BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ibu merupakan seorang figur yang terdekat dengan seorang anak.
|
|
- Indra Irawan
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu merupakan seorang figur yang terdekat dengan seorang anak. Peran seorang ibu dalam perkembangan sang anak sangatlah penting, dimana seorang ibu adalah pengasuh utama bagi anak. Kebersamaan ibu dengan seorang anaknya lebih sering apabila dibandingkan dengan ayah. Ibu orang pertama yang berhubungan, dan juga melakukan kontak fisik dan emosional dengan anak. Kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Kepedulian ibu terhadap anaknya dianggap sebagai reaksi naluriah. Ibu dapat mengembangkan hubungan emosional yang kuat dengan anaknya. Sehingga seorang ibu memiliki harapan-harapan yang besar terhadap anaknya (dalam Kartono, 1992). Setiap ibu pasti menginginkan seorang anak yang sehat dan juga sempurna baik secara fisik maupun psikologis. Namun pada kenyataannya, tidak semua anak terlahir ke dunia dengan keadaan sesuai dengan yang diinginkan oleh orangtuanya (dalam Kartono, 1992). Ketika seorang ibu mengetahui bahwa anaknya memiliki sebuah hambatan dalam perkembangannya dan berbeda dari anak lainnya. Bukanlah suatu hal yang mudah bagi seorang ibu untuk dapat menerima kenyataan bahwa buah hati yang di lahirkan mengalami kekurangan, maka sang ibu akan merasa lebih 1
2 2 sensitif dan rapuh atas apa yang terjadi pada anaknya. Perasaan kecewa, marah, merasa bersalah semuanya menjadi salah satu dari begitu banyak dampak negatif yang dapat ibu rasakan. Menyadari adanya dampak-dampak negatif baik secara psikis maupun fisik pada diri ibu atas semua keadaan ini merupakan langkah yang penting bagi seorang ibu, agar dampak dan beban yang dihadapi tidak semakin berat. Karena kondisi psikis ibu yang buruk juga akan memberikan pengaruh buruk terhadap diri anak. Dampak negatif yang dirasakan oleh seorang ibu membuat tidak sedikit dari mereka yang menutupi kondisi anaknya dari orang lain. Fokus dari penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak tunagrahita. Orangtua atau ibu yang memiliki anak tunagrahita memiliki beban berat dalam mengurus anak, karena anak tunagrahita memiliki kelemahankelemahan tersendiri dan harus mendapat perhatian lebih yang berbeda dengan anak normal lainnya. Selain itu, beban lain yang dirasakan ibu yang memiliki anak tunagrahita biasanya berasal dari lingkungan sosial. Orang awam yang tidak memiliki pengetahuan mengenai anak tunagrahita akan memandang anak tunagrahita sebagai anak yang tidak normal dan acap kali disepelekan. Penilaian-penilaian dari lingkungan ini akan mempengaruhi kejiwaan orangtua terutama ibu dari anak tersebut (dalam Listiyaningsih & Dewayani, 2010). American Phychological Association (APA) yang dipublikasikan melalui Manual of Diagnosis and Professional Practice in Mental Retardation th. 1996, mengemukakan tentang batasan tunagrahita. Batasan
3 3 dari APA ini dapat dimaknai, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki keterbatasan fungsi intelektual, keterbatasan fungsi adaptif. Keadaan ini terjadi sebelum usia 22 tahun (dalam Wati, 2012). Tahun ajaran 2015/2016 SLB C Yakut Purwokerto memiliki siswa tunagrahita berjumlah 170 siswa. Terdiri dari 110 siswa SD, yaitu 69 lakilaki dan 41 perempuan. Kemudian ada 40 siswa SMP yang terdiri dari 24 laki-laki dan 16 perempuan. Untuk siswa SMA terdiri dari 20 siswa, yaitu 10 laki-laki dan 10 perempuang (SLB C Yakut Purwokerto, 2016). Tabel 1.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasar Derajat Keterbelakangannya (dalam Somantri, 2007) Level IQ Keterbelakangan Stanford Binet Skala Weschler Ringan Sedang Berat Sangat Berat >19 >24 Williams & Wright menyatakan bahwa banyak orangtua yang memiliki pikiran negatif saat mengetahui anaknya memiliki kekurangan/ketunaan, seperti rasa bersalah dan ketakutan akan masa depan (dalam Na imah & Septiningsih, 2015). Besarnya tekanan yang hadapi oleh seorang ibu bukanlah tanpa alasan. Seorang ibu merupakan sosok atau figur yang paling dekat dengan anak, sehingga sangat besar tanggung jawab menjadi seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita.
4 4 Hal tersebut diatas sesuai dengan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dilapangan. Studi pendahuluan dilakukan dengan wawancara dengan tiga orang subjek yaitu ibu yang memiliki anak tunagrahita. Subjek pertama yaitu ibu A (56 tahun), dari hasil wawancara di dapatkan informasi bahwa tidak jarang subjek merasa sedih bahkan menangis ketika melihat anaknya yang sudah berumur 14 tahun masih saja bertingkah laku seperti anak kecil. Anak subjek merupakan anak yang sudah bisa belajar mandiri seperti mandi, makan, ganti baju mampu dilakukannya sendiri namun semua itu dilakukan dengan sangat lamban sehingga terkadang subjek bahkan tidak mampu untuk mengontrol emosinya yang membuat subjek memukul anaknya. hal tersebut tidak terjadi hanya semata-mata karena subjek marah terhadap anaknya karena lamban dalam berbagai hal, subjek merasa sudah lelah untuk mengajarkan segala sesuatu kepada anaknya dan anaknya tidak menunjukkan kemajuan. Subjek memiliki dua anak yang mengalami tunagrahita hanya saja anaknya yang lebih besar dan sekarang sudah dewasa sangat berbeda dengan anaknya yang sekarang masih sekolah di kelas 4 SD. Subjek merasa putus asa ketika subjek harus merayu anaknya untuk masuk kelas setelah selesai istirahat, apabila subjek memarahi sang anak maka anaknya akan semakin susah untuk masuk kelas namun apabila tidak dimarahi maka sampai pelajaran selesai belum tentu sang anak mau untuk masuk kelas.
5 5 Terkadang subjek lebih memilih membawa sang anak pulang daripada harus berdebat dengan anaknya ketika tidak mau masuk ke kelasnya. Subjek merasa putus asa dengan perilaku sang anak yang sangat susah untuk di ajarkan disiplin, namun semua kegiatan ingin dilakukan sendiri oleh sang anak. Subjek pasrah dan putus asa dengan keadaan sang anak dan subjek merasa mungkin sudah cukup menyekolahkan anaknya sampai nanti lulus SD. Semua rasa putus asa tersebut dikarenakan subjek menyerah untuk mengajarkan anaknya melakukan segala susatu dengan benar sehingga tidak menyulitkan orang-orang disekitarnya. Menurut subjek, anaknya sangat rajin ketika di suruh sholat bahkan ketika subjek sholat subuh anaknya selalu ikut namun setelah sholat subuh sang anak selalu tidur lagi sehingga ketika dibangunkan untuk mandi dan berangkat sekolah sangatlah susah. Setelah bangun ketika mandi benar-benar tidak bisa diganggu bahkan apabila disuruh untuk sedikit lebih cepat karena pasti terlambat, sang anak akan marah-marah. Ketika marah sang anak lebih sering memukul kepala subjek, hal tersebut membuat subjek semakin merasa sedih. Subjek sering berpikir seandainya anaknya normal pasti tidak akan sesulit itu menghadapi anaknya. Hasil wawancara dengan subjek kedua yaitu ibu N (44 tahun) diperoleh informasi bahwa anak subjek duduk di bangku kelas 4 SD, beban berat yang subjek rasakan adalah lingkungan sekitar subjek yang tidak bisa menerima keadaan anak subjek yang memiliki kekurangan. Subjek tinggal
6 6 di lingkungan keluarga suaminya yang hampir semua keluarga dari suaminya tidak senang dengan keberadaan anak subjek yang dianggap tidak normal. Hal tersebut menjadi pukulan berat bagi seorang ibu karena subjek sudah merasa lelah mengasuh anak yang berbeda dari anak normal yang membutuhkan perhatian bahkan perlakuan yang lebih tetapi subjek masih harus menahan semua rasa sakit hati dari perlakuan keluarga suaminya terhadap anaknya. Pernah suatu ketika anak subjek mengalami demam dan meminta bantuan keluarganya untuk mengantarkan subjek ke rumah sakit, namun keluarga terdekatnya menolak apabila harus mengantarkan anak subjek yang tidak normal. Sehingga subjek harus berjalan ditengah hujan dengan menggendong anaknya yang sudah terkulai tak berdaya karena demam tinggi. Sampai saat ini hubungan subjek dengan keluarga suaminya mulai terganggu karena perlakuan mereka terhadap anaknya. Terkadang subjek hanya menangis sendiri melihat perlakuan keluarganya terhadap anaknya ketika sang anak hendak bermain ke rumah saudaranya namun sang anak tidak diijinkan memasuki rumah. Saat ini subjek bahkan tidak pernah ikut berkumpul dengan keluarga besar suaminya karena subjek merasa takut apabila subjek ikut berkumpul dan sang anak melakukan suatu kesalahan maka akan membuat sang anak di marahi oleh saudara-saudara dari suaminya.
7 7 Subjek sering merasa bingung terutama ketika subjek harus melakukan kegiatan yang tidak bisa membawa serta anaknya. Subjek bingung karena keluarga di sekitar rumahnya tidak ada yang mau untuk dititipi anaknya, sehingga subjek harus menitipkan sang anak kepada keluarganya bukan keluarga suaminya yang jaraknya sangat jauh dari rumahnya. Ketika subjek sudah benar-benar merasa kesal dengan perlakuan keluarga suaminya terkadang subjek bercerita kepada suaminya, namun seperti biasa suaminya menasehati subjek supaya lebih bersabar menghadapi cobaan tersebut. Anak subjek masih susah untuk mengontrol emosinya sehingga sangat sering marah-marah, hal tersebut membuat subjek terkadang memarahi kembali anaknya karena subjek sudah lelah ketika seharian harus mengurus sang anak dan juga mengurus rumah. Namun setelah merasa lebih tenang subjek merasa menyesal telah memarahi sang anak, subjek sadar bahwa anaknya berbeda dari anak lainnya yang dengan mudah akan mengerti apa yang diinginkan oleh ibunya. Wawancara dengan subjek ketiga yaitu ibu D (38 tahun) diperoleh informasi bahwa emosi sang anak masih sering meledak-ledak seperti mengamuk. Sang anak sering mengamuk karena biasanya menginginkan sesuatu namun karena sulit untuk mengungkapkan keinginannya dan subjek juga tidak bisa memahami apa yang diinginkan oleh anaknya sehingga sang anak mengamuk bahkan sampai berguling-guling.
8 8 Subjek sering ikut terpancing emosi ketika sang anak susah untuk berkomunikasi ketika di tanya keinginannya. Rasa lelah harus mengurusi sang anak dari memandikan, memakaikan baju, menyuapi sang anak, serta harus seharian menunggui sang anak sekolah walaupun usianya sudah seharusnya bisa mandiri terkadang membuat subjek sering merasa bahwa dosa apa yang telah subjek perbuat sehinggan mendapat cobaan berat seperti ini. Keinginan terbesar subjek adalah bisa membuat anaknya mandiri, sehingga kelak tidak selalu merepotkan orang lain. Subjek sering merasa sedih dan juga takut apabila memikirkan nanti di masa yang akan datang ketika subjek sudah tiada maka siapa yang akan merawat anaknya. Subjek menyadari bahwa anaknya sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan segala sesuatunya karena tidak mampu melakukannya sendiri. Sang anak yang sangat manja serta susah untuk di atur membuat subjek merasa terbebani. Untuk mengulang pelajaran yang telah diberikan di sekolah, subjek harus berusaha sekuat tenaga supaya anaknya mau untuk memperhatikan. Sangat jarang sang anak mau untuk mengikuti perintahnya. Waktu yang dihabiskan lebih banyak bersama anaknya yang memang membutuhkan perhatian lebih di bandingkan dengan anak normal. Terkadang subjek menangis ketika sang anak ingin bermain dengan teman di lingkungan rumahnya, namun anak-anak yang normal tidak
9 9 menginginkan bermain dengan anak subjek. Hal-hal tersebut membuat subjek semakin merasa tertekan, dan tidak jarang merasa putus asa. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan kita dapat mengetahui seberapa berat menjalani hidup sebagai seorang ibu yang membesarkan anak tunagrahita. Beragam penyesuaian harus dilakukan oleh para ibu dengan anak tunagrahita, mulai dari beratnya beban dan tanggung jawabnya membesarkan anak tunagrahita. Perasaan menyalahkan diri sendiri, merasa khawatir akan masa depan sang anak, masih susah mengendalikan emosi ketika menghadapi anak, serta tidak jarang para ibu merasa sangat putus asa. Seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita harus mengurangi segala aktivitasnya dengan lingkungan demi mengurus sang anak. Semua perhatian harus tertuju kepada sang anak. Perasaan lelah mengasuh anak terkadang terbersit pula dalam pikirannya yang hanya di simpan dalam hati. Ibu adalah orang yang kali pertama merasakan suatu tekanan karena ia merasa tidak berharga dan gagal melahirkan seorang anak yang ia lahirkan dengan keadaan normal. Ibu yang paling terpukul karena secara tidak langsung ia yang sangat dekat dengan sang janin saat mengandung sampai pada masa melahirkan. Namun ketiga subjek menyadari bahwa mereka harus mampu bertahan menghadapi berbagai rintangan demi memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Budiarti (dalam Lestari, 2015) berpendapat bahwa ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus lebih rentan dan lebih mudah merasa kecewa, sedih dan malu karena ia merasa yang bertanggung jawab atas
10 10 semua yang dialami oleh anaknya. Ibu juga memiliki tanggung jawab sebagai advocate, yaitu sebagai pendukung dan pembela kepentingan anaknya yang berkebutuhan khusus. Hadirnya tanggung jawab yang lebih kompleks membuat orangtua anak berkebutuhan khusus mengalami masalah yang lebih besar daripada orangtua dengan anak normal, sehingga berpotensi menimbulkan stress pada orangtua. Menurut Muniroh (2010) tekanan psikologis yang dihadapi oleh orangtua ini berkaitan dengan sejauhmana orangtua memiliki daya lenting atau resiliensi terhadap cobaan yang sedang dihadapinya. Resiliensi adalah faktor penting dalam kehidupan kita sekarang ini. Ketika perubahan dan tekanan hidup berlangsung begitu intens dan cepat, maka seseorang perlu mengembangkan kemampuan dirinya sedemikian rupa untuk melewati itu semua secara efektif. Untuk mampu menjaga kesinambungan hidup yang optimal, maka kebutuhan akan kemampuan untuk menjadi resilien sungguh menjadi makin tinggi. Selanjutnya Muniroh (2010) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki tingkat resiliensi yang rendah akan cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mampu menerima segala cobaan yang datang dan sebaliknya jika tingkat resiliensi seseorang itu tinggi maka akan cenderung lebih kuat dan segera bangkit dari keterpurukan serta berusaha mencari solusi terbaik untuk memulihkan keadaannya. Lestari (2015) mengungkapkan bahwa kondisi psikologis yang mengalami tekanan luar biasa bagi seorang ibu dengan memiliki anak
11 11 berkebutuhan khusus mengharuskan seorang ibu untuk mampu menjadi individu yang dapat menghadapi segala permasalahan. Oleh karenanya sangat penting bagi orangtua dengan anak berkebutuhan khusus untuk memiliki resiliensi yang tinggi, demi menghadapi segala tantangan dalam merawat dan membesarkan anak berkebutuhan khusus. Seorang ibu yang memiliki anak dengan kekurangan seperti halnya tunagrahita dituntut untuk mampu bertahan dalam menghadapi segala permasalahan. Ketika ibu memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi setiap masalah, maka akan membuat ibu lebih mudah untuk menjalani hidup serta menghadapi setiap masalah secara positif dibandingkan dengan ibu yang memiliki daya tahan rendah. Daya tahan menghadapi masalah ini dikenal dengan istilah resiliensi. Grotberg (dalam Wijayani, 2011) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup. Karena setiap orang itu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah masalah dan tidak ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan. Menurut Reivich dan Shatte (2002) menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatsi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan yang tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya.
12 12 Siebert (dalam Aprilia, 2013) dalam bukunya The Resiliency Advantage memaparkan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan. Menurut Puspita (dalam Faradina, 2016), reaksi pertama orangtua ketika mengetahui bahwa anaknya memiliki suatu kekurangan adalah tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak mudah bagi seorang ibu untuk mampu terbuka kepada orang lain tentang kondisi si anak. Amin dan Dwidjosumarto (dalam Listiyaningsih & Dewayani, 2010) mengemukakan bahwa orangtua yang memiliki anak tunagrahita biasanya merasa tidak bahagia mempunyai anak yang berkelainan, bahkan tidak sedikit orangtua merasa malu mempunyai anak berkelainan, sehingga ada sementara orang tua yang justru menyembunyikan anak supaya tidak menjadi perhatian orang lain. Orangtua yang resilien dapat mengatasi perasaan sedih dan terpuruknya tersebut dengan mencari jalan keluar atas kenyataan bahwa mereka mempunyai anak yang mengalami kekurangan. Dalam wawancara terhadap orang tua anak yang mengalami kekurangan, diperoleh gambaran bahwa kepercayaan yang paling kuat dalam diri orangtua ialah, bahwa anak adalah anugerah dan amanah dari Tuhan. Anggapan bahwa orang tua yang
13 13 diberikan anak dengan kebutuhan khusus adalah suatu pertanda, bahwa orangtua tersebut dipilih Tuhan agar menjadi lebih kuat dan menjadi salah satu penghuni surga kelak. Perasaan jujur juga harus ada, karena dengan menyembunyikan anak berkebutuhan khusus yang dimiliki maka orang tua akan selalu dikejar perasaan negatif dalam diri mereka. Dengan menerima dan jujur pada diri sendiri dan masyarakat akan memberikan suatu perasaan ikhlas dalam membesarkan anak (dalam Wijayani, 2011). Menurut Wolins (dalam Desmita, 2011) individu yang resilien akan mampu beradaptasi dengan baik disaat menghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Seorang individu yang resilien memiliki kemampuan untuk insight, mandiri, menjalin hubungan baik dengan orang lain, inisiatif, kreatifitas, humor dan moralitas. Kemampuan resiliensi seorang individu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Everall, dkk. (dalam Puteri & Hartosujono, 2011) memaparkan tiga faktor yang mempengaruhi resiliensi yaitu: faktor individual yaitu faktor dari dalam individu itu sendiri misalnya kemampuan kognitif, regulasi emosi, konsep diri dan harga diri. Sedangkan faktor berikutnya adalah faktor keluarga yaitu dukungan yang berasal dari keluarga terdekat. Faktor komunitas yang meliputi lingkungan masyarakat disekitar subjek. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik meneliti tentang resiliensi dan faktor-faktor yang
14 14 mempengaruhi pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB C YAKUT Purwokerto. B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut Bagaimana resiliensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB C YAKUT Purwokerto? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang resiliensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB C YAKUT Purwokerto. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Klinis dan juga menambah wawasan baru bagi peneliti lainnya tentang resiliensi pada ibu yang memiliki anak tunagrahita.
15 15 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi ibu yang memiliki anak tunagrahita mengenai dinamika psikologis yang dihadapi. Ibu diharap mendapat masukan supaya bisa lebih menjadi individu yang resilien serta adanya pelatihan resiliensi untuk ibu-ibu yang memiliki anak tunagrahita.
BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani kehidupan yang bahagia dalam membina suatu keluarga. Anak merupakan suatu anugerah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap keluarga yang amat mendambakannya. Berbagai harapan hadir ketika anak mulai ada di dalam perut Ibu.
Lebih terperinci2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang tua pasti berharap memiliki anak yang dapat bertumbuh kembang normal sebagaimana anak-anak lainnya, baik dari segi fisik, kognitif, maupun emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua orang tua. Manakala harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan, allah lah yang menentukan segalanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap orangtua pasti menginginkan memiliki anak yang normal dan sehat baik secara jasmani maupun rohani. Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang sangat berarti bagi orang tua karena setelah pasangan menikah, peran selanjutnya yang di dambakan adalah menjadi orang tua dari anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan kehadiran seorang anak. Anak yang terlahir sempurna merupakan harapan semua orang tua. Orang tua mendambakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF, 2010). Namun faktanya, tidak semua anak lahir dalam kondisi normal. Anak yang
Lebih terperinciAnak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik
BABI ~ PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa. Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan kelak tumbuh menjadi anak yang menyenangkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun mental.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas perkembangan yang utama dari seorang wanita adalah hamil dan melahirkan seorang anak, dan kemudian membesarkannya. Kehamilan adalah masa
Lebih terperinciPengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah
Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Nama : Gemi Arthati NPM : 13513674 Pembimbing : Mimi Wahyuni. Jurusan Psikologi 2016 Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih
Lebih terperinciRESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1
RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Diajukan oleh: ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA F.100090190 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai situasi selama rentang kehidupannya, begitu pula pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan oleh keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain
Lebih terperinci5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN
71 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5.1. Diskusi Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal peran subjek sebagai orang tua anak tunaganda, keduanya terlibat aktif dalam hal pendidikan anaknya, dengan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kenyataannya, anak ada yang normal dan anak yang berkebutuhan khusus.
14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari titipan Allah yang diberikan kepada orang tua untuk diasuh, dijaga, dididik, dan diberikan kasih sayang. Harapan setiap orang
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia dan perhiasan dunia bagi para orangtua. Banyak pasangan muda yang baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap atau tingkah laku serta keadaan hidup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Tak terkecuali orang tua. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak yang normal.
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih
BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada anak autis perilaku tantrum sering muncul sebagai problem penyerta kerena ketidakstabilan emosinya, banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah
Lebih terperinciBAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan orang lain untuk melengkapi hidupnya yang tidak dapat terpenuhi oleh dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik, mental, dan sosial. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap anak tidak selalu sama satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme kini sudah menjadi permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin banyak. Data
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang tumbuh dan berkembang sehat sebagaimana anak pada umumnya memiliki kecerdasan, perilaku yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan orang lain dan kelak
Lebih terperinci2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang mana manusia akan selalu membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak sehat, baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orang tua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikaruniai anak yang normal. Melihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis
14 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis merupakan harapan bagi semua orangtua yang sudah menantikan kehadiran anak dalam kehidupan perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengikuti mereka. Biasanya, pasangan yang bertahan lama dalam masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang wanita yang suaminya meninggal dunia, tentu tidak mudah menjalanikehidupan seorang diri tanpa pendamping. Wanita yang kehilangan pasangan merasa sulit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk membantu anak-anak yang tidak memiliki orang tua. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika seorang ibu sedang mengandung, tentunya ia mengharapkan anak yang ada dalam kandungannya itu akan lahir dengan sehat dan sempurna. Biasanya para orangtua
Lebih terperinci"#% tahun untuk membuka diri dan melakukan pemulihan bagi kesehatannya, subjek AA sudah 5 tahun hidup sebagai ODHA dan masih berusaha untuk memaafkan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Menjalani kehidupan sebagai ODHA yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini beragam sekali masalah yang dihadapi manusia, baik itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal dari dalam dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang yang sudah menikah menginginkan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi. Beberapa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia diramaikan dengan kasus kekerasan seksual terhadap remaja. Ibarat fenomena bola es yang semakin lama semakin membesar. Kasus kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan suatu bagian yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi impian dan harapan yang sangat didambakan oleh setiap keluarga. Namun tidak semua harapan tersebut bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap berikutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ann I. Alriksson-Schmidt, MA, MSPH, Jan
Lebih terperinci( ) Perguruan Tinggi lulus / tidak lulus, semester
76 1. Memiliki anak cerebral palsy yang bersekolah di YPAC : YA / TIDAK 2. Pendidikan terakhir ibu, beri tanda silang (X) : ( ) SD lulus / tidak lulus, kelas ( ) SMP lulus / tidak lulus, kelas ( ) SMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kehadiran anak memberikan kebahagiaan yang lebih di tengah tengah keluarga dan membawa berbagai perubahan yang berdampak positif pada keluarga. Perubahan yang mendasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Pada masa ini, individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang
Lebih terperinciBAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal
BAB II PROFIL INFORMAN Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan tentang alasan apa saja yang mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal pasangan mahasiswa yang hamil diluar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang wanita dalam kehidupan berkeluarga memiliki peran sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Impian setiap pasangan adalah membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dalam menjalani rumah tangga setiap pasangan pasti memiliki berbagai keinginan yang
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN
LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk memiliki anak, mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memiliki anak merupakan suatu anugerah bagi setiap pasangan suami istri. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk memiliki anak, mereka berkomitmen untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara (Depkes RI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan
Lebih terperinciLAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN
LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN Identitas Partisipan Nama (Inisial) : Tempat, Tanggal Lahir : Anak Ke : Agama : Status : Suku Bangsa : Pendidikan Terakhir : Profesi/ Pekerjaan : Alamat/ No Telepon :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah. Islam sebagai agama yang dianut penulis mengajarkan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga negara. Bahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Lebih terperinci