MODEL BISNIS DAN MANAJEMEN SKALA USAHA KECIL : PRODUK TANAMAN TROPIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL BISNIS DAN MANAJEMEN SKALA USAHA KECIL : PRODUK TANAMAN TROPIS"

Transkripsi

1 Module Course Enrichment : MODEL BISNIS DAN MANAJEMEN SKALA USAHA KECIL : PRODUK TANAMAN TROPIS Oleh : Wayan Widia UNUD- USAID TROPICAL CURRICULUM PROJECT

2 DISCLAIMER This publication is made possible by the generous support of the American people through the United States Agency for International Development (USAID). The contents are the responsibility of Texas A&M University and Udayana University as the USAID Tropical Plant Curriculum Project partners and do not necessarily reflect the views of USAID or the United States Government.

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Agribisnis Skala Usaha Kecil : Permasalahan dan Tantangan Fakta empiris menunjukkan bahwa sebagain besar usahatani di Indonesia berskala usaha kecil, yang umumnya dilakukan oleh rakyat. Atas dasar itu pulalah, dikatakan sebagai usaha pertanian rakyat atau usaha sekala kecil. Hasil penelitian Suparta (2001) dan Ibrahim (2001), melaporkan bahwa 46.2%, petani menguasai lahan dibawah 0,5 Ha, dan 26.2%, antara 0,5 1.0 Ha. Hal ini mengindikasikan bahwa petani dalam berusaha sangat dibatasi oleh kepemilikan akan luas lahan. Dalam kondisi seperti ini, jika petani tidak pintar memilih jenis komoditi yang dibudidayakannya, betapa pun besarnya kemauan mengembangkan usaha, sulit baginya untuk mengumpulkan modal usaha secara memadai dari perolehan hasil usahataninya. Petani pada umumnya sangat terbatas dalam pemilikan modal usaha. Mereka merasa sangat sulit mengakses bantuan modal dari lembaga keuangan formal seperti perbankan. Faktor pembatasnya adalah tidak punya agunan, prosedur terasa sulit, takut dengan resiko usaha, dan terbatasnya informasi dan komunikasi. Mereka merasa lebih aman mendapatkan modal usaha dari perusahaan inti melalui cara hubungan kemitraan. Dilain pihak, ditinjau dari sisi pendidikan, tingkat pendidikan petani kita masih sangat rendah (sebagain besar SD sampai SMP). Keadaan seperti ini kurang mampu menumbuhkan hasrat untuk lebih berinovasi dalam memelihara usahanya. Usaha pertanian rakyat umumnya mempunyai berbagai keterbatasan, seperti skala usaha kecil, modal usaha sangat terbatas, menggunakan teknologi sederhana, kulitas produksi masih rendah, kontinuitas tidak terjamin sehingga para pelakunya kurang responsif dalam menghadapi situasi pasar dan pemasaran yang berubah secara dinamis. Kecilnya skala usahatani ini mengakibatkan lemahnya posisi tawar (bargaining position) sehingga pada gilirannya mereka hanya bisa berusaha dalam kondisi kegureman dengan ruang pengambilan keputusan yang sangat sempit, kurang mampu mengakses kredit komersial, lemah dalam pemasaran dan kurang mampu melakukan alih teknologi dan informasi. Menurut hasil penelitian para pakar agribisnis, hingga saat ini di Indonesia belum terjalin kerjasama kemitraan yang serasi di antara pelaku sistem agribisnis. Struktur agribisnis masih dipersal yakni tidak adanya hubungan organisasi fungsional antara setiap tingkatan usaha, hubungan bisnis bersifat tidak langsung dan impersonal yang hanya diikat dan dikoordinir oleh mekanisme pasar. Struktur sistem bisnis semacam ini menyebabkan tidak terjaminnya kualitas dan kuantitas produk pertanian sesuai dengan permintaan pasar. 2

4 Permasalahan yang bersifat struktural ini memberi peluang semakin berkembangnya asosiasi pengusaha horizontal yang bersifat asimetri dan cendrung berfungsi sebagai kartel yang memiliki kekuasaan monopsonistik (menekan harga yang diterima petani), dan monopolistik (menjual dengan harga tinggi kepada konsumen). Masing-masing pelaku subsistem ingin memburu rente ekonomi yang sebanyak-banyaknya atas prilaku subsistem lainnya. Dalam kondidi seperti ini, marjin usaha akan akan lebih banyak dinikmati oleh subsistem agribisnis hulu maupun hilir, sedangkan susbsistem usaha tani berada pada posisi tertekan, sehingga memperoleh bagian marjin hanya sebagain kecil saja. Menurut Saragih dalam Suparta (2005), permasalahan struktural sistem bisnis usaha pertanian pada prinsipnya dapat diatasi jika semua pemangku kepentingan mempunyai komitmen yang sama dalam memajukan sektor agribisnis. Agribisnis skala usaha kecil yang eksis hingga saat ini di Indonesia harus mampu ditingkatkan menjadi skala ekonomis. Peningkatan skala ekonomi (ecoonnic of scale) salah satunya dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok tani, koperasi atau program kemitraan usaha lainnya. Agar para pelaku yang bermitra mendapat keuntungan yang proporsional, maka cara pandang terhadap agribisnis harus diubah. Agribisnis tidak lagi hanya dipandang sebagai suatu unit usahatani (mikro) saja, melainkan sebagai sebuah kegiatan yang bekerja dengan prinsip-prinsip korporasi dalam sebuah sistem bisnis yang terstruktur. Dengan pengertian lain, aktivitas-aktivitas agribisnis adalah suatu sistem bisnis yang terdiri dari beberapa susbsistem, dimana antara satu subsistem dengan subsistem lainnya saling terkait dan terpadu untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal bagi para pelakunya. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa pemilihan komoditi yang akan diusahakannya harus berbasis pada kebutuhan yang besar dan permintaan pasar yang luas. Dalam rangka memuaskan pemenuhan akan permintaan pasar, perencanaan usaha-usaha gribisnis perlu memperhatikan aspek-aspek terkait pemilihan sentra produksi yang memungkinkan terpadunya agro-ekosistem dan peluang pasar, skala usaha dan keterkaitan secara terpadu antar subsistem dalam sistem agribisnis. Dari sudut pandang ini, sistem agribisnis merupakan sistem usaha di bidang pertanian yang terdiri dari beberapa subsistem, yaitu : (a) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, (b) sub sistem usaha tani (c) subsistem pengelohanan hasil pertanian atau agroindustri, (d) subsistem pemasaran hasil pertanian, dan (e) subsistem pendukung usaha. 1.2 Konsep Sistem dan Keterpaduan Usaha Agribisnis Konsep agribisnis modern pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika John H. Davis menggunakan istilah agribisnis dalam makalahnya yang disampaikan pada Boston Conference on Distribution. 3

5 Selanjutnya John H. Davis dan Ray Golberg dalam bukunya yang berjudul A Conception of Agribusiness pada tahun 1957 di Harvard University, memberikan pengertian agribisnis sebagai berikut : Agribusiness is the sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production operations on the farm, and the storage, processing, and distribution of farm commodities and items made from them. Pengertian senada juga dikemukakan oleh Downey dan Ericson di era tahun an. Menurut pandangannya, agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usaha tani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir. Kedua pengertian tersebut, menggambarkan bahwa, agribisnis merupakan suatu sistem, dan atau suatu entitas, yang tersusun dari sekumpulan subsistem yang bergerak secara bersama-sama dan saling tergatung untuk mencapai tujuan bersama. Sistem agribisnis menekankan adanya kebersamaan dan saling ketergatungan antara subsistem untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sejalan dengan pandangan Hafsah (1999) dan Adjid (1998), yang mengemukakan bahwa agribisnis adalah kegiatan usaha di bidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar. Pengertian ini menggambarkan bahwa agribisnis sebagai suatu perusahaan (enterprises). Bertitik tolak dari konsep sistem yang dilontarkan oleh para pakar agribisnis, Departemen Pertanian (2001), memberikan pengertian konsep sistem dan usaha agribisnis, yakni subsistem hulu (perusahaan pengadaan dan penyaluran sarana produksi), subsistem agribisnis tengah (perusahaan usaha tani), subsistem agribisnis hilir (perusahaan pengolahan hasil atau agroindustri dan perusahaan pemasaran hasil), serta subsistem penunjang (lembaga keuangan, transportasi,penuluhan dan pelayanan informasi agribisnis, penelitian kaji terap, kebijakan pemerintah, dan asuransi agribisnis). Masing-masing merupakan perusahaan agribisnis yang harus dapat bekerja secara efisien, dan selanjutnya harus melakukan koordinasi (kebersamaan dan saling ketergantungan) dalam suatu sistem untuk lebih meningkatkan efisiensi usaha. Subsistem jasa penunjang berkewajiban nemfasilitasi berjalannya sistem agribisnis tersebut. Atas dasar pemahaman tersebut di atas, maka dapat dirumsukan bahwa konsep sistem agribisnis, yakni keseluruhan aktivitas bisnis di bidang pertanian yang saling terkait dan saling tergantung satu sama lainnya, mulai dari : (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, (2) subsistem usahatani, (3) 4

6 subsistem pengolahan dan penyimpanan hasil (agroindustri), (4) subsistem pemasaran, dan (5) subsistem jasa penunjang. (Gambar 1). Sistem itu harus mampu mengatur dirinya sendiri dan mampu menyesuaikan dirinya dengan kondisi lingkungan maupun internal sistem secara otomatis. Subsistem Perusahaan Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi : Bibit Pupuk Pakan Obatan-obatan Alat dan Mesin Teknologi Subsistem Perusahaan Produksi Usahatani : Pangan Hortikultura Ternak Subsistem Perusahaan Pengolahan Hasil (Agroindustri) : Penangan pasca penen Pengolahan lanjutan Subsistem Perusahaan Pemasaran Hasil : Perdagangan domestik Perdagangan ekspor Subsistem Jasa Penunjang : Pengaturan, Penelitian, Penyuluhan, Informasi Kredit Modal, Transportasi, Asuransi agribisnis, Pasar Gambar 1. Konsep Sistem dan Keterpaduan Usaha Agribisnis (sumber : Antara, 2009) Berdasarkan formulasi sistem pada Gambar 1, struktur sistem agribisnis yang disarankan adalah struktur agribisnis-industrial atau disebut juga dengan istilah sistem bisnis yang dibentuk dengan pendekatan integrasi vertikal.. Menurut Saragih (1998), pembentukan struktur ini dapat dilakukan sedikitnya dengan tiga cara yaitu : (1) berupa pola koperasi agribisnis, (2) pola usaha patungan, dan (3) pola pemilikan tunggal. Dengan demikian, petani mempunyai akses untuk menikmati nilai tambah yang besar yang ada pada sub sektor agribisnis hulu dan hilir. Keberhasilan pengembangan agribisnis sangat ditentukan oleh kerjasama tim (team work) sumber daya manusia yang terlibat dalam sistem. Kunci keberhasilan kerjasama tim adalah setiap SDM yang terlibat dalam agibisnis, disamping memiliki prilaku yang cukup di bidang pekerjaannya (on the job skill), harus juga mempunyai prilaku positif tentang posisi dirinya dalam perusahaan 5

7 agribisnis, posisi perusahaannya dalam integrasi vertikal agribisnis, serta wawasan ekonomi secara makro. Dengan demikian akan terjalin suatu kerjasama yang solid dan berdaya guna dalam pengembanagan usaha. Konsep perusahaan dimunculkan dalam sistem agribisnis dimunculkan untuk mengubah paradigma petani, yang mana petani adalah sebagai manajer perusahaan agribisnis, yang berkedudukan setara dengan perusahaan agribisnis yang berada di hulu maupun hilir. Petani dibina untuk memahami kebutuhan pasar, mampu bersinergi dengan perusahaan agribisnis lain untuk memproduksi barang yang dibutuhkan pasar. Jika hal ini dapat dilakukannya, maka impian untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani akan semakin cepat terwujud. Masing-masing komponen pelaku perusahan agribisnis biasanya membagi diri dalam fungsi dan tugasnya, namun tetap bersinergi untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Integrasi vertikal antar perusahan agribisnis yang berbeda pemilikannya sering diwujudkan dalam bentuk kemitraan usaha,atau jika pemiliknya sama disebut perusahaan terintegrasi (intergrated business company) Subsistem perusahan agribisnis hulu berfungsi menghasilkan dan menyediakan sarana produksi pertanian terbaik agar mampu menghasilkan produk usahatani yang berkualitas, melakukan pelayanan yang bermutu kepada usahatani, memberikan bimbingan teknis produksi, memberikan bimbingan manajemen dan hubungan sistem agribisnis, memfasilitasi proses pembelajaran atau pelatihan bagi petani, menyaring dan memsintesis informasi agribisnis praktis untuk petani, mengembangkan kerjasama bisnis (kemitraan) yang dapat memberikan keuntungan bagi para pihak. Subsistem perusahaan usahatani sebagai produsen pertanian berfungsi melakukan kegiatan teknis produksi agar produknya dapat dipertanggung jawabkan baik secara kualitas maupun kuantitas, mampu melakukan manajemen agribisnis secara baik agar proses produksinya menjadi efisien sehingga mampu bersaing di pasar. karena itu, petani umumnya memerlukan penyuluhan dan informasi agribisnis, teknologi dan inovasi lainnya dalam proses produksi, bimbingan teknis atau pendampingan agar petani dapat melakukan proses produksi secara efesien dan bernilai tambah lebih tinggi. Subsistem perusahan agribisnis hilir berfungsi melakukan pengolahan lanjut (baik tingkat primer, sekunder, maupun tersier) untuk mengurangi susut nilai atau meningkatkan mutu produk agar dapat memenuhi kebutuhan dan selera konsumen, serta berfungsi pemperlancar pemasaran hasil melalui perencanaan sistem pemasaran yang baik. Subsistem jasa penunjang (penyuluhan, penelitian, informasi agribisnis, pengaturan, kredit modal, transportasi,dll) secara aktif ataupun pasif berfungsi menyediakan lanyanan bagi kebutuhan pelaku sistim agribisnisuntuk memperlancar aktivitas perusahan dari sistim agribisnis. Masing-masing 6

8 komponen jasa penunjang itu mempunyai karakteristik fungsi yang berbeda, namun intinya adalah agar rmereka dapat berbuat sesuatu untuk mengurangi beban dan meningkatkan kelancaran penyelenggaraan sistem agribisnis. Dalam jangka panjang diharapkan agribisnis yang berbasis pada komoditas tanaman tropis dikembangkan dengan lebih menekankan pada prinsipprinisp aroindustrialisasi serta menghasilkan produk sesuai dengan permintaan pasar. Hampir setiap komoditas pertanian memiliki spesifikasi karakteristik biologis dan alur bisnis yang berbeda-beda. Berikut ini adalah contoh struktur sistem agribisnis yang dikembangkan untuk komoditas sayuran saat ini (Gambar 2). Subsistem Agribisnis Bagan Alir dalam Sistem Agribisnis Pembibitan/ Peembenihan Pupuk Pestisida Pengadaan Sarana Produksi Peralatan Kios-Tani-Kios Tani Budidaya Usahatani Rakyat Usahatani Perusahaan Pengolahan Hasil Pedagang Pengepul Penanganan Pasca Panen Pengolahan Sederhana Pemasaran dan Distribusi Pasar Umum Pasar Swalayan Pedagang Antar Pulau Warung Makan Restoran, Catering Service Industri Pengolahan Konsumen Gambar 2. Struktur Sistem Agribisnis Komoditas Sayuran Saat ini (sumber : Suparta, 2005) 7

9 1.3 Strategi Pengembangan Pengelolaan agribisnis-agroindustrial yang berorientasi pasar atau disebut juga agribisnis modern, haruslah diusahakan secara terintegrasi dari hulu sampai ke hilir yang dikoodinir dan dipersatukan menjadi satu kesatuan organisasi bisnis yang kuat dari seluruh lapisan terkait (petani, pengusaha, peneliti pakar, lembaga pembiayaan, lembaga penelitian dan pemerintah) agar nilai tambah pertanian dapat dinikmati secara proporsional oleh masing-masing pelaku bisnis. Ruang lingkup sistem agribisnis modern terbentuk oleh beberapa subsistem bisnis, yaitu : 1. Sub-sistem Agribisnis Hulu Agribisnis yang menangani faktor produksi dan sarana untuk usaha tani, dikenal juga dengan agribisnis input 2. Sub-sistem Agribisnis Usaha Tani Agribisnis yang melakukan usaha pemanenan energi surya melalui proses fotosintesis, dikenal juga dengan agribisnis produksi. 3. Sub-sistem Agribisnis Hilir Agribisnis yang mengolah output/hasil produksi agribisnis, dikenal juga dengan agribisnis proses dan manufaktur 4. Sub-sistem Agribisnis Pendukung Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, dikenal dengan agribisnis jasa, misal, jasa penyewaan Alsintan Fungsi dan ruang lingkup sistem agribisnis modern bila dianggap perlu masih dapat dikembangkan lagi dengan strategi pengintegrasian. Strategi pengintegrasian ini bisa dialakuakn melalui dua pola, yaitu pola integrasi vertikal dan pola integrasi horizontal. Adanya pengintegrasian ini mengakibatkan adanya perluasan keterkaiatan di sepanjang mata rantai proses yang membentuk semacam close-loop supplay chain. Disetiap mata rantai proses terdapat peluang untuk menambah nilai produk melalui sentuhan inovasi dan kreatifitas tertentu. Andaikan pengembangan sistem dilakukan dengan model dua dimensi maka akan ada pengembangan sumbu X dan pengembangan sumbu Y. Skema pengembangan sistem agribisnis modern yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 3. 8

10 Integrasi Hulu & Left Side linkage Hulu (Backward) Integrasi Hulu & Right Side linkage Left Side On Farm Right Side Integrasi Hilir & Left Side linkage Hilir (Forward) Integrasi Hilir & Right Side linkage Gambar 3. Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Modern Berdasarkan sumbu X, pengembangan sistem agribisnis dapat dilakukan dengan integrasi horisontal. Model ini merupakan strategi untuk mengendalikan para pesaing dan dapat dikaitakan melalui dua cara, yaitu : Terkait ke sisi kanan (right side linkage) Mengintegasikan beberapa perusahaan yang merupakan pesaing langsung karena memiliki alur sistem agribisnis hulu-hilir yang sama, tujuannya adalah meniadakan persaingan dan menguasai akses pasar. Misalnya integrasi sesama agribisnis sesama penyedia input pertanian Terkait ke sisi kiri (left side linkage): Mengintegrasikan beberapa perusahaan yang bukan merupakan pesaing langsung tetapi saling berkompetisi sebagai produk komplementer atau sebagai produk substitusi, tujuannya adalah meminimalkan persaingan dan menguasai pasar. Misalnya agribisnis daging sapi dengan agribisnis telur dan daging ayam. Berdasarkan sumbu Y, pengembangan sistem agribisnis dapat dilakukan dengan strategi integrasi vertikal. Model ini merupakan strategi perusahaan untuk menguasai alur sistem agribisnis dari hulu sampai hilir, mulai dari pemasok bahan baku hingga distribusi pemasaran. Integrasi dapat dilakukan dengan cara merjer, akuisisi, atau membuat perusahaan tersendiri yang dapat dikaitkan melalui empat cara, yaitu : 9

11 Integrasi hulu on farm atau terkait kebelakang (backward linkage) Mengembangkan sistem agribisnis dengan menggabungkan agribisnis hulu dengan agribisnis on farm. Tujuannya adalah agar lebih menguasai bahan baku, faktor produksi dan sarana penunjang produksi. Integrasi on farm- hilir atau terkait kedepan (forward linkage) Mengembangkan sistem agibisnis dengan menggabungkan agribisnis on farm dengan agribisnis hilir. Tujuannya adalah agar lebih dekat ke konsumen. Integrasi hulu on farm hilir atau integrasi terkait dari belakang hingga depan (backward-forward linkage). Mengembangan sistem agribisnis dengan menggabungkan agribisnis hulu, agribisnis on farm dan agribisnis hilir. Tujuannya adalah menguasai bahan baku dan lebih dekat ke konsumen. Integrasi satu alur (hulu on farm hilir penunjang) atau integrasi penuh (full integration) Mengembangkan sistem agribisnis yang mengintegrasikan agribisnis hulu, on farm, hilir dan penunjang. Tujuannya menguasai satu sistem agribisnis hulu-hilir. Untuk mudahnya, pengembangan sistem agribisnis modern dapat digambarkan dalam bentuk dua dimensi dimana usaha tani sebagai titik pangkal (0,0), sumbu vertikal Y merupakan alur hulu-hilir untuk pengembangan terkait kebelakang dan kedepan (backward-forward linkage). Sumbu horizontal X merupakan persaingan langsung tidak langsung untuk pengembangan kekanan dan kekiri (right-left side linkage Apapun strategi yang dikembangkan dalam medesain model bisnis dalam sistem agribisnis modern tidak serta merta bisa berjalan. Ada dua parameter lingkungan bisnis yang mencirikan sistem agribisnis modern bisa beroperasi stabil, yaitu 1. Responsif terhadap lingkungan bisnis yang terus berubah 2. Senantiasa mendengarkan suara pelanggan (voice customer) Kedua parameter lingkungan bisnis tersebut hanya bisa teradopsi (melekat) ke dalam sistem, jika setiap entitas (pelaku bisnis) yang tergabung didalamnya mempunyai kesamaan dalam cara pandang dan budaya dalam memelihara kompetensi untuk bersaing. 10

12 BAB II PEMBERDAYAAN AGRIBISNIS SKALA USAHA KECIL MELALUI KEMITRAAN USAHA 2.1 Prinsip dan Konsep Dasar Kemitraan Usaha Usaha sekala kecil dan koperasi merupakan bagian terbesar sekaligus pilar penopang utama perekonomian nasional harus diberikan peluang dan peran lebih besar agar mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Permasalahan mendasar yang ada pada usaha kecil dan koperasi adalah kurangnya kemampuan manajemen dan profesionalisme serta terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi dan jaringan pemasaran. Salah satu upaya yang dianggap tepat untuk memecahkan masalah kesenjangan ini adalah melalui kemitraan usaha. Kemitraan usaha dapat dibangun antara yang usaha besar dan yang kecil, antara yang usaha yang kuat dan yang lemah. Sesuai dengan amanat undang-undang tentang usaha kecil, kemitraan harus di bangun atas landasan saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat dengan fungsi dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan proposi yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dalam wacana pembangunan nasional, kemitraan usaha antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar diharapkan dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyebaran tenaga kerja, pemeratan pendapatan, dan mengembangkan pertumbuhan pembangunan regional. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling menguatkan. Karena merupakan strategis bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat di tentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Para pelaku bisnis harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Semakin kuat pemahaman serta penerapan etika bisnis bagi pelaku kemitraan maka semakin kokoh landasan kemitraan yang dibangunnya sehingga pada gilirannya akan memudahkan pelaksanakan kemitraan usaha itu sendiri. Pada dasarnya falsafah mendasar dari kemitraan usaha adalah kebersamaan dan pemerataan. Kemitraan akan selalu dibutuhkan selama tuntutan pemerataan belum teratasi. Kemitraan merupakan proses jangka panjang yang berubah secara dinamis untuk memenuhi harapan dan kebutuhan dari seluruh pelaku kemitraan. Misalnya, melalui kemitraan antara perusahaan besar dengan perusahan kecil dapat meningkatkan produktivitas, memperluas pangsa pasar, meningkatkan keuntungan, sama-sama menanggung risiko menjamin pasokan bahan baku serta menjamin distribusi pemasaran. 11

13 Mariotti, J.L (1999) mengemukakan bahwa terdapat enam dasar yang dianggap mencerminkan etika bisnis, yaitu : Karakter, integritas dan kejujuran. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dalam kemitraam diperlukan orang-orang yang mempunyai karakter kuat dan tidak mudah putus asa. Integritas adalah sikap bertindak jujur dan benar, satunya kata dengan perbuatan. Kemitraan yang dibangun dengan integritas terpuji akan menghasilkan bangunan kemitraan yang kokoh dan tidak mudah tergoyahkan. Kejujuran adalah ketulusan hati yang merupakan sikap dasar yang dimiliki manusia. Kemitraan yang diawali oleh kejujuran akan merupakan awal terbentunya transparasi dalam segala manifestasinya. Kepercayaan. Kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercaya itu benar-benar atau nyata. Kepercayaan yang teguh terhadap seseorang atau mitra merupakan modal dasar dalam menjalin bisnis. Kemitraan umumnya di mulai atas dasar sikap saling mempercayaai. Kegagalan membangun kemitraan biasanya dimulai dari sikap yang saling mencurigai dan akhirnya saling tidak percaya. Komunikasi yang terbuka. Komunikasi yang terbuka merupakan rangkaian proses dimana sesuatu informasi atau gagasan dipertukarkan secara transparan. Kemitraan senantiasan berkembang sesuai dengan tantangan dan maslahnya, agar kemitraan eksis bertahan maka kemitraan selelu memerlukan ide, gagasan dan informasi yang terus berkembang. Adil. Adil diartikan sebagai tidak berat sebelah atau tidak memihak, atau bersikap sama atau seimbang terhadap semua orang. Kemitraan yang dilandasi sikap adil menunjukkan adanya pengorbanan dari pihak yang bermitra dalam mendapatkan keuntungan yang yang lebih besar. Keinginan pribadi dari pihak yang bermitra. Dalam kemitran pasti ada suatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tidak selalu diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi, tetapi juga non-ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Keseimbangan antara insentif dan resiko. Di antara pihak yang bermitra harus ada keinginan untuk memiliki beban resiko yang dihadapi bersama selain menikmati keuntungan secara bersama. Keinginan untuk 12

14 mengambil resiko dari suatu usaha kemitraan dapat diartikan sebagai awal dari keberhasilan kemitraan usaha. Pemberdayaan agribisnis skala usaha kecil melalui pengembangan kemitraan usaha memungkinan untuk meraih sejumlah manfaat, yaitu : Peningkatkan produktivitas. Produktivitas dalam sistem produksi didefinsikan sebagai output dibagi dengan input. produktivitas akan meningkat apabila dengan input yang sama akan diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan hasil yang sama hanya membutuhkan input yang lebih rendah. Bagi perusahaan yang lebih besar, peningkatan produktivitas dilakukan dengan cara mengurangi faktor input adan atau meningkatkan produksi dengan sumberdaya yang sama. Bagi perusahaan kecil/petani, peningkatan produktivitas biasanya dilakukan secara simultan yakni menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu tetapi diharapkan akan memperoleh output dalam jumlah yang berlipat. Bagi perusahaan/petani yang berkelompok dapat meningkatkan produktivitas dengan cara menekan faktor input melalui penggunaan input secara bersama (misalnya penggunaan traktor bersama milik kelompok, pemeliharaan irigasi/subak, penjualan secara bersama, dll). Peningkatan efisiensi. Efisiensi terjadi bila output tertentu dapat dicapai dengan input yang minimum. Dipandang dari sudut penggunaan tenaga kerja, efisiensi adalah jumlah waktu yang sebenarnya digunakan dibagi dengan standar waktu yang telah ditetapkan atau output yang dihasilkan dibagi dengan standar output yang telah ditetapkan. Efisiensi dan produktivitas bagaikan mata uang dengan sisi yang berbeda yang keduanya dapat ditingkatkan dengan meminimumkan penggunaan input. Contoh dalam bidang usaha tani,perusahaan besar menyediakan alat mesin pertanian/teknologi sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga kerja yang tersedia, disi lain produksi plasma dapat meningkat mencapai hasil yang diharapkan sesuai kapasitas produksi yang ditargetkan. Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Produk akhir dari suatu kemitraan usaha ditentukan oleh dapat tidaknya diterima oleh pasar, indikator adalah adanya kesesuaian mutu yang diinginkan oleh konsumen. Loyalitas konsumen akan dicapai apabila ada jaminan mutu dari suatu produk. Misalnya, salah satu sistem penjaminan mutu yang dipersyaratkan bagi produk-produk hasil pertanian adalah HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang menerapkan suatu standar mutu tidak hanya pada hasilnya tetapin juga pada proses produksinya. Untuk dapat dicapainya 13

15 jaminan mutu secara berkesinambungan maka satu-satunyaalternatif adalah terjadinya kemitraan industri hulu dan industri hilir.disamping kualitas, kuantitas juga harus dapat,memenuhi kebutuhan atau permintaan pelanggan, serta terjaga kontinuitasnya sehingga mampu menjaga kredibilitas produsen. Hal ini memerlukan manajemen yang mantap, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta memerlukan prosedur operasional yang konsisten. Membagi resiko. Dalam kemitraan diharapkan resiko yang besar dapat ditanggung bersama (risk sharing), tentunya secara proporsional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh. Risk sharing mengandung makna senasib sepenanggungan sehingga eksistensi perusahaan yang bermitra menjadi besar. 2.2 Bentuk Kemitraan dan Pola Pengembangannya Pada dasarnya maksud dan tujuan pembentukan kemitraan usaha adalah win-win solution partnership, artinya diharapkan terjadinya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing pihak yang bermitra. Ciri hubungannya bukan sebagai buruh dan majikan atau atasan bawahan melainkan pembagian resiko dan keuntungan secara proporsional. Asas kemitraan adalah saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.44 tentang kemitraan, disarankan bahwa perusahaan bermitra berkewajiban berbagi informasi tentang peluang kemitraan dan melakukan pembinaan kepada plasmanya pada aspek-aspek pemasaran, pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia, permodalan, manajemen agribisnis, dan teknologi. Sedangkan kelompok mitra berkeajiban untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usahanya secara berkelanjutan serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh inti. Jenis-jenis kemitraan yang dapat dikembangkan dalam rangka pemberdayaan agribisnis skala usaha kecil, yaitu : Pola Inti Plasma. Pola inti plasma adalah pola hubungan kemitraan usaha antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Misalnya, Pola PIR, dimana perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis dan manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil rpoduksi, sedangkan mitra usaha plasma melakukan budidaya sesuai dengan standar operasional prosedur yang disepakati, 14

16 sehingga hasil produksi yang didapat dapat memenuhi baik kuantitas maupun kualitas yang diharapkan. Pola Sub Kontrak. Pola sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan usaha antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memperoduksi barang yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas bentuk sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu penyerahan. Pola Dagang Umum. Pola dagang umum merupakan pola hubungan kemitraan usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan perusahaan mitra. Contohnya adalah kemitraan antara produsen sayuran/buah-buahan dengan toko swalayan. Keuntungan pola ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahannya adalah memerlukan mosal kuta serta pengusaha kecil sering lebih dirugikan. Pola Keagenan. Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil di beri hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atas usaha besar sebagai mitranya. Pola Waralaba. Pola waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok usaha mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hal lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Perusahaan mitra usaha sebagai pemilik waralaba bertanggunjawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran, merek dagang, dan hal-hal lainnya kepada mitra usahanya, sedangkan mitra usaha pedagang usaha waralaba hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan royalti dan biaya lainnya terkait dengan kegiatan usaha tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun kemitraan usaha antara lain, yaitu : Mengenal dan memilih calon mitra. Pengenalan calon mitra merupakan awal keberhasilan proses membangun kemitraan. Memilih calon mitra membutuhkan waktu karena harus benar-benar diyakini, karena itu diperlukan informasi secara lebih lengkap. Memahami kondisi bisnis pihak bermitra. Kondisi bisnis calon mitra harus benar-benar diperhatikan terutama kemampuan dalam manajemen, 15

17 pengusaan pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya manusia. Kondisi bisnis pihak yang bermitra harus dinilai secara jujur dan realistis terutama dalam mengidentifikai faktor-faktor kunci yang membawa sukses. Mengembangkan strategi dan menilai detail bisnis. Strategi yang direncanakan bersama meliputi strategi dalam pemasaran, distribusi, operasional dan informasi. Strategi disusun berdasarkan informasi mengenai keunggulan dan kelemahan bisnis dari pihak yang bermitra. Penilaian detail juga dilakukan terhadap besarnya produk yang dihasilkan, sasaran pembelinya, pangsa pasarnya, dan metode distribusinya. Memonitor dan mengevalusi kinerja. Pelaksanaan kemitraan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati perlu dimonitor terus menerus agar target yang ingin dicapai benar-benar menjadi kenyataan, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi untuk perbaikan secara terus-menerus (continous improvement). Pola kemitraan usaha dapat dibangun mulai dari tahapan pemula hingga menjadi tahapan kemitraan utama. Sebagai ilustrasi dapat ditunjukkan seperti pada skema sebagai berikut : Pembina/ Fasilitator Perusahaan Besar Kemitraan Koperasi/ Usaha Kecil Modal Sarana produksi Alat dan Mesin Manajemen Teknologi Gambar 4. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula) 16

18 Pembina/ Fasilitator Perusahaan Besar Alat dan Mesin Agroindustri Pemasaran Teknologi Kemitraan Koperasi/ Usaha Kecil Sarana produksi Manajemen Permodalan Gambar 5. Pola Kemitraan Tahap Madya Pembina/ Fasilitator Konsultan Pengembangan Bisnis Perusahaan Besar Kemitraan saham Koperasi/ Usaha Kecil Gambar 6. Pola Kemitraan Tahap Utama 17

19 BAB III KEMITRAAN USAHA DALAM MODEL KLASTER BISNIS BERBASIS KOMODITI UNGGULAN 3.1 Konsep Pembentukan Klaster Bisnis Michael Porter (1998) mendefinsikan klaster sebagai konsentrasi perusahaan dan institusi (pemasok, pelanggan, kompetitor dan institusi pendukung lainnya seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian, institusi keuangan dan dinas pelayanan umum) yang terkait satu sama lainnya pada bidang industri tertentu. Manfaat klaster selain mengurangi biaya transportasi dan transaksi,juga meningkatkan efisiensi, menciptakan aset kolektif, dan memungkinkan terciptanya inovasi. Lihat Gambar 6. Gambar 7. Konsep pembentukan klaster dan daya saing bisnis Pembentukan klaster menjadi issue yang penting karena secara individual Agribisnis Skala Usaha Kecil seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur. Perusahaan kecil seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses jasa-jasa keuangan dan konsultasi. 18

20 Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan. Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama dalam klaster bsinsi adalah: 1. Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama usaha kecil lain menempati posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui jangkauan perusahaan kecil secara individual. 2. Melalui integrasi vertikal (dengan usaha kecil lainnya maupun dengan perusahaan besar dalam mata rantai pasokan), perusahaan-perusahaan dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian tenaga kerja eksternal. 3. Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan. Jaringan bisnis tersebut dan perumus kebijakan lokal,dapat mendukung pembentukan suatu visi pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk meningkatkan daya saing usaha kecil. Dengan demikian klaster bisnis yang efektif adalah yang dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi hambatan akibat ukuran usaha kecil dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu lingkungan pasar yang semakin kompetitif. Konsep klaster bisnis merupakan salah satu strategi yang dinilai sangat tepat meningkatkan daya saing industri berbasis pertanian yang berkelanjutan. Upaya ini mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik dengan industri pendukung (supporting industries) maupun industri terkait (related industries). Model klaster ini cocok dikembangkan pada komoditas unggulan yang dicirikan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, pohon industri yang lengkap, spekturum penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi budidaya yang mudah, masa tanam yang pendek atau biaya produksi per unitnya rendah. Contohnya, adalah pengembangan klaster industri rumput laut di 60 daerah di Indonesia. 3.2 Model Kluster Bisnis Berbasis Komoditi Unggulan Sistem agribisnis berbasis komoditi adalah kesatun sub-sistem bisnis yang dibentuk berdasarkan konsep pohon industri. Artinya, komoditi spesifik yang menjadi basis pengembangan dalam sistem agribisnis memiliki potensi 19

21 dikembangkan menjadi berbagai siub-sistem bisnis yang menghasilkan produk turunan baik produk pangan maupun non-pangan. Contoh lain dari komoditi hasil pertanian yang berpotensi dikembangkan menjadi sistem agribisnis berbasis komoditi adalah komoditi lidah buaya (Aloevera). Tanaman lidah buaya dapat diolah menjadi makanan dan minimum atau dikepsor dalam bentuk pelepah segar ke negara tetangga seperti Singapura, Malysia dan Brunei Darusalama. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan. Adapun industri lanjutan dari tanaman lidah buaya dapat dilihat pada Gambar 7.. Gambar 8. Pohon industri tanaman lidah buaya (Aloevera) Apabila komoditi tersebut akan dikembangkan pengusahaannya, maka sebaiknya industri yang memproduksi gel ataupun tepung harus memiliki kontinuitas ketersediaan bahan baku (pelepah segar). Kondisi tersebut dapat tercapai jika industri dan budidaya terkait secara langsung dalam suatu klaster bisnis. Adanya klaster bisnis yang mengkaitkan industri dan budidaya yang didukung dengan kehadiran institusi yang kuat, diantaranya akan dapat mencegah terjadinya perebutan bahan baku yang dapat berakibat mematikan industri hilir. Kondisi tersebut justru akan memberikan jaminan kepastian pasar bagi hasil panennya selain dimungkinkan adanya bantuan sarana produksi dan 20

22 pendampingan dalam penggunaan teknologi. Agribisnis dengan berbasis tanaman lidah buaya dimaksud adalah pengusahaan komoditi lidah buaya mulai dari budidaya, agroindustri (industri pengolahan) dan pemasaran hasil produk akhirnya. 21

23 BAB IV STUDI AWAL PERANCANGAN SISTEM BISNIS KOMODITI BAMBU TABAH 4.1 Potensi Usaha Budidaya Tabah Tabah Bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata (Buese) Kurz.)mempunyai batang yang sifatnya simpodial atau berumpun. Panjang buluh dapat mencapai sekitar 10 m dan ujungnya melengkung, dengan garis tengahnya sekitar 3 6 cm. Tebal buluhnya mencapai 6 mm, dengan warna buluh hijau sampai hijau tua, ruas batang mencapai cm dengan pelepah buluh panjangnya cm tetap melekat pada buluhnya, pelepah buluh bagian luar ditumbuhi oleh miang (bulubulu halus) yang melekat berwarna coklat hitam, pelepah mudah luruh (Gambar 9).. Gambar 9. Perawakan bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Kurz) Di Indonesia nama jenis bambu ini tergantung dari daerah tempat tumbuhnya, di Jawa disebut dengan bambu lengka, dan beberapa tumbuh di daerah Sukabumi sedangkan di Bali disebut bambu tabah. Masyarakat Bali menyebut tabah karena rebungnya rasa hambar tidak pahit, tidak seperti rebung betung. Rebung dipanen pada saat musim hujan, maksud dari pemanenan rebung 22

24 disamping dapat digunakan untuk konsumsi, juga bermaksud untuk penjarangan rumpun, agar rumpun bambu dapat dijaga, sehingga kualitas buluhnya maksimal. Rebung bambu tabah dapat dipanen setelah rumpunnya berumur 3 tahun. Panen dilakukan 2 x dalam seminggu pada saat musim hujan. Rebung dipanen 3 hari setelah ujung rebung muncul diatas permukaan tanah atau rebung mencapai tinggi cm, untuk jenis Dendrocalamus asper. Rebung yang dipanen pada rumpun bambu yang telah berumur 2 3 tahun, yaitu rebung yang tumbuh melebihi 10 rebung setiap musim. Rebung dipanen ketika mencapai tinggi 15 cm. Rebung yang dipanen diatas permukaan tanah akan berbeda apabila di panen pada saat masih di dalam tanah. Bambu memang dapat tumbuh dimana-mana pada segala jenis tanah. Namun, jika budi daya untuk tujuan memperoleh rebung yang bagus, maka bambu tersebut sebaiknya ditanam pada tanah ringan, sedikit berpasir, dan tanah yang subur. Dengan demikian, pembentukan rebung sebagai tujuan utama budi daya menjadi lebih optimal. Bambu dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah pada ketinggian m diatas permukaan laut. Bahkan, bambu dapat tumbuh pada tanah marginal yang kurang subur sekalipun. Bambu termasuk jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan sangat cepat. Dalam waktu sekitar 3 tahun sejak ditanam, sebatang bambu sudah dapat membentuk rumpun yang sangat rapat. Pembentukan rebung erat kaitannya dengan kondisi tanah. Jenis tanah yang paling ideal untuk budi daya rebung bambu rebung adalh tanah yang gembur dan kaya bahan organik. Budi daya bambu pada tanah yang gembur dan kaya organik dapat menghasilkan rebung yang besar dan gemuk. Disamping itu, bambu yang ditanam untuk tujuan menghasilkan membutuhkan curah hujan yang cukup tinggi untuk merangsang keluarnyarebung. Curah hujan yang dibutuhkan adalah sekitar 1200 mm per tahun atau minimal 10 mm per bulan. Sedangkan kelembaban udara yang dibutuhkan sekitar persen. Bambu tabah dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai di tempat-tempat pada ketinggian 600 m diatas permukaan laut dan juga dapat tumbuh pada daerah tropis yang lembab disepanjang sungai dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Bambu ini juga dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah latosol dengan curah hujan hingga 3,000 mm. Bambu yang menghasilkan rebung dengan kandungan HCN rendah dan enak untuk dikonsumsi diantaranya adalah bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu temen (Gigantochloa verticillata), bambu kuning (Dendrocalamus litiforus) dan bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Kurz). Semua pelepah rebung bambu tabah berwarna coklat muda sampai hijau ke abu-abuan, tertutup miang berwarna hitam tersebar tidak merata. Warna daun pelepah buluh pada ujung rebung berwarna coklat muda sampai hijau. Perbedaan warna pelepah tersebut tergantung dari pertumbuhan dan cara panen rebung tersebut. Apabila rebung dipanen pada saat masih di dalam tanah, warna pelepah coklat muda, serta 23

25 daging rebung berwarna putih. Perawakan rebung bambu tabah disajikan pada Gambar 10. Gambar 10. Perawakan rebung bambu tabah Rebung sangat digemari di samping rasanya enak, mengandung nilai nutrisi tinggi. Berdasarkan kajian Kencana (2004), rebung bambu tabah mempunyai komposisi : air (92,2 %), protein (2,29 %), lemak (0,23 %), pati (1,68), serat (3,07 %) dari 100 g bahan segar. Keunggulan lain dari rebung bambu tabah disbanding rebung lainnya adalah kandungan HCNnya jauh lebih rendah. Kencana (1991) menginformasikan rebung betung mengandung HCN 256 ppm per 100 gr bahan segar sementara rebung tabah kandungan HCN 7,97 ppm per 100 gr bahan segar. Bambu tabah merupakan salah satu jenis bambu lokal yang dibudidayakan di Desa Pupuan. Dahulu sebelum tahun 2000-an, bambu tabah tergolong jenis yang kurang diperhatikan karena batangnya kurang besar dan kuat sehingga belum mempuyai harga dibandingkan jenis bambu lainnya seperti bambu tali (G.apus), bambu andong (G. pseudoarundinacae ), bambu betung (Dendrocolalamus asper) yang nyaris sudah akrab dengan kehidupan masyarakat di Bali. Munculnya temuan bahwa jenis bambu ini dapat menghasilkan rebung yang dapat dikonsumsi dan potensinya sebagai sayuran elit sejajar dengan dengan sayuran asparagus dan jamur mendorong adanya permintaaan berlebihan. Sedangkan ketersediaannya di masyarakat sangat terbatas sehingga menyulitkan mengelolanya untuk menjadikan sebagai bahan baku industri yang lestari dan berkualitas. Beberapa tahun silam rebung bambu masih identik dengan makanan kampung karena hanya dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan yang memang akrab dengan tanaman bambu. Namun, sekarang masyarakat perkotaan di 24

26 Indonesia pun sangat menyukai rebung bambu. Rebung bambu kalengan ataupun yang dikemas dalam plastik transparan telah banyak dijual di supermarket bersama dengan sayuran ekslusif kalengan lainnya, seperti jamur, asparagus dan kacang polong. Selain dijual dalam kalengan di supermarket atau toko-toko besar, rebung bambu juga tersedia di pasa-pasar tradisional. Rebung bambu yang yang tersedia di pasar-pasar tradisional ditawarkan dalam bentuk dalam berbagai bentuk mulai dari rebung gelondongan, rebung yang sudah dikuliti, dan rebung yang telah dipotong-potong siap untuk dimasak. Permintaan akan rebung bambu tidak saja berasal dari dalam negeri melainkan juga dari luar negeri. Pasar luar negeri lebih menjanjikan karena kebutuhan akan rebung bambu lebih besar. Berdasarkan BPEN, permintaan rebung dari Indonesia mencapai 4500 ton/tahun dengan tujuan Korsel, Jepang, Taiwan, Amerika, Kanada, Australia dan Singapura. Jepang membutuhkan rebung segar dan kaleng sebanyak ton/tahun, Taiwan ton/tahun dan Australia ton/tahun. Kini sayuran rebung bambu telah berkembang menjadi salah satu sayuran favorit yang digemari masyarakat internasional. Untuk mengantisipasi perkembangan industri berbasis bahan baku bambu tabah harus dilakukan budidaya agar dihasilan pasokan rebung yang lestari dan berkualitas. Sampai saat ini belum dijumpai masyarakat melakukan budidaya khusus jenis bambu tabah sehingga diperlukan petunjuk atau pedoman teknis untuk melakukan praktek baik budidaya. Hal ini sangat penting diketahui supaya masyarakat yang bergerak dalam bidang pemanfaatan rebung-rebung bambu tabah tertarik untuk mengusahakannya. 4.2 Produk olahan Rebung Bambu Tabah Rebung bambu tabah dapat diolah lebih lanjut dalam berbagai kemasan. dalam kemasan botol maupun dalam kemasan plastik vakum. Secara garis besar diagram alir pengolahan rebung bambu dapat ilihat pada Gambar 13. Rician teknologi proses yang diberlakukan untuk menghasilkan produk olahan rebung bambu tabah, yaitu : Produk Rebung Segar (fresh-cut) Rebung setelah dengan teknik pengupasan yang dianjurkan, dicuci dan direndam dalam larutan garam 100 g dalam 20 liter air bersih untuk 50 potong rebung segar seberat 5 kg selama 10 menit, lalu dimasukkan ke dalam plastik vakum ukuran 20 x 25 cm sebanyak 3 potong rebung ukuran 10 cm masing-masing beratnya 100 g. Rebung dalam kemasan plastik kemudian di vakum, selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin sebelum didistribusikan ke supermarket.. 25

27 Gambar 11.. Produk rebung bambu tabah kemasan vakum Produk Rebung Steam Proses rebung steam, sama seperti proses rebung segar, hanya saja sebelum dikemas, rebung disteam selama 20 menit, didinginkan sebelum dimasukkan ke dalam plastik vakum, setelah dingin rebung dimasukkan kedalam plastik sebanyak 3 potong setara dengan berat g, selanjutnya di vakum dan disimpan di dalam lemasi pendingin sebelum di distribusikan ke supermarket. 26

28 Gambar 12. Ilustrasi diagram alir pengolahan rebung bambu tabah Proses rebung steam dalam kemasan stand-up pouch dilakukan dengan cara setelah rebung di steam seperti proses rebung sebelumnya, di dinginkan lalu dimasuk seberat 300 g kedalam kemasan stand-up pouch ukuran 14 x 20 cm (500 ml) jenis plastik PE dengan ketebalan 0,8 mikron, lalu dimasukkan larutan garam 2,5 persen sebanyak 200 ml, kemudian di seller selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin. Produk Rebung dalam Kemasan Botol 27

29 Proses rebung dalam botol dilakukan dengan cara, rebung yang sudah dikupas seperti sebelumnya, di steam selama 20 menit, lalu didinginkan. Disiapkan botol dengan ukuran 330 ml yang sudah disterilisasi beserta tutupnya, kemudian dibuat larutan garam dengan konsentrasi 2,5 %, disaring dan ditambah 2 g asam askorbat. Setelah siap, rebung dimasukkan ke dalam botol sebanyak 3 potong dan diisi larutan garam sampai batas leher botol untuk head space, botol ditutup, kemudian disterilisasi selama 20 menit, botol didinginkan dalam suhu kamar, dan dibiarkan selama 2 minggu sebelum di labeling. Gambar 13. Rebung tabah dalam kemasan botol 4.3 Rancangan Awal Klaster Bisnis komoditi Rebung Bambu Tabah Klaster bisnis komoditi bambu tabah (Gambar 14), dibangun melibatkan beberapa sub sistem (komponen) atau institusi, yaitu Kelompok Tani, Lembaga ULP2 (Lembaga Usaha Lepas Panen Pedesaan), perusahaan penghela, BDS (Business Development Services) dan Lembaga Pembiayaan Usaha (Bank atau LPBB). Bahkan sangat besar kemungkinannya petani dikemudian hari saja tidak hanya berkelompok dalam kelompok tani, tetapi juga dalam bentuk lembaga ekonomi koperasi, terutama koperasi produsen. Dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka koperasi produsen dimaksud selain 28

30 dapat memiliki ULP2 juga sangat dimungkinkan untuk memiliki saham pada perusahaan penghela. Keterangan : Kel.Tani BDS LEMBAGA : Kelompok Tani : Business Development Service : ULP2 (Usaha Lepas Panen Pedesaan) Gambar 14. Rancangan awal klaster bisnis berbasis komodoti bambu tabah Peran dari masing-masing komponen dalam kluster bisnis bambu tabah adalah sebagai berikut : Kelompok Tani Satu kelompok tani yang terlibat dalam kluster beranggotakan 10 orang petani yang melakukan budidaya tanaman bambu tabah di lahan setara luasan 10 ha (1 petani menangani 1 ha). Direncanakan jumlah kelompok tani yang terlibat 29

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS I. PEMAHAMAN TENTANG AGRIBISNIS 1. EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS Berburu dan Meramu budidaya pertanian (farming) ekstensif untuk memenuhi kebutuhan rumah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

MANFAAT KEMITRAAN USAHA MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama Introduction to Agribusiness Wisynu Ari Gutama introduction Agribusiness is the sum of the total of all operations involved in the manufacturing and distribution of farm supplies, production activities

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN MODUL PELATIHAN SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN PENGOLAHAN REBUNG BAMBU Prof. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Studi Ketahanan Pangan, LPPM, Unud 1 DISCLAIMER. This presentation is made possible

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan usaha dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran ANALISIS STRUKTUR SISTEM KEMITRAAN PEMASARAN AGRIBISNIS SAYURAN (Studi Kasus di Kecamatan Nongkojajar Kabupaten Pasuruan) Teguh Sarwo Aji *) ABSTRAK Pemikiran sistem adalah untuk mencari keterpaduan antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si BAB. X. JARINGAN USAHA OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si SEBAGAI EKONOMI RAKYAT Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO Departemen SOSEK-Faperta IPB 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem Sistem agribisnis mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan dari beberapa sub-sistem yang saling terkait

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

PENGOLAHAN UMBI GANYONG

PENGOLAHAN UMBI GANYONG PENGOLAHAN UMBI GANYONG Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center LPPM IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Teknologi Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I.PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I.PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi Penyuluh Pertanian Madya, Pada Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BAKORRLUH) Provinsi NTB Landasan kuat untuk membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam

Lebih terperinci

Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis

Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis Alam telah memperlihatkan bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini berbentuk sistem, dari sistem yang paling sederhana hingga sistem yang paling kompleks. Suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan atau kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan ekonomi suatu negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia.

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature)

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) membawa perubahan pada pola konsumsi obat dari yang berbahan kimiawi, ke obat-obatan yang terbuat

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian

Lebih terperinci

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mengetahui tentang komponen agribisnis Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan pembahasan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran untuk menguraikan nalar dan pola pikir dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Uraian pemaparan mengenai hal yang berkaitan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG KEMITRAAN PADA BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umar Hadikusumah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umar Hadikusumah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena menarik setelah diberlakukannya UU No 22 dan UU No 25 tahun 1999 sebagai landasan hukum otonomi daerah adalah keinginan beberapa daerah, baik itu

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran sektor pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu basis ekonomi kerakyatan di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu basis ekonomi kerakyatan di Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu basis ekonomi kerakyatan di Indonesia. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan karena sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki kawasan perairan yang hampir 1/3 dari seluruh kawasannya, baik perairan laut maupun perairan tawar yang sangat

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Sekilas Pandang Kondisi Makro Catatan: Sektor Primer: (1) Pertanian Kehutanan dan Perikanan; (2) Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri: Industri Pengolahan Sektor

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang tergolong ke dalam jenis sayuran daun yang banyak digunakan untuk campuran masakan dan mengandung gizi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai kekayaan hayati yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian dibidang pertanian. Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond Dole adalah orang pertama yang

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci