendirian PT. PLN (Persero) 24) Surat Edaran Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 031.E/471/DIR/1993 tentang Penjelasan Kode Pemadaman 25) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001/PUU-I/2003, 021/PUU- I/2003, dan 022/PUU-I/2003 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan 26) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan 27) Key Performance Indicator b. Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Yakni meliputi bukubuku teks, buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, komentar-komentar atas putusan pengadilan, kuliah dan ceramah yang tidak tertulis. c. Bahan Non-hukum Bahan non-hukum yang dapat memperkuat argumentasi hukum secara akurat dalam menjawab permasalahan dan guna mengklarifikasi sebab dari pada pemadaman yang ada di Jawa Bali maka penulis melakukan wawancara di PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten karena kedua PT. PLN (Persero) tersebut merupakan bagian dari Jawa Bali.

27 digilib.uns.ac.id Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan data merupakan cara khusus yang dipergunakan untuk memperoleh data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data ini didasarkan pada pendekatan penelitian dan sumber penelitian yang dipergunakan oleh penulis yaitu mempergunakan pendekatan perundangundangan (statute approach) sehingga penulis mencari peraturan perundangundangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu yang dibahas tersebut. Dan, pendekatan konseptual yang harus dikumpulkan bukan peraturan perundang-undangan untuk isu yang hendak dipecahkan. Namun bisa dilakukan penelusuran dengan pengumpulan buku-buku hukum yang di dalam buku-buku hukum yang banyak terkandung konsep-konsep hukum. Sumber penelitian digunakan untuk keperluan teknis dan praktik hukum juga dilakukan secara selektif yaitu dengan memilih bahan hukum yang berbobot dan penggunaan bahan non-hukum dilakukan dengan cara yang mempunyai relevansi dengan isu yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : ). 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme deduktif yaitu dengan cara berpikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari permasalahan yang ada dari yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006 : 393). Hal yang sama juga dipaparkan oleh Peter Mahmud Marzuki (2010 : 7) bahwa penggunaan logika dalam penelitian hukum pada metode deduksi yaitu berpangkal dari premis mayor kemudian menuju premis minor dan dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan (conclusion). Seperti halnya dengan premis mayor yang di interpretasikan ke fungsi public services PT. PLN (Persero) kemudian di interpretasikan kembali dan

28 digilib.uns.ac.id 14 menuju fakta hukum yang ada di premis minor setelah itu menghasilkan kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dari isi penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab. Adapun sistematikanya dari penulisan hukum ini sebagai berikut : Bab pertama mengenai pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. Latar belakang termaksud berpangkal dari listrik sebagai komoditas dalam kehidupan sehari-hari dikelola oleh PT. PLN (Persero) merupakan penerapan dari Pasal 33 ayat (2) UUD Karena terjadi krisis energi maka mengakibatkan pemadaman. Dengan adanya Public Service Obligation (PSO) diharapkan bisa menjaga dan memperbaiki ketersediaan listrik di Indonesia. Bab kedua penulis memberikan uraian kerangka teori mengenai tinjauan tentang Cabang Produksi Yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak, Tinjauan tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Tinjauan tentang Etatisme Ketenagalistrikan, Tinjauan Umum tentang Public Services (Pelayanan Publik) kemudian ditarik kerangka pemikiran dalam bentuk bagan agar lebih mudah memberikan pemahaman yang rasional terhadap masalah dan output akhir. Bab ketiga mengenai hasil penelitian dan pembahasan memberikan uraian detail dan lengkap tentang tarik ulur antara rumusan permasalahan yang menjadi sumber utama dalam penulisan terkait dengan pelaksanaan fungsi public service PT. PLN (Persero) dalam pengelolaan ketenagalistrikan dan mengetahui seberapa besar peran pemerintah dalam pemenuhan mengenai Public Service Obligation (PSO) listrik berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Bab keempat mengenai penutup menguraikan mengenai simpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta memberikan saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum commit ini. to user

29 digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Cabang Produksi yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak Manajemen PLN tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi PLN tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Sebab, untuk melakukan perbaikan pada sisi kualitas produk, harus ada review kebijakan dari semua lini, baik dari sisi hulu maupun dari sisi hilir. Dari sisi hulu, terkait dengan kebijakan energi primer, sedangkan dari sisi hilir terkait dengan pentarifan. Dari sisi hulu permasalahan yang paling krusial adalah sektor pembangkitan, yaitu minimnya pembangunan pembangkit baru dan tersendatnya pasokan energi primer terhadap mesin pembangkit PLN, khususnya yang berbasis gas dan batubara. Pemerintah dalam hal ini harus turut campur tangan dalam perekonomian untuk memperbaiki alokasi sumbersumber ekonomi oleh karena sistem pasar tidak dapat melaksanakan alokasi sumber-sumber ekonomi secara efisien. Penyediaan barang publik yang dilakukan oleh pemerintah yang dimaksudkan suatu barang publik yang disediakan oleh pemerintah merupakan barang milik pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara tanpa melihat siapa yang melaksanakan pekerjaannya (Guritno Mangkoesoebroto, 1991 : 41). Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Berdasarkan pada Pasal 33 ayat (2) UUD Tahun 1945, listrik merupakan hal ikhwal yang digunakan sebagai komoditas kehidupan sehari-hari merupakan kebutuhan primer yang dikuasai oleh negara dan dikelola oleh PT. PLN (Persero). Untuk memberikan kepastian hukum dalam pengelolaan listrik maka dibutuhkannya undang-undang commit sebagai to umbrella user act. Hukum itu merupakan 15

30 digilib.uns.ac.id 16 keseimbangan kepentingan maka menurut Teori Roscoe Pound (Bernard L. Tanya, dkk, 2010 : 157) : Kepentingan sosial yang menyangkut pengamanan sumber daya sosial diberikan sebagai tuntutan yang berkaitan dengan kehidupan sosial dalam masyarakat beradab agar orang jangan boros dengan apa yang ada. Penyalahgunaan hak atas barang yang dapat merugikan orang, termasuk kategori ini. Konsep yang demikian tersebut telah memperlihatkan konsistensi terhadap adanya listrik di Negara Indonesia ini. Dalam zaman modern muncul suatu pandangan bahwa manusia karena keunggulannya sebagai pribadi harus diakui sebagai penegak hukum. Tata hukum sebagai hukum positif sebagaimana ditentukan oleh pemerintah yang sah sebagai petunjuk dalam pelaksanaannya agar tidak menjadi kepentingan pribadi atau nafsu kekuasaan belaka (Theo Huijbers, 1982 : ). Berpegangan pada UUD 1945 Pasal 33, yang menyebutkan bahwa negara mempunyai hak untuk mengatur, membangun wilayahnya untuk kepentingan rakyat dan negara, agar dapat tercapai masyarakat yang adil dan makmur. Fungsi penyelenggara negara untuk kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah tidak boleh menyerahkan perkembangan ekonomi kepada mekanisme pasar atau pihak swasta saja, namun harus mengatur dan mengawasinya. Peran dan proaktif pemerintah ini diperlukan karena alasanalasan berikut (Henry Faizal Noor, 2007 : 30-31) : a. Mekanisme pasar hanya menunjukkan signal atau orientasi jangka pendek, sehingga tidak bisa digunakan sebagai landasan ekonomi jangka panjang. b. Mekanisme pasar hanya berorientasi kepada eksploitasi sumber daya investasi saja, tidak ada orientasi pada pelestarian dan perawatan lingkungan dan modal sosial masyarakat. c. Mekanisme pasar hanya berorientasi laba, tidak ada orientasi pemerataan atau keberpihakan kepada kelompok yang lemah. Faktor demikianlah pemerintah perlu membuat prioritas kebijakan ekonomi, sehingga tercipta sinergi yang tepat di antara pelaku dan sumber daya

31 digilib.uns.ac.id 17 ekonomi. Bila hal ini diwujudkan, tentu akan dapat meningkatkan peluang untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Asas kekeluargaan adalah asas di mana kepentingan masyarakat adalah yang utama, bukan merupakan kepentingan individu, namun harkat dan martabat individu tetap dihormati. Dalam asas kekeluargaan itu kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang perseorangan. Dengan demikian, kemakmuran haruslah diperuntukkan bagi semua orang dan untuk menjamin hal ini, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, karena kalau tidak orang-seorang yang menguasai tampuk produksi akan menindas rakyat yang banyak (akan terjadi efek trickle-up, bukan trickle-down dalam proses produksi). Oleh karena itu pulalah, demi lebih menjamin tercapainya kemakmuran bagi semua orang, maka hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang. Asas perorangan tidak akan menjamin kemakmuran bagi semua orang, asas kekeluargaan dipilih oleh UUD 1945 ini, untuk sejauh mungkin menggantikan asas perorangan dalam kehidupan perekonomian. Karena bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah sumber-sumber utama bagi kemakmuran masyarakat, maka semuanya itu harus dihindarkan sejauh mungkin dari sistem penguasaan berdasarkan atas asas perorangan. Meskipun bentuk-bentuk perusahaan yang individualistik dan liberalistik seperti badan usaha swasta, kapitalitik dengan bentuk NV (sekarang PT) bertentangan dengan semangat dan jiwa Pasal 33 UUD 1945 yang berdasarkan atas asas kekeluargaa, namun keberadaannya masih sah sesuai dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi : Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini (Mubyarto dan Revrisond Baswir Editor, 1989 : ). Sektor swasta yang terbentang di Indonesia secara luas, meliputi berbagai usaha yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Selama perusahaan swasta itu menghasilkan commit produksi/jasa to user yang melengkapi kebutuhan

32 digilib.uns.ac.id 18 masyarakat secara efektif, selama itu swasta berjalan, tetapi harus dalam Ekonomi Nasional Berencana yang terpimpin oleh ideologi Pancasila dan UUD Oleh karenanya, PT. PLN (Persero) merupakan perusahaan negara yang masuk ke dalam badan usaha yang melalui undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan milik negara. Yang harus dicakup oleh Perusahaan Negara selain Public Utilities juga termasuk semua sektor produksi yang penting (Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila, 1982 : 44-45). 2. Tinjauan tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) a. Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pengertian mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat kompleks mulai dari yang tertuang di dalam peraturan perundangundangan hingga kepada para pakar hukum, berikut pengertian tersebut : 1) Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan definisi Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2) Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara memberikan definisi Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 740/KMK/00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi Dan Produktivitas Badan Usaha Milik Negara mengemukakan Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara atau badan usaha commit yang to tidak user seluruh sahamnya dimiliki oleh

33 digilib.uns.ac.id 19 negara tetapi statusnya disamakan dengan Badan Usaha Milik Negara (Sentosa Sembiring, 2001 : 34). b. Bentuk-Bentuk Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Negara lebih dikenal dengan istilah BUMN, BUMD atau PN, yaitu suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh Negara. Perusahaan Negara ini bisa berbentuk PT, yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/Prp/1960 tentang Perusahaan Negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk- Bentuk Usaha Negara, maka yang dianggap sebagai Perusahaan (milik) Negara tersebut terdiri dari: 1) Perusahaan Jawatan (Perjan); 2) Perusahaan Umum (Perum); 3) Perusahaan Perseroan (PT. Persero); Tujuan penetapan ketiga bentuk hukum usaha negara tersebut ialah menciptakan keseragaman dalam cara menguasai, mengurus serta menyeragamkan bentuk hukum dari usaha-usaha negara, agar secara ekonomis dapat dicapai hasil guna dan daya guna yang setinggi-tingginya bagi kepentingan pembangunan dan kemakmuran bangsa dan negara (C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2005 : 309). Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan Dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Perseoan (Persero) mengatur sifat usaha dari badan usaha milik negara dan maksud dan tujuan dari kegiatan perjan, perum dan persero. Keduanya tersebut diatur dalam Pasal 2, sebagai berikut : Pasal 2 ayat (1) Sifat usaha dari badan usaha milik negara adalah terutama sebagai berikut : a. Perjan berusaha di bidang penyediaan jasa-jasa bagi masyarakat termasuk pelayanan kepada masyarakat; b. Perum berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum commit di samping to user mendapatkan keuntungan;

34 digilib.uns.ac.id 20 c. Persero bertujuan memupuk keuntungan dan berusaha di bidangbidang yang dapat mendorong perkembangan sektor swasta dan/ atau koperasi, di luar bidang usaha Perjan dan Perum. Pasal 2 ayat (2) Maksud dan tujuan dari kegiatan Perjan, Perum dan Persero adalah: a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; b. Mengadakan pemupukan keuntungan/pendapatan; c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; e. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan memadai; f. Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sektor koperasi; g. Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah-di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Dalam perkembangannya, setelah diundangkannya Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maka yang diakui sebagai BUMN hanyalah : 1) Perum; dan 2) Persero Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut. Sedangkan perusahaan negara yang masih berbentuk Perjan, berdasarkan Pasal 93 ayat (1) harus segera disesuaikan (diubah) menjadi berbentuk Perum atau Persero dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan bulan Juni 2005 (2 tahun sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 diundangkan). Untuk batas waktu perubahan menjadi Perum atau Persero tersebut tidak disebutkan mengenai sanksi apabila lewat dari jangka waktu yang telah ditetapkan (Kantor notaris & PPAT Yanses Saam, Padang :

35 digilib.uns.ac.id 21 Pengertian Perusahaan Umum (Perum) pada Pasal 1 butir (4) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, disebutkan : Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 1 angka (4) juga menyebutkan : Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Perusahaan Umum (Perum) dengan bentuk perusahaan yang lainnya berbeda, oleh karenanya Perusahaan Umum (Perum) memiliki suatu karakteristik tertentu adalah sebagai berikut (Sentosa Sembiring, 2001 : 36) : 1) Makna usahanya di samping melayani kepentingan umum sekaligus memupuk keuntungan; 2) Berstatus badan hukum; 3) Bergerak dalam bidang-bidang vital; 4) Mempunyai nama dan kekayaan sendiri; 5) Dapat menuntut dan dituntut; 6) Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan; 7) Dipimpin oleh seorang direksi; 8) Pegawainya adalah pegawai perusahaan negara. Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara selain mengatur mengenai Perusahaan commit Umum to (Perum) user juga mengatur mengenai

36 digilib.uns.ac.id 22 Perusahaan Perseroan (Persero). Pengertian mengenai Perusahaan Perseroan atau Persero banyak yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan : Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara telah disebutkan pengertian Perusahaan Perseroan, yaitu : Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka (1) juga memberikan batasan pengertian : Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalarn saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Disimpulkan dari pengertian dalam peraturan perundangundangan tersebut maka unsur-unsur dari Perusahaan Perseroan (Persero) adalah suatu perusahaan yang mana : 1) Merupakan BUMN; 2) Berbentuk PT. (sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas); 3) Minimum 51% atau seluruh commit sahamnya to user dimiliki oleh Negara;

37 digilib.uns.ac.id 23 4) Melalui penyertaan modal secara langsung (yang ditetapkan melalui Pemerintah). Ciri-ciri Persero adalah suatu perusahaan yang makna usahanya untuk memupuk keuntungan, artinya bertujuan untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, yang dapat dilakukan dengan cara (Kantor notaris & PPAT Yanses Saam, Padang : : 1) Pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik; 2) Efektif, efisien dan ekonomis secara bisnis nyata; 3) Sesuai dengan prinsip-prinsip biaya akuntansi; 4) Pelayanan umum yang baik dan memuaskan; 5) Bertujuan untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Ciri-ciri khusus lainnya dari Persero adalah : 1) Dipimpin oleh suatu Direksi dan diawasi oleh Komisaris (seperti halnya pada PT. Biasa). 2) Organ perseroan seperti halnya PT biasa, terdiri dari Direksi, Komisaris dan RUPS. 3) Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. 4) Terdapat Menteri Teknis yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha. 5) Pegawainya berstatus sebagai pegawai perusahaan swasta biasa. 6) Peranan Pemerintah adalah sebagai pemegang saham dalam perusahaan. 7) Tidak memiliki fasilitas-fasilitas negara. 8) Hubungan usahanya diatur menurut hukum perdata. 9) Modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dari kekayaan negara yang commit dipisahkan to user sehingga dimungkinkan adanya join

38 digilib.uns.ac.id 24 atau mixed enterprise dengan swasta (nasional dan/atau asing) dan adanya penjualan saham-saham perusahaan milik negara. 10) Status hukumnya sebagai badan hukum perdata, yang berbentuk PT. Karakteristik Perusahaan Perseroan (Persero) adalah sebagai berikut (Sentosa Sembiring, 2001 : 38) : 1) Makna usahanya memupuk keuntungan. 2) Status usahanya badan hukum perdata. 3) Hubungan hukum usahanya diatur oleh hukum perdata. 4) Modal dipisahkan dari kekayaan negara. 5) Tidak memiliki fasilitas negara. 6) Dipimpin oleh suatu direksi. 7) Peranan negara sebagai pemegang saham. 8) Pegawai perusahaan. Bentuk perusahaan yang berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero) selalu saja diikuti dengan kata Perseroan Terbatas (PT). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka (1) juga memberikan batasan pengertian : Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalarn saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Perusahaan Terbatas (PT) ada suatu keuntungan dan kelemahan yang didapatnya dalam pembentukannya (Admin : Keuntungan utama membentuk perusahaan perseroan terbatas adalah : 1) Kewajiban terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan. Akibatnya commit to kehilangan user potensial yang terbatas

39 digilib.uns.ac.id 25 sehingga tidak dapat melebihi dari jumlah yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan perusahaan untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan. 2) Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas modal (ekonomi), yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode pertengahan, ketika Tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan) yang tidak akan mengumpulkan biaya feodal yang seorang tuan tanah dapat mengklaim ketika pemilik tanah meninggal. 3) Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan ekspansi. Dan, dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada juga adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan, sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing-masing. Kelemahan dari Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) adalah kerumitan dalam hal perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan sebuah PT tidaklah mudah. Selain biayanya yang tidak sedikit, PT juga membutuhkan Akta Notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan tersebut, biaya pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan dan kendala yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar perorangan juga lebih formal dan berkesan kaku.

40 digilib.uns.ac.id 26 c. Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Pemerintah sebagai penyelenggara negara melindungi kepentingan nasional. Pada hakikatnya setiap pemerintahan berfungsi mewakili negara dalam mencapai tujuan bernegara. Dibentuknya suatu pemerintahan utama adalah menjalankan fungsi dan tugas negara. Pemerintah, sebagai penyelenggara negara bertugas melayani kebutuhan dan melindungi kepentingan masyarakat (publik). Secara umum, tugas melayani kebutuhan dan melindungi kepentingan publik ini, dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu tugas di bidang ekonomi dan tugas diluar bidang ekonomi. Pemerintah, sebagai penyelenggara negara, bertugas untuk menjaga dan melindungi kepentingan publik secara keseluruhan (baik konsumen maupun produsen). Oleh karena itu, motifnya adalah kepentingan umum. Peran pemerintah di bidang ekonomi adalah mengeluarkan peraturan, melakukan intervensi pasar, dan sebagainya, yang semua bersifat makro ekonomi (Henry Faizal Noor, 2007 : 30-31). Tujuan pemerintah dalam aktivitas ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Untuk itulah pengalihan bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) mempunyai berbagai pertimbangan dan pertimbangan tersebut telah termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dalam konsiderans-nya, yaitu : 1) bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha penyediaan tenaga listrik, maka Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1990 dinilai memenuhi persyaratan untuk dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun ) bahwa sehubungan dengan hal tersebut, pengalihan bentuk Perusahaan Umum commit (Perum) to user Listrik Negara menjadi Perusahaan

41 digilib.uns.ac.id 27 Perseroan (Persero), perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pengalihan bentuk perusahaan untuk perusahaan listrik negara mempunyai maksud dan tujuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) sesuai dengan Pasal 2, yaitu : Pasal 2 ayat (1) Menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perusahaan; Pasal 2 ayat (2) Mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai dengan tujuan untuk : a. meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi; b. mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangan penyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat. Pasal 2 ayat (3) Merintis kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik; Pasal 2 ayat (4) Menyelenggarakan usaha-usaha lain yang menunjang usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Tinjauan tentang Etatisme Ketenagalistrikan a. Pengertian Etatisme 1) Etatisme adalah paham yang lebih mementingkan negara daripada rakyatnya (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2003 : 309). 2) Etatisme adalah suatu paham dalam pemikiran politik yang menjadikan negara sebagai pusat segala kekuasaan. Negara adalah sumbu yang menggerakkan seluruh elemen politik dalam suatu jalinan rasional, yang dikontrol secara ketat dengan menggunakan

42 digilib.uns.ac.id 28 instrumen kekuasaan. (Admin : b. Pengertian Etatisme Ketenagalistrikan Etatisme ketenagalistrikan adalah paham yang dipergunakan oleh negara sebagai instrumen untuk menguasai sumber listrik yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak. Secara historis, penyediaan tenaga listrik di Indonesia di mulai sejak akhir abad ke-19 saat perusahaan milik Belanda antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Kelistrikan untuk kemanfaatan umum di mulai saat perusahaan swasta Belanda yaitu NV NIGN yang semula bergerak di bidang gas memperluas usaha di bidang listrik untuk kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 pemerintah kolonial Hindia Belanda membentuk Lands Waterkracht Bedrijven (LB) perusahaan listrik negara yang mengelola PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Bangkok Dago, PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun, PLTA TES di Bengkulu, PLTA Tonsea Lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Batavia. Dalam perkembangannya pasokan listrik juga diusahakan oleh berbagai perusahaan swasta Belanda berdasarkan konsensi untuk kawasan tertentu seperti OGEM di Jakarta, Tangerang, Cirebon, Medan, Palembang, ANIEM di Jawa Tengah dan Jawa Timur, EBALOM untuk Bali dan Lombok. Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan semua perusahaan swasta dinasionalisasi menjadi milik negara dan pada 27 Oktober 1945 Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas. Kapasitas pembangkit listrik saat itu baru sebesar 157 megawatt. Pada akhir 1957 lahir Perusahaan Listrik Negara (PLN) Djakarta yang menjadi cikal bakal Perum Listrik Negara. Sementara pada 1961 dibentuk Badan Pengelola Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU PLN) yang mengelola tenaga listrik, gas dan batu bara. Empat tahun berikutnya (1965) BPU PLN dibubarkan commit dan to user dibentuk dua perusahaan baru yaitu

43 digilib.uns.ac.id 29 Perusahaan Listrik Negara dan Perusahaan Gas Negara. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara, PLN dinyatakan sebagai Pemegang Kuasa Ketenagalistrikan (PKUK) yang bertanggung jawab menyediakan listrik untuk seluruh Indonesia. Perusahaan Listrik Negara berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) pada tahun 1994 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yang menandai era korporatisasi badan usaha itu dengan tugas pokok menyediakan tenaga listrik sekaligus mencari keuntungan usaha ini. Persoalan listrik yang menjadi persoalan hajat hidup rakyat, memang bak benang kusut. Bingung harus darimana mengurai persoalan yang membelitnya. Mula-mula, listrik dikuasai oleh PT. PLN secara monopoli dari semua sektor baik itu, pembangkit, transmisi dan distribusi. Baru kemudian setelah era orde baru, listrik benar-benar dibebaskan pada swasta, yakni ketika Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Oleh Swasta, yang intinya mengizinkan pihak swasta memasuki sektor pembangkitan, transmisi dan distribusi. Kebijakan ini lebih dikonkritkan lagi dengan perubahan status hukum PT. PLN menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang semula Perum (Syamsul Maarif : si12.pdf). c. Pengaturan Ketenagalistrikan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, ada beberapa pembaharuan dibandingkan dengan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang sebelumnya, antara lain :

44 digilib.uns.ac.id 30 1) Perspektif Dasar Penyediaan tenaga listrik perlu diselenggarakan secara efisien melalui kompetisi dan transparansi dalam iklim usaha yang sehat dengan memberikan perlakuan sama kepada semua pelaku usaha dan memberikan manfaat yang adil dan merata kepada konsumen. Bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik dan penciptaan persaingan usaha yang sehat, perlu diberi kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha untuk ikut serta dalam usaha di bidang ketenagalistrikan (Donni Fredianto, 2007 : 32-33). Penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan menganut asas manfaat; efisiensi berkeadilan; berkelanjutan; optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi; mengandalkan pada kemampuan sendiri; kaidah usaha yang sehat; keamanan dan keselamatan; kelestarian lingkungan hidup; dan otonomi daerah (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan). 2) Peran pemerintah Menetapkan rencana umum ketenagalistrikan adalah rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik (Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan). Namun rencana umum ketenagalistrikan nasional tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja melainkan juga pemerintah daerah. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Bab VI juga mengatur rencana umum ketenagalistrikan yaitu yang memaparkan sebagai berikut : Pasal 7 ayat (1) Rencana umum ketenagalistrikan nasional disusun berdasarkan pada kebijakan energi nasional dan ditetapkan oleh Pemerintah

45 digilib.uns.ac.id 31 setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 7 ayat (2) Rencana umum ketenagalistrikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mengikutsertakan pemerintah daerah. Pasal 7 ayat (3) Rencana umum ketenagalistrikan daerah disusun berdasarkan pada rencana umum ketenagalistrikan nasional dan ditetapkan oleh pemerintah daerah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 7 ayat (4) Pedoman penyusunan rencana umum ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri. 3) Kronologi Undang-Undang Ketenagalistrikan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang ada di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yakni dari Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1985, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002, dan terakhir Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Karena telah mengalami perubahan maka perlu kilas balik apa yang membedakan dari substansi ketiga undangundang tersebut. Berdasarkan konsiderans menimbang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002, alasan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 diubah dikarenakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 yang mengatur permasalahan ketenagalistrikan sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan keadaan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan juga dimohonkan pengujian di Mahkamah Konstitusi dengan terdiri dari 3 (tiga) nomor registrasi Permohonan dengan Nomor Registrasi commit 001/PUU-I/2003, to user 021/PUU-I/2003, dan

46 digilib.uns.ac.id /PUU-I/2003. Permohonan pengujian undang-undang ini merupakan permohonan petama kali yang diajukan oleh masyarakat (pemohon) dalam hal pengujian undang-undang (judicial review) kepada Mahkamah Konstitusi. Perkara 001/PUU-I/2003 sebelumnya telah diajukan ke Mahkamah Agung sebelum terbentuknya Mahkamah Konstitusi. Setelah terbentuknya Mahkamah Konstitusi pada bulan Agustus tahun 2003, perkara tersebut belum juga diputus oleh Mahkamah Agung, sehingga perkaranya dilimpahkan ke Mahkamah Konstitusi. Lebih rinci permohonan tersebut dapat diuraikan melalui tabel di bawah ini:

47 digilib.uns.ac.id 33 Tabel 1 : Pemohon dan Jenis Permohonan PUU Ketenagalistrikan No. Kategori Pemohon APHI, PBHI, dan Yayasan Kategori pemohon 3. Tanggal registrasi permohonan 4. Jenis pengujian 5. Objek permohonan Badan hukum privat setidaktidaknya perorangan 30 Desember 2002 (MA) diterima MK pada tanggal 15 Oktober 2003 Pengujian formil dan materiil UU No. 20 Tahun 2002 secara keseluruhan Ir. Daryoko dan M. Yunan Lubis, S.H (Serikat Pekerja PT. PLN) Badan hukum privat (SP PT. PLN) setidaktidaknya perorangan atau kelompok orang 17 Desember 2003 Pengujian materiil Pasal 8 ayat (2) jo. Pasal 16 jo. Pasal 30 ayat (1) termasuk penjelasan dan Pasal 17 ayat (3) huruf a Sumber : Putusan Perkara Nomor /PUU-I/2003 Ir. Januar Muin dan Ir. David Tomeng (IKPLN) Perorangan atau kelompok orang yang tergabung dalam IKPLN 15 April 2003, setelah diperbaiki diterima MK pada tanggal 22 Desember 2003 Pengujian materiil Materi muatan Pasal 8 ayat (2), Pasal 16, Pasal 22, dan Pasal 68 serta konsiderans menimbang huruf b dan huruf c Penafsiran oleh Mahkamah Konstitusi dapat ditelusuri dengan melihat pertimbangan hukum yang disebut di dalam sebuah putusan. Tetapi tidak semua pertimbangan hukum di dalam putusan

48 digilib.uns.ac.id 34 merupakan bentuk penafsiran hukum yang dapat ditarik metodologinya. Pertimbangan hukum oleh hakim dalam sebuah putusan pada Mahkamah Konstitusi terbagi atas tiga hal, yaitu: 1) Kewenangan Mahkamah untuk mengadili; 2) legal standing pemohon; dan 3) mengenai pokok perkara. Berikut ini akan dipaparkan pertimbangan hakim konstitusi mengenai pokok perkara dalam Putusan pengujian Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan pengujian undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan adalah sebagai berikut :

49 digilib.uns.ac.id 35 Tabel 2 : Pertimbangan Hukum atau Penafsiran Mahkamah Konstitusi dalam Isu Hukum Cabang produksi yang penting Putusan PUU Ketenagalistrikan Pertimbangan Hukum atau Penafsiran Hakim Menimbang bahwa dalam kerangka pengertian yang demikian itu, penguasaan dalam arti kepemilikan perdata (privat) yang bersumber dari konsepsi kepemilikan publik berkenaan dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak yang menurut ketentuan Pasal 33 ayat (2) dikuasai oleh negara, tergantung pada dinamika perkembangan kondisi masingmasing cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara adalah cabang-cabang produksi yang dinilai penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak, yaitu: (i) cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, (ii) penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak, atau (iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai hajat hidup orang banyak. Namun, terpulang kepada Pemerintah bersama lembaga perwakilan rakyat untuk menilainya apa dan kapan suatu cabang produksi itu dinilai penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak. Cabang produksi yang pada suatu waktu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, pada waktu yang lain dapat berubah commit to menjadi user tidak penting lagi bagi negara dan tidak Metode Penafsiran Natural

50 digilib.uns.ac.id 36 Penguasaan Negara Vs Swastanisasi lagi menguasai hajat hidup orang banyak. 1. Menimbang bahwa berdasarkan penafsiran historis, seperti yang tercantum dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan, makna ketentuan tersebut adalah Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orangseorang. 2. Menimbang bahwa Mohammad Hatta sebagai salah satu pendiri negara (founding fathers) menyatakan tentang pengertian dikuasai oleh negara sebagai berikut, Cita-cita yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945 ialah produksi yang besar-besar sedapat-dapatnya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan bantuan kapital pinjaman luar negeri. Apabila siasat ini tidak berhasil, perlu juga diberi kesempatan kepada pengusaha asing menanamkan modalnya di Indonesia dengan syarat yang ditentukan Pemerintah. Cara begitulah dahulu kita memikirkan betapa melaksanakan pembangunan ekonomi dengan dasar Pasal 33 UUD Apabila tenaga nasional dan kapital nasional Historis

51 digilib.uns.ac.id 37 tidak mencukupi, pinjam tenaga asing dan kapital asing untuk melancarkan produksi. Apabila bangsa asing tidak bersedia meminjamkan kapitalnya maka diberikan kesempatan kepada mereka untuk menanamkan modalnya di tanah air kita dengan syaratsyarat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia sendiri. 3. Indonesia tidak memilih sistem ekonomi pasar. Karena secara normatif tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Joseph E. Stiglitz: presumption that markets, by themselves, lead to efficient outcomes, failed to allow for desirable government interventions in the market and make everyone better off. (Globalization and Its Discontents, Joseph E. Stiglitz, hal. XII). 4. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh rakyat Doktrinal

52 digilib.uns.ac.id 38 secara kolektif; 5. Menimbang bahwa dengan memandang UUD 1945 sebagai sistem sebagaimana dimaksud, maka pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 UUD 1945 mengandung pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata 6. Menimbang bahwa jika pengertian kata dikuasai oleh negara hanya diartikan sebagai pemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak akan mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,... Namun demikian, konsepsi kepemilikan perdata itu sendiri harus diakui sebagai salah satu konsekuensi logis penguasaan oleh negara yang mencakup juga pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Pengertian dikuasai oleh negara juga tidak dapat diartikan hanya sebatas sebagai hak untuk mengatur, karena hal dimaksud sudah dengan sendirinya melekat dalam fungsi-fungsi negara tanpa harus disebut secara khusus dalam undang-undang dasar. Sekiranyapun Pasal 33 tidak tercantum dalam UUD 1945, sebagaimana lazim di banyak negara yang menganut paham ekonomi liberal yang tidak Tekstual

53 digilib.uns.ac.id 39 mengatur norma-norma dasar perekonomian dalam konstitusinya, sudah dengan sendirinya negara berwenang melakukan fungsi pengaturan. 7. lagi pula dengan merujuk pandangan Hatta dan pandangan para ahli sebagaimana tersebut di atas tentang penjabaran Pasal 33 UUD 1945 dapat disimpulkan secara ringkas bahwa makna dikuasai oleh negara ialah bahwa terhadap cabang produksi yang telah dimiliki oleh negara, maka negara harus memperkuat posisi perusahaan tersebut agar kemudian secara bertahap akhirnya dapat menyediakan sendiri kebutuhan yang merupakan hajat hidup orang banyak dan menggantikan kedudukan perusahaan swasta, baik nasional maupun asing 8. Perkataan dikuasai oleh negara haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan Fungsional

54 digilib.uns.ac.id 40 (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif). Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumbersumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar

55 digilib.uns.ac.id 41 pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesarbesarnya kemakmuran seluruh rakyat 9. Konsepsi kepemilikan privat oleh negara atas saham dalam badan-badan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat didikotomikan ataupun dialternatifkan dengan konsepsi pengaturan oleh negara. Keduanya tercakup dalam pengertian penguasaan oleh negara 10. dengan merujuk pada penafsiran Mahkamah atas penguasaan negara sebagai mana telah diuraikan di atas hal dimaksud harus dinilai berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 secara keseluruhan, termasuk penyelenggaraan perekonomian nasional berdasar atas demokrasi ekonomi, prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, dan berwawasan lingkungan dengan mana ditafsirkan bahwa penguasaan negara juga termasuk dalam arti pemilikan privat yang tidak harus selalu 100%. Artinya, pemilikan saham Pemerintah dalam badan usaha yang menyangkut cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak commit dimaksud, to user dapat

56 digilib.uns.ac.id 42 Kompetisi Penyediaan Listrik bersifat mayoritas mutlak (di atas 50%) atau bersifat mayoritas relatif (di bawah 50%) sepanjang Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas relatif tersebut secara hukum tetap memegang kedudukan menentukan dalam pengambilan keputusan di badan usaha dimaksud Mahkamah berpendapat, ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tidaklah menolak privatisasi, sepanjang privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan negara c.q. Pemerintah untuk menjadi penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. Pasal 33 UUD 1945 juga tidak menolak ide kompetisi di antara para pelaku usaha, sepanjang kompetisi itu tidak meniadakan penguasaan oleh negara yang mencakup kekuasaan untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat Kompetisi dalam kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik di wilayah yang telah dapat menerapkan kompetisi dan secara unbundling, menurut ahli hanya akan terjadi di daerah JAMALI (Jawa, Madura dan Bali) sebagai pasar yang telah terbentuk yang Fungsional Komparatif

57 digilib.uns.ac.id 43 Pemisahan penyediaan tenaga listrik (Unbundling) akan dimenangkan oleh usaha yang kuat secara teknologis dan finansial, sedang di daerah yang pasarnya belum terbentuk di luar Jawa, Madura dan Bali, menjadi kewajiban Pemerintah/BUMN yang boleh melaksanakannya secara terintegrasi, hal mana tidak mampu dilakukan tanpa melalui subsidi silang dari pasar yang telah menguntungkan di JAMALI tersebut, sehingga kewajiban untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia tidak akan tercapai, karena pelaku usaha swasta akan berorientasi kepada keuntungan yang hanya diperoleh di pasar yang sudah terbentuk; berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa untuk menyelamatkan dan melindungi serta mengembangkan lebih lanjut perusahaan negara (BUMN) sebagai aset negara dan bangsa agar lebih sehat yang selama ini telah berjasa memberikan pelayanan kelistrikan kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia, baik yang beraspek komersiil maupun nonkomersiil sebagai wujud penguasaan negara, sehingga ketentuan Pasal 16 UU No. 20 Tahun 2002 yang memerintahkan sistem pemisahan/pemecahan usaha ketenagalistrikan (unbundling system) dengan pelaku usaha yang berbeda akan semakin membuat terpuruk BUMN yang akan bermuara kepada tidak terjaminnya pasokan listrik kepada semua lapisan masyarakat, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial. Komparatif

58 digilib.uns.ac.id 44 Amar putusan: mangabulkan Dengan demikian yang akan merugikan masyarakat, bangsa dan negara. Keterangan ahli yang diajukan pemohon telah menjelaskan pengalaman empiris yang terjadi di Eropa, Amerika Latin, Korea, dan Meksiko, sistem unbundling dalam restrukturisasi usaha listrik justru tidak menguntungkan dan tidak selalu efisien dan malah menjadi beban berat bagi negara, sehingga oleh karenanya Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 Adanya kenyataan inefisiensi BUMN yang timbul karena faktor-faktor miss-management serta korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan Pasal 33 UUD 1945, bak pepatah buruk muka cermin dibelah. Pembenahan yang dilakukan haruslah memperkuat penguasaan negara untuk dapat melaksanakan kewajiban konstitusionalnya sebagaimana disebut dalam Pasal 33 UUD Mahkamah berpendapat cabang produksi dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 di bidang ketenagalistrikan harus ditafsirkan sebagai satu kesatuan antara pembangkit, transmisi, dan distribusi sehingga dengan demikian, meskipun hanya pasal, ayat, atau bagian dari ayat tertentu saja dalam undang-undang a quo yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat akan tetapi hal tersebut mengakibatkan UU No. 20 Tahun 2002 secara Natural Fungsional

59 digilib.uns.ac.id 45 keseluruhan tidak dapat dipertahankan, karena akan menyebabkan kekacauan yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penerapannya; 2. meskipun ketentuan yang dipandang bertentangan dengan konstitusi pada dasarnya adalah Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68, khususnya yang menyangkut unbundling dan kompetisi, akan tetapi karena pasal-pasal tersebut merupakan jantung dari UU No. 20 Tahun 2002 padahal seluruh paradigma yang mendasari UU Ketenagalistrikan adalah kompetisi atau persaingan dalam pengelolaan dengan sistem unbundling dalam ketenagalistrikan yang tercermin dalam konsideran Menimbang huruf b dan c UU Ketenagalistrikan. Hal tersebut tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang merupakan norma dasar perekonomian nasional Indonesia; Sumber : Putusan Perkara Nomor /PUU-I/2003 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan juga dimohonkan judicial review oleh Serikat Pekerja PT. PLN (SP PLN) yang diwakili oleh Ir. Ahmad Daryoko selaku Ketua Umum DPP SP PLN ke Mahkamah Konstitusi dengan register nomor perkara 149/PUU-VII/2009 tertanggal 8 Desember 2009 dengan menguji Pasal 10 ayat (2), (3), Pasal 11 ayat (3), (4), Pasal 20, Pasal 33 ayat (1), (2), dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dalam amar putusan dari Mahkamah Konstitusi atas nomor perkara 149/PUU-VII/2009 menolak permohonan Pemohon untuk

60 digilib.uns.ac.id 46 seluruhnya dengan pertimbangan hukum bahwa berdasarkan uraian pertimbangan Pemohon baik selaku perorangan warga negara Indonesia maupun selaku badan hukum serikat pekerja Perusahan Listrik Negara tidak dapat membuktikan ketentuan Pasal 10 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 20, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 56 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD Tinjauan tentang Public Services (Pelayanan Publik) a. Pengertian Public Services (Pelayanan Publik) Pengertian mengenai Public Services (Pelayanan Publik) sangat kompleks mulai dari yang tertuang di dalam peraturan perundangundangan hingga kepada para pakar, berikut definisi tersebut : 1) Pelayanan publik menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 2) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum, pelayanan publik didefinisikan sebagai suatu bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum dinyatakan bahwa pelayanan umum ini mengandung sendi-sendi, yaitu: (a) Kesederhanan, maksudnya prosedur atau tata commit cara pelayanan to user umum diselenggarakan secara

61 digilib.uns.ac.id 47 mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan; (b) Kejelasan dan kepastian, maksudnya ada kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, baik secara teknis maupun secara administrasi, rincian biaya, jadwal umum, hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima pelayanan; (c) Keamanan, dalam arti proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta memberikan kepastian hukum; (d) Keterbukaan, maksudnya prosedur dan persyaratan pelayanan diinformasikan secara terbuka. (e) Efisiensi; (f) Keadilan yang merata; (7) Ekonomis dan ketepatan waktu. 3) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki (Nurcholish, 2005 : 178). 4) Pelayanan publik menurut Ratminto (2005 : 5) dapat didefinisikan sebagai segala bentuk barang dan jasa yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Sehubungan dengan usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat yang disebutkan di atas, maka empowering commit masyarakat to user yang saat ini telah mengubah

62 digilib.uns.ac.id 48 masyarakat menjadi semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan, dan aspirasinya kepada pemerintah. Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan pelayanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif, dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Widodo, 2001 : 124). Sehingga, Pelayanan publik secara umum dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998 : 11). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan professional. b. Hakekat Pelayanan Publik Hakekat pelayanan publik adalah pemberian layanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik ada beberapa asas pelayanan publik, yaitu :

63 digilib.uns.ac.id 49 1) Transparansi. Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2) Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. 4) Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. 5) Kesamaan Hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. 6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masingmasing pihak. Sedangkan, menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan : 1) Kepentingan umum; 2) Kepastian hukum; 3) Kesamaan hak; 4) Keseimbangan hak dan kewajiban; 5) Keprofesionalan; 6) Partisipatif; 7) Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; 8) Keterbukaan; 9) Akuntabilitas; 10) Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; 11) Ketepatan waktu; dan 12) Kecepatan, kemudahan, commit dan to keterjangkauan. user

64 digilib.uns.ac.id 50 c. Standar dan Kriteria Penyelenggaraan Pelayanan Publik Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan, sebagai jaminan adanya kepastian bagi pemberi di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dan bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan, serta sebagai alat kontrol masyarakat dan/atau penerima layanan atas kinerja penyelenggara pelayanan. Dengan begitu, standar pelayanan publik atau ukuran dasar adalah untuk mengetahui mutu pelayanan. Sasaran ukurannya adalah untuk mengetahui apakah pelayanannya sudah memuaskan atau belum memuaskan. Standar pelayanan birokrasi pada umumnya ditentukan dalam undang-undang atau perundang-undangan (Hardiyansyah, 2011 : 28). Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Standar pelayanan sekurangkurangnya harus meliputi: 1) Prosedur Pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. 2) Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. 3) Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan. 4) Produk atau hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5) Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

65 digilib.uns.ac.id 51 6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan/keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Untuk itu juga dibutuhkan kriteria penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sesuai Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, kriteria penyelenggaraan pelayanan publik tersebut antara lain meliputi : 1) Kesederhanaan, maksudnya prosedur atau tata cara pelayanan umum secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan; 2) Kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas pelayanan, maksudnya ada kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, baik secara teknis maupun secara administrasi, rincian biaya, jadwal umum, hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima pelayanan; 3) Kesesuaian persyaratan pelayanan; 4) Kedisiplinan petugas pelayanan; 5) Kejelasan petugas pelayanan; 6) Keahlian dan keterampilan petugas pelayanan; 7) Kepastian jadwal pelayanan dan ketepatan waktu; 8) Kecepatan pelayanan; 9) Keadilan mendapatkan pelayanan; 10) Kesopanan dan keramahan petugas; 11) Kewajaran dan kepastian biaya pelayanan; 12) Kejujuran petugas pelayanan; 13) Keamanan, kenyamanan dalam arti proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta memberikan kepastian hukum; 14) Kenyamanan lingkungan. Dari beberapa uraian di atas dapat dilihat bahwa pelayanan publik dilaksanakan oleh pemerintah commit dalam to user arti barang dan jasa publik adalah

66 digilib.uns.ac.id 52 tanggung jawab pemerintah melalui instansinya baik dari pusat hingga daerah. Pelayanan publik berupa barang dan jasa publik tidak berorientasi pada profit, artinya pelayanan publik tidak hanya dilaksanakan untuk meningkatkan keuntungan tetapi untuk kepuasan masyarakat sebagai pelanggan. Pemerintah dapat memberikan kepada masyarakat suatu pelayanan publik yang prima, sehingga dengan demikian persepsi masyarakat terhadap kinerja birokrasi pemerintah akan menjadi lebih baik lagi, yang pada akhirnya nanti dapat dibangun hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat. Pada satu sisi, pemerintah akan memiliki legitimasi yang kuat dihadapan masyarakat dan pada sisi yang lain masyarakat akan mendapat pelayanan yang baik dan prima dari pemerintah. d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik menurut Hardiyansyah (2011 : 73) ada beberapa faktor, yaitu sebagai berikut : 1) Motivasi kerja aparat memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik. 2) Pengawasan masyarakat yang meliputi komunikasi dan nilai masyarakat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik. 3) Perilaku birokrasi sebagai variabel bebas berpengaruh terhadap layanan. 4) Implementasi kebijakan pelayanan terpadu berpengaruh terhadap kualitas pelayanan sipil. 5) Perilaku birokrasi secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik. 6) Kinerja birokrasi berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik. 7) Kontrol sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas pelayanan civil. 8) Implementasi kebijakan tata ruang mempunyai hubungan korelasi yang berpengaruh terhadap commit kualitas to user pelayanan.

67 digilib.uns.ac.id 53 9) Terdapat pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai. 10) Perilaku aparat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas layanan publik. 11) Motivasi kerja aparat yang meliputi dimensi kebutuhan, pengharapan, insentif, dan keadilan berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik. 12) Kemampuan aparatur memberikan pengaruh lebih besar daripada perilaku aparatur terhadap kualitas pelayanan. 13) Pengalaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan. 14) Tanggung jawab memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan. 15) Komunikasi, disposisi, dan struktur birokrasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan. 16) Kemampuan aparatur, budaya organisasi dan kebijakan yang mendukung menjadi variabel utama yang mempengaruhi kinerja pelayanan publik sedangkan variabel motivasi menjadi faktor proaktif dan dinamisator bagi peningkatan kinerja pelayanan publik. 17) Iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pelayanan publik dan pelaksanaan pelayanan publik berpengaruh positif terhadap kepuasan masyarakat. 18) Perencanaan fasilitas baik secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. 19) Perubahan radikal, restrukturisasi, pemanfaatan teknologi informasi dan efisiensi pelayanan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan. 20) Pemberdayaan aparatur birokrasi berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan.

68 digilib.uns.ac.id 54 e. Service Excellent (Prinsip Kualitas Jasa) Untuk menanamkan rasa kepedulian petugas terhadap pelayanan yang berkualitas. Maka perlu ditanamkan 6 (enam) prinsip kualitas jasa kepada para petugas (Fandy Tjiptono, 2005 : 89), yaitu : 1) Kepemimpinan, peran pemimpin sangat penting untuk kemajuan kualitas pelayanan di mana pemimpin akan mengajak pegawainya untuk lebih menghargai pelanggan. 2) Pendidikan, setiap pegawai maupun atasannya wajib mengikuti pendidikan mengenai kualitas. 3) Perencanaan srategi, proses perencanaan strategis harus mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya. 4) Meninjau (review), dengan pengawasan yang terus-menerus akan mengubah perilaku organisasional. 5) Komunikasi, proses komunikasi dapat mempengaruhi karyawan dalam meningkatkan kualitas layanan. 6) Total Human Reward, karyawan yang berprestasi perlu diberikan imbalan. Menurut Fandy Tjiptono (2005 : 69), faktor penyebab buruknya kualitas jasa bergantung pada kualitas suatu pelayanan diciptakan oleh perusahaan di mana perusahaan tersebut akan mendidik pegawainya untuk memahami kepuasan pelanggannya. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan buruknya kualitas pelayanan adalah dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai, gap komunikasi, memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama, visi bisnis jangka pendek. Strategi penyempurnaan kualitas jasa yaitu dengan meningkatkan kualitas jasa namun juga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan atau menekan sakelar lampu. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan secara cermat, karena upaya penyempurnaan kualitas jasa berdampak signifikan terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian utama antara lain mengidentifikasi determinan commit utama to user kualitas jasa, mengelola ekspektasi

69 digilib.uns.ac.id 55 pelanggan, mengelola bukti kualitas jasa, mendidik konsumen tentang jasa, menumbuhkembangkan budaya kualitas, menciptakan automating quality, menindaklanjuti jasa dan mengembangkan sistem informasi kualitas jasa (Fandy Tjiptono, 2005 : 71). f. Indikator Mutu Pelayanan Penyediaan Tenaga Listrik Oleh PT. PLN (Persero) Telah diketahui berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor /39/600.2/2002 tentang Indikator Mutu Pelayanan Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Umum yang Disediakan Oleh PT. PLN (Persero) di dalam konsiderans berbunyi bahwa PT. PLN (Persero) wajib memberikan pelayanan yang baik serta di dalam Pasal 1, PT. PLN (Persero) wajib memenuhi pelayanan yang baik kepada masyarakat umum yang berupa : 1) hak dan kewajiban penerima pelayanan dan jadwal waktu pelayanan diatur secara jelas; 2) prosedur dan mekanisme pelayanan mudah dipahami, sederhana, serta di informasikan secara luas; 3) pelayanan diberikan secara tertib dan teratur sesuai prosedur yang sudah ditetapkan. Ketiga kewajiban yang harus dipenuhi PT. PLN (Persero) itu untuk meningkatkan mutu pelayanan PT. PLN (Persero) juga terdapat indikator secara terperinci terkait dengan pemadaman yang dilakukan oleh PLN tersebut, yaitu berdasar Pasal 3 dan ditambah dengan Peraturan intern PT. PLN (Persero) melalui Key Performance Indicator tersebut, yaitu sebagai berikut : a) Lama gangguan per pelanggan dinyatakan dalam jam/bulan; b) Jumlah gangguan per pelanggan dinyatakan dalam kali/ bulan; c) Kecepatan menanggapi pengaduan gangguan (respon time) dinyatakan dalam jam; d) Kecepatan mengatasi gangguan (recovery time) dinyatakan dalam menit. e) Rasio jumlah gangguan penyulang per 100 kms dinyatakan dalam kali/100 kms.

70 digilib.uns.ac.id 56 f) Rasio jumlah kerusakan trafo distribusi, dinyatakan dalam perbandingan jumlah trafo rusak/aset g) Tingkat kepuasan pelayanan pelanggan. Indikator tersebut dipergunakan untuk meningkatkan kualitas jasa pelayanan PT. PLN (Persero). Jasa pelayanan merupakan tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain baik itu yang berkaitan dengan produk barang maupun sebaliknya. Sedangkan karakteristik yang dimiliki oleh produk jasa dikelompokkan menjadi empat : tidak berwujud (intangibles), tidak dapat dipisahkan (inseparability), bervariasi (variability), dan tidak tahan lama (perishability). Dapat dikatakan pula bahwa citra kualitas jasa yang baik bukanlah berdasarkan kepada persepsi perusahaan, tetapi lebih berdasarkan kepada persepsi konsumen dan ini merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu produk jasa. Parameter kualitas kinerja PT. PLN (Persero) berupa kinerja yang merupakan sesuatu yang telah dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankannya dan untuk mengetahui itu diperlukan indikator sebagai alat pengukur hasil yang didapat. Indikator tersebut antara lain :

71 digilib.uns.ac.id 57 NO. PELANGGAN 1. Kepuasan Pelanggan Tabel 3 : Key Performance Indicator KEY PERFORMANCE INDICATOR 2. Penambahan Jumlah Pelanggan 3. Komplain Pelanggan 4. Kecepatan Pelayanan Pasang Baru PRODUK DAN LAYANAN 1. Saidi Distribusi 2. Saifi Distribusi 3. Mutu Tegangan Pelayanan 4. Respon Time 5. Recovery Time PROSES BISNIS INTERNAL 1. Susut Distribusi Tanpa I-4 2. Rasio Kerusakan Trafo Distribusi 3. Gangguan Penyulang per 100 kms 4. Perputaran Material 5. Pelaksanaan E-proc 1. BPP KEUANGAN DAN PASAR 2. Umur Piutang 3. Biaya Adm/Pelanggan 4. Penyerapan Disburse Investasi APLN 1. ERM KEPEMIMPINAN 2. Temuan Auditor Internal 3. Kepatuhan

72 digilib.uns.ac.id 58 Sumber : PT. PLN (Persero) Indikator yang ada juga menuntut PT. PLN (Persero) untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan yang dimaksud adalah usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (admin : kamusbahasaindonesia.org). Sedangkan, pelayanan pelanggan adalah semua layanan yang diberikan oleh perusahaan yang diterima dan dipersepsikan oleh pelanggan secara total, sesuai dengan kebutuhan/harapan pelanggan. Dilihat dari definisi tersebut maka pelayanan pelanggan merupakan suatu usaha untuk melayani kebutuhan pelanggan untuk menyelesaikan permasalahannya. Sehingga, apabila indikator yang dijadikan pedoman oleh PT. PLN (Persero) telah terlaksana maka bisa menumbuhkan kepuasan terhadap pelanggan. Kepuasan pelanggan mempunyai arti penting untuk mengukur tingkat perasaan seseorang atau pelanggan setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan antara lain sistem keluhan dan saran; untuk mengetahui respons pelanggan terhadap suatu produk; survei kepuasan pelanggan, proses bagi perusahaan menerima umpan balik dari para pelanggan (Endang Suprihatin, 2006 : 12-15).

73 digilib.uns.ac.id 59 B. Kerangka Pemikiran Premis Mayor 1. Ajaran (Teori) (sebagai acuan bahwa listrik merupakan cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak - Teori Roscoe Pound - Teori Theo Huijbers - Teori Mubyarto 2. Peraturan Perundangundangan - Pasal 33 ayat (2) UUD Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan - Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang BUMN 3. Putusan MK interpretasi i n t e r p r e t a s i Premis Minor (Peristiwa Hukum) - Adanya pemadaman - Kecukupan PSO listrik dari Pemerintah untuk PLN Public Service Oleh PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten - Keandalan pasokan listrik - Pemberian subsidi listrik berdasarkan golongan tarif - Implikasi kepada masyarakat Kesimpulan - Reinvensi Public Service Terhadap Permasalahan Pemadaman Oleh PT. PLN (Persero) Dengan Menggunakan Program Perang Padam Jawa Bali

74 digilib.uns.ac.id 60 Keterangan : Bagan 1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa untuk menginterpretasikan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara yang berorientasi bahwa pasokan energi listrik dikuasai oleh negara yang pengelolaannya dilakukan oleh PT. PLN (Persero), tetap mendapat kontrol dari pemerintah juga ada regulasi yang mengatur kelistrikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan berikut dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Putusan dari Mahkamah Kostitusi. Ajaran (teori) dari Roscoe Pound, Theo Huijbers, dan Mubyarto bisa dijadikan suatu pijakan bahwa listrik merupakan hal ikhwal yang digunakan sebagai komoditas kehidupan sehari-hari merupakan kebutuhan primer yang dikuasai oleh negara dan dikelola oleh PT. PLN (Persero) dalam upaya memenuhi hajat hidup orang banyak yang dalam menjalankan kewenangannya berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Peraturan perundang-undangan yang menjadi umbrella act oleh PT. PLN (Persero) tersebut di interpretasikan dalam upaya pengelolaan public services karena PT. PLN (Persero) merupakan distributor listrik untuk konsumennya maka PT. PLN (Persero) memiliki hubungan yang sangat erat dalam mengelola pasokan listrik, pemberian subsidi listrik dari pemerintah dan implikasi yang didapat masyarakat. Merujuk dari konsep tersebut, kemudian untuk mengatasi agar listrik yang dikelola oleh PT. PLN (Persero) agar tidak terjadi pemadaman secara terus menerus maka dibutuhkannya Reinvensi Public Service terhadap permasalahan pemadaman oleh PT. PLN (Persero) agar terbentuk PLN secara excellence performance sehingga dibutuhkannya kecukupan Public Service Obligation (PSO) listrik dari pemerintah karena listrik merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan sebagai wujud untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak seperti yang telah diamanatkan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 perlu mendapatkan suatu commit perbaikan. to user

75 digilib.uns.ac.id BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Fungsi Public Service PT. PLN (Persero) Area Surakarta dan PT. PLN (Persero) Area Klaten Dalam Pengelolaan Ketenagalistrikan 1. Pengelolaan Ketenagalistrikan oleh PT. PLN (Persero) PT. PLN (Persero) didirikan berdasarkan akta yang disahkan dengan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor C HT Th.94 tanggal 1 Agustus 1994, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 73 tanggal 13 September 1994, Tambahan Nomor Berdasarkan keputusan tersebut kemudian dibuat anggaran dasar untuk memuat dan mengatur segala aktivitas perusahaan. Sesuai anggaran dasar Perusahaan terakhir diubah berdasarkan akta Nomor 2 tanggal 1 Juli 2008 dari Lenny Janis Ishak S.H., notaris di Jakarta, dalam rangka penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor AHU AH Th 2008 tanggal 1 Agustus 2008, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 92 tanggal 14 Nopember 2008, Tambahan Nomor berdasarkan akta Nomor 15 tanggal 30 Januari 2009 dari Lenny Janis Ishak S.H., notaris di Jakarta, atas perubahan Pasal 10 dan 11 mengenai tugas dan wewenang direksi. Akta perubahan ini telah diterima dan dicatat di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat Nomor AHUAH tanggal 20 Maret 2009 (Admin : s.pdf). Sesuai dengan Pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, maksud dan tujuan Perusahaan adalah untuk commit menyelenggarakan to user usaha penyediaan tenaga 61

76 digilib.uns.ac.id 62 listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Perusahaan dalam menyediakan tenaga listrik juga didasarkan pada Responsible for establishing norms and standards relating to transformation, reform, innovation and any other matter, to improve the effectiveness and efficiency of the public sector and its service delivery to the public (Public Service Act as amended in 2007) (Thuli Radebe, 2009 :10). Terjemahan bebasnya sebagai berikut : Perusahaan dalam menyediakan tenaga listrik juga didasarkan pada "Pertanggungjawaban untuk menerapkan norma-norma dan standar yang berkaitan dengan transformasi, reformasi, inovasi dan hal lainnya, sehingga bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi sektor publik dan pelayanan langsung kepada masyarakat (Thuli Radebe, 2009 :10). Pelayanan ketenagalistrikan yang diberikan PT. PLN (Persero) memang harus berdasar sebuah harapan yang sangat ditunggu oleh setiap masyarakat. Hal ini, disebabkan oleh beberapa sektor yang belum terdapat pelayanan yang sangat baik dan tidak memuaskan pelanggan yang menggunakan jasa listrik negara dengan berbagai keperluan. PT. PLN (Persero) sebagai pengelola ketenagalistrikan di Indonesia merupakan perusahaan perseroan negara yang bergerak di bidang ketenagalistrikan dengan meliputi sektor pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik di seluruh wilayah Indonesia, baik di perkotaan maupun pedesaan baik untuk kalangan industri, komersial, rumah tangga maupun umum. Berdirinya dan perkembangan PT. PLN (Persero) pun mengikuti perjuangan bangsa Indonesia dari masa pendudukan bangsa asing sampai dengan masa merebut kemerdekaan sampai sekarang berbentuk perusahaan perseroan. Hal itulah merupakan intisari dari Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 sebagai perusahaan yang menjalankan dan berkapasitas memonopoli listrik sebagai barang commit yang to user menguasai hajat hidup orang banyak

77 digilib.uns.ac.id 63 dan sebagai perusahaan yang mempunyai struktur organisasi besar itu didirikan dengan visi dan misi perusahaan yang bertujuan menjadi perusahaan berkelas dunia Visi dan misi dibutuhkan sebagai faktor pendukung kinerja untuk mempersiapkan target yang akan dicapai kedepannya. Adapun visi PT. PLN (Persero) adalah Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul, dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani dan misi PT. PLN (Persero) adalah (Admin : : a. Menjalankan bisnis ketenagalistrikan danq bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota, dan pemegang saham. b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi. d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan. Tujuan pendirian PT. PLN (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) adalah sebagai berikut (Hendri Apriyadi, 2011 : 60) : a. Menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum, sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. b. Mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai. c. Merintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik. d. Menyelenggarakan usaha-usaha lain yang menunjang usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan merupakan serangkaian kegiatan usaha Perusahaan melingkup pada bidang usaha yang bergerak pada bidang ketenagalistrikan yang meliputi pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik di seluruh wilayah Indonesia dengan memiliki beberapa tugas pokok, yaitu commit menyediakan to user tenaga listrik dalam arti seluas-

78 digilib.uns.ac.id 64 luasnya bagi kepentingan umum, mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan kualitas yang memadai dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan ekonomi, merintis usaha-usaha lain yang menunjang penyediaan tenaga listrik dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan tugas tersebut, PT. PLN (Persero) mempunyai cabang-cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik berupa unit kantor pusat, unit penunjang, unit distribusi, unit pembangkitan dan penyaluran serta unit proyek induk pembangkitan dan jaringan, di mana masing-masing unit tersebut mempunyai tugas dan tanggung jawab berbeda, sebagai berikut (Ariyanto, 2009 : 48-49) : a. Unit Distribusi, dengan unit dibawahnya yang meliputi : Di tingkat Area Pelayanan dan Jaringan (APJ)/di tingkat Area Pelayanan (AP)/di tingkat Area Jaringan (AJ)/di tingkat Area Pengatur Distribusi, yang bertugas dan bertanggung jawab merencanakan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi serta membuat laporan atas pencapaian pendapatan penjualan tenaga listrik, pelayanan pelanggan, pengoperasian, pemeliharaan jaringan distribusi di daerah kerjanya secara efisien dengan mutu dan keandalan yang baik untuk mencapai kinerja unit. b. Unit Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) Jawa Bali : Bertugas dan bertanggung jawab mengoperasikan sistem tenaga listrik, memelihara instalasi sistem transmisi, mengelola pelaksanakan jual beli tenaga listrik di sisi tegangan tinggi, merencanakan pengembangan sistem dan membangun kelengkapan instalasi sistem transmisi untuk sistem listrik Jawa-Bali. c. Unit Pembangkitan Bertugas dan bertanggung jawab menjaga keandalan operasi dan pemeliharaan unit-unit pembangkit berdasarkan sistem operasi dan prosedur yang sesuai persyaratan teknis dan menjamin serta mengelola penyediaan bahan bakar commit minyak/gas to user bumi, sumber daya manusia dan

79 digilib.uns.ac.id 65 sumber daya lainnya untuk keperluan pengoperasian dan pemeliharaan pembangkit. d. Unit Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Bertugas dan bertanggung jawab mengelola kegiatan Proyek Pembangkit sesuai kontrak dengan menggunakan Jasa Manajemen Konstruksi sebagai bagian pencapaian target kinerja proyek yang ditetapkan perusahaan dan mengelola Proyek Jaringan sesuai kontrak dengan menggunakan Jasa Manajemen Konstruksi sebagai bagian pencapaian target kinerja proyek. Unit-unit tersebut mengatur segala yang berkaitan dengan sistem tenaga listrik dan dapat dikatakan sebagai kumpulan atau gabungan yang terdiri dari komponen-komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi dan beban yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan sehingga membentuk suatu sistem dan dapat digambarkan seperti di bawah ini : POWER PLANT TRANSMISSION LINES SUBSTATION BIG INDUSTRIES DISTRIBUTION TRANSFORMER MIDDLE INDUSTRIES MEDIUM VOLTAGE LINES PUBLIC ROAD LAMP MALL SMALL INDUSTRIES HOUSING LOW VOLTAGE LINE Gambar 1. Sistem Tenaga listrik

80 digilib.uns.ac.id 66 Setiap unit-unit tersebut sering kali terdapat persoalan teknis sehingga menyebabkan angka pemadaman di Jawa Bali meningkat. Terkendalanya penggunaan listrik oleh masyarakat sebagai publik yang dilayani dapat terdefinisikan sebagai setiap aktivitas pelayanan yang dilakukan pemerintah, individu, organisasi, dan yang lainnya (the others) dalam rangka merespon tuntutan individu, kelompok, organisasi, dan yang lainnya (the others) yang bersinggungan dengan kepentingan keseluruhan populasi tersendat (Alamsyah, 357 : 2011). Berdasarkan Surat Edaran Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 031.E/471/DIR/1993 tentang Penjelasan Kode Pemadaman, penyebab angka pemadaman yang kian meningkat ditimbulkan dari berbagai faktor yaitu antara lain : a. Pemadaman Karena Gangguan Pemadaman karena gangguan ini dibedakan menjadi beberapa kelompok yang lebih rinci, sebagai berikut : 1) Kelompok Sambungan Tenaga Listrik dan APP, antara lain : a) Pelebur pembatas putus/rusak; b) MCB pembatas rusak; c) Rele dan/atau CB rusak; d) Pelebur putus dan LBS jatuh atau rusak; e) Kerusakan/gangguan sambungan masuk pelayanan (SMP); f) Kerusakan/gangguan sambungan luar pelayanan (SLP); g) Gangguan sambungan masuk kabel tanah; h) Jatuhnya pemutus karena asutan motor, pemakaian berlebih dari pelanggan; i) Kubikel APP/komponennya rusak atau gagal bekerja; j) Kubikel tegangan menengah bukan pengukuran rusak; k) Kubikel SACO, ACO rusak; l) CT outdoor rusak; m) PT outdoor rusak; n) Kerusakan konektor;

81 digilib.uns.ac.id 67 o) Lain-lain. 2) Kelompok Jaringan Tegangan Rendah, antara lain : a) Pelebur Tegangan Rendah Putus; b) Gangguan dahan, pohon sehingga pelebur tegangan rendah putus; c) Gangguan kabel tanah tegangan rendah; d) Kerusakan papan hubung bagi tegangan rendah karena beban berlebih, mutu jelek, dan lain sebagainya; e) Isolator rusak; f) Penghantar tegangan rendah putus; g) Kerusakan konektor; h) Jamper saluran udara tegangan rendah rusak; i) Lain-lain. 3) Kelompok Transformator Gardu Distribusi, antara lain : a) Pelebur tegangan menengah putus; b) Bulusan akhir (terminal) kabel tegangan menengah di gardu rusak; c) Kubikel atau komponennya rusak; d) Transformator rusak; e) Kabel primer trafo rusak; f) Kabel sekunder trafo rusak; g) Jamper trafo tiang rusak; h) Lightning arester rusak; i) Isolator trafo rusak; j) PMT/Lastrener terbuka; k) PMT terbuka/pelebur tegangan menengah putus karena binatang; l) Lain-lain. 4) Kelompok Tiang Listrik Tegangan Rendah dan Tegangan Menengah, antara lain : a) Tiang listrik tegangan rendah dan/atau tegangan menengah roboh dilanggar kendaraan;

82 digilib.uns.ac.id 68 b) Tiang listrik tegangan rendah dan/atau tegangan menengah roboh karena tua; c) Tiang listrik tegangan rendah dan/atau tegangan menengah roboh karena sebab lain; d) Kerusakan bagian-bagian tiang listrik tegangan rendah kecuali isolator dan penghantar; 5) Kelompok Tiang Listrik Tegangan Rendah dan Tegangan Menengah (lain-lain), antara lain : a) Pemutus tegangan menengah terbuka, pelebur tegangan menengah putus karena pohon/dahan; b) Pemutus tegangan menengah terbuka, pelebur tegangan menengah putus karena binatang dalam gardu; c) Pemutus tegangan menengah terbuka, pelebur tegangan menengah putus karena hujan/petir atau gangguan sementara (intermitten fault yang lain); d) Pemutus tegangan menengah terbuka, pelebur tegangan menengah putus karena sebab lain; e) Rele bekerja tanpa penyebab jelas, PMT dapat masuk kembali; f) Komponen saluran udara tegangan menengah terbakar tetapi pemutus/pelebur tidak terbakar; g) Kerusakan konektor; h) Saluran udara tegangan menengah putus; i) Jamper saluran udara tegangan menengah rusak; j) Saluran udara tegangan menengah lepas dari isolator; k) Isolator rusak; l) Cut out rusak; m) Pole switch rusak; n) Lightning arester rusak; o) Lain-lain.

83 digilib.uns.ac.id 69 6) Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM), antara lain : a) PMT tegangan menengah terbuka atau pelebur tegangan menengah putus karena gangguan kabel; b) PMT tegangan menengah terbuka atau pelebur tegangan menengah putus karena penggalian yang tidak sengaja; c) PMT tegangan menengah terbuka atau pelebur tegangan menengah putus karena kerusakan bulusan penyambung (kotak sambung) kabel; d) PMT tegangan menengah terbuka atau pelebur tegangan menengah putus karena kerusakan bulusan akhir (terminal) kabel; e) PMT terbuka/pelebur tegangan menengah putus karena binatang; f) Rele bekerja karena ikutan (sympthetic tripping); g) Rele bekerja karena beban berlebih; h) Rele bekerja tanpa penyebab yang jelas yang mengakibatkan PMT dapat masuk kembali; i) Lain-lain. 7) Gangguan Transmisi dan Gardu Induk, antara lain : a) Padam karena gangguan transmisi 500 kv; b) Padam karena gangguan transmisi 150 kv; c) Padam karena gangguan transmisi 70 kv; d) Pemadaman karena gangguan trafo gardu induk; e) Pemadaman karena kerusakan alat sakel (switchgear) tegangan 500 atau 150 atau 70 kv; f) Pemadaman karena kerusakan alat sakel (swicthgear) tegangan menengah; g) Pemadaman karena kendala transmisi (beban berlebih, tegangan menurun); h) Pemadaman karena trafo gardu induk mengalami beban berlebih (overload); i) Lain-lain.

84 digilib.uns.ac.id 70 8) Kelompok Padamnya Sumber Tenaga, antara lain : a) Padam karena gangguan gardu induk pusat pembangkit; b) Padam karena gangguan penggerak mula atau generator pusat pembangkit; c) Padam karena gangguan station service pusat pembangkit; d) Rele pelepas beban bekerja karena gangguan gardu induk pusat pembangkit; e) Rele pelepas beban bekerja karena gangguan penggerak mula atau generator pusat pembangkit; f) Rele pelepas beban bekerja karena gangguan station service pusat pembangkit; g) Pemadaman secara manual karena gangguan gardu induk pusat pembangkit; h) Pemadaman secara manual karena gangguan penggerak mula atau generator pusat pembangkit; i) Pemadaman secara manual karena gangguan station service pusat pemabngkit; j) Pemadaman sementara secara manual karena cadangan daya kurang; k) Lain-lain. 9) Kelompok Bencana Alam, antara lain : a) Angin kencang; b) Hujan lebat; c) Banjir; d) Tanah longsor; e) Gempa bumi; f) Kebakaran; g) Lain-lain. b. Pemadaman Terencana Pemadaman terencana ini juga dibedakan menjadi kelompok yang lebih rinci, sebagai berikut commit : to user

85 digilib.uns.ac.id 71 1) Karena pembangunan; 2) Karena pemeliharaan; 3) Karena pelaksanaan perubahan tegangan menengah; 4) Karena pelaksanaan perubahan tegangan rendah; 5) Karena pelaksanaan rehabilitasi; 6) Karena pelebaran jalan; 7) Pemadaman bergilir karena cadangan daya kurang; 8) Lain-lain. Berbagai segi faktor pemadaman tersebut terjadi dalam pengoperasian sistem tenaga listrik yang seyogyanya frekuensi sistem harus dijaga agar selalu mendekati nilai nominalnya, yaitu 50 Hz. Frekuensi nominal ini menandakan adanya keseimbangan antara beban ditambah susut transmisi dan pembangkitan. Jika frekuensi sistem lebih rendah dari frekuensi nominal, yang menandakan adanya kekurangan pembangkitan tenaga listrik, maka produk listrik tidak sesuai dengan Tingkat Mutu Pelayanan (TMP)-nya. Sebaliknya, jika frekuensi sistem melebihi frekuensi nominal, selain tidak sesuai dengan TMP, hal ini juga menandakan adanya kelebihan pembangkitan sehingga meningkatkan biaya produksi tenaga listrik dan mengurangi keekonomisannya. Dalam aturan jaringan sistem Jawa Bali, ekskursi frekuensi didefinisikan sebagai kejadian naik atau turunnya frekuensi sistem melebihi 50.5 Hz atau kurang dari 49.5 Hz. Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab utama ekskursi frekuensi ini, antara lain: a. Fluktuasi beban yang disebabkan adanya perubahan permintaan beban konsumen; b. Gangguan pada unit unit pembangkit; c. Gangguan pada sistem penyaluran; d. Defisit daya di mana kemampuan pasokan daya pembangkit lebih rendah dari permintaan beban konsumen; Pada tahun 2009, Sistem Jawa Bali mengalami 398 kali ekskursi frekuensi. Dari jumlah tersebut, commit 80% to user disebabkan oleh fluktuasi beban.

86 digilib.uns.ac.id 72 Sampai dengan tahun 2014, P3BJB mentargetkan ekskursi frekuensi dapat ditekan hingga hanya 100 kali dalam setahun seperti ditunjukkan pada tabel di bawah. Tabel 4 : Road Map Perbaikan Ekskursi Frekuensi Sumber : Road Map PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali 2010 Selain merujuk terhadap frekuensi juga pada tegangan karena tegangan merupakan salah satu besaran pokok dalam sistem tenaga listrik yang perlu dikendalikan. Hal ini disebabkan karena tegangan merupakan salah satu tolok ukur kualitas layanan (Quality of Supply) yang harus dijaga sesuai dengan spesifikasi. Selain itu, tegangan juga berkaitan erat dengan keandalan sistem, dalam rangka menghindari terjadinya voltage collapse di sistem tenaga listrik. Dalam aspek keekonomisan, profil tegangan di jaringan tenaga listrik juga berpengaruh terhadap susut jaringan. Susut jaringan ini dapat diminimalisir jika profil tegangan di jaringan relatif mendekati nilai nominal (flat). Dalam aturan jaringan sistem Jawa Bali, ekskursi tegangan didefinisikan sebagai kejadian penyimpangan tegangan di jaringan listrik melebihi rentang sebagai berikut : Jaringan 500 kv : +/ 5% ( kv) Jaringan 150 kv : +5/ 10% ( kv) Jaringan 70 kv : +5/ 10% ( kv) Pada tahun 2009, di sistem Jawa Bali ekskursi tegangan terjadi di 13 GITET dari 23 GITET, 149 GI dari 294 GI 150 kv, dan 40 GI dari 91 GI 70 kv yang ada. Ekskursi tegangan paling banyak terjadi di Jawa bagian barat (Region Jakarta Banten dan Region Jawa Barat). Hal ini disebabkan

87 digilib.uns.ac.id 73 utamanya adalah karena daerah daerah tersebut merupakan pusat beban yang sebagian daya aktifnya dipasok dari Jawa bagian timur. Sementara di sisi lain, karena daya reaktif sifatnya lokal dan tidak dapat ditransfer melalui jarak yang jauh, daerah daerah tersebut mengalami kekurangan pasokan daya reaktif dan mengalami ekskursi tegangan. Sifat daya reaktif yang tidak dapat ditransfer melalui jarak yang jauh, mengakibatkan profil tegangan sangat dipengaruhi oleh komposisi pembangkitan. Tegangan akan menjadi lebih baik jika komposisi pembangkitan merata di setiap area. Sebaliknya, jika transfer antar area tinggi maka tegangan sistem akan cenderung lebih buruk. Hal ini akan menjadi kompleks jika pembangkit harus di dispatch sesuai dengan merit order sedemikian hingga mengakibatkan transfer antar area tinggi. Sampai dengan tahun 2014, P3BJB mentargetkan ekskursi tegangan dapat ditekan hingga hanya 1% dari GI dan GITET yang ada, yang mengalami ekskursi tegangan seperti ditunjukkan pada Tabel. Tabel 5 : Road Map Perbaikan Ekskursi Tegangan Sumber : Road Map PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali 2010 Persoalan-persoalan teknis sering timbul di dalam dunia kelistrikan, di mana tenaga listrik pada umumnya dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu yang jauh dari kumpulan pelanggan, sedangkan pemakai tenaga listrik atau pelanggan tenaga listrik tersebar di segala penjuru tempat. Dengan demikian penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkannya yang disebut pusat tenaga listrik sampai ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Dengan

88 Generator Transformator Pemutus Tenaga Distribusi sekunder Distribusi Primer perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74 menggunakan blok diagram sistem tenaga listrik dapat digambarkan sebagai berikut : Unit Pembangkitan Unit Transmisi Gardu Induk distribusi Unit Distribusi G Trf PMT Konsumen Besar PMT Konsumen Umum Gambar 2. Blok Diagram Sistem Tenaga Listrik Tenaga listrik dibangkitkan di pusat-pusat tenaga listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada di Pusat Listrik. Pemberian nama PLTA, PLTU, PLTP dan sebagainya yang umum diberikan kepada unit pembangkit listrik di lingkungan PLN didasarkan atas nama tenaga penggerak mulanya. PLTA misalnya di mana mesin pembangkit listriknya (generator) yang ada di kawasan tersebut digerakan atau diputarkan oleh suatu turbin penggerak yang berputar karena digerakan oleh pergerakan aliran air (turbin air) demikian juga halnya dengan PLTU mesin pembangkit listriknya digerakan oleh turbin uap. Saluran tenaga listrik yang menghubungkan pembangkitan dengan gardu induk (GI) dikatakan sebagai saluran transmisi karena saluran ini memakai standar tegangan tinggi dan dapat dikatakan sebagai saluran transmisi tegangan tinggi yang sering disebut dengan singkatan SUTT. Di lingkungan operasional PLN saluran transmisi terdapat dua macam nilai tegangan yaitu saluran transmisi yang bertegangan 70 KV dan saluran transmisi yang bertegangan 150 KV di mana SUTT 150 KV lebih banyak digunakan dari pada SUTT 70 commit KV. to Khusus user untuk tegangan 500 KV dalam

89 digilib.uns.ac.id 75 praktek saat ini disebut sebagai Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi. yang disingkat dengan nama SUTET. Pada saat ini masih ada beberapa saluran transmisi dengan tegangan 70 KV namun tidak dikembangkan lagi oleh PLN. Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan ada pula yang berupa saluran kabel tanah. Karena saluran udara harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan kabel tanah maka saluran transmisi PLN kebanyakan berupa saluran udara. Kerugian dari saluran udara dibandingkan dengan saluran kabel tanah adalah saluran udara mudah terganggu oleh gangguan yang ditimbulkan dari luar sistemnya, misalnya karena sambaran petir, terkena ranting pohon, binatang, layangan dan lain sebagainya. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI) sebagai pusat beban untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan (step down transfomer) menjadi tegangan menengah atau yang juga disebut sebagai tegangan distribusi primer. Tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah 20 KV, 12 KV dan 6 KV. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa tegangan distribusi primer PLN yang berkembang adalah 20 KV. Jaringan distribusi primer yaitu jaringan tenaga listrik yang keluar dari GI baik itu berupa saluran kabel tanah, saluran kabel udara atau saluran kawat terbuka yang menggunakan standar tegangan menengah dikatakan sebagai Jaringan Tegangan Menengah yang sering disebut dengan singkatan JTM dan sekarang salurannya masing-masing disebut SKTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kabel tanah, SKUTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kabel udara dan SUTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kawat terbuka. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dengan menggunakan trafo distribusi (step down transformer) menjadi commit tegangan to user rendah dengan tegangan standar

90 digilib.uns.ac.id /220 Volt atau 220/127 Volt di mana standar tegangan 220/127 Volt pada saat ini tidak diberlakukan lagi di lingkungan PLN. Tenaga listrik yang menggunakan standard tegangan rendah ini kemudian disalurkan melalui suatu jaringan yang disebut Jaringan Tegangan Rendah yang sering disebut dengan singkatan JTR. JTM jenis saluran Sama halnya yang dipergunakan pada JTR dapat menggunakan tiga jenis saluran yaitu SUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kawat terbuka, SKUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kabel udara yang dikenal dengan sebutan kabel twisted yang sering disebut dengan singkatan TIC singkatan dari Twisted Insulation Cable, SKTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kabel tanah. Tenaga listrik dari jaringan tegangan rendah ini untuk selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah pelanggan (konsumen) melalui suatu sarana yang disebut Sambungan Pelayanan atau Sambungan Rumah yang dapat dipisahkan menjadi dalam dua bagian yaitu Sambungan Luar Pelayanan dan Sambungan Masuk Pelayanan. Dalam proses bisnis PLN, pelanggan-pelanggan yang mempunyai daya tersambung besar aturannya tidak disambung melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR) melainkan disambung langsung pada Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan yang sangat besar disambung pada Jaringan Transmisi Tegangan Tinggi, tergantung besarnya daya tersambung. Bentuk yang lain skema sistem tenaga listrik ditunjukkan oleh gambar 3.

91 digilib.uns.ac.id 77 Keterangan : G P.S. T.T. T.M. Gambar 3. Skema Pusat Listrik yang dihubungkan melalui saluran Transmisi ke Gardu Induk = Generator = Pemakaian Sendiri. = Tegangan Tinggi. = Tegangan Menengah Gambar di atas terlihat bahwa di Pusat Listrik maupun di GI selalu ada transformator Pemakaian Sendiri guna melayani keperluankeperluan peralatan listrik yang digunakan di dalam Pusat Listrik maupun GI, misalnya untuk keperluan penerangan, mengisi baterai listrik, dan menggerakkan berbagai motor listrik. Berbagai bentuk kegunaan dan keperluan dalam kehidupan seharihari selalu melibatkan energi listrik. Sehingga berbagai bentuk aspek dan peningkatan mutu pelayanan menjadi sebuah fungsi yang sangat penting sebagai penilaian terhadap PT. PLN (Persero) sebagai pemegang hak penuh mengenai kelistrikan di Indonesia. Dalam praktek karena luasnya jaringan distribusi sehingga diperlukan banyak sekali transformator distribusi, maka Gardu Distribusi seringkali disederhanakan menjadi commit transformator to user tiang/gardu Trafo Tiang

92 digilib.uns.ac.id 78 yang rangkaian listriknya lebih sederhana daripada yang digambarkan (lihat gambar di bawah) : Gambar 4. GTT. Type Portal Setelah tenaga listrik melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah (JTR), dan Sambungan Rumah (SR) maka tenaga listrik selanjutnya dilewatkan alat pembatas daya dan kwh meter di sisi pelanggan. Energi listrik yang dipakai oleh pelanggan tersebut dicatat oleh petugas cater sesuai angka di register kwh meter tersebut selanjutnya dicatat di dalam rekening listrik. Rekening listrik pelanggan tergantung kepada daya tersambung serta pemakaian kwh-nya, oleh karenanya PLN memasang pembatas daya dan kwh meter. Setelah melalui kwh meter, tenaga listrik kemudian memasuki instalasi rumah yaitu instalasi milik pelanggan. Instalasi PLN pada umumnya hanya sampai dengan kwh meter dan sesudah kwh meter instalasi listrik pada umumnya adalah instalasi milik pelanggan. Dalam instalasi pelanggan tenaga listrik langsung memasuki alat-alat listrik milik pelanggan seperti lampu, setrika, lemari es, pesawat radio, pesawat televisi, dan lain-lain. Uraian di atas dapat dimengerti besar kecilnya konsumsi tenaga listrik ditentukan sepenuhnya oleh para pelanggan, yaitu tergantung bagaimana para pelanggan akan menggunakan alat-alat listriknya, kemudian PLN harus mengikuti kebutuhan tenaga listrik para pelanggan ini dalam arti daya listrik yang dibangkitkannya harus menyesuaikan dari waktu ke waktu.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011)

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 KONSTRUKSI HUKUM HUBUNGAN ANTARA PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOGIRI DALAM PELAKSANAAN TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN UNTUK PEMUKIMAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

Lebih terperinci

T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi

T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KORPORASI (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012 Dalam Perkara Pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan beberapa kewajiban negara, salah satu yang penting adalah

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 812/PID.SUS/2010/PN.

PENERAPAN PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 812/PID.SUS/2010/PN. PENERAPAN PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 812/PID.SUS/2010/PN.BJM DAN PUTUSAN NOMOR 36/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST) Penulisan Hukum

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ASAS AMAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA

IMPLEMENTASI ASAS AMAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA IMPLEMENTASI ASAS AMAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) Diajukan dan Disusun Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

DEA ARSYANDITA NIM E

DEA ARSYANDITA NIM E ALASAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PENERAPAN SANKSI PIDANA DIBAWAH KETENTUAN MINIMUM DALAM TINDAK PIDANA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 735 K/ PID.SUS/ 2014) Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi adalah usaha yang dilakukan orang, kelompok atau negara dalam bidang ekonomi untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutukan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR PEMEGANG HAK MILIK COMMERCIAL PAPER BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA NOMOR 28/52/KEP/DIR TAHUN 1995 Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM BERDASARKAN JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA PENIPUAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 1085k/PID/2014)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN PEMBUKTIAN PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DENGAN ALAT BUKTI VISUM ET REPERTUM DI PERSIDANGAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO (Studi Putusan Nomor: 65/Pid.Sus/2013/PN.SKH) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk ANALISIS SITA UMUM HARTA KEKAYAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO YANG TELAH DINYATAKAN PAILIT TERKAIT BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN KETENTUAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 102/Pdt/2015/PT.

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN KETENTUAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 102/Pdt/2015/PT. TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN KETENTUAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 102/Pdt/2015/PT.BDG) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan dampak positif dari era globalisasi dan pasar bebas. Hal ini menyebabkan persaingan ketat dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK)

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PLN (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara adalah perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. PT. PLN (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara adalah perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. PLN (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara adalah perusahaan yang berwenang menjalankan usaha penyediaan listrik di Indonesia; sebagaimana diatur oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam PENGGUNAAN ASAS IN DUBIO PRO REO OLEH TERDAKWA SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI DALAM PERKARA SURAT PALSU (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2175/K/Pid/2007) Penulisan

Lebih terperinci

Oleh : UMI NOOR JANNAH NIM. S

Oleh : UMI NOOR JANNAH NIM. S SISTEM PENDAFTARAN TANAH NEGATIF BERTENDENSI POSITIF DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK DALAM

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK DALAM PERUSAHAAN GRUP SELAKU PEMEGANG SAHAM TERHADAP ANAK PERUSAHAAN YANG MENGALAMI KERUGIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN HUKUM MENGENAI TRANSAKSI JUAL-BELI MELALUI SITUS BELANJA ONLINE (ONLINE SHOP) MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Penulisan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI KETAPANG DALAM PERKARA PENYIMPANAN BAHAN BAKAR MINYAK TANPA IZIN USAHA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 167K/ Pid.Sus/ 2014) Penulisan

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Bisnis

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Bisnis SINKRONISASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PEMBELIAN SAHAM BANK UMUM DAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/8/PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM TESIS Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI PT. KUSUMAHADI SANTOSA. Penulisan Hukum.

TINJAUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI PT. KUSUMAHADI SANTOSA. Penulisan Hukum. TINJAUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI PT. KUSUMAHADI SANTOSA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) ALAT BUKTI YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBUKTIAN DAKWAAN TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGANNYA BERIMPLIKASI TUNTUTAN PIDANA DIPENUHI (Studi Putusan Pengadilan Negeri Unaaha

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 TINJAUAN YURIDIS PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) GUGATAN CLASS ACTION TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM PT AGRONUSA BUMI LESTARI DALAM PERKARA LAHAN PLASMA KEBUN KELAPA SAWIT (Studi Kasus Putusan MA No: 15K/Pdt/2015) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

Lebih terperinci

commit to user Penulisan Hukum (Skripsi)

commit to user Penulisan Hukum (Skripsi) PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN TENTANG TIDAK SAHNYA PENGHENTIAN PENYIDIKAN OLEH BADAN RESERSE KRIMINAL POLRI DALAM PERKARA PENGGELAPAN DAN PENIPUAN (STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH SECARA ONLINE (E-PROCUREMENT) DI INDONESIA DAN AUSTRALIA

STUDI KOMPARATIF KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH SECARA ONLINE (E-PROCUREMENT) DI INDONESIA DAN AUSTRALIA STUDI KOMPARATIF KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH SECARA ONLINE (E-PROCUREMENT) DI INDONESIA DAN AUSTRALIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENDAFTARAN MEREK DAGANG YANG BERSIFAT KETERANGAN BARANG (DESCRIPTIVE TRADEMARK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN STATUS HUKUM ANAK LUAR KAWIN MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA Skripsi Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DAN SINGAPORE PENAL CODE

STUDI KOMPARASI PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DAN SINGAPORE PENAL CODE STUDI KOMPARASI PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DAN SINGAPORE PENAL CODE Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

Formulasi Perundang-Undangan Pidana Mengenai Cybersex Dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Kesusilaan

Formulasi Perundang-Undangan Pidana Mengenai Cybersex Dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Kesusilaan digilib.uns.ac.id i Formulasi Perundang-Undangan Pidana Mengenai Cybersex Dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Kesusilaan PENELITIAN HUKUM (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN TERKAIT PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI Penulisan

Lebih terperinci

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA OLEH MAHKAMAH AGUNG DALAM HAL TERJADI KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA OLEH MAHKAMAH AGUNG DALAM HAL TERJADI KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA OLEH MAHKAMAH AGUNG DALAM HAL TERJADI KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor :45 K/Pdt.Sus/2013) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

Lebih terperinci

LEGALITAS PELEPASAN TANAH KAS DESA DIBAL UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN

LEGALITAS PELEPASAN TANAH KAS DESA DIBAL UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN LEGALITAS PELEPASAN TANAH KAS DESA DIBAL UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

TELAAH NORMATIF PASAL 138 AYAT (2) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA TENTANG PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA DARI PENUNTUT UMUM KEPADA PENYIDIK

TELAAH NORMATIF PASAL 138 AYAT (2) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA TENTANG PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA DARI PENUNTUT UMUM KEPADA PENYIDIK TELAAH NORMATIF PASAL 138 AYAT (2) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA TENTANG PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA DARI PENUNTUT UMUM KEPADA PENYIDIK SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PENGARUH THE BASEL CORE PRINCIPLES TERHADAP UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN

PENGARUH THE BASEL CORE PRINCIPLES TERHADAP UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN digilib.uns.ac.id i PENGARUH THE BASEL CORE PRINCIPLES TERHADAP UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

PenulisanHukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum

PenulisanHukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KOTA AGUNG NOMOR: 134/PID.SUS/2014/PN.KOT) PenulisanHukum (Skripsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) HAK CIPTA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

YUSNIAR DWI AGUSTIN NIM. E

YUSNIAR DWI AGUSTIN NIM. E TANGGUNG JAWAB NIGERIA DAN BOKO HARAM TERHADAP PEREMPUAN YANG MENJADI OBJEK KEKERASAN BOKO HARAM DALAM KONFLIK BERSENJATA DI NIGERIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH ( Studi Pada Pajak Hiburan Penyelenggaraan Konser Musik Di Hotel Kota Surakarta Tahun 2015-2016 ) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kontrak diselenggarakan bukan hanya terkait barang saja melainkan juga jasa. Secara sederhana kontrak ialah suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk tersebut tidak terbagi merata ke seluruh wilayah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI PIDANA DI BAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS OLEH HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

PENERAPAN SANKSI PIDANA DI BAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS OLEH HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP PENERAPAN SANKSI PIDANA DI BAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS OLEH HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (STUDI PUTUSAN NOMOR 348/PID.B/2011/PN.GS, NOMOR 656/PID.B/2013/PN.TTD DAN NOMOR 286/PID.SUS/2014/PN.TLG)

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG. KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan yang berlaku di setiap negara di dunia akan terus melakukan perkembangan dengan mengikuti keadaan masyarakat yang terus berubah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan secara berturut-turut dibahas tentang latar

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan secara berturut-turut dibahas tentang latar BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan secara berturut-turut dibahas tentang latar belakang masalah yang mendasari proses penelitian tentang pelaksanaan penilaian kinerja pegawai pada PT Perusahaan Listrik

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PELAKSANAAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DI PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA (STUDI DI PT SEMEN INDONESIA (PERSERO)

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER (STUDI PUTUSAN NOMOR : 536/PID.SUS/2013/PN.SRG) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) ALASAN KASASI TERDAKWA DAN PERTIMBANGAN JUDEX JURIS TERHADAP KEBERATAN PENERAPAN HUKUMAN TAMBAHAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER DALAM PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN DISPARITAS PUTUSAN

ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN DISPARITAS PUTUSAN ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN DISPARITAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH TERPIDANA DALAM PERKARA KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

PERCERAIAN YANG TERJADI ATAS PELANGGARAN TAKLIK TALAK DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERCERAIAN YANG TERJADI ATAS PELANGGARAN TAKLIK TALAK DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERCERAIAN YANG TERJADI ATAS PELANGGARAN TAKLIK TALAK DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Kajian Putusan Nomor: 0689/Pdt.G/2008/PA. Kra dan Putusan

Lebih terperinci

TESIS. Program Magister Kenotariatan. Oleh : BAGUS ADI NUGROHO NIM. S PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

TESIS. Program Magister Kenotariatan. Oleh : BAGUS ADI NUGROHO NIM. S PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN KEPEMILIKAN RUMAH SAKIT APABILA PENYELENGGARANYA ADALAH YAYASAN ATAU PERSEROAN TERBATAS (Analisis Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM

KAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM KAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA DAN BERLANJUT DENGAN TERDAKWA TONY IWAN HARYONO (STUDI PUTUSAN NOMOR 138/PID.B/2010/PN.KRAY) SKRIPSI Disusun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) REKONSTRUKSI PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM BENTUK ALIH DEBITOR SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH DI PT BANK TABUNGAN NEGARA Tbk CABANG SOLO Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PELAKSANAAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS DI PT. DEWI SAMUDRA KUSUMA) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/8/PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DALAM PENANGANAN AKUISISI BANK DANAMON

KEBIJAKAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/8/PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DALAM PENANGANAN AKUISISI BANK DANAMON KEBIJAKAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/8/PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DALAM PENANGANAN AKUISISI BANK DANAMON Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik I. PEMOHON Mohammad Sabar Musman. selanjutnya disebut Pemohon. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) i KAJIAN KEKUATAN PEMBUKTIAN TERHADAP DUA VISUM ET REPERTUM YANG BERBEDA PADA KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2194.K/Pid.Sus/2009 ) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) IMPLEMENTASI OUTSOURCING DI PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK CABANG SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci