Pengelolaan hutan kemasyarakatan di Kawasan Jantung Kalimantan
|
|
- Verawati Pranoto
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pengelolaan hutan kemasyarakatan di Kawasan Jantung Kalimantan Catatan Singkat 2: Penurunan emisi dari penebangan dan degradasi hutan Pengelolaan hutan kemasyarakatan dapat memainkan peran penting dalam upaya Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dari penebangan dan degradasi hutan Standar Internasional Plan Vivo mengesahkan penurunan emisi, membantu masyarakat dalam menghasilkan pendapatan dari penjualan kompensasi karbon dan sumber pembiayaan lainnya yang berbasis kinerja Metode sederhana untuk memperkirakan dan memantau penurunan emisi gas rumah kaca, yang disetujui oleh Plan Vivo, dikembangkan melalui dua proyek percontohan di Kalimantan Proyek-proyek percontohan tersebut berpotensi mencegah emisi lebih dari ton karbon dioksida dalam lima tahun pertama operasinya Metode yang dijelaskan dalam catatan singkat ini dapat diterapkan pada proyekproyek pengelolaan hutan kemasyarakatan di seluruh kawasan Jantung Kalimantan
2 Penebangan dan degradasi hutan di Indonesia merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk mencegah penbangan dan degradasi hutan (yang dikenal dengan REDD+) melalui pengelolaan hutan kemasyarakatan yang efektif berpotensi untuk berkontribusi pada upaya nasional dan global untuk mengatasi dampak negatif perubahan iklim. Proyek Pengelolaan Hutan dan Keanekaragaman Hayati Berkelanjutan di Kalimantan (Sustainable Forest and Biodiversity Management in Borneo/SFBMB) didanai oleh Asian Development Bank dan dilaksanakan oleh Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Proyek ini melaksanan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan kemasyarakatan dengan tujuan mencegah penebangan dan degradasi hutan di dua lokasi percontohan, yaitu Hutan Desa Nanga Lauk (HDNL) di Kalimantan Barat dan Wilayah Adat Masyarakat Punan Long Adiu (WAMPA) di Kalimantan Utara. Catatan singkat ini menjelaskan pendekatan-pendekatan yang dikembangkan, dan potensi penurunan emisi yang diharapkan akan dihasilkan dari pengelolaan hutan kemasyarakatan yang efektif di lokasi-lokasi percontohan SFBMB. Proyek ini mengidentifikasi bahwa penjualan 'sertifikat penurunan emisi' cenderung menawarkan sumber pendanaan untuk kegiatan perlindungan hutan dan mata pencaharian di lokasi-lokasi percontohan, dimana potensi tersebut sedang digali. Mengingat ukuran kawasan proyek yang relatif kecil, diperlukan pendekatan biaya yang efektif untuk mengkaji dan memantau penurunan emisi, dan mengarah pada pemilihan standar 'Plan Vivo'. Kedua lokasi percontohan proyek mencapai status sebagai hutan desa pertama di Indonesia yang akan divalidasi oleh Plan Vivo - sebuah pencapaian yang signifikan. Untuk rincian lengkap dan informasi lebih lanjut, lihat Dokumen Rancangan Proyek Plan Vivo: Wilayah Adat Masyarakat Punan Long Adiu Hutan Desa Nanga Lauk Standar Plan Vivo Standar Plan Vivo adalah sebuah standar internasional untuk sertifikasi proyekproyek berbasis masyarakat yang mencapai penurunan emisi, dan peningkatan ekosistem dan mata pencaharian setempat. Agar proyek dapat didaftarkan oleh Plan Vivo, proyek tersebut harus membuat Dokumen Rancangan Proyek (DRP) yang menggambarkan manfaat yang diharapkan dari proyek tersebut, dan kegiatankegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapainya. DRP ini akan ditinjau oleh para pakar teknis dan tenaga validasi independen. 2 Proyek-proyek Plan Vivo menyusun laporan tahunan tentang pencapaianpencapaian mereka yang diajukan kepada Plan Vivo Foundation. Jika sasaransasaran pemantauan yang dibutuhkan terpenuhi, sertifikat untuk setiap ton penurunan emisi karbon dioksida yang tercapai akan dikeluarkan untuk proyek tersebut. Sertifikat-sertifikat ini dapat dijual sebagai kompensasi karbon, atau digunakan sebagai sarana untuk mendemonstrasikan kinerja kepada pemberi dana proyek.
3 Skenario emisi baseline Skenario emisi baseline, yang juga dikenal sebagai Tingkat Emisi Rujukan (Reference Emission Level/REL) atau Tingkat Rujukan Emisi Hutan (Forest Reference Emission Level/ FREL), menggambarkan emisi yang diharapkan dari penebangan dan degradasi hutan jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mencegah emisi. Hal ini kadang disebut skenario BAU (Business As Usual). Di kedua lokasi percontohan, kelanjutan penggunaan lahan saat ini diidentifikasi sebagai skenario penggunaan lahan baseline yang paling mungkin terjadi, dan hambatan diidentifikasi yang akan menghambat masyarakat dalam melindungi kawasan proyek secara efektif tanpa dukungan dari luar. Analisis hambatan untuk kedua lokasi ini dirangkum di bawah ini. Jenis hambatan Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu (WAMPA) Hutan Desa Nanga Lauk (HDNL) Hukum / Politik Keuangan Masyarakat Punan Long Adiu tidak memiliki hak hukum atas wilayah adat mereka, yang saat ini sebagian besar diserahkan ke konsesi penebangan, pertambangan dan kelapa sawit. Tanpa hak ini, masyarakat Punan Long Adiu tidak memiliki dasar hukum untuk mengembangkan dan menerapkan kendali atas pemanfaatan hutan di WAMPA. Masyarakat Punan Long Adiu merupakan masyarakat miskin dengan sedikit sumber pendapatan tunai dan kebutuhan pembangunan desa yang mendesak, termasuk memastikan persediaan air minum, dan pembangunan sarana dan dukungan kesehatan dan pendidikan. Masyarakat kekurangan dana yang dibutuhkan untuk membangun dan melaksanakan kegiatankegiatan yang diperlukan untuk melindungi wilayah adat mereka secara efektif. Kurangnya dukungan pemerintah untuk perhutanan sosial. Masyarakat Nanga Lauk tidak memiliki dukungan pendanaan untuk melakukan kegiatan patroli dan pemantauan hutan secara efektif, atau meningkatkan peluang mata pencaharian yang ada. Kegiatan patroli dan pengawasan hutan juga menghambat mereka dalam melakukan kegiatan mata pencaharian seperti biasa, yang merupakan biaya peluang. 3
4 Teknis Masyarakat Punan Long Adiu hanya memiliki sedikit pengalaman dalam melakukan patroli dan pengawasan hutan, dan saat ini hanya melakukan teknik-teknik dasar pengolahan dan pemasaran untuk memproduksi dan menjual hasil rotan. Anggota masyarakat Nanga Lauk tidak memiliki kapasitas untuk melakukan kegiatan patroli dan pemantauan hutan yang efektif. Kelompok-kelompok yang memanfaatkan sumber daya hutan kurang memiliki kapasitas pengembangan usaha dan pengetahuan tentang proses yang dapat digunakan untuk memberi nilai tambah pada produk mereka, termasuk rotan. Anggota masyarakat juga kurang mengetahui proses pendirian dan pengelolaan tempat pembibitan pohon untuk jenis yang ingin mereka tanam. Metodologi emisi baseline Suatu metodologi untuk mengukur emisi gas rumah kaca yang diperkirakan telah dihasilkan dari penebangan dan degradasi hutan berdasarkan skenario baseline dikembangkan. Untuk membantu memastikan bahwa estimasi penurunan dan penghapusan emisi dapat dipercaya dan konservatif, metodologi tersebut diajukan untuk peninjauan independen dan persetujuan oleh Plan Vivo Foundation - organisasi yang mengelola Standar Plan Vivo. Metodologi tersebut menggunakan pendekatan baseline berlapis yang mengasumsikan bahwa pola penebangan dan degradasi hutan masa lalu di wilayah rujukan akan terjadi di kawasan proyek jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mencegahnya. Wilayah rujukan yang diadopsi untuk setiap lokasi proyek ditentukan berdasarkan batas kabupaten di mana kawasan proyek berada, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu untuk Nanga Lauk dan Kabupaten Malinau untuk Punan Long Adiu. Pola penebangan hutan masa lalu di tingkat kabupaten dikaji untuk strata hutan yang ada di setiap kawasan proyek. Strata hutan ditetapkan berdasarkan jenis hutan, topografi, dan status hukum untuk memperhitungkan efek dari faktor-faktor ini pada deforestasi dan degradasi hutan. Untuk kedua lokasi, digunakan periode rujukan dari tahun 2005 hingga tahun Peta strata hutan untuk kawasan proyek pada tahun 2016, dan wilayah rujukan pada tahun 2005 ditampilkan dalam Gambar 1 sampai 4. Potensi Penurunan Emisi Penurunan emisi yang diharapkan akan dihasilkan dari kegiatan-kegiatan proyek diperkirakan dengan rumus: ER = E BL - E PS - E LK Di mana: ER = penurunan emisi yang diharapkan E BL = emisi skenario baseline E PS = emisi skenario proyek E LK = potensi kebocoran emisi Pendekatan-pendekatan untuk memperkirakan skenario baseline, skenario proyek, dan kebocoran emisi, serta membuat estimasi penurunan emisi untuk lokasi-lokasi percontohan ini, dijelaskan dalam bagian-bagian berikut. 4
5 Catatan Singkat 2: Penurunan emisi dari penebangan dan degradasi hutan Keterangan Jalan raya Sungai HutanDesa Nanga Lauk HL/Hutan sempadan sungai HL/Hutan sempadan sungai sekunder Batas desa HPT/Hutan rawa gambut Batas kecamatan HPT/Hutan rawa gambut sekunder Strata Hutan HL/Hutan rawa gambut HL/Hutan rawa gambut sekunder Sumber data: 1. Batas pemerintahan, RBI 50K, BIG, Sungai, Disbunhut Kapuas Hulu, Penunjukan Kawasan Hutan, Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.733/MenhutII/ Tutupan lahan, Daemeter, 2016 HPT/Hutan sempadan sungai HPT/Hutan sempadan sungai sekunder Sistem proyeksi: GCS Datum: WGS 1984 Disusun oleh: Daemeter Consulting, 01/06/2017 Gambar 1 Strata hutan di Desa Nanga Lauk tahun
6 Catatan Singkat 2: Penurunan emisi dari penebangan dan degradasi hutan Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Barat Keterangan Kota Ibukota kabupaten Bandara Batas negara Desa Nanga Lauk HL/Hutan sempadan sungai sekunder Hutan Desa Nanga Lauk HPT/Hutan rawa gambut Strata Hutan HL/Hutan rawa gambut Batas provinsi HL/Hutan rawa gambut sekunder Batas kabupaten HL/Hutan sempadan sungai Sungai Jalan raya HPT/Hutan rawa gambut sekunder HPT/Hutan sempadan sungai HPT/Hutan sempadan sungai sekunder Sumber data: 1. Batas pemerintahan, BPS, Jalan raya dan sungai, BIG 50K, Penunjukan Kawasan, Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.733/Menhut-II/ Tutupan lahan 2016, Daemeter, 2017 Sistem proyeksi: GCS Datum: WGS 1984 Gambar 2 Strata hutan di Kabupaten Kapuas Hulu tahun Disusun oleh: Daemeter Consulting, 01/08/2017
7 Keterangan Kota Desa Jalan raya Sungai Batas wilayah Kecamatan Strata Hutan HL/Hutan dipterokarpa dataran rendah HL/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah HPT/Hutan dipterokarpa dataran rendah HPT/Hutan dipterokarpa dataran rendah sekunder HPT/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah HPT/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah sekunder APL/Hutan dipterokarpa dataran rendah APL/Hutan dipterokarpa dataran rendah sekunder APL/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah APL/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah sekunder Sumber data: 1. Batas pemerintahan, BPS, Jalan raya, Dishut Malinau, Sungai, Dishut Malinau, Batas wilayah, Dishut Malinau, Tutupan lahan, Daemeter, 2017 Sistem proyeksi: GCS Datum: WGS 1984 Disusun oleh: Daemeter Consulting, 27/07/2017 Gambar 3 Strata hutan di Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu tahun
8 Keterangan Batas wilayah Kota Jalan raya Sungai Kecamatan Strata Hutan HL/Hutan dipterokarpa dataran rendah HL/Hutan dipterokarpa dataran rendah sekunder HL/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah HPT/Hutan dipterokarpa dataran rendah HPT/Hutan dipterokarpa dataran rendah sekunder HPT/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah HPT/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah sekunder APL/Hutan dipterokarpa dataran rendah APL/Hutan dipterokarpa dataran rendah sekunder APL/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah APL/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah sekunder HL/Hutan dipterokarpa perbukitan dan pegunungan bawah sekunder Sumber data: 1. Batas pemerintahan, BPS, Jalan raya, Dishut Malinau, Sungai, Dishut Malinau, Batas wilayah, Dishut Malinau, Tutupan lahan, Daemeter, 2017 Sistem proyeksi: GCS Datum: WGS 1984 Disusun oleh: Daemeter Consulting, 27/07/2017 Gambar 4 Strata hutan di Kabupaten Malinau tahun
9 Estimasi emisi baseline (E BL ) Proporsi tahunan hutan yang hilang dan tedegradasi di daerah-daerah rujukan selama periode dirangkum di bawah ini. Persentase-persentase ini diberlakukan pada kawasan proyek untuk membuat estimasi kawasan yang diperkirakan telah ditebang dan terdegradasi selama periode proyek lima tahun dari tahun 2016 sampai tahun 2022, di bawah skenario BAU. Cadangan karbon biomassa di atas dan di bawah tanah untuk berbagai jenis tutupan lahan diperoleh dari tinjauan kepustakaan yang komprehensif. Perubahan cadangan karbon dari deforestasi dan degradasi hutan di berbagai jenis hutan digunakan untuk membuat estimasi emisi gas rumah kaca untuk skenario baseline. Emisi baseline hasil estimasi adalah t CO 2 per tahun untuk HDNL dan t CO 2 per tahun untuk WAMPA. Peruntukan hukum Jenis hutan dan kelas topografi % terdeforestasi per tahun % terdegradasi per tahun Hutan Lindung Hutan Rawa Gambut 0,2% 0,13% Hutan Rawa Gambut Sekunder 0,1% Tidak Tersedia Hutan Sempadan Sungai 1,7% 0.01% Hutan Sempadan Sungai Sekunder 0,5% Tidak Tersedia Hutan Produksi Terbatas Hutan Rawa Gambut 0,1% 0,21% Hutan Rawa Gambut 0,4% Tidak Tersedia Sekunder Hutan Sempadan Sungai 0,5% 0,17 Hutan Sempadan Sungai Sekunder 4% Tidak Tersedia Total 0,7% 0.28% Tabel 1 Proporsi rata-rata strata hutan terdeforestasi dan terdegradasi di Kabupaten Kapuas Hulu selama periode
10 Peruntukan hukum Jenis hutan dan kelas topografi % terdeforestasi per tahun % terdegradasi per tahun Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Areal Penggunaan Lain Hutan Dipterokarpa Dataran Rendah Hutan Dipterokarpa Dataran Rendah Sekunder Hutan Dipterokarpa Pegunungan dan Perbukitan Hutan Dipterokarpa Pegunungan dan Perbukitan Sekunder Hutan Dipterokarpa Dataran Rendah Hutan Dipterokarpa Dataran Rendah Sekunder Hutan Dipterokarpa Pegunungan dan Perbukitan Hutan Dipterokarpa Pegunungan dan Perbukitan Sekunder Hutan Dipterokarpa Dataran Rendah Hutan Dipterokarpa Dataran Rendah Sekunder Hutan Dipterokarpa Pegunungan dan Perbukitan Hutan Dipterokarpa Pegunungan dan Perbukitan Sekunder 0,2% 0,2% 0,9% 0,0% 0,0% 0,0% 0,9% 0,3% 0,2% 1,3% 0,3% 0,0% 0,1% 0,8% 0,4% 0,0% 0,9% 1,5% 0,6% 0,0% 0,2% 0,5% 1,3% 0,0% Total 0,2% 0,2% Tabel 2 Proporsi rata-rata strata hutan terdeforestasi dan terdegradasi di Kabupaten Malinau selama periode Emisi skenario proyek (E PS ) Pelaksanaan kegiatan-kegiatan proyek secara efektif untuk melindungi hutan dan mendukung mata pencaharian diharapkan akan mencegah deforestasi dan degradasi hutan di lokasi-lokasi percontohan. Namun, diakui bahwa beberapa faktor eksternal mungkin berada di luar kontrol masyarakat. Oleh karena itu, emisi skenario proyek diperkirakan berdasarkan harapan efektivitas kegiatan-kegiatan proyek dalam mencegah 10
11 emisi baseline, setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi proyek. Faktor-faktor yang dipertimbangkan ketika menentukan efektivitas yang diharapkan di lokasi-lokasi percontohan dirangkum di bawah ini. Berdasarkan kajian ini, skenario emisi proyek untuk HDNL diperkirakan sebesar 10% dari emisi baseline, atau 640 tco 2 per tahun, dan emisi skenario proyek untuk WAMPA diperkirakan sebesar 25% dari emisi baseline atau tco 2 per tahun. Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu (WAMPA) Perluasan pertanian dapat mengurangi penurunan emisi hingga 0,5% Membuka lahan tidur dapat mengurangi penurunan emisi nyata hingga 1,5% Jalan yang telah direncanakan sebelumnya, yang pembangunannya tidak dapat dicegah oleh masyarakat, dapat mengurangi penurunan emisi hingga 18,5% Faktor-faktor lain di luar kontrol masyarakat dapat mengurangi penurunan emisi hingga 5% Hutan Desa Nanga Lauk (HDNL) Dampak yang tidak dapat dihindari atau tidak terduga, misalnya perambahan oleh perusahaan kayu dan kelapa sawit dapat mengurangi penurunan emisi hingga 10% Tabel 3 Faktor-faktor seputar emisi skenario proyek Kebocoran emisi (E LK ) Ketika proyek memiliki tujuan untuk menurunkan emisi dengan mencegah deforestasi dan degradasi hutan dalam sebuah kawasan proyek yang telah ditentukan, kegiatankegiatan proyek berpotensi dapat mengakibatkan peningkatan emisi di luar kawasan proyek sebagai akibat dari perpindahan emisi. Untuk memperkirakan potensi emisi yang berpindah (atau kebocoran emisi), potensi perpindahan agen dan faktor pendorong deforestasi dan degradasi hutan (yang akan diusahakan untuk dikontrol oleh proyek) dikaji. Agen dan pendorong yang dipertimbangkan di kedua lokasi disebutkan di bawah ini. Tidak ada agen atau pendorong yang dianggap berpotensi menyebabkan kebocoran emisi yang signifikan, karena lahan yang sesuai untuk perpindahan emisi tersebut tidak tersedia di tingkat lokal, atau karena minimnya tingkat dampak dalam skenario baseline. 11
12 Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu (WAMPA) Perusahaan-perusahaan kayu - operasi penebangan komersial Perusahaan pertambangan - operasi pertambangan Perusahaan kelapa sawit perluasan perkebunan kelapa sawit Masyarakan Punan Long Adiu - Panen kayu tidak berkelanjutan; perluasan pertanian skala kecil Masyarakat desa tetangga- panen kayu tidak berkelanjutan; perluasan pertanian skala kecil Masyarakat luar - kegiatan panen kayu ilegal Hutan Desa Nanga Lauk (HDNL) Perusahaan-perusahaan kayu - operasi penebangan komersial; perambahan Perusahaan kelapa sawit perluasan perkebunan kelapa sawit; perambahan Masyarakat Nanga Lauk - kegiatan panen kayu; perluasan pertanian Tabel 4 Faktor-faktor seputar kebocoran emisi proyek. Oleh karena itu, untuk kedua lokasi proyek, digunakan asumsi konservatif bahwa 5% dari penurunan emisi akan hilang akibat kebocoran untuk periode proyek dari tahun 2016 sampai tahun Dengan demikian, potensi kebocoran emisi untuk HDNL diperkirakan sebesar 288 tco 2 per tahun, dan kebocoran emisi untuk WAMPA diperkirakan sebesar tco 2 per tahun. Penurunan emisi yang diharapkan (ER) Penurunan emisi tahunan yang diharapkan untuk kedua lokasi dirangkum di bawah ini. Emisi skenario baseline (E BL ) Emisi skenario proyek (E PS ) kebocoran emisi (E LK ) Penurunan emisi (ER) t CO 2 /th t CO 2 /th t CO 2 /th t CO 2 /th HDNL WAMPA Tabel 5 Penurunan emisi tahunan yang diharapkan 12
13 Pemantauan dan verifikasi Dokumen rancangan proyek untuk kedua lokasi percontohan telah disetujui oleh Plan Vivo, memberikan potensi untuk menghasilkan sertifikat penurunan emisi yang dapat diperdagangkan melalui pasar karbon sukarela, sehingga memberikan pendapatan bagi masyarakat. Dalam rangka memenuhi persyaratan Plan Vivo untuk mengeluarkan dan memverifikasi sertifikat penurunan emisi, diperlukan pemantauan terus-menerus dan verifikasi berkala terhadap penurunan emisi yang tercapai. Oleh karena itu, proyek ini akan menggunakan tiga jenis pemantauan REDD+: i) pemantauan indikator berbasis kegiatan untuk menentukan apakah kegiatan-kegiatan perlindungan hutan dan mata pencaharian dilakukan seperti rencana; ii) pemantauan ancaman deforestasi dan degradasi hutan untuk memberikan peringatan dini dan memungkinkan tindakan pencegahan sebelum terjadi; dan iii) pengkajian penginderaan jauh untuk menentukan perubahan tutupan lahan dan memverifikasi penurunan emisi yang dicapai. Ketiga pendekatan pemantauan ini dirangkum di bawah ini. Pemantauan berdasarkan kegiatan Setiap tahun proyek-proyek ini akan menyerahkan laporan tahunan kepada Plan Vivo yang menggambarkan pencapaian berbagai indikator berbasis kegiatan yang dirancang untuk menunjukkan apakah proyek dilakukan seperti yang digambarkan dalam dokumen rancangan proyek. Jika semua ambang batas indikator terpenuhi, Plan Vivo akan mengeluarkan sertifikat penurunan emisi dalam jumlah yang telah disepakati. Jika beberapa atau semua ambang batas tidak terpenuhi untuk satu periode pemantauan atau lebih secara berturut-turut, sebagian dari sertifikat yang telah disepakati akan ditahan sampai tindakan perbaikan telah dilaksanakan dan semua ambang batas terpenuhi. Indikator dan ambang batas perlindungan hutan untuk lokasi-lokasi percontohan ini ditunjukkan di bawah ini. Indikator berbasis kegiatan untuk kegiatan mata pencaharian kurang ketat dan didasarkan pada kemajuan yang dicapai selama periode pemantauan. Indikator: Ambang batas Jaminan Hak Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu (WAMPA) Dalam 12 bulan terakhir, kemajuan telah dicapai untuk mendapatkan jaminan atas hakhak pengelolaan dan pemanfaatan kawasan proyek. Hutan Desa Nanga Lauk (HDNL) Dalam 12 bulan terakhir, kemajuan telah dicapai untuk mendapatkan jaminan atas hak-hak pengelolaan dan pemanfaatan kawasan proyek. 13
14 Fungsi lembaga pengelola hutan Peraturan desa Pemberian tanda batas Patroli dan pengawasan Dalam 12 bulan terakhir, anggota badan pengelola hutan bertemu setidaknya sekali dalam sebulan, dan melapor kepada koordinator proyek setidaknya sekali setiap 3 bulan. Peraturan tentang pemanfaatan sumber daya hutan tersedia dan memadai untuk memastikan pengelolaan hutan lestari, mencegah penebangan dan degradasi hutan, serta melestarikan keanekaragaman hayati. Batas WAMPA ditandai dengan jelas, setidaknya tersedia 4 papan informasi dengan perincian peraturan desa tentang pemanfaatan sumber daya hutan, dan sekat bakar dibuka. Tim patroli hutan memiliki peralatan dan kapasitas yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan patroli dan pengawasan secara efektif, serta telah melaksanakan patroli perbatasan dua kali, dan patroli rutin enam kali di setiap emplat blok patroli, dalam 12 bulan terakhir. Kantor lembaga pengelola hutan memiliki peralatan dan anggotanya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan rencana pengelolaan; dan dalam 12 bulan terakhir, para anggota bertemu setidaknya sekali dalam sebulan, dan melapor kepada koordinator proyek setidaknya sekali setiap 3 bulan. Peraturan tentang pemanfaatan sumber daya hutan tersedia dan memadai untuk memastikan pengelolaan hutan lestari, mencegah deforestasi dan degradasi hutan, serta melestarikan keanekaragaman hayati. Batas kawasan proyek ditandai dengan jelas di tahun kedua sejak dimulainya proyek; papan petunjuk dengan rincian peraturan desa tentang pemanfaatan sumber daya hutan dan menara pemantuan kebakaran tersedia. Tim patroli hutan memiliki peralatan dan kapasitas yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan patroli dan pengawasan secara efektif, serta telah melaksanakan patroli perbatasan dua kali, dan patroli rutin 12 kali di HDNL dalam 12 bulan terakhir. Pemantauan Ancaman Tim-tim patroli dan pengawasan hutan akan melakukan patroli berkala di kawasan proyek. Bukti tentang ancaman yang dihadapi akan direkam dengan foto-foto lokasi geografis menggunakan aplikasi alat pemantauan dan pelaporan spasial (SMART) yang dibuat khusus, dan perangkat genggam. Informasi yang direkam oleh tim patroli akan mencakup: 14
15 Pembukaan lahan yang tidak diizinkan - lokasi, kawasan hutan yang dibuka (diukur atau diperkirakan), alasan pembukaan (misalnya pertanian/pembangunan jalan), pihak yang bertanggung jawab (jika diketahui) Penebangan pohon yang tidak diizinkan - lokasi, perkiraan tanggal penebangan (jika diketahui), spesies (jika ada), alasan penebangan (misalnya kayu), pihak yang bertanggung jawab (jika diketahui) Kawasan yang terkena dampak kebakaran hutan - lokasi, luas wilayah yang terdampak (diukur atau diperkirakan), penyebab kebakaran (alami atau manusia), alasan kebakaran (jika diketahui), tingkat kerusakan, pihak yang bertangung jawab (jika ada dan diketahui) Informasi ini akan di simpan dalam pangkalan data proyek dan ditinjau secara berkala untuk menentukan apakah diperlukan tindakan untuk mengatasi ancaman yang teridentifikasi. Hasil pemantauan juga akan dibagikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kajian Perubahan Tutupan Lahan. Untuk memverifikasi penurunan emisi yang dicapai selama setiap periode proyek lima tahun, dan untuk merevisi estimasi penurunan emisi yang diharapkan dalam periode proyek berikutnya, sebuah kajian tentang perubahan tutupan lahan di kawasan proyek dan wilayah rujukan akan dilakukan di akhir setiap periode proyek, oleh seorang teknisi penginderaan jauh dan GIS terlatih. Hasil analisis ini akan diserahkan kepada Plan Vivo dan diverifikasi oleh seorang auditor independen. Kesimpulan Skema ini merupakan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat pertama di Indonesia untuk divalidasi oleh Plan Vivo. Proyek-proyek percontohan ini diharapkan akan memperoleh sertifikat penurunan emisi yang dapat dijual untuk membantu masyarakat melakukan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati berkelanjutan untuk jangka panjang. Proyek SFBMB telah mengembangkan metodologimetodologi untuk mengkaji penurunan emisi di lokasi-lokasi percontohan, serta pendekatan-pendekatan pemantauan hemat biaya, dan keduanya memberikan estimasi terpercaya dan konservatif yang memenuhi persyaratan standar Plan Vivo. Metodologi-metodologi tersebut dirangkum dalam catatan singkat ini, serta tersedia dan sesuai untuk digunakan oleh proyek-proyek lain di wilayah tersebut. Metodologi-metodologi tersebut berpotensi mengatasi kebutuhan bagi pengelolaan hutan kemasyarakatan dan REDD+ di seluruh kawasan Jantung Kalimantan. 15
16 Proyek SFBMB berlangsung dari September 2015 hingga Februari Catatan singkat ini dan ringkasan keseluruhan telah dihasilkan untuk merayakan pencapaian dan berbagi pembelajaran dari proyek: Catatan Singkat 1: Melindungi hutan dan meningkatkan mata pencaharian Catatan Singkat 2: Penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan Catatan Singkat 3: Melestarikan keanekaragaman hayati Pengelolaan Hutan dan Keanekaragaman Hayati Berkelanjutan di Kalimantan Ringkasan Kredit foto: Foto-foto yang digunakan dalam dokumen ini adalah foto-foto proyek SFBMB kecuali dinyatakan lain. Para anggota tim proyek SFBMB dan fotografer proyek SFBMB Reza Marlon diberikan pengakuan resmi untuk foto-foto proyek. LTS Limited International (UK) Pentlands Science Park Bush Loan. Penicuik. Nr. Edinburgh EH26 0PL Scotland Tel: (+44) Fax: (+44) Daemeter Consulting Jl. Tangkuban Perahu 1 Taman Kencana Bogor, Jawa Barat Tel./Fax: info@daemeter.org
Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia
ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
Lebih terperinciAvoided Deforestation & Resource Based Community Development Program
Avoided Deforestation & Resource Based Community Development Program Tujuan Tersedianya aliran finansial yang stabil untuk kegiatan konservasi dan pengembangan masyarakat melalui penciptaan kredit karbon
Lebih terperinciWest Kalimantan Community Carbon Pools
Progress Kegiatan DA REDD+ Mendukung Target Penurunan Emisi GRK Kehutanan West Kalimantan Community Carbon Pools Fauna & Flora International Indonesia Programme Tujuan: Pengembangan proyek REDD+ pada areal
Lebih terperinciKonservasi Hutan di Desa Nanga Lauk,
Konservasi Hutan di Desa Nanga Lauk Konservasi Hutan di Desa Nanga Lauk, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Indonesia Catatan Gagasan Proyek Disampaikan kepada Plan Vivo Foundation oleh LTS International dan
Lebih terperinciIlmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi
Lebih terperinciStrategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.
Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI
Laporan ini berisi Kata Pengantar dan Ringkasan Eksekutif. Terjemahan lengkap laporan dalam Bahasa Indonesia akan diterbitkan pada waktunya. LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Pendefinisian
Lebih terperinciDeforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak
Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak terkendali. Dilakukan dengan cara menebang, membakar, atau mengalihkan fungsi hutan menjadi pertambangan. Degradasi hutan merupakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan
Lebih terperinciPembangunan Kehutanan
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar
Lebih terperinciPerlindungan Hutan di Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu
Perlindungan Hutan di Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu Mencegah deforestasi Wilayah Adat Masyarakat Punan Adiu, Malinau, Kalimantan Utara, Indonesia Catatan Gagasan Proyek Disampaikan kepada Plan Vivo
Lebih terperinciPROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF
PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinciRoyal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas
Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh
Lebih terperinciKITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM
KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM Peningkatan Kapasitas Akar Rumput untuk REDD+ di kawasan Asia Pasifik Maret 2012 RECOFTC - The Center for People and Forests adalah satusatunya organisasi nirlaba internasional
Lebih terperincisumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.
BAB V KESIMPULAN Greenpeace sebagai organisasi internasional non pemerintah yang bergerak pada bidang konservasi lingkungan hidup telah berdiri sejak tahun 1971. Organisasi internasional non pemerintah
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia
Lebih terperinciPOTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN
POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN Asef K. Hardjana dan Suryanto Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Dalam rangka persiapan pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinci2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep
No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciKonservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur
Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur Program Skala Kecil ICCTF Tahun 2016 Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Mitigasi Berbasis
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 5 No. 2 Tahun 2011 Transfer Fiskal antara Pemerintah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF
Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA
BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi
Lebih terperinciVIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD
VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD 8.1. PENDAHULUAN 8.1.1. Latar Belakang Keberadaan masyarakat di dalam
Lebih terperinciPELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI
PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI Oleh Ir. H. BUDIDAYA, M.For.Sc. (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi) Disampaikan pada Focus Group
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciDampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra
Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERDAGANGAN SERTIFIKAT PENURUNAN EMISI KARBON HUTAN INDONESIA ATAU INDONESIA CERTIFIED EMISSION REDUCTION
Lebih terperinciPROYEK RESTORASI DAN KONSERVASI HUTAN LAHAN GAMBUT KATINGAN LAPORAN PEMANTAUAN & PELAKSANAAN - RINGKASAN
PROYEK RESTORASI DAN KONSERVASI HUTAN LAHAN GAMBUT KATINGAN LAPORAN PEMANTAUAN & PELAKSANAAN - RINGKASAN Dokumen disusun oleh PT. Rimba Makmur Utama Judul Proyek Proyek Restorasi dan Konservasi Katingan
Lebih terperinciMEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA
PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan
Lebih terperinciDARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT
REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1 Provinsi Kalimantan Timur 2014 REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI
Lebih terperinciMenerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut
Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu
Lebih terperinciBAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)
BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno
Lebih terperinciRestorasi Ekosistem. Peluang Pertumbuhan Hijau di Lahan Gambut Katingan
Restorasi Ekosistem Peluang Pertumbuhan Hijau di Lahan Gambut Katingan "Hutan telah rusak. Pendapatan dari karbon adalah 'tongkat penopang' yang diperlukan untuk dapat berjalan lagi setelah masa istirahat
Lebih terperinciPerkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah
B Perhitungan sederhana emisi CO 2 dari komponen deforestasi dan dekomposisi lahan gambut Desember, 2013 Perhitungan sederhana emisi CO 2 dari komponen deforestasi dan dekomposisi lahan gambut Penulis:
Lebih terperinciINDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)
INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP) I. PENDAHULUAN - IAFCP didasarkan pada Kesepakatan Kerjasama ditandatangani oleh Presiden RI dan Perdana Menteri Australia 13 Juni 2008, jangka waktu
Lebih terperinciTitle : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009
Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan
Lebih terperinciSidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK
Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2009
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan ISSN : 085-787X Policy Daftar Isi Volume 4 No. Tahun 010 Profil Emisi Sektor Kehutanan
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciKERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN
KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN JAKARTA, JANUARI 2007 Latar belakang Negosiasi Bilateral G-G, Oktober 2007 telah menyetujui program
Lebih terperinciVISI HIJAU UNTUK SUMATRA
REPORT FEBRUARY 2O12 Ringkasan Laporan VISI HIJAU UNTUK SUMATRA Menggunakan informasi Jasa Ekosistem untuk membuat rekomensi rencana peruntukan lahan di tingkat provinsi dan kabupaten. Sebuah Laporan oleh
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciKepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur
Oleh : Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Disampaikan dalam Festival Iklim KemenLHK Jakarta, 17 Januari 2018 Periode Peletakan Dasar Transformasi Sosial Ekonomi
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah
Lebih terperinciIsi Paparan. REL Tanah Papua Tahun dari Sektor Kehutanan 6/22/ Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.
Oleh: Task Force Pembangunan Rendah Emisi Provinsi Papua dan Papua Barat Isi Paparan 1. Pendahuluan REL Tanah Papua Tahun 2001-2020 dari Sektor Kehutanan 3. Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.
Lebih terperinciDaftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013
Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan
Lebih terperinciPertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru
Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru 1 November 2016 Judul Dokumen: Kode Dokumen: Lingkup: Jenis Dokumen: FAQ Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciMAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+
MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,
Lebih terperinciKemitraan Untuk REDD+: Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil CIFOR, Maret Untuk apa kita berada disini?
Kemitraan Untuk REDD+: Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil CIFOR, 17-19 Maret 2010 Untuk apa kita berada disini? Tulislah dalam metaplan, apa yang diharapkan dalam lokakarya ini. 1
Lebih terperinciPERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU
PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU PEKANBARU, JULI 2010 Kawasan Hutan Provinsi Riau berdasarkan TGHK SK Menhut No. 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 No PERUNTUKAN LUAS (Ha) ( % ) 1. Hutan
Lebih terperinciMenguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut
www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciOleh : Pusat Sosial Ekonomi Kebijakan Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
KONSERVASI HUTAN TROPIS UNTUK PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN, SERTA PENINGKATAN KARBON STOK DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, INDONESIA ITTO PROJECT PD 519/08 Rev.1 (F) Jl. Gunung
Lebih terperinciKebijakan Fiskal Sektor Kehutanan
Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang
Lebih terperinciRestorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan
Restorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) Mendefinisikan restorasi ekosistem (di hutan alam produksi)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu
Lebih terperinciMENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA
PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis
Lebih terperinciFocus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO
Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO LATAR BELAKANG Sebaran Areal Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2014 Ekstensifikasi
Lebih terperinci(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global
PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan
Lebih terperinciInventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia
Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi 2015 Inventarisasi Nasional
Lebih terperincimemuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan
BAB I. PENDAHU LUAN BAB I. PENDAHULUAN Hal pokok yang disajikan dalam bagian ini yaitu : (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan peneltian, dan (4) manfaat penelitian. Latar belakang memuat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG PENERAPAN TEKNIK SILVIKULTUR DALAM USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciHELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional
1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan
Lebih terperinciPRINSIP DAN KRITERIA ISPO
Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh
Lebih terperinciKondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan
Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan
Lebih terperinci