I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Bambang Susman
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21, kerjasama antara negara-negara anggota di kawasan Asia Tenggara atau biasa disebut ASEAN telah memasuki babak baru, terlebih khusus dalam bidang ekonomi. Dimulai dari integrasi ekonomi ASEAN dalam bentuk AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 1992, dan berakhir pada terbentuknya ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun Adanya integrasi ekonomi di berbagai kawasan di dunia menjadi penting dalam mendukung keterbukaan ekonomi. Proses integrasi ekonomi ini penting dilakukan bagi masing-masing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan lainnya dalam menghadapi arus globalisasi dan perdagangan bebas dunia. Menurut Salvatore (1997) berpendapat bahwa perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat di dalamnya. Sementara Stephenson (1994) mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya domestik dan meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan demikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap perdagangan dengan negara lainnya. Liberalisasi perdagangan pada dasarnya adalah suatu bagian dari kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia yang merupakan keputusan politik ekonomi. Diawali sejak adanya keinginan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas di ASEAN atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 1990-an (Departemen Perdagangan RI, 2010). Kesepakatan AFTA adalah kerangka ekonomi utama di ASEAN. AFTA diterapkan melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang mencanangkan semua tarif bakal dihapus sebelum tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan sebelum tahun 2015 Kambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam (Departemen Perdagangan RI 2010). Peranan negara-nagara ASEAN dan mitra dagangnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan ekspor dan impor yang berimbas pada membaiknya perekonomian negara-negara ASEAN dan mitra dagangnya. Pada tahun 2001,
2 2 negara-negara ASEAN+3 dengan total ekspor US$ 1379,71 dan Impor US$ 1268,43 kemudian pada tahun 2010 ekspor dan impor meningkat berturut-turut US$ 4343,69 dan US$ 3894,25. Peningkatan pada nilai ekspor dan impor diikuti peningkatan pada pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 dimana ratarata pertumbuhan ekonomi sebesar 3,07 persen pada tahun 2001 kemudian meningkat menjadi 7,95 persen pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kinerja perekonomian pada negaranegara ASEAN+3, selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai ekspor, impor dan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara ASEAN+3 tahun 2001 dan 2010 Pertumbuhan Negara Ekspor (Milyar US$) Impor (Milyar US$) Eonomi (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) China 299, ,40 271, ,33 8,30 10,40 Indonesia 62,63 173,90 49,36 162,35 3,64 6,20 Japan 434,66 833,70 408,04 768,05 0,36 4,44 Korea, Rep. 180,34 531,50 168,93 503,21 3,97 6,32 Malaysia 102,44 231,38 86,25 189,03 0,52 7,19 Philippines 35,10 69,46 40,33 73,08 2,89 7,63 Singapore 171,20 441,59 157,01 381,01-1,15 14,76 Thailand 76,09 227,22 68,59 203,75 2,17 7,81 Vietnam 17,85 82,51 18,60 93,45 6,89 6,78 ASEAN , , , ,25 Sumber : World Development Indicator 2012 (diolah) Lebih jauh lagi, gagasan pembentukan FTA yang lebih luas telah disepakati, yaitu ASEAN+3 FTA atau East Asia Free Trade Area (EAFTA). FTA ini melibatkan negara anggota ASEAN dan tiga negara besar di kawasan Asia Timur, yakni Cina, Korea Selatan dan Jepang. ASEAN+3 telah sepakat untuk menciptakan perdagangan bebas di kawasan tersebut. Pada dasarnya ASEAN+3 FTA adalah salah satu rangkaian kerjasama antara negara anggota ASEAN dan tiga negara Asia Timur. Kerjasama ini berfokus pada pilar kerjasama ekonomi dan keuangan yang meliputi perdagangan dan investasi, kerjasama keuangan, kesesuaian standar, HKI, transportasi, pariwisata, pangan, pertanian, perikanan dan kehutanan, sumberdaya mineral, UKM, komunikasi dan informasi, serta kerjasama pembangunan.
3 3 Kerjasama ASEAN+3 juga akan menjadi kawasan free trade area terbesar di dunia karena akan menyebabkan terjadinya integrasi perekonomian yang meliputi sekitar 2,3 milyar konsumen, yaitu sebanyak lebih dari 1,6 milyar dari Asia Timur dan lebih dari 700 juta dari ASEAN (ASEANSEC 2010). Implikasi bagi Indonesia dan negara ASEAN+3 lainnya adalah tingkat persaingan yang lebih ketat, namun juga dapat memberikan peluang untuk mencapai kemakmuran yang lebih besar dalam menghadapi pasar bebas di kawasan ASEAN dan Asia Timur. ASEAN+3 FTA memiliki implikasi bagi Indonesia dan negara lain yang terlibat adalah harus menghadapi pasar bebas kawasan ASEAN dan Asia Timur dengan tingkat persaingan yang lebih ketat. ASEAN+3 FTA dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk maju berkembang mencapai kemakmuran bersama anggota ASEAN+3 lainnya. Di lain pihak, penerapan FTA ini juga bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik (Firdaus AH 2011). 1.2 Perumusan Masalah Terdapat dua mekanisme perdagangan yang sering digunakan dalam menghadapi kebijakan pasar bebas yaitu kebijakan tarif dan non tarif. Secara historis tarif merupakan bentuk hambatan perdagangan yang utama, namun masih banyak bentuk restriksi atau hambatan perdagangan yang lain seperti kuota impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan tindakan-tindakan anti-dumping atau lebih dikenal kebijakan non tarif. Dalam praktek perdangan modern saat ini, sebagian besar negara ikut campur dalam kegiatan perdagangan internasional dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan lain yang lebih kompleks selain tarif yakni kebijakan hambatan perdagangan non tarif (Salvatore 1997). Salah satu mekanisme kebijakan perdagangan beberapa tahun belakangan ini yang banyak dilakukan negara di dunia dalam menghadapi kebijakan pasar bebas baik kawasan ASEAN maupun ASEAN+3 atau kebijakan pasar bebas yang lebih luas lagi, adalah melalui pengukuran trade facilitation. Secara umum, pengukuran ini bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan.
4 4 Kebijakan trade facilitation lebih menitikberatkan kepada kemudahan dalam prosedur perdagangan seperti kerjasama dalam melakukan penyeragaman sistem pada kode barang (harmonized system), kesepatan dalam aturan asal barang (rule of origin), national single windows, modernisasi infrastruktur dan administrasi kepabeanan dan manifest kargo pada pelabuhan. Beberapa tahun belakangan ini, trade facilitation merupakan isu penting dalam perdagangan internasional. Pentingnya trade facilitation ini diakui secara internasional, bahkan WTO (World Trade Organization) dalam konfrensi Menteri Perdagangan di Doha atau dikenal dengan Doha Round pada tanggal 15 Mei 1998 dimana berisi kesepakatan yaitu: WTO akan meningkatkan aspek yang relevan dan mengidentifikasi kebutuhan akan trade facilitation yang diprioritaskan kepada anggotanya, khususnya negara-negara berkembang dan negara maju. Masalah yang banyak dihadapi negara maju maupun negara berkembang khususnya di kawasan Asia Tenggara dalam trade facilitation adalah masalah kemacetan (congestion) dan bottleneck pergerakan barang, terbatasnya infrastruktur, terbatasnya crane, administrasi, dan manifest kargo pada pelabuhan. Menurut penelitian Abe dan Wilson (2007), menunjukkan bahwa kemacetan pelabuhan secara signifikan telah meningkatkan biaya transportasi ke Asia Timur dari Amerika Serikat dan Jepang. Kemudian menurut TSA (Transpacific Stabilization Agreement 2007), menyatakan adanya peningkatan kemacetan di pelabuhan Asia disebakan adanya booming perdagangan intra-asia dan Asia- Eropa. Permasalahan kemacetan (congestion) pergerakan barang di pelabuhan juga mencakup kelangkaan fasilitas pelabuhan, regulasi dan sumber daya manusia. Terkait dengan fasilitas pelabuhan, adalah dengan clearence time untuk ekspor yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan mulai barang masuk pelabuhan untuk muat sampai barang berangkat dari pelabuhan, serta clearence time untuk impor yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan mulai kapal sandar untuk bongkar barang sampai barang keluar dari pelabuhan. Lamanya clearence time di sebagian besar negara-negara ASEAN+3 masih terbilang tinggi sehingga mempengaruhi daya saing produk ekspor dan
5 5 impor negara itu sendiri. Tingginya clearence time pada sebagian negara ASEAN+3 yang sebagian besar negara sedang berkembang menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan negara ASEAN+3 yang sudah maju seperti Singapura, Jepang dan Korea Selatan, dimana rata-rata clearence time untuk ekspor tahun 2008 sampai 2011 pada negara-negara ASEAN+3 yang tergolong negara berkembang berada diatas 14 hari sementara negara-negara ASEAN+3 yang tergolong maju berada dibawah 10 hari. Sedangkan pada rata-rata clearence time untuk impor pada negara-negara ASEAN+3 yang tergolong sedang berkembang berada diatas 13 hari dan untuk negara-negara ASEAN+3 yang sudah maju hanya berkisar dibawah 11 hari, selengkapnya disajikan Tabel 2. Tabel 2 Clearence time (waktu ekspor dan impor) di pelabuhan negaranegara ASEAN+3 tahun Waktu Ekspor Waktu Impor Negara Ratarata Rata rata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) China Indonesia Jepang Korea Malaysia Philipina Singapura Thailand Vietnam Sumber: World Economic Forum 2011 dan WDI 2012 (diolah) Trade facilitation secara tidak langsung ditujukan untuk penurunan biaya transaksi perdagangan dan kemudahan arus perdagangan. Namun, tidak semua negara menempatkan trade facilitation sebagai objek utama. Hal ini disebabkan beberapa negara masih dihadapkan pada keterbatasan sumber daya finansial dan sumber daya manusia. Sebelum ASEAN+3 terbentuk, integrasi ASEAN Free Trade Area melalui ASEAN Economic Community sudah mulai menerapkan prinsip dalam mendorong pelaksanaan trade facilitation salah satunya adalah harmonisasi standar ASEAN yang tujuannya menghilangkan hambatan
6 6 perdagangan non tarif yang dituangkan dalam kebijakan perjanjian MRA (Mutual Recognition Agreement). MRA yang telah disepakati adalah perjanjian Mutual Recognition Arangement on Electric and Electronic Equipment - EEE-MRA, yang ditandatangai pada bulan April 2002 dan pada September 2003 ditandatangani Agreement on The Harmonized Cosmetics Regulatory Scheme-AHCRS. Mutual Recognition Arrangement on Electric and Electronic Equipment - EEE-MRA. Dalam perkembangannnya, para kepala negara ASEAN pada tahun 2004 juga telah menandatangai The ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sectors yang mencakup 12 sektor prioritas yaitu: 1. Produk bebasis kayu, 2. Automotif, 3. Produk berbasis karet, 4. Tekstil dan pakaian, 5. Produk berbasis pertanian, 6. Perikanan, 7. Listrik dan perlengkapan elektronik, 8. E-ASEAN, 9. Pelayanan kesehatan (healthcare), 10. Travel udara, 11. Pariwisata dan 12. Jasa logistik. Dari beberapa sektor maupun komoditi yang masuk dalam kerjasama AFTA dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), bahkan kerjasama ASEAN- Korea Free Trade Area (AKFTA), khususnya dalam kebijakan pengurangan tarif perdagangan yang implementasinya dimulai tahun 2010 sampai dengan 2015 dimana tarif akan diturunkan menjadi 0% - 5 % secara bertahap untuk seluruh pos tarif, sektor pertanian dan manufaktur merupakan sektor penting dalam penyumbang terbesar PDB negara-negara ASEAN+3 (Tjahajana 2011). Dilihat dari kontribusi persektor (Tabel 2), sektor manufaktur memberikan sumbangan yang signifikan hampir di semua negara ASEAN+3 setelah sektor jasa, Kemudian diikuti sektor pertanian. Kecuali Vietnam yang lebih didominasi oleh sektor jasa dan pertanian. Kontribusi PDB terbesar pada perekonomian ASEAN+3 adalah sektor jasa kemudian diikuti sektor manufaktur dan sektor pertanian. Oleh sebab itu penelitian ini memfokuskan pada dua dari tiga sektor penyumbang terbesar PDB di negara-negara ASEAN+3 yaitu sektor pertanian khususnya pertanian barang mentah/baku dan sektor manufaktur.
7 7 Tabel 3 Struktur PDB menurut Sektor di negara-negara ASEAN+3 tahun 2002 dan 2010 Negara Pertanian (% GDP) Manufaktur (% GDP) Jasa (% GDP) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) China 13,74 10,10 31,42 29,62 41,47 43,19 Indonesia 15,46 15,31 28,72 24,77 40,08 37,75 Japan 1,46 1,16 19,73 19,47 69,57 71,46 Korea, Rep. 3,98 2,56 26,19 30,56 59,78 58,17 Malaysia 8,99 10,63 29,25 26,11 45,90 44,97 Philippines 13,15 12,31 24,69 21,44 52,27 55,12 Singapore 0,07 0,03 25,17 22,06 68,07 72,08 Thailand 9,43 12,39 33,69 35,62 48,13 42,96 Vietnam 23,03 20,58 20,59 19,68 38,49 38,33 Rata-rata ASEAN+3 9,92 9,45 26,60 25,48 51,53 51,56 Sumber : World Development Indicator 2012 (diolah) Lebih lanjut, dengan ditandatanganinya kerjasama ASEAN+3 FTA pada bulan Oktober 2009 di Thailand akan memberikan implikasi bagi Indonesia dan negara lain yang terlibat, yakni harus siap menghadapi pasar bebas kawasan ASEAN dan Asia Timur dengan tingkat persaingan yang lebih ketat. ASEAN+3 dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia dan negara-negara yang terlibat dalam meningkatkan perdagangannya. Secara kasat mata, dalam perekonomian dunia saat ini ekspor dan impor telah menjadi sektor unggulan dan faktor penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi suatu negara. Hubungan arus perdagangan dan trade facilitation memiliki hubungan yang erat. Karena trade facilitation mengacu pada seperangkat kebijakan yang mengurangi biaya impor dan ekspor, dalam hal ini termasuk didalamnya unsur tarif dan non tarif (Shepherd & Wilson 2008). Salah satu indikator trade facilitation adalah cleareance time untuk ekspor maupun impor (IFC & World Bank 2011). Dan indikator kinerja perdagangan suatu negara adalah trade balance atau bisa disebut net ekspor yaitu nilai ekspor dikurang nilai impor suatu barang. Hubungan clearence time terhadap kinerja perdagangan memiliki pengaruh yang positif. Namun, dari data rata-rata ASEAN+3 memiliki hasil yang berbeda dimana perbaikan pada cleareance time tidak diikuti perbaikan pada rata-rata kinerja perdagangan ASEAN+3, yang
8 8 seharusnya dengan meningkatnya perbaikan di sektor trade facilitation menyebabkan clearence time semakin menurun jumlah harinya maka akan menyebabkan kinerja perdagangan semakin membaik. Juta US$ Tahun Hari ASEAN+3Trade Balance (juta US$) ASEAN+3 time import (hari) ASEAN+3 time export (hari) Sumber: Asian Development Bank 2011 dan International Finance Corporation 2011(diolah) Gambar 1 ASEAN+3 Trade balance dan clearence time Dari Gambar 1 terlihat bahwa kinerja rata-rata perdagangan ASEAN+3 terjadi penurunan dari tahun 2006 sebesar 17111,5 juta US$ menjadi 15910,6 juta US$, dan terus mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 11123,8 juta US$, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2009 dan tahun 2010 yaitu berturut-turut sebesar 15464,8 juta US$ dan 17220,1 juta US$. Di lain pihak pergerakan ratarata clearence time untuk ekspor dan impor negara-negara ASEAN+3 yang merupakan salah satu indikator trade facilitation. Rata-rata clearence time ekspor dan impor ASEAN+3 menunjukkan peningkatan dari tahun 2006 sampai 2008, kemudian pada tahun 2009 dan 2010 rata-rata clearence time memiliki nilai yang sama tanpa ada perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan pada cleareance time tidak diikuti perbaikan pada rata-rata kinerja perdagangan ASEAN+3, yang seharusnya dengan meningkatnya perbaikan di sektor trade facilitation menyebabkan clearence time semakin menurun jumlah harinya maka akan menyebabkan kinerja perdagangan semakin membaik. Trade facilitation merupakan kebijakan yang kompleks. Kemajuan dalam trade facilitation melibatkan biaya dan sumber daya yang cukup besar yang
9 9 berhubungan dengan infrastruktur, atau dalam rangka perampingan administrasi kepabeanan. Sehingga sebelum berinvestasi dalam bidang ini, penting bagi para pembuat kebijakan untuk memiliki gagasan tentang mana yang menjadi prioritas untuk negara-negara mereka. Dengan demikian, identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan mutlak diperlukan agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Berdasarkan latar belakang sebelumya, maka masalah yang relevan untuk dirumuskan dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana gambaran ekonomi dan trade facilitation di negara-negara kawasan ASEAN+3? 2. Bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor pertanian barang mentah/baku? 3. Bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor manufaktur? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis gambaran ekonomi dan trade facilitation di negara-negara kawasan ASEAN Menganalisis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor pertanian barang mentah/baku. 3. Menganalisis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor manufaktur. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan lembaga atau pihak terkait mengenai dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan di negara-negara ASEAN+3 beserta faktor-faktor lain. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan dunia pendidikan dan penelitian di masa yang akan datang.
10 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menganalisis mengenai dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral ASEAN+3. Penelitian ini dilakukan hanya dalam lingkup perdagangan bilateral diantara negara-negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Phillipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Jepang, China dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 2007 hingga Periode penelitian dimulai tahun 2007 dikarenakan alasan ketersediaan data. Untuk memenuhi syarat analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitan, dari kombinasi data tahunan (time series) di negara-negara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, negara yag dianalisis untuk negara-negara ASEAN hanya mencakup enam negara. Kedua, periode penelitian dimulai tahun 2007 dikarenakan alasan ketersediaan data.
IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun
Lebih terperinciBAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015
PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat
Lebih terperinci: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan
Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang
Lebih terperinciMateri Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional
E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinci4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia
Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H
ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.
ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The
Lebih terperinciBAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.
BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan
Lebih terperinciASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara
ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga
BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun
Lebih terperinciBAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE
BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa
Lebih terperinciBAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN
BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG PERUBAHAN KLASIFIKASI DAN PENETAPAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR PRODUK-PRODUK TERTENTU DALAM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan
Lebih terperinciSIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?
SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong negara-negara di dunia untuk memperluas ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya keterbukaan, baik keterbukaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan
Lebih terperinciASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak
ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan
Lebih terperinciMULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL
MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciDaya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan
Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciMAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA
MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA By: DR SUTRISNO IWANTONO Board Member of Indonesian Hotel and Restaurant Association Dialogue
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciImplikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( )
Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan Intra dan Ekstra ASEAN Tahun 2012 Dono Asmoro (151080089) Penulisan skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis akan sejauh mana
Lebih terperinciKESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013
KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan
Lebih terperinciACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010
ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 Awal tahun 2010 dimulai dengan hentakan pemberlakuan ACFTA atau ASEAN-China Free Trade Area. Pro-kontra mengenai pemberlakuan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak
Lebih terperinciSISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS
Lebih terperinciPilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini
CAPAIAN MEA 2015 Barang Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini Tariff 0% untuk hampir semua produk kecuali MINOL, Beras dan Gula ROO / NTMs Trade & Customs Law/Rule National Trade Repository (NTR)/ATR Fokus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang, yang membutuhkan investasi cukup besar untuk menopang pertumbuhan ekonominya. Sementara sumber-sumber dana yang berasal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 33/07/31/Th.XIX, 3 Juli EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan mencapai 4.536,64 juta dollar Amerika. Nilai ekspor produk-produk DKI Jakarta
Lebih terperinciAdapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :
BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain
Lebih terperinciKERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa dan NAFTA di Amerika Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya laju globalisasi ekonomi dunia, terbentuklah blok ekonomi dan perdagangan regional disejumlah wilayah di dunia seperti pembentukan integrasi-integrasi
Lebih terperinciKinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar
SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 47/10/31/Th.XIX, 2 Oktober EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN AGUSTUS NAIK 20,05 PERSEN DIBANDINGKAN BULAN SEBELUMNYA Nilai ekspor melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 42/09/31/Th.XIX, 4 September EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JULI NAIK 17,74 PERSEN DIBANDINGKAN BULAN SEBELUMNYA Nilai ekspor melalui
Lebih terperinciTANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts
TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS Garment Factory Automotive Parts 1 Tantangan eksternal : persiapan Negara Lain VIETNAM 2 Pengelolaaan ekspor dan impor Peningkatan pengawasan produk ekspor
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 38/08/31/Th.XIX, 1 Agustus EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JUNI TURUN 21,69 PERSEN DIBANDINGKAN BULAN SEBELUMNYA Nilai ekspor melalui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN
BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 50/11/31/Th.XIX, 1 November EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan tember mencapai 4.479,47 juta dollar Amerika. Nilai ekspor produk-produk
Lebih terperinciPROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2016
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI No. 42/08/61/Th. XIX, 1 Agustus A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI MENCAPAI US$43,76 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015
KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;
Lebih terperinciDAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR DI KAWASAN ASEAN+6 DIAN PERTIWI WARDANI
DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR DI KAWASAN ASEAN+6 DIAN PERTIWI WARDANI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
Ekspor dan Impor Provinsi DKI Jakarta No. 30/06/31/Th.XIX, 2 Juni EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan April mencapai 3.830,69 juta dollar Amerika, turun 10,45 persen dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini tatanan ekonomi dunia berubah. Seiring dengan perkembangan zaman, ekonomi dunia tidak lagi didominasi oleh kawasan Eropa dan
Lebih terperinciMenerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia
Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China
Lebih terperinciRenstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN
RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Lebih terperinci