Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN (Seri Tahun Dasar 2000)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN (Seri Tahun Dasar 2000)"

Transkripsi

1 KATALOG BPS: PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN (Seri Tahun Dasar 2000) KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA TEBING TINGGI DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi

2

3 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN (Seri Tahun Dasar 2000)

4 PDRB KOTA TEBING TINGGI MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN (Seri Tahun Dasar 2000) Katalog BPS : No. Publikasi : Ukuran Buku : 175 x 255 mm Jumlah Halaman : vi + 71 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi Tim Penyusun Naskah Penanggung Jawab Penyusun : Tiodorlina Matondang, SSos : Hengki Eko Riyadi, SSiT Gambar Kulit : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi Diterbitkan Oleh : Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tebing Tinggi Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

5 KATA PENGANTAR P ublikasi PDRB Kota Tebing Tinggi menurut Lapangan Usaha Tahun (Seri Tahun Dasar 2000) ini merupakan terbitan ke-2 sejak adanya perubahan tahun dasar dari 1993 menjadi Publikasi ini merupakan hasil kerjasama antara Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tebing Tinggi dengan Badan Perencanan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Tebing Tinggi. Adanya perubahan tahun dasar dilakukan dengan pertimbangan bahwa struktur ekonomi mengalami perubahan yang relatif cepat, sehingga penghitungan pertumbuhan ekonomi menjadi tidak realistis lagi apabila makin jauh dari tahun dasar. Pemilihan tahun dasar 2000 didasarkan pada rekomendasi PBB sebagaimana tertuang dalam buku panduan baru Sistem Neraca Nasional yang meyatakan bahwa estimasi PDB atas dasar harga konstan sebaiknya dimutakhirkan secara periodik dengan menggunakan tahun referensi berakhiran 0 dan 5. Hal itu juga dimaksudkan agar besaran PDB/PDRB dapat saling diperbandingkan antar daerah dan antar waktu guna keperluan analisis kinerja perekonomian yang lebih luas. Seiring dengan pergeseran tahun dasar, dalam penghitungan PDRB ini juga dilakukan beberapa perubahan, baik cakupan maupun metode penghitungannya, sehingga ada beberapa sektor yang besaran NTB-nya berbeda dengan besaran NTB pada seri tahun dasar Komponen-komponen yang diulas dalam publikasi ini antara lain mengenai kinerja ekonomi, pertumbuhan dan struktur ekonomi, pendapatan perkapita, dan tingkat inflasi pada tingkat produsen di Kota Tebing Tinggi. Selain itu, untuk menambah pegetahuan tentang penghitungan PDRB, publikasi ini juga memuat Konsep dan Definisi, Metodologi, dan Cakupan PDRB serta ada uraian secara singkat mengenai Ekonomi Regional Kota Tebing Tinggi. Kami menyadari bahwa publikasi ini masih banyak kekurangannya baik itu karena keterbatasan ilmu maupun waktu. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan publikasi ini di masa mendatang. Tebing Tinggi, Juni 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tebing Tinggi Pl. Kepala, Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi Kepala, Drs. Rehmuli Karo-Karo Tiodorlina Matondang, S.Sos. NIP i

6 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel Pokok PDRB Kota Tebing Tinggi... hlm i ii iii ULASAN RINGKAS... iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penyajian Penjelasan Pergeseran Tahun Dasar... 3 BAB 2 SEKILAS MENGENAI EKONOMI REGIONAL 2.1. Siklus Kegiatan Ekonomi Sistem dan Perangkat Neraca Ekonomi Regional... 8 BAB 3 KONSEP DAN DEFINISI 3.1. Domestik dan Regional Produk Domestik dan Produk Regional Nilai Tambah Agregat Produk Domestik Regional Bruto Klasifikasi Sektor Susunan PDRB BAB 4 METODOLOGI 4.1. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan BAB 5 RUANG LINGKUP SEKTORAL 5.1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotal, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa BAB 6 TINJAUAN EKONOMI KOTA TEBING TINGGI TAHUN Kinerja Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Struktur Ekonomi PDRB Per Kapita Inflasi di Tingkat Produsen Posisi Ekonomi Kota Tebing Tinggi di Sumatera Utara LAMPIRAN: Tabel-tabel Pokok PDRB Kota Tebing Tinggi Tahun DAFTAR PUSTAKA ii

7 DAFTAR TABEL POKOK PDRB KOTA TEBING TINGGI hlm 1. PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun (Juta Rp.) PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun (Juta Rp.) Distribusi PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun (Persen) Distribusi PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun (Persen) Pertumbuhan PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun (Persen) Pertumbuhan PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun (Persen) Indeks Berantai PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun (Tahun Sebelumnya = 100) Indeks Berantai PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun (Tahun Sebelumnya = 100) Indeks Perkembangan PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun (Tahun 2000 = 100) Indeks Perkembangan PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun (Tahun 2000 = 100) Indeks Implisit PDRB Kota Tebing Tinggi menurut Lapangan Usaha, Tahun Perubahan Indeks Implisit PDRB Kota Tebing Tinggi menurut Lapangan Usaha, Tahun (Persen) Ringkasan Beberapa Angka PDRB Kota Tebing Tinggi serta Turunannya, Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000, Tahun iii

8 ULASAN A danya pergeseran tahun dasar dari 1993 menjadi 2000 dan diikuti dengan penyempurnaan penghitungan PDRB yang meliputi cakupan dan metode penghitungannya berakibat pada berubahnya nilai PDRB dan nilai turunannya, seperti: pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, PDRB per kapita, dan indeks implisit. Hal ini tidak hanya terjadi di Kota Tebing Tinggi namun juga di seluruh daerah di Indonesia. Berdasarkan penghitungan PDRB Seri Tahun Dasar 2000, kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi tahun 2005 sebesar Rp. 1,25 triliun. Angka tersebut naik sekitar 14,84 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp.1,09 triliun. Kinerja ekonomi di Kota Tebing Tinggi tersebut hanya sekitar 0,92 persen dari perekonomian Sumatera Utara. Kinerja tersebut relatif besar jika dibandingkan dengan luas Kota Tebing Tinggi yang hanya 0,05 persen dari wilayah Sumatera Utara. Akan tetapi, kinerja ini masih dipengaruhi oleh faktor inflasi. Jika faktor inflasi dihilangkan, kinerja ekonomi riil di Kota Tebing Tinggi tahun 2005 yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Konstan mencapai Rp.876,39 milyar. Kinerja riil tersebut lebih tinggi dari tahun lalu (2004) yang hanya Rp.839,64 milyar. Tabel Agregat PDRB Kota Tebing Tinggi Tahun Tahun PDRB (milyar Rp.) Pert. Ekonomi PDRB Perkapita (juta Rp.) ADHB ADHK (%) ADHB ADHK (1) (2) (3) (4) (5) (6) Inflasi Produsen (%) ,99 689,99-5,52 5, ,66 718,15 4,08 5,13 5,51 11, ,58 760,47 5,89 6,78 5,78 5, ,12 795,66 4,63 7,38 5,98 5, ,22 839,64 5,53 8,12 6,25 5, * 1.253,17 876,39 4,38 9,24 6,46 10,03 Catatan: ADHB : Atas Dasar Harga Berlaku ADHK : Atas Dasar Harga Konstan 2000 *) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi Pada tahun 2005, pertumbuhan ekonomi di Kota Tebing Tinggi mencapai 4,38 persen. Pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan tahun 2004 lalu yang mencapai 5,53 persen. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena selama tahun 2005 terjadi kenaikan harga (inflasi) yang cukup tinggi sebagai akibat naiknya harga BBM. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang mencapai 10,09 persen. iv

9 Grafik Struktur Ekonomi Kota Tebing Tinggi Tahun 2005 Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kota Tebing Tinggi Tahun Jasa-jasa 20,18% Lainnya 10,88% Industri 18,00% Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 10,96% Angkutan & Komunikasi 17,86% Perdag., Hotel, & Restoran 22,12% * Kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Tebing Tinggi pada tahun 2005 tetap berasal dari sektor perdagangan dan sektor jasa, yang memberikan kontribusi 22,12 persen. Sementara itu, kontribusi yang cukup besar juga disumbangkan oleh sektor jasa-jasa (20,18 persen) dan sektor industri pengolahan (18 persen). Jika dilihat menurut kelompok sektor, maka kelompok sektor tersier memberikan kontribusi yang sangat besar pada perekonomian Tebing Tinggi. Tahun 2005, peranan kelompok sektor ini mencapai 71,12 persen, sedangkan kelompok sektor sekunder hanya 26,74 persen dan kelompok sektor primer sebesar 2,14 persen. Hal tersebut sesuai dengan kondisi Tebing Tinggi sebagai daerah perkotaan, dimana perdagangan dan jasa menjadi kegiatan utama. Sementara itu, makin baiknya kondisi perekonomian di Tebing Tinggi juga ikut menaikkan kesejahteraan wilayahnya. Memang, bukan kesejahteraan masyarakatnya karena indikator yang digunakan adalah PDRB Per Kapita (yang masih mengandung komponen lain) bukan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita masih belum dapat dihitung karena keterbatasan data. Pada tahun 2005, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku Kota Tebing Tinggi mencapai Rp.9,24 juta. Secara riil, dengan menghilangkan pengaruh inflasi, PDRB per kapita atas dasar harga konstan Kota Tebing Tinggi mencapai Rp.6,46 juta atau naik sekitar 3,39 persen dari tahun Pada sisi lain, inflasi pada tingkat produsen di Kota Tebing Tinggi pada tahun 2005 mencapai 10,03 persen. Kenaikan harga tersebut lebih tinggi dari tahun 2004 yang sebesar 5,40 persen. Secara umum, perekonomian di Kota Tebing Tinggi tahun 2005 lebih baik dibandingkan tahun 2004, meskipun percepatannya lebih lambat dari tahun Hal yang sama terjadi hampir pada seluruh daerah di Sumatera Utara. Jika dibandingkan daerah lain di Sumatera Utara. perekonomian Kota Tebing Tinggi relatif lebih lambat dari umumnya daerah lain di Sumatera Utara (terutama daerah kabupaten). v

10

11 BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang P erencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah memerlukan berbagai data statistik sebagai dasar penentuan strategi dan kebijaksanaan agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Program dan kebijakan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan hendaknya dievaluasi baik hasil maupun implikasinya. Hasil evaluasi yang berupa ukuran-ukuran kuantitatif mutlak diperlukan agar dapat memberikan gambaran tentang keadaan masa lalu, masa kini, dan sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Pemerintah daerah sebenarnya telah menaruh perhatian besar dalam pengembangan sistem data untuk memonitor perkembangan kemajuan di segala bidang, khususnya di bidang ekonomi. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D). Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, maka daerah kabupaten dan kota memiliki kewenangan yang cukup luas untuk membuat perencanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing. Salah satu ukuran kuantitatif yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi (refleksi) dan bahan perencanaan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan melakukan penghitungan PDRB, pembuat perencanaan dapat mengetahui sampai dimana proses pembangunan yang dilakukan dan potensi yang terdapat di wilayahnya.

12 Bab 1. Pendahuluan Pemerintah Kota Tebing Tinggi, sebagai salah satu pemerintahan tingkat II di Sumatera Utara, juga memerlukan data/ukuran kuantitatif untuk memperoleh gambaran perekonomian daerahnya baik itu yang telah dilakukan maupun untuk perencanaan di masa mendatang. Untuk itu, perlu dibuat suatu publikasi mengenai PDRB Kota Tebing Tinggi Tahun Tujuan Tujuan dari penyusunan publikasi ini adalah untuk memperoleh gambaran secara makro kondisi ekonomi yang telah dilakukan di Kota Tebing Tinggi, khususnya mengenai: - Kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi - Pertumbuhan ekonomi Kota Tebing Tinggi - Struktur ekonomi Kota Tebing Tinggi - Pendapatan (dalam publikasi ini PDRB) per kapita penduduk Kota Tebing Tinggi - Laju Inflasi pada tingkat produsen di Kota Tebing Tinggi 1.3. Penyajian Dalam penyajiannya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) disajikan dalam dua bentuk penghitungan, yaitu: PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dihitung berdasarkan harga barang dan jasa pada tahun bersangkutan/berjalan, sedangkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dihitung berdasarkan harga barang dan jasa pada tahun tertentu (dasar). Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan, tetapi masih mengandung unsur perubahan tingkat harganya. Untuk dapat menggambarkan perubahan volume dan perkembangan produktivitas secara nyata (riil), pengaruh harga harus dihilangkan dengan melakukan penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. 2

13 Bab 1. Pendahuluan Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, antara lain: kinerja ekonomi absolut, struktur ekonomi, dan pendapatan per kapita absolut suatu daerah. Sementara informasi yang diperoleh dari PDRB Atas Dasar Harga Konstan, antara lain berupa kinerja ekonomi riil, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan perkapita riil suatu daerah. Selain itu, dengan membandingkan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dapat diperoleh informasi perkembangan inflasi. Akan tetapi, inflasi yang diperoleh tersebut berbeda dengan inflasi yang sering diumumkan oleh pemerintah. Inflasi yang diperoleh dengan membandingkan PDRB atas Dasar Harga Berlaku dengan PDRB Atas Dasar Harga Konstan merupakan inflasi pada tingkat produsen, sedangkan inflasi yang sering diumumkan oleh pemerintah merupakan inflasi pada tingkat konsumen Penjelasan Pergeseran Tahun Dasar Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang menggunakan tahun dasar 1993, publikasi ini menggunakan tahun dasar Faktor-faktor yang mendorong untuk dilakukannya pergeseran tahun dasar adalah: a. Perubahan struktur ekonomi yang relatif cepat, sehingga pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan tahun dasar 1993 menjadi makin tidak realistis, bahkan cenderung kerendahan. b. Pembobotan sektor yang sudah tidak sesuai lagi, sehingga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menjadi makin tidak realistis apabila semakin jauh dari tahun dasar (1993). c. Adanya rekomendasi PBB sebagaimana tertuang dalam buku panduan yang baru Sistem Neraca Nasional yang menyatakan bahwa estimasi PDB/PDRB atas dasar harga konstan sebaiknya dimutakhirkan secara periodik dengan menggunakan tahun referensi yang berakhiran 0 (nol) dan 5 (lima), agar dapat saling diperbandingkan antar negara dan antar waktu guna keperluan analisis kinerja perekonomian dunia. 3

14 Bab 1. Pendahuluan Secara teknis, tahun 2000 ditetapkan sebagai tahun dasar penghitungan PDRB dengan pertimbangan bahwa: a. Cakupan terus mengalami penyempurnaan, dimana dalam jangka waktu tujuh tahun telah terjadi perubahan struktur/bentuk komoditas serta kombinasi harga yang sangat signifikan. b. Dalam kurun , perkembangan ekonomi dunia diwarnai oleh globalisasi yang tentunya akan berpengaruh pada perekonomian domestik. Masih dalam periode tersebut, pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang berdampak pada perubahan struktur perekonomian indonesia, maupun daerah. c. Pada tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelesaikan penyusunan Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2000, termasuk Sumatera Utara untuk tingkat provinsi. Tabel IO tersebut secara baku digunakan sebagai basis bagi penyusunan seri terbaru penghitungan PDB/PDRB. Besaran PDB/PDRB yang diturunkan dari Tabel IO telah mengalami uji konsistensi pada tingkat sektoral dengan mempertimbangkan kelayakan struktur permintaan maupun penawaran. d. Data dasar (raw data) baik harga maupun volume (kuantum) masing-masing sektor pada tahun 2000 sudah tersedia lebih lengkap. Hal ini dimungkinkan karena barbagai departemen/kementrian maupun instansi pemerintah lainnya juga ikut membangun statistik bagi keperluan perencanaan sektoralnya masingmasing. 4

15 BAB SEKILAS MENGENAI EKONOMI REGIONAL T idak banyak buku ilmu ekonomi regional yang secara spesifik memberikan definisi mengenai Ilmu Ekonomi Regional itu sendiri, karena masih sangat sulitnya meletakkan posisi ilmu ekonomi regional dalam kaitannya dengan ilmu ekonomi lain, terutama ilmu bumi ekonomi (economic geography). Menurut Robinson Tarigan (2005), ilmu ekonomi regional atau ilmu ekonomi wilayah adalah suatu cabang dari ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya memasukkan unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lainnya. Ilmu ekonomi regional tidak membahas kegiatan individual malainkan menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat barbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah. Orang pertama yang dianggap dapat memberi wujud (landasan yang kompak) atas ilmu ekonomi regional adalah Walter Isard, setelah diterbitkannya disertasi Walter Isard di Universitas Harvard yang berjudul Location and Space Economics (1956). Ilmu ekonomi regional sendiri baru masuk ke Indonesia pada awal tahun 1970-an, karena pemerintah menyadari pentingnya pembangunan ekonomi daerah sebagai bagian dari cara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Artinya, pemerintah mulai menyadari bahwa kebijakan ekonomi tidaklah boleh dibuat seragam untuk semua daerah, padahal konsidi dan potensi daerah itu tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya Siklus Kegiatan Ekonomi Pada dasarnya, transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, secara sederhana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok

16 Bab 2. Sekilas mengenai Ekonomi Regional besar, yaitu: kelompok produsen dan kelompok konsumen. Kelompok Produsen menggunakan faktor produksi yang berasal dari kelompok konsumen dan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebaliknya, barang dan jasa yang dihasilkan produsen dibeli oleh konsumen dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelompok konsumen memiliki faktor produksi (tenaga, tanah, modal, dan kewiraswastaan) yang diberikan pada perusahaan dan menerima balas jasa berupa upah/gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Balas jasa yang diterima ini disebut nilai tambah atau pendapatan, yang selanjutnya digunakan konsumen untuk membeli barang dan jasa dari produsen untuk dikonsumsi. Untuk melihat perputaran perekonomian yang sederhana, diumpamakan terjadi antara kelompok perusahaan dan kelompok rumahtangga di dalam suatu perekonomian yang tertutup atau di dalam suatu daerah yang tidak melaksanakan transaksi dengan daerah lain. Gambar 2.1. Siklus Kegiatan Ekonomi pada Perekonomian Tertutup (a) Faktor-faktor Produksi (Tenaga, Tanah, Modal, dan Kewiraswastaan) (b) Balas Jasa Faktor Produksi (Upah/Gaji, Sewa Tanah, Bunga, dan Keuntungan) PRODUSEN KONSUMEN (c) Pengeluaran Konsumsi (Arus Uang) (d) Barang dan Jasa (Arus Barang) 6

17 Bab 2. Sekilas mengenai Ekonomi Regional Gambar 2.1. di atas menunjukkan transaksi yang terjadi antara rumahtangga dan perusahaan dalam suatu perekonomian tertutup sederhana. (a) Menunjukkan penyediaan faktor produksi (b) Menunjukkan arus balas jasa faktor produksi (c) Menunjukkan arus uang (d) Menunjukkan arus barang dan jasa Gambar yang sederhana tersebut menunjukkan bahwa aliran barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan akan sama dengan aliran uang yang diterima oleh rumahtangga, dan juga sama dengan besarnya nilai uang yang dibelanjakan oleh rumahtangga. Dalam kenyataannya, barang dan jasa yang digunakan baik untuk konsumsi maupun barang modal, tidak semua berasal dari dalam negeri tetapi sebagian dari luar negeri. Sebaliknya, barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri tidak semuanya digunakan di dalam negeri tetapi sebagian digunakan di luar negeri, dimana hal ini akan dicerminkan dalam perekonomian terbuka. Untuk perekonomian yang sifatnya terbuka, perputaran ekonomi akan lebih rumit dibandingkan dengan perekonomian tertutup sederhana. Dengan melihat siklus ekonomi di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Regional adalah sebagai berikut: a. Kalau ditinjau dari sudut produksi, disebut Produk Regional, merupakan jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). b. Kalau ditinjau dari sudut andil faktor produksi (Pendapatan), disebut Pendapatan Regional (Regional Income), merupakan jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). c. Apabila ditinjau dari sudut pengeluaran, disebut Pengeluaran Regional (Regional Expenditure), merupakan jumlah pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh rumahtangga, pemerintah, lembaga swasta nirlaba, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor neto suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). 7

18 Bab 2. Sekilas mengenai Ekonomi Regional Dalam kenyataannya, pendapatan yang dihasilkan oleh suatu daerah belum tentu akan dinikmati/digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, dan begitupun sebaliknya ada pendapatan yang dinikmati oleh masyarakat daerah tersebut yang berasal dari daerah lain. Produktivitas suatu daerah dicerminkan oleh produk domestik, sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari sudut penggunaannya, setelah diperhitungkan aliran pendapatan yang keluar masuk daerah tersebut Sistem dan Perangkat Neraca Ekonomi Regional Neraca ekonomi regional bertujuan memberikan suatu gambaran statistik mengenai kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Secara lebih kongkret dapat diketahui bahwa neraca ekonomi regional menyajikan suatu ukuran kuantitatif yang dinyatakan dalam nilai uang, mengenai tingkat produksi, konsumsi, investasi, ekspor, impor, nilai tambah, dan agregat ekonomi makro lainnya untuk suatu daerah. Neraca ekonomi regional merupakan suatu sistem penyediaan informasi ekonomi baik pada tingkat agregasi maupun unsur-unsur dan komponenkomponennya. Sistem ini memberikan suatu ringkasan kegiatan ekonomi dengan membedakan, antara lain: a. Bentuk perekonomian kegiatan, misalnya: produksi, konsumsi, dan akumulasi; b. Sektor dan badan-badan atau lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan proses produksi, menciptakan pendapatan dan pengeluaran, serta melakukan pembentukan modal dan penyediaan dana; dan c. Jenis-jenis transaksi, seperti: penjualan dan pembelian barang dan jasa, hadiah, sumbangan, pajak-pajak, dan bentuk transfer lainnya. Neraca ekonomi regional memperkenalkan konsep-konsep dasar ekonomi makro dengan cara mengkonsolidasikan masalah-masalah ekonomi secara keseluruhan walaupun data dasarnya diperoleh dari satuan (unit) ekonomi terkecil, seperti: perusahaan, perorangan, dan rumahtangga. Data yang diperoleh dari unit-unit terkecil tadi kemudian diagregasikan sesuai dengan klasifikasi yang ditentukan. Dengan neraca ekonomi regional diharapkan tingkah laku perekonomian yang 8

19 Bab 2. Sekilas mengenai Ekonomi Regional menyangkut aspek produksi, pendapatan, konsumsi, tabungan, investasi, sumber dan penggunaan dana, perubahan stok, ekspor dan impor dapat diketahui. Dari segi analisis maka proses ekonomi biasanya disajikan sebagai suatu proses berputar (siklus kegiatan), yang ditandai dengan aspek-aspek penting seperti: 1. Produksi barang dan jasa dengan bantuan input antara (biaya antara) dan input primer (biaya primer minus faktor produksi) 2. Penciptaan pendapatan dalam proses produksi, dan distribusinya ke berbagai faktor produksi primer, dan distribusi selanjutnya dari pendapatan yang diterima oleh berbagai faktor produksi tadi ke berbagai sektor ekonomi. 3. Pendistribusian kembali pendapatan antar sektor-sektor ekonomi (institusi) yang berbeda, dan pengeluaran pendapatan untuk barang konsumsi maupun untuk keperluan lain. 4. Tabungan yang terjadi dalam ekonomi (oleh berbagai sektor yang berbeda) maupun investasi yang dilakukan, serta hubungan antara kedua komponen tersebut. 5. Hubungan eksternal antara ekonomi domestik dengan luar negeri dan luar daerah. Data mengenai berbagai aspek dari proses kegiatan ekonomi seperti yang disebutkan di atas dapat diperoleh dalam berbagai bentuk neraca yang berbeda, yang secara keseluruhan membentuk sistem neraca ekonomi nasional atau regional. Di antara berbagai neraca yang paling sering dijumpai (sebagai neraca-neraca pokok) adalah sebagai berikut: 1. Neraca Produksi Neraca ini menggambarkan secara rinci mengenai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu unit usaha dalam suatu daerah dan berbagai input yang dipakai dalam proses produksi serta nilai tambah yang timbul beserta komposisinya. 2. Neraca Pendapatan dan Pengeluaran (Neraca Konsumsi) Neraca ini menggambarkan besaran dan komposisi dari pendapatan yang diterima dan pengeluaran yang dilakukan atas pendapatan tadi. Selisih antara pendapatan dan pengeluaran pada neraca ini adalah tabungan. 9

20 Bab 2. Sekilas mengenai Ekonomi Regional 3. Neraca Transaksi Modal atau Neraca Tabungan dan Investasi (Neraca Akumulasi) Neraca ini menggambarkan secara rinci mengenai besaran dan komposisi dari investasi (pembentukan modal) serta sumber pembiayaannya, seperti: tabungan, pinjaman, dan lain-lain. 4. Neraca Transaksi Eksternal (Neraca Luar Negeri/Daerah) Neraca ini menggambarkan secara rinci mengenai ekspor, impor, dan transaksitransaksi yang terjadi antara perekonomian domestik (region) dengan luar negeri atau luar daerah, dilihat dari sudut luar negeri/daerah. Selain keempat neraca pokok tersebut, sebetulnya masih banyak bentuk dan jenis neraca-neraca lainnya yang merupakan perangkat neraca ekonomi terintegrasi. Dalam sistem neraca ekonomi nasional yang terintegrasi, perangkat lengkap neraca ekonomi idealnya meliputi 13 (tigabelas) jenis neraca termasuk diantaranya Tabel Input-Output, Neraca Arus Dana, Neraca Pembayaran Luar Negeri, Neraca Kekayaan Modal, dan Neraca Akhir. 10

21 BAB KONSEP DAN DEFINISI U ntuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Seperti telah diterangkan sebelumnya, penghitungan-penghitungan ini dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam bab ini akan diuraikan konsep dan definisi yang digunakan untuk penghitungan PDRB Kota Tebing Tinggi. Konsep dan definisi menjadi amat penting untuk memahami lebih lanjut mengenai data yang tersedia. Arti, wujud fisik, karakteristik, batasan dan sifat kegiatan tentang eksistensi, perubahan, dan perpindahan suatu barang dan jasa harus tercermin jelas dalam konsep dan definisi. Definisi yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda pula. Perlu diingat bahwa konsep dan definisi yang terdapat dalam buku ini pada dasarnya untuk tujuan penyusunan PDRB Domestik dan Regional Konsep domestik di sini berarti bahwa transaksi ekonomi yang akan dihitung adalah transaksi yang terjadi dalam wilayah domestik suatu daerah dan dilakukan oleh masyarakat (resident) di daerah tersebut. Sementara itu, wilayah perekonomian yang akan diselidiki untuk membuat suatu perhitungan pendapatan regional adalah suatu daerah dari suatu negara. Pengertian daerah dalam buku ini merupakan Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), yaitu Kota Tebing Tinggi.

22 Bab 3. Konsep dan Definisi 3.2. Produk Domestik dan Produk Regional Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di Kota Tebing Tinggi, tanpa memperlihatkan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk luar Kota Tebing Tinggi, merupakan produk domestik Kota Tebing Tinggi. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Yang dimaksud dengan wilayah domestik suatu daerah adalah seluruh daratan dan lautan yang berada di dalam batas-batas geografis daerah tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di Kota Tebing Tinggi berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk Kota Tebing Tinggi ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di Kota Tebing Tinggi tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk Kota Tebing Tinggi. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah ini (termasuk juga dari dan ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional. Yang dimaksud dengan produk regional adalah produk domestik ditambah dengan pendapatan yang diterima dari luar daerah/negeri dikurang dengan pendapatan yang dibayarkan ke luar daerah/negeri tersebut. Jadi produk regional merupakan produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah Nilai Tambah Dalam membicarakan PDRB, tentu tidak terlepas dari pengetahuan tentang konsep/arti nilai tambah. Salah pengertian yang biasa terjadi adalah apabila orang manganggap bahwa PDRB adalah identik dengan nilai produksi (output) yang dihasilkan di wilayah tersebut. Nilai Produksi (output) tidak sama dengan nilai tambah, karena nilai produksi (output) adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam 12

23 Bab 3. Konsep dan Definisi suatu periode tertentu, baik sebagai produksi utama, ikutan, maupun sampingan, sedangkan nilai tambah adalah output setelah dikurangi dengan biaya antaranya (intermediate cost). Biaya antara adalah seluruh biaya barang tidak tahan lama (perkiraan umur penggunaan kurang dari satu tahun) dan jasa yang dikeluarkan selama kegiatan proses produksi. Dengan kata lain nilai tambah adalah output dikurangi biaya antaranya. Nilai tambah ini terdiri dari komponen pendapatan faktor, penyusutan barang modal tetap, dan pajak tidak langsung neto. Dikatakan Nilai Tambah Bruto (NTB) jika masih terdapat komponen penyusutan, dan dikatakan Nilai Tambah Neto (NTN) jika sudah mengeluarkan komponen penyusutan Pendapatan Faktor Pendapatan faktor merupakan nilai tambah produsen atas penggunaan faktor-faktor produksi, yang terdiri dari unsur-unsur: (1) Upah dan gaji sebagai balas jasa pegawai (2) Sewa tanah sebagai balas jasa tanah (3) Bunga sebagai balas jasa modal (4) Keuntungan sebagai balas jasa kewiraswastaan Balas Jasa Pegawai Pegawai adalah semua orang yang ikut serta dalam kegiatan perusahaan berbadan hukum, baik swasta maupun pemerintah, dan semua orang yang dibayar dalam kegiatan perusahaan tidak berbadan hukum. Konsep ini berbeda dengan definisi yang digunakan ILO (International Labour Organization), dimana pekerja keluarga yang tidak dibayar juga termasuk sebagai pegawai. 13

24 Bab 3. Konsep dan Definisi Pekerja yang juga sebagai pemilik untuk segala jenis usaha, baik profesional maupun bukan, tidak diperlakukan sebagai pegawai. Pendapatan dari pekerja pemilik tadi dimasukkan sebagai surplus usaha dari perusahaannya Surplus Usaha Surplus usaha adalah sama dengan selisih nilai tambah bruto dengan balas jasa pegawai, penyusutan barang modal tetap, dan pajak tidak langsung neto. Surplus usaha meliputi pengeluaran atas sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. a. Sewa Tanah Yang dimaksudkan di sini pengeluaran perusahaan untuk sewa tanah karena ikut sertanya faktor produksi tanah dalam proses produksi. Sewa dibayar untuk tanah pertanian ataupun tanah lainnya yang digunakan dalam kegiatan usaha. Dalam sewa termasuk juga royalti yaitu pembayaran untuk hak paten, hak cipta, merk dagang, hak pengusahaan hutan, dan sebagainya. b. Bunga Modal Yang dimaksud dengan bunga modal adalah pengeluaran perusahaan untuk membayar bunga dari modal yang dipinjam yang digunakan dalam kegiatan usaha. c. Keuntungan Perusahaan Mencakup keuntungan perusahaan sebelum dipotong pajak perusahaan dan pajak langsung lainnya dan sebelum dibagikan sebagai deviden. Keuntungan perusahaan di sini merupakan selisih antara surplus usaha dengan sewa tanah dan bunga modal. Jadi masih pula termasuk berbagai pengeluaran transfer yang mungkin dilakukan perusahaan. 14

25 Bab 3. Konsep dan Definisi Penyusutan Barang Modal Penyusutan yang dimaksud di sini adalah jumlah nilai susut (aus) barangbarang modal yang terjadi selama barang-barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi dari seluruh sektor ekonomi. Berkurangnya nilai barang modal yang disebabkan oleh kecelakaan atau bencana alam yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, seperti gempa bumi, perang, kebakaran, dll, yang menghancurkan barang modal yang sudah ada, tidak termasuk dalam penghitungan penyusutan Pajak Tidak Langsung Neto Pajak tidak langsung neto adalah selisih antara Pajak Tidak Langsung dengan Subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Pajak tidak langsung ini termasuk segala jenis pajak yang dikenakan atas kegiatan produksi, penjualan, atau penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan/usaha, antara lain meliputi pajak penjualan, bea ekspor dan impor, cukai, dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perorangan. Sementara itu, subsidi adalah dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan Agregat Produk Domestik Regional Bruto a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor (upah/gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Jadi dalam menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor tadi akan diperoleh PDRB atas dasar harga pasar. 15

26 Bab 3. Konsep dan Definisi b. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Harga Pasar Perbedaan antara konsep neto di sini dengan bruto di atas adalah adanya komponen penyusutan. Penyusutan yang dimaksud di sini adalah jumlah nilai susut (aus) barang-barang modal yang terjadi selama barang-barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi dari seluruh sektor ekonomi. Pada konsep bruto di atas, komponen penyusutan masih termasuk di dalamnya; sedangkan pada konsep neto di sini, komponen penyusutan telah dikeluarkan. Jadi, PDRB atas dasar harga pasar dikurangi dengan penyusutan akan diperoleh PDRN atas dasar harga pasar. c. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor Perbedaan antara konsep biaya faktor di sini dengan konsep harga pasar di atas adalah pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor dan impor, cukai, dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perorangan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan pada biaya produksi atau pada pembeli hingga langsung berakibat menaikkan harga barang. Sementara itu, subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi bisa berakibat menurunkan harga barang. Jadi, pajak tidak langsung dan subsidi memberikan pengaruh berlawanan terhadap harga barang, sehingga jika pajak tidak langsung dikurangi dengan subsidi menghasilkan pajak tidak langsung neto. Pada konsep PDRN atas dasar harga pasar di atas masih termasuk komponen pajak tidak langsung neto, sedangkan konsep PDRB atas dasar biaya faktor di sini sudah mengeluarkan pajak tidak langsung neto. d. Pendapatan Regional Dari konsep-konsep yang telah diterangkan di atas dapat diketahui bahwa PDRN atas dasar biaya faktor itu sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor- 16

27 Bab 3. Konsep dan Definisi faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah. PDRN atas dasar biaya faktor merupakan jumlah dari pendapatan upah/gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan yang timbul atau merupakan pendapatan yang berasal dari daerah tersebut. Akan tetapi, pendapatan yang dihasilkan tadi tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah tersebut, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk daerah lain. Misalnya, suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar Kota Tebing Tinggi, tetapi perusahaan tadi beroperasi di Kota Tebing Tinggi, maka dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar Kota Tebing Tinggi yaitu milik orang yang memiliki modal tadi. Sebaliknya, jika ada penduduk Kota Tebing Tinggi yang menanamkan modalnya di luar Kota Tebing Tinggi maka sebagian keuntungan perusahaan tadi akan mengalir ke Kota Tebing Tinggi, dan menjadi pendapatan dari pemilik modal tadi. Dengan demikian, jika PDRN atas dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar negeri dan ditambah dengan pendapatan yang mengalir ke dalam tadi, maka hasilnya akan merupakan Produk Regional Neto yaitu jumlah pendapatan yang benar-benar diterima oleh seluruh penduduk yang tinggal di daerah yang dimaksud. Produk Regional Neto inilah yang merupakan Pendapatan Regional. d. Pendapatan Regional Per Kapita Bila Pendapatan Regional tersebut dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di daerah itu, maka akan dihasilkan suatu Pendapatan Per Kapita. 17

28 Bab 3. Konsep dan Definisi Gambar 3.1. Alur Pendapatan Regional Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar (-) Penyusutan Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Harga Pasar (-) Pajak Tidak Langsung Neto Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor (+) Pendapatan Neto yang mengalir dari dan ke daerah lain Pendapatan Regional (:) Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun Pendapatan Per Kapita 3.5. Klasifikasi Sektor Dalam upaya memperoleh keterbandingan data yang dihasilkan oleh berbagai negara, PBB menerbitkan publikasi mengenai Klasifikasi Lapangan Usaha yang berjudul International Standard Industrial Classification of All Economics Activities (ISIC). Untuk pengumpulan data secara nasional, biasanya terhadap klasifikasi yang diterbitkan oleh PBB ini dilakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi yang berlaku di tiap negara. Demikian juga halnya dengan di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) yang menjadi pegangan bagi pengumpulan statistik di Indonesia. 18

29 Bab 3. Konsep dan Definisi 3.6. Susunan PDRB Susunan PDRB dapat berbeda-beda tergantung dari sudut mana suatu perekonomian ditinjau. Susunan dapat menurut: (1) Lapangan Usaha (2) Andil Faktor Produksi (3) Penggunaan Dalam buku ini, PDRB yang disajikan dari sudut lapangan usaha. Penyajian PDRB menurut lapangan usaha akan memberikan gambaran mengenai peranan masing-masing sektor ekonomi dalam penciptaan nilai tambah di daerah tersebut. PDRB menurut lapangan usaha dikelompokkan dalam 9 (sembilan) sektor, yaitu: 1. Pertanian (meliputi: Tanaman Bahan Makanan, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan); 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih; 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan 9. Jasa-jasa 19

30

31 BAB METODOLOGI 4.1. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku P DRB Atas Dasar Harga Berlaku dapat dihitung melalui 2 (dua) metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Yang dimaksud dengan metode langsung adalah metode penghitungan dengan menggunakan data yang bersumber dari daerah dimana PDRB dihitung, sedangkan metode tidak langsung adalah metode penghitungan dengan cara alokasi yaitu mengalokasikan PDRB Provinsi menjadi PDRB Kabupaten/Kota dengan memakai berbagai indikator Metode Langsung Pemakaian metode langsung dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. a. Pendekatan Produksi Pendekatan dari segi produksi adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing nilai produksi bruto tiap-tiap sektor atau sub sektor. Pendekatan ini juga disebut Pendekatan Nilai Tambah. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikut sertanya dalam proses produksi, seperti: upah/gaji, sewa tanah, bunga, keuntungan, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.

32 Bab 4. Metodologi b. Pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi, yaitu: upah/gaji, sewa tanah, bunga, keuntungan, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Untuk sektor pemerintah dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha (sewa tanah, bunga, keuntungan) tidak diperhitungkan. c. Pendekatan Pengeluaran Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa di wilayah kabupaten/kota. Jadi, PDRB dihitung dengan cara menghitung berbagai komponen pengeluaran akhir, seperti: konsumsi rumahtangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, dan perdagangan antar wilayah (ekspor/impor) Metode Tidak Langsung Yang dimaksud dengan menghitung PDRB dengan cara tidak langsung adalah mengalokasikan PDRB pada tingkat wilayah di atasnya (misalkan provinsi) untuk setiap wilayah di bawahnya (misalkan kabupaten/kota) dengan menggunakan alokator tertentu. Alokator yang dapat dipergunakan dapat didasarkan atas: - Nilai produksi bruto atau neto, - Jumlah produk fisik, - Tenaga kerja, - Penduduk, atau - Alokator lain yang dianggap cocok untuk daerah tersebut. 22

33 Bab 4. Metodologi 4.2. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Pada dasarnya dikenal 4 (empat) cara penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yaitu: Revaluasi, Ekstrapolasi, Deflasi, dan Deflasi Berganda. 1. Revaluasi Metode ini dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara tahun berjalan dengan harga tahun dasar, hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya, nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan mengurangkan output dengan biaya antara atas dasar harga konstan. Dalam prakteknya, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu, biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan ratio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar. 2. Ekstrapolasi Metode ini dilakukan dengan cara mengalikan nilai tambah tahun dasar dengan indeks produksi/kuantum. Indeks produksi/kuantum yang biasanya digunakan sebagai ekstrapolator adalah indeks tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan sebagainya. Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan meggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan. 3. Deflasi Metode ini dilakukan dengan cara membagi nilai tambah tahun berjalan dengan indeks harga. Indeks harga yang biasanya digunakan sebagai deflator adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan sebagainya. 23

34 Bab 4. Metodologi 4. Deflasi Berganda Dalam deflasi berganda, yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output atas dasar harga konstan adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. Kenyatannya, sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak juga karena indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu, dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda belum banyak dipakai. 24

35 BAB RUANG LINGKUP SEKTORAL U dasar raian sektoral yang disajikan dalam bagian ini mencakup ruang lingkup dan cara penghitungan NTB baik atas dasar harga berlaku maupun atas harga konstan Sektor Pertanian Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sub sektor ini mencakup komoditi bahan makanan, seperti: padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang kedele, kacang hijau, sayursayuran, buah-buahan, padi-padian serta bahan makanan lainnya Sub Sektor Perkebunan Sub sektor ini mencakup semua jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan, seperti: cengkeh, jahe, jambu mete, jarak, karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa, kelapa sawit, kemiri, kina, kopi, lada, pala panili, serat karung, tebu, tembakau, teh, dan tanaman perkebunan lainnya Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya Sub sektor ini mencakup semua kegiatan pembibitan dan budidaya segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong, dan diambil hasilnya, baik yang dilakukan rakyat maupun oleh perusahaan peternakan. Jenis ternak yang dicakup adalah sapi, kerbau, kambing, babi, kuda, ayam, itik, telur ayam, telur itik, susu sapi, serta hewan peliharaan lainnya.

36 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Sub Sektor Kehutanan Sub sektor ini mencakup kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan dan akar-akaran, termasuk juga perburuan. Komoditi yang dicakup meliputi: kayu gelondongan (baik yang berasal dari hutan rimba maupun hutan budidaya), kayu bakar, rotan, arang, bambu, terpentin, gondorukem, kopal, menjangan, babi hutan, serta hasil hutan lainnya. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan ekonomi yang termasuk sub sektor ini tidak ada Sub Sektor Perikanan Sub sektor ini mencakup semua kegiatan penangkapan, pembenihan, dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar maupun air asin. Komoditi hasil perikanan antara lain seperti: ikan bandeng dan jenis ikan payau lainnya; udang dan binatang berkulit keras lainnya; cumi-cumi dan binatang berkulit lunak lainnya; rumput laut serta tumbuhan laut lainnya. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan ekonomi yang termasuk sub sektor ini belum ada Jasa Pertanian Jasa pertanian merupakan jasa-jasa khusus yang diberikan untuk menunjang kegiatan ekonomi pertanian berdasarkan suatu pungutan atau kontrak tertentu. Termasuk dalam jasa pertanian adalah penyewaan alat pertanian dengan operatornya dengan syarat pengelolaan dan resiko usaha tersebut dilakukan secara terpisah. Secara konsep nilai tambah jasa pertanian ini terdistribusi pada masing-masing sub sektor (misalnya, jasa dokter hewan pada sub sektor peternakan, jasa pemetik kopi pada sub sektor perkebunan, dll) Metode Penghitungan Output dan Nilai Tambah Sektor Pertanian Berbeda dengan penghitungan PDRB seri Tahun Dasar 1993 yang lalu, dimana pada awal penghitungannya masih menggunakan metode tidak langsung (alokasi dari NTB sektor pertanian Provinsi Sumatera Utara), pada PDRB seri Tahun Dasar 2000 ini sudah menggunakan metode langsung dengan pendekatan produksi, 26

37 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral sedangkan untuk penyajian PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 digunakan metode revaluasi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan sudah tersedianya data produksi untuk masing-masing komoditi pertanian di Kota Tebing Tinggi, yang diperoleh dari survei-survei BPS dan dinas-dinas terkait di Kota Tebing Tinggi. Sementara data harga produsen menggunakan harga produsen komoditi pertanian di Kabupaten Deli Serdang, ataupun dari harga konsumen yang telah disesuaikan. Khusus untuk sub sektor peternakan, penghitungan produksinya tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi diperoleh dengan cara menjumlahkan banyaknya ternak yang dipotong, populasi ternak, dan ekspor/impor ternak Sektor Pertambangan dan Penggalian Sub Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) Sub sektor pertambangan migas meliputi kegiatan pencarian kandungan minyak dan gas bumi, penyiapan, pengeboran, penguapan, pemisahan serta penampungan untuk dapat dijual atau dipasarkan. Komoditi yang dihasilkan adalah minyak bumi, kondensat dan gas bumi. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan ekonomi yang termasuk sub sektor ini belum ada Sub Sektor Pertambangan Non Migas Sub sektor pertambangan non migas meliputi pengambilan dan persiapan pengelolaan lanjutan benda padat, baik di bawah maupun di atas permukaan bumi serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan untuk memanfaatkan bahan mentah dan hasil tambang lainnya. Hasil dari kegiatan ini antara lain batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, ferro nikel, nikel mates, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas dan perak, bijih mangan, belerang, yodium, fosfat, aspal alam, dan komoditi tambang selain tersebut di atas. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan ekonomi yang termasuk sub sektor ini belum ada. 27

38 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Sub Sektor Penggalian Sub sektor penggalian mencakup penggalian dan pengambilan segala jenis barang galian, seperti: batu-batuan, pasir dan tanah yang umumnya berada pada permukaan bumi. Hasil dari kegiatan ini adalah batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu karang, batu marmer, pasir untuk bahan bangunan, pasir silika, pasir kwarsa, kaolin, tanah liat, dan komoditi penggalian selain tersebut di atas. Langkah pertama untuk menghitung NTB sub sektor ini adalah dengan mengestimasi output penggalian melalui survei ke lokasi-lokasi penggalian. Selanjutnya output ini dikalikan dengan rasio NTB (diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional Provinsi Sumatera Utara) sehingga diperoleh NTB atas dasar harga konstan. Kemudian, output atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan output atas dasar harga konstan dengan IHPB penggalian. Selanjutnya output ini dikalikan dengan rasio NTB terhadap output dari masing-masing tahun Sektor Industri Pengolahan Sektor ini mencakup kegiatan untuk mengubah atau mengolah suatu barang organik dan atau bahan organik menjadi barang jadi maupun setengah jadi, baik dilakukan dengan tangan atau mesin, sehingga memperoleh nilai yang lebih tinggi. Sektor industri pengolahan dibedakan atas dua kelompok besar (sub sektor), yaitu: Industri pengolahan minyak dan gas bumi (migas) dan Industri pengolahan bukan migas Sub Sektor Industri Pengolahan Minyak dan Gas Bumi (Migas) Sub sektor ini meliputi kegiatan pengolahan minyak dan gas bumi, termasuk juga LPG yang dihasilkan oleh pengilangan gas alam. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan yang termasuk sub sektor ini belum ada. 28

39 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Sub Sektor Industri Pengolahan Bukan Minyak dan Gas Bumi (Non Migas) Industri pengolahan yang termasuk di sini adalah industri makanan, minuman dan tembakau (31); industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (32); industri kayu, bambu, rotan (33); industri barang dari kertas (34); industri kimia dan barang-barang dari kimia dan karet (35); industri barang galian bukan logam (36); industri logam dasar (37); industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (38); dan industri pengolahan lainnya (39). Pada umumnya, NTB sub sektor ini dihitung dengan metode langsung (yaitu pendekatan produksi) dimana indikator produksinya adalah kuantitas barang yang diproduksi dan indikator harganya adalah nilai satuan barang yang diproduksi. Sedangkan untuk penghitungan harga konstan dilakukan dengan cara revaluasi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sub Sektor Listrik Kegiatan ini mencakup pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik, baik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) maupun oleh perusahaan Non-PLN seperti pembangkitan listrik oleh Perusahaan Pemerintah Daerah dan Listrik yang diusahakan oleh swasta (perorangan maupun perusahaan), dengan tujuan untuk dijual, dipakai sendiri, hilang dalam transmisi, dan listrik yang dicuri. Metode penghitungan NTB atas dasar harga berlaku Seri Tahun Dasar 2000 tetap dilakukan dengan metode langsung (pendekatan produksi), dimana indikator produksinya adalah jumlah KwH yang digunakan dan indikator harganya adalah harga per KwH. Akan tetapi, pada seri Tahun Dasar 2000 ini sudah mengeluarkan subsidi, sehingga hasil penghitungan yang diperoleh jauh lebih kecil dari seri sebelumnya. Untuk NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara revaluasi. 29

40 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Sub Sektor Gas Kegiatan ini meliputi penyediaan serta penyaluran gas kota kepada konsumen dengan menggunakan pipa. Di Indonesia, kegiatan usaha ini hanya dilakukan oleh Perum Gas Negara. Khusus di Kota Tebing Tinggi, jenis kegiatan yang termasuk sub sektor ini belum ada Sub Sektor Air Bersih Kegiatan sub sektor air bersih mencakup proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air minum, serta pendistribusian dan penyalurannya secara langsung melalui pipa dan alat lain ke rumahtangga, instansi pemerintah maupun swasta, baik oleh PDAM maupun swasta. Metode penghitungan yang digunakan untuk seri Tahun Dasar 2000 ini masih sama dengan metode penghitungan yang digunakan pada seri Tahun Dasar 1993 yaitu dengan menggunakan pendekatan produksi dan revaluasi Sektor Bangunan Kegiatan sektor bangunan terdiri dari bermacam-macam kegiatan meliputi pembuatan, pembangunan, pemasangan dan perbaikan (berat maupun ringan) semua jenis konstruksi yang keseluruhan kegiatan sesuai dengan menurut KLUI. Metode yang digunakan untuk mendapatkan NTB sektor bangunan adalah melalui pendekatan arus barang (Commodity Flows). Penggunaan metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa besarnya output pada sektor bangunan sejalan dengan besarnya input komoditi yang digunakan untuk bangunan. Metode estimasi untuk memperoleh output dan NTB sektor bangunan, menggunakan cara ekstrapolasi, dimana output dan nilai tambah bruto harga konstan harus diperoleh dahulu sebelum memperoleh output dan NTB harga berlaku, dengan menggunakan IHPB Konstruksi. 30

41 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral 5.6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sub Sektor Perdagangan Kegiatan yang dicakup dalam sub sektor perdagangan meliputi kegiatan membeli dan menjual barang, baik barang baru maupun bekas, untuk tujuan penyaluran/ pendistribusian tanpa mengubah sifat barang tersebut. Sub sektor perdagangan dalam penghitungannya dikelompokkan kedalam dua jenis kegiatan yaitu perdagangan besar dan perdagangan eceran. Perdagangan besar meliputi kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya, pedagang eceran, perusahaan dan lembaga yang tidak mencari untung. Sedangkan pedagang eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumahtangga tanpa merubah sifat, baik barang baru atau barang bekas. Metode yang digunakan yaitu metode arus barang. Output atau margin perdagangan merupakan selisih antara nilai jual dan nilai beli barang yang diperdagangkan setelah dikurangi dengan biaya angkut barang dagangan yang dikeluarkan oleh pedagang. Dengan cara metode arus barang, output dihitung berdasarkan margin perdagangan yang timbul akibat memperdagangkan barangbarang dari sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; dan sektor industri serta barang-barang yang berasal dari impor. NTB diperoleh berdasar perkalian antara total output dengan rasio NTB. Kemudian untuk memperoleh total NTB sub sektor perdagangan dilakukan dengan menjumlahkan NTB tersebut dengan pajak penjualan dan bea masuk barang impor Sub Sektor Hotel Sub sektor ini mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan. Yang dimaksud akomodasi disini adalah hotel berbintang maupun tidak berbintang, serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen, motel dan sejenisnya. 31

42 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Termasuk pula kegiatan penyediaan makanan dan minuman serta penyediaan fasilitas lainnya bagi para tamu yang menginap dimana kegiatan-kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan manajemen dan penginapan. Alasan penggabungan ini karena data sulit dipisahkan. NTB sub sektor hotel diperoleh dengan menggunakan pendekatan produksi. Indikator produksi yang digunakan adalah jumlah tamu menginap dan indikator harganya adalah rata-rata tarif per malam kamar. Output atas dasar harga berlaku diperoleh berdasar perkalian indikator produksi dengan indikator harganya. Sedangkan NTB diperoleh berdasarkan perkalian output dengan rasio NTB-nya. Output dan NTB atas dasar harga konstan dihitung dengan metode ekstrapolasi Sub Sektor Restoran Kegiatan sub-sektor restoran mencakup usaha penyediaan makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi ditempat penjualan. Kegiatan yang termasuk dalam sub sektor ini, seperti: rumah makan, warung nasi, warung kopi, katering dan kantin. Pendekatan yang digunakan untuk menghitung NTB sub sektor restoran yaitu pendekatan pengeluaran konsumsi makanan dan minuman jadi diluar rumah Sektor Angkutan dan Komunikasi Sub Sektor Pengangkutan Kegiatan yang dicakup dalam sub sektor pengangkutan terdiri atas Jasa Angkutan Rel; Angkutan Jalan Raya; Angkutan Laut; Angkutan Sungai, Danau dan penyebrangan (ASDP); Angkutan Udara; dan Jasa Penunjang Angkutan. Kegiatan pengangkutan meliputi kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan alat angkut atau kendaraan, baik bermotor maupun tidak bermotor. Sedangkan jasa penunjang angkutan mencakup kegiatan yang sifatnya menunjang kegiatan pengangkutan seperti terminal, pelabuhan dan pergudangan. 32

43 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral a. Angkutan Rel Meliputi pengangkutan barang dan penumpang menggunakan alat angkut kereta api yang sepenuhnya dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia. Metode Estimasi yang digunakan yaitu pendekatan produksi. Output dan NTB atas dasar harga berlaku diolah dari laporan keuangan Perusahaan Kereta Api. Sedangkan output atas dasar harga konstan diperoleh dengan metode ekstrapolasi yaitu dengan menggunakan jumlah penumpang dan barang sebagai ekstrapolatornya. NTB diperoleh berdasarkan perkalian antara output atas dasar harga konstan dengan rasio NTB-nya. b. Angkutan Jalan Raya Meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang menggunakan alat angkut kendaraan jalan raya, baik bermotor maupun tidak bermotor. Termasuk juga kegiatan carter/sewa kendaraan baik dengan atau tanpa pengemudi. Metode estimasi yang digunakan adalah pendekatan produksi. Output atas dasar harga berlakunya merupakan perkalian antara indikator produksi dengan indikator harga untuk masing-masing jenis angkutan. Sedangkan output atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi. NTB dihitung berdasarkan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. c. Angkutan Laut Meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kapal laut yang beroperasi di dalam dan keluar daerah domestik. Tidak termasuk kegiatan pelayaran laut yang diusahakan oleh perusahaan lain yang berada dalam satu satuan usaha, dimana kegiatan pelayaran ini sifatnya hanya menunjang kegiatan induknya dan data yang tersedia sulit untuk dipisahkan. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan yang termasuk disini tidak ada. 33

44 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral d. Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan Kegiatan yang dicakup meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kapal/angkutan sungai dan danau baik bermotor maupun tidak bermotor, serta kegiatan penyebrangan dengan alat angkut kapal ferri. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan yang termasuk disini tidak ada. e. Angkutan Udara Kegiatan ini meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan pesawat udara yang diusahakan oleh perusahaan penerbangan yang beroperasi di Sumatera Utara. Untuk Kota Tebing Tinggi, kegiatan yang termasuk disini tidak ada. f. Jasa Penunjang Angkutan Mencakup kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan, yaitu meliputi jasa-jasa pelabuhan udara, laut, sungai, danau, darat seperti terminal dan tempat parkir, bongkar muat laut dan darat, keagenan penumpang, ekspedisi, jalan tol dan jasa penunjang lainnya seperti pengerukan dan pengujian kelayakan angkutan laut. Metode estimasi yang digunakan adalah pendekatan produksi. Output dan NTB atas dasar harga berlaku dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya monopoli diperoleh dari pengolahan laporan keuangan instansi terkait. Kegiatan lainnya diperhitungkan dengan mengalikan indikator produksi dan harga Sub Sektor Komunikasi Sub sektor ini terdiri dari kegiatan Pos, Telekomunikasi, dan Jasa Penunjang Komunikasi. Kegiatan Pos dan Giro mencakup kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain dalam hal pengiriman surat, wesel dan paket pos yang diusahakan oleh Perum Pos dan Giro. Kegiatan telekomunikasi meliputi pemberian jasa kepada pihak lain dalam hal pengiriman berita melalui telegram, telepon, telex, faximile, maupun telepon 34

45 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral seluler. Jasa Penunjang Komunikasi meliputi kegiatan lainnya yang menunjang radio panggil (pager) dan telepon seluler (ponsel). Metode estimasi yang digunakan adalah pendekatan produksi. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari laporan keuangan PT. Pos dan Giro serta PT. Telkom yang merupakan penjumlahan upah dan gaji, penyusutan, laba/rugi, dan komponen-komponen lainnya. Sedangkan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan metode ekstrapolasi. Output dan NTB jasa penunjang komunikasi diestimasi dengan pendekatan produksi, yaitu dengan menggunakan jumlah perusahaan sebagai indikator produksi, dan rata-rata pendapatan per perusahaan sebagai indikator harganya. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan dihitung dengan metode ekstrapolasi Sektor Keuangan, Sewa Bangunan, dan Jasa Perusahaan Sub Sektor Bank Kegiatan yang dicakup adalah kegiatan yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain, seperti: menerima simpanan terutama dalam bentuk giro dan deposito, memberikan kredit/pinjaman baik kredit jangka pendek/menengah dan panjang, mengirim uang, membeli dan menjual surat-surat berharga, mendiskonto surat wesel/kertas dagang/surat hutang dan sejenisnya, menyewakan tempat menyimpan barang berharga, dan sebagainya. Output dari usaha perbankan adalah jumlah penerimaan atas jasa pelayanan bank yang diberikan kepada pemakainya, seperti biaya administrasi atas transaksi dengan bank, biaya pengiriman wesel, dan sebagainya. Dalam output bank dimasukkan pula imputasi jasa bank yang besarnya sama dengan selisih antara bunga yang diterima dengan bunga yang dibayarkan. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari laporan Bank Indonesia (BI), sedangkan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara deflasi dengan deflator IHK umum Provinsi Sumatera Utara. 35

46 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Sub Sektor Lembaga Keuangan Bukan Bank Kegiatan yang termasuk pada sub sektor ini antara lain: asuransi, dana pensiun, pegadaian, lembaga pembiayaan (leasing), dan koperasi simpan pinjam. a. Asuransi Asuransi adalah salah satu jenis lembaga keuangan bukan bank yang usaha pokoknya menanggung resiko-resiko atas terjadinya musibah/kecelakaan atas barang atau orang tersebut (termasuk tunjangan hari tua). Pada pihak yang ditanggung dapat menerima biaya atas hancur atau rusaknya barang atau mengakibatkan terjadinya kematian tertanggung. Jasa asuransi ini dibedakan menjadi asuransi jiwa, asuransi sosial serta asuransi kerugian. Asuransi jiwa adalah usaha perasuransian yang khusus menanggung resiko kematian, kecelakaan atau sakit, termasuk juga jaminan hari tua/masa depan pihak tertanggung. Nilai pertanggungan ditentukan dan disetujui oleh kedua belah pihak yang dicantumkan dalam surat perjanjian. Asuransi kerugian adalah usaha perasuransian yang khusus menanggung resiko atas kerugian, kehilangan atau kerusakan harta milik/benda termasuk juga tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin terjadi terhadap harta/milik tertanggung karena sebab-sebab tertentu dengan suatu nilai pertanggungan yang besarnya telah ditentukan dan disetujui oleh kedua belah pihak yang dicantumkan dalam surat perjanjian. Asuransi Sosial adalah usaha perasuransian yang mencakup usaha asuransi jiwa (kerugian) yang dibentuk pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pihak asuransi dengan seluruh/segolongan masyarakat untuk tujuan sosial. Pihak asuransi ini akan menerima/menampung sejumlah iuran/sumbangan wajib dari masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan umum, seperti: jasa angkutan, jasa kesehatan, jasa/pelayanan terhadap pemilik kendaraan bermotor dan pelayanan hari tua. 36

47 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Output dari kegiatan asuransi merupakan rekapitulasi dari output asuransi jiwa, asuransi bukan jiwa (asuransi sosial, asuransi dan reasuransi kerugian serta broker asuransi). Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan asuransi berupa biaya umum (seperti pembelian alat tulis kantor, BBM, rekening listrik dan sebagainya), biaya pemeliharaan, sewa gedung dan biaya administrasi. NTB atas harga berlaku diperoleh berdasar selisih antara output dan biaya antara yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Sedangkan untuk NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara sebagai berikut: - untuk asuransi jiwa menggunakan metode ekstrapolasi dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah pemegang polis; - untuk asuransi sosial menggunakan metode ekstrapolasi dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah peserta; - untuk asuransi kerugian menggunakan metode deflasi dan sebagai deflatornya adalah indeks harga perdagangan besar (IHPB) umum Provinsi Sumatera Utara. b.dana Pensiun Dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola program yang menjanjikan manfaat pensiun. Manfaat pensiun adalah pembayaran berkala yang dibayarkan pada peserta pada saat peserta pensiun dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun. Manfaat pensiun terdiri dari pensiun normal, manfaat pensiun dipercepat, manfaat pensiun cacat dan manfaat pensiun ditunda. Jenis dana pensiun dibedakan menjadi dua yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Output dari NTB atas dasar harga berlaku dari kegiatan dana pensiun diperoleh dari hasil pengolahan laporan keuangan kegiatan tersebut. Sedangkan estimasi output dan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan cara ekstrapolasi dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah peserta. c. Pegadaian Mencakup usaha lembaga perkreditan pemerintah yang bersifat monopoli dan dibentuk berdasarkan ketentuan undang-undang, yang tugasnya antara lain membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai 37

48 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral dengan cara yang mudah, cepat, aman dan hemat. Kegiatan utamanya adalah memberi pinjaman uang kepada seseorang atau segolongan masyarakat dengan menerima jaminan benda bergerak. Besarnya pinjaman sesuai dengan nilai barang jaminan yang diserahkan pihak peminjam tanpa syarat apapun mengenai penggunaan dananya. Output dan NTB atas dasar harga berlaku dari kegiatan Pegadaian diperoleh dari hasil pengolahan laporan keuangan Perum Pegadaian. Outputnya terutama dari sewa modal, bunga deposito dan lain-lain (sewa rumah). NTB diperoleh dengan cara mengurangkan output dengan biaya antara. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi, dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah nasabah. d. Lembaga Pembiayaan Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang bergerak di sektor keuangan dengan melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Lembaga pembiayaan ini mencakup kegiatan sewa guna usaha, modal ventura, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Output dan struktur input atas dasar harga berlaku lembaga pembiayaan ini diperoleh dari Direktori Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan Departemen Keuangan. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi, dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah perusahaan. e. Koperasi Simpan Pinjam NTB atas dasar harga berlaku koperasi simpan pinjam ini diperoleh dengan metode langsung (pendekatan pendapatan) dari Survei Koperasi. Sedangkan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi, dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah anggota. 38

49 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Sub Sektor Jasa Penunjang Keuangan Sub Sektor ini mencakup kegiatan pedagang valuta asing (money changer), pasar modal dan jasa penunjangnya, manajer investasi, reksa dana, biro administrasi efek, tempat penitipan harta, dan sejenisnya. Di Kota Tebing Tinggi, kegiatan-kegiatan tersebut belum ada, kalaupun ada tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sub sektor bank, sehingga besaran kinerja sub sektor bank juga termasuk sub sektor jasa penunjang keuangan Sub Sektor Sewa Bangunan Sub-sektor ini meliputi usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bangunan bukan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan, serta usaha persewaan tanah persil Sub Sektor Jasa Perusahaan Cakupan sub sektor ini antara lain: kegiatan jasa hukum (advokat/pengacara, notaris), jasa akuntansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian data, dan jasa arsitektur. Kegiatan-kegiatan yang termasuk sub sektor ini yang ada di Kota Tebing Tinggi hanya jasa hukum. Yang dimaksud dengan advokat adalah ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat atau pembela perkara dalam pengadilan, baik perkara pidana maupun perdata. Sedangkan notaris adalah orang yang ditunjuk dan diberi kuasa oleh Departemen Kehakiman untuk mensahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, akte dan sebagainya. Output jasa perusahaan diperoleh dari perkalian antara indikator produksi (jumlah perusahaan) dengan indikator harga (rata-rata output perusahaan). 39

50 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral 5.9. Sektor Jasa-jasa Sub Sektor Jasa Pemerintahan Sub sektor Jasa pemerintahan pada prinsipnya terbagi dua yaitu pelayanan dari departemen pemerintahan dan pertahanan, dan pelayanan yang diberikan oleh badan-badan di bawah departemen tersebut. Pelayanan yang ke-2 ini disebut jasa pemerintahan lainnya. a. Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan Sektor pemerintahan umum dan pertahanan mencakup semua departemen dan non departemen, badan/lembaga tinggi negara, kantor-kantor dan badan-badan yang berhubungan dengan administrasi pemerintahan dan pertahanan. Belanja pegawai untuk pemerintah yang memegang tata usaha dikategorikan sebagai administrasi pemerintah, sedangkan belanja pegawai guru pemerintah yang tugasnya mengajar dikategorikan sebagai jasa pendidikan. Begitu juga dokter pemerintah yang tidak melayani masyarakat dikelompokkan sebagai jasa kesehatan. Kegiatan-kegiatan ini meliputi semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah yang terdiri dari pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan desa termasuk angkatan bersenjata. b. Jasa Pemerintah Lainnya Jasa pemerintah lainnya meliputi kegiatan yang bersifat jasa seperti sekolahsekolah pemerintah, universitas pemerintah, rumah sakit pemerintah, bimbingan masyarakat terasing, museum, perpustakaan, tempat-tempat rekreasi yang dibiayai dari keuangan pemerintah, dimana pemerintah memungut pembayaran yang umumnya tidak mencapai besarnya biaya yang dikeluarkan untuk biaya tersebut. Unitunit usaha semacam ini menyediakan pelayanan jasa untuk masyarakat. Aparat pemerintah yang melayani penyuluhan KB atau memberi penyuluhan kepada masyarakat terasing dikategorikan sebagai jasa kemasyarakatan lainnya. Sedangkan pegawai pemerintah yang melakukan penjualan karcis masuk taman 40

51 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral hiburan, museum atau melayani masyarakat di perpustakaan dikategorikan sebagai jasa hiburan dan kebudayaan. Belanja pegawai dari sektor ini terdiri dari gaji pokok, honorarium dan tunjangan lainnya. Belanja pegawai yang dipisahkan dari belanja pembangunan di transfer ke belanja rutin, seperti pembayaran honor pegawai negeri yang turut dalam kegiatan proyek. Belanja pegawai jasa pemerintahan lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah, baik rutin maupun pembangunan adalah untuk guru-guru sekolah negeri, pekerja rumah sakit pemerintah, pekerja bimbingan masyarakat terasing, pekerja perpustakaan dan tempat-tempat rekreasi serta museum pemerintah. Struktur biaya dari sektor ini tidak memuat unsur surplus usaha. Sedangkan pemerintah tidak melakukan pembayaran pajak tak langsung, sehingga untuk memperoleh nilai tambah bruto diperkirakan dari penjumlahan belanja pegawai serta perkiraan penyusutan. Karena penyusutan barang modal untuk sektor pemerintah umum datanya belum tersedia, maka nilai penyusutan diadakan estimasi berdasarkan rasio terhadap belanja pegawai. Data untuk estimasi NTB sektor pemerintah umum didasarkan pada realisasi pengeluaran pemerintah. Belanja pegawai jasa pemerintahan lainnya yang ditransfer dari pemerintah pusat dan daerah diperoleh dari realisasi anggaran belanja pembangunan menurut sektor dan sub sektor. Sedangkan belanja pegawai jasa pemerintah lainnya untuk pemerintah daerah diperoleh dari belanja pegawai menurut jenis pengeluaran. Disamping belanja pegawai di atas penyusutan juga termasuk dalam penghitungan NTB jasa pemerintahan lainnya. Dimana nilai penyusutan diperkirakan sekitar 5 (lima) persen dari nilai belanja pegawai. Perkiraan NTB sektor pemerintahan umum dan jasa lainnya atas dasar harga konstan dihitung dengan cara ekstrapolasi menggunakan tertimbang jumlah pegawai negeri menurut golongan kepangkatan. 41

52 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral Sub Sektor Jasa Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa kemasyarakatan meliputi jasa pendidikan, kesehatan, riset/penelitian, palang merah, panti asuhan, panti wreda, yayasan pemeliharaan anak cacat/ypac, rumah ibadah dan sejenisnya, yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Output jasa sosial dan kemasyarakatan diperoleh dari hasil perkalian antara masingmasing indikator produksi seperti jumlah murid menurut jenjang pendidikan, jumlah tempat tidur rumah sakit, jumlah dokter, jumlah anak yang diasuh, jumlah orang lanjut usia yang dirawat, jumlah rumah ibadah, jumlah anak cacat yang dirawat dengan ratarata output per masing-masing indikator. Kemudian, NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari hasil perkalian antara rasio NTB dengan output. b. Jasa Hiburan dan Rekreasi Meliputi kegiatan produksi dan distribusi film komersial dan film dokumenter serta reproduksi film video, jasa bioskop dan panggung hiburan, studio radio, perpustakaan, museum, kebun binatang, gedung olahraga, kolam renang, klab malam, taman hiburan, lapangan golf, lapangan tenis, bilyar, klub galatama, artis film, artis panggung, karaoke, video klip, studio televisi, dan stasiun pemancar radio yang dikelola oleh swasta, termasuk juga rental VCD dan Play Station. Output kegiatan ini diperoleh dengan mengalikan indikator produksi masingmasing kegiatan (seperti: jumlah usaha atau tenaga kerja) dengan indikator harga (seperti: rata-rata output per usaha atau tenaga kerja). Kemudian, NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari hasil perkalian antara rasio NTB dengan output. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan menggunakan metode deflasi dengan deflatornya adalah IHK hiburan dan rekreasi Sumatera Utara. c. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Meliputi segala jenis kegiatan jasa yang pada umumnya melayani perorangan dan rumah tangga yang terdiri dari : 42

53 Bab 5. Ruang Lingkup Sektoral a. Jasa perbengkelan/reparasi kendaraan bermotor, mencakup perbaikan kecilkecilan dari kendaraan roda empat, roda tiga, dan roda dua, seperti: mobil pribadi, mobil umum, becak motor, sepeda motor, dan sebagainya. b. Jasa perbengkelan/reparasi lainnya, seperti: perbaikan/reparasi jam, televisi, radio, lemari es, mesin jahit, sepeda, dan barang-barang rumahtangga lainnya. c. Jasa pembantu rumahtangga, seperti: tukang cuci, koki, tukang kebun, penjaga malam, pengasuh bayi dan anak, dan sejenisnya. d. Jasa perorangan lainnya, seperti: tukang binatu, tukang cukur, tukang jahit, tukang semir sepatu, dan sejenisnya. Output atas dasar harga berlaku untuk jasa perbengkelan dan jasa perbengkelan lainnya diperoleh dari perkalian antara masing-masing jumlah tenaga kerja dengan rata-rata output per tenaga kerja, sedangkan output jasa pembantu rumah tangga, pengasuh bayi dan sejenisnya diperoleh dari perkalian antara pengeluaran per kapita untuk pembantu rumah tangga dengan jumlah penduduk pertengahan tahun untuk jasa perorangan yang belum dicakup. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari hasil perkalian antara rasio NTB dengan output, sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan metode ekstrapolasi. 43

54

55 BAB TINJAUAN EKONOMI KOTA TEBING TINGGI S ejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, pemulihan dan penstabilan ekonomi merupakan agenda yang terus dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mengembalikan perekonomian nasional. Akan tetapi, hasil dari agenda tersebut tentunya tidak dapat diperoleh secara maksimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa adanya peran serta dari pemerintah daerah. Oleh sebab itu, dukungan pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses recovery. Apalagi, adanya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 telah mengesahkan diberlakukannya Otonomi Daerah (OTDA). Diberlakukannya OTDA bukan berarti pemerintah daerah dapat sewenangwenang menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya, tetapi pemerintah daerah harus pandai mengelola objek pajaknya dan mengelola alokasi dana yang disediakan oleh pemerintah pusat. Artinya, pemerintah daerah tidak dapat seenaknya menetapkan tarif yang tinggi dari objek pajak yang ada ataupun memperbanyak jenis kutipan dari objek yang sama, karena apabila besarnya kutipan per jenis kegiatan di wilayahnya lebih tinggi dari wilayah tetangga dapat mengakibatkan menurunnya minat investor untuk menanamkan modal. Akan tetapi, jika pemerintah daerah mampu menggunakan dana yang ada secara optimal sehingga memacu pertumbuhan ekonomi, maka dengan sendirinya objek pajak akan bertambah. Bertambahnya objek pajak tentu akan menambah pendapatan daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut. Hal ini tentunya menjadi tujuan kebijakan ekonomi yaitu menciptakan kemakmuran. Salah satu indikator ekonomi yang dapat mengukur tingkat kemakmuran suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Melalui PDRB dapat

56 Bab 6. Tinjauan Ekonomi Kota Tebing Tinggi diketahui kinerja ekonomi, pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, PDRB Per Kapita, dan inflasi pada tingkat produsen suatu daerah Kinerja Ekonomi Dalam periode , kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku terus mengalami peningkatan. Lima tahun lalu (tahun 2000), kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi hanya sebesar Rp.689,99 milyar. Angka ini kemudian meningkat menjadi Rp.798,66 milyar di tahun 2001, lalu meningkat lagi menjadi Rp.892,58 milyar tahun 2002, Rp.981,12 milyar tahun 2003, Rp.1,09 triliun tahun Terakhir, kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi sebesar Rp.1,25 triliun pada tahun GRAFIK 6.1. PDRB Kota Tebing Tinggi Tahun (milyar Rp.) ,99 689,99 798,66 718,15 892,58 760,47 981,12 795, ,22 839, ,17 876, * PDRB ADH Berlaku PDRB ADH Konstan 2000 Catatan: *) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi Secara riil, dengan mengeluarkan faktor inflasi, kinerja ekonomi Kota Tebing Tinggi yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 mencapai Rp.876,39 milyar pada tahun Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi lima tahun yang lalu (tahun 2000) yang hanya sebesar Rp.689,99 milyar ataupun dari tahun 2004 yang sebesar Rp.839,64 milyar. 46

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI 1. KONSEP DAN DEFINISI Konsep-konsep yang digunakan dalam penghitungan Produk Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut : Domestik A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB BAB II METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional 1.3 Perubahan Tahun Dasar

1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional 1.3 Perubahan Tahun Dasar 1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional 1.3 Perubahan Tahun Dasar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu II. METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2006 2009 Nomor Katalog BPS : 9302008.1118 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vi + 60 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TINJAUAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 MENURUT LAPANGAN USAHA Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang Tahun 2014 i ii Tinjauan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha KATALOG BPS: 9202.3503 KABUPATEN TRENGGALEK Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha 2006-2010 Gross Regional Domestic Product Of Trenggalek Regency By Industrial Origin

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 U M U M

BAB I PENDAHULUAN 1.1 U M U M BAB I PENDAHULUAN 1.1 U M U M Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan satu dari beragam indikator ekonomi yang digunakan dalam mengukur kinerja perekonomian. Indikator tersebut memberikan gambaran

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perdebatan panjang tentang ekonomi global dan tentang krisis yang melanda

BAB1 PENDAHULUAN. Perdebatan panjang tentang ekonomi global dan tentang krisis yang melanda BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Perdebatan panjang tentang ekonomi global dan tentang krisis yang melanda Eropa dan bagaimana dampaknya terhadap wilayah Asia dan khusunya wilayah Indonesia terutama terhadap

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2002-2010 Katalog BPS : 9302008.7101 ISSN 0215 6432 Ukuran Buku : 16,5 Cm X 21,5 Cm Jumlah Halaman : ix + 115 Halaman Naskah : Badan

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9213.3207 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Ciamis Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2012 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN CIAMIS MENURUT LAPANGAN USAHA Gross Regional Domestic

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya selama ini, telah diimplementasikan pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 Ukuran Buku Jumlah Halaman Diterbitkan Oleh Dicetak Oleh : 21 cm x 29,7 cm : x + 97 halaman : Badan Perencanaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TINJAUAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015 MENURUT LAPANGAN USAHA Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang Tahun 2015 i SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA Puji syukur

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur bahwa Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang Tahun 2010 bisa terbit. Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK...

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK... DAFTAR ISI SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK... i ii iii v vi I. PENDAHULUAN 1.1. Umum... 1 1.2. Pengertian Pendapatan Regional... 1 1.2.1. Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara BAB II URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan pada bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara penghitungan nilai tambah bruto atas

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. Drs.HADI PURWONO Pembina Utama Muda NIP

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. Drs.HADI PURWONO Pembina Utama Muda NIP SAMBUTAN Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur bahwa Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang Tahun 2009 bisa terbit. Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA PDRB PDRB PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA 2000-2006 ISSN : - No Publikasi : 71020.0702 Katalog BPS : 9203.7102 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 cm X 28 cm

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

9205.3572 GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT OF BLITAR CITY Kerjasama : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BLITAR Dengan BAPPEDA KOTA BLITAR Central Board Of Statistics And RegionalDevelopment Planing BoardOf Blitar

Lebih terperinci

Badan Perencananan Pembangunan Daerah Bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar

Badan Perencananan Pembangunan Daerah Bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar Melalui publikasi ini, pembaca akan diantarkan pada ulasan mengenai : Pertumbuhan Ekonomi Struktur Ekonomi PDRB per kapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha tahun 2010 2011 dan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan II Tahun 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Triwulan II Tahun 2014...6

Lebih terperinci

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat.

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. BAB II METODOLOGI P DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. Penggunaan PDRB tersebut secara garis besar ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan III Tahun 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Triwulan III Tahun 2014...6

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Tahun 2013-2014 Triwulan I...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Tahun 2013-2014 Triwulan I...8

Lebih terperinci

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BERAU 3.1. Tinjauan Umum Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUTAI TIMUR GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT KUTAI TIMUR REGENCY

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUTAI TIMUR GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT KUTAI TIMUR REGENCY PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUTAI TIMUR GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT KUTAI TIMUR REGENCY 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUTAI TIMUR 2013 GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Gambaran Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam era otonomi daerah, kebutuhan akan data sebagai bahan perencanaan dan evaluasi pembangunan terutama pembangunan di tingkat kabupaten/kota semakin meningkat. Kebijakan-kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sejumlah peneltian terdahulu diambil untuk memperkuat penelitian ini dan sekaligus sebagai acuan dalam penelitian ini. Adapun penelitian tersebut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a,

KATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a, KATA PENGANTAR Kondisi perekonomian makro memberikan gambaran mengenai daya saing dan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Gambaran ekonomi makro dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha KATALOG BPS: 9202.3503 ht tp :// tre ng ga le kk ab.b ps.g o. id Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha 2008-2012 Badan Pusat Statistik Kabupaten Trenggalek Statistics

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Pertanian Menurut Mosher dalam Mubyarto (1989) mendefinisikan pertanian sebagai sejenis proses produksi khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

Katalog BPS : Kerjasama : BAPPEDA Kabupaten Kudus Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus

Katalog BPS : Kerjasama : BAPPEDA Kabupaten Kudus Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus Katalog BPS : 9205.3319 Kerjasama : BAPPEDA Kabupaten Kudus Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KUDUS TAHUN 2011 GDRP of Kudus 2011 No. Publikasi : 33195.0901

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

KABUPATEN BENGKULU TENGAH

KABUPATEN BENGKULU TENGAH Katalog BPS : 9302008.1709 4 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BENGKULU TENGAH BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BENGKULU TENGAH PDRB SEKTORAL KABUPATEN BENGKULU TENGAH TAHUN 2012 Nomor Publikasi: 1709.1002

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010

PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010 BAB 1 PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya ditujukan agar tercipta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik.

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Gambaran Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan pada dasarnya merupakan perkiraan atau dugaan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu yang akan datang. Peramalan juga dapat

Lebih terperinci

Tinjauan Ekonomi. Kabupaten Magelang 2013

Tinjauan Ekonomi. Kabupaten Magelang 2013 Tinjauan Ekonomi Kabupaten Magelang 2013 Judul Buku : TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN MAGELANG 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : vi+74 hal Naskah : Seksi Statistik Neraca

Lebih terperinci

Kerjasama : KATALOG :

Kerjasama : KATALOG : Kerjasama : KATALOG : 9302008.6205 KATALOG : 9302008.6205 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BARITO UTARA TAHUN 2006 2010 Edisi 2011 ISSN. 0216.4796 No.Publikasi : 6205.11.01 Katalog BPS : 9302008.6205

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality 2010/2011 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA Gross Regional Domestic Product of Jayapura

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO HALMAHERA TIMUR 2011

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO HALMAHERA TIMUR 2011 . PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO HALMAHERA TIMUR 2011 No. Katalog BPS : 9205.8206 No.Publikasi : 8206.001 Ukuran Buku : 16,5 cm x 21,5 cm Jumlah Halaman : xx + 128 Halaman Naskah: Seksi Neraca Wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PONOROGO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PONOROGO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ponorogo KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

P D R B KABUPATEN KERINCI MENURUT LAPANGAN USAHA

P D R B KABUPATEN KERINCI MENURUT LAPANGAN USAHA P D R B KABUPATEN KERINCI MENURUT LAPANGAN USAHA 2008-2012 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008-2012 MENURUT LAPANGAN USAHA ISSN : No. Publikasi : 15015.1306 Katalog BPS :

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BANDA ACEH TAHUN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BANDA ACEH TAHUN KATALOG BPS 9205.1171 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002-2007 ISBN : 979.466.016.7 NOMOR PUBLIKASI : 9205.1171 NASKAH GAMBAR DITERBITKAN OLEH : BPS KOTA BANDA ACEH : BPS KOTA BANDA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan memerlukan perencanaan yang akurat dari pemerintah. Upaya dalam meningkatkan

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA 2000-2008 ISSN : - No Publikasi : 71060.0802 Katalog BPS : 1403.7106 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 cm X 28 cm : vi + 40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO 1. PERKEMBANGAN KABUPATEN BUNGO merupakan penghitungan atas nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah/wilayah. Data

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kota Probolinggo Menurut Lapangan Usaha

Produk Domestik Regional Bruto Kota Probolinggo Menurut Lapangan Usaha Katalog BPS : 9302013.3574 Produk Domestik Regional Bruto Kota Probolinggo Menurut Lapangan Usaha 2008-2012 Katalog BPS : 9302013.3574 TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA PROBOLINGGO 2008-2012

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang Tahun 2012. Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah

Lebih terperinci

PRODUK DOMESIK REGIONAL

PRODUK DOMESIK REGIONAL PRODUK DOMESIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MIMIKA GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT OF MIMIKA REGENCY 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MIMIKA 2013 Gross Domestic Regional Product of Mimika Regency

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2014 ANALISIS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2009-2013 KERJASAMA BADAN

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN. Kepada semua pihak, baik pemerintah maupun swasta yang telah memberikan data demi terwujudnya publikasi ini kami ucapkan terima kasih.

KATA SAMBUTAN. Kepada semua pihak, baik pemerintah maupun swasta yang telah memberikan data demi terwujudnya publikasi ini kami ucapkan terima kasih. KATA SAMBUTAN Penerbitan publikasi Produk Domestik Regional Bruto 2008 2012, merupakan lanjutan dari publikasi yang sama tahun sebelumnya yang berisikan gambaran informasi data statistik mengenai kemajuan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER PDRB KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Rata rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Paser kembali menembus angka dua digit sejak tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci