BAB I PENDAHULUAN. luar biasa (Hogarth, 2007). Berdasarkan sudut pandang ekologi, hutan mangrove

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mangrove menciptakan habitat bagi banyak komunitas organisme lain, dan melalui fotosintesis mangrove menyediakan energi dasar bagi sebuah ekosistem yang luar biasa (Hogarth, 2007). Berdasarkan sudut pandang ekologi, hutan mangrove membentuk ekosistem yang unik karena menggabungkan empat unsur biologis fundamental yakni tanah, air, pohon dan fauna. Ekosistem ini ditemukan di sepanjang daerah pasang-surut baik di daerah tropis maupun subtropis (Anonimus, 1990). Mangrove merupakan mata rantai penting dalam pemeliharaan siklus biologi di suatu perairan (Arief, 2003). Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Karakteristik ekosistem mangrove yang khas ini menyebabkan hutan mangrove memiliki berbagai fungsi baik dari segi fisik, biologis/ekologis dan sosial ekonomi. Berdasarkan fungsi fisiknya, hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari gelombang besar, angin kencang dan badai. Mangrove juga dapat melindungi pantai dari abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut dan juga menangkap sedimen (Kustanti, 2011). Secara ekonomis hasil hutan mangrove baik kayu maupun non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan masih banyak lagi (Kustanti, 2011); sedangkan dari segi biologis, mangrove merupakan tempat ideal 1

2 2 untuk berpijah (nursery ground) dari berbagai jenis larva ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting (Wibisono, 2005). Menurut Jhonnerie (2007) mangrove berfungsi pula sebagai tempat mencari makan (feeding ground) biota laut serta sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan non akuatik. Hutan mangrove sebagai mata rantai penting yang menghubungkan kehidupan ekosistem laut dan darat menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi biota laut seperti udang, ikan, plankton dan hewan pemakan bahan pelapukan lain (termasuk makrobenthos), dimana hewan-hewan tersebut akhirnya menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan pemakan daging (karnivora). Dalam siklus trophik ini, semua organisme menjadi sangat penting, karena masing-masing merupakan komponen penyusun rantai makanan yang tidak boleh hilang atau terganggu (Poedjirahajoe, 1995b). Salah satu komponen dari rantai makanan di perairan mangrove adalah makrobenthos. Makrobenthos pada rantai makanan tersebut memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohonpohon mangrove maupun bagi makrobenthos itu sendiri. Seresah daun yang gugur akan di dekomposisikan oleh mikroba dengan urutan sebagai berikut : seresah mangrove dibusukkan oleh organisme saprofit, kemudian didekomposisikan oleh detritivor dan omnivor (benthos/makrobenthos). Hasil dekomposisi tersebut dimanfaatkan oleh karnivor tingkat 1, dan pada akhirnya karnivor tingkat 1 dimangsa oleh karnivor tingkat 2 (Heald dalam Alongi 2009). Pada umumnya keberadaan makrobenthos mempercepat proses dekomposisi (Arief, 2003). Menurut Odum (1971), fauna makrobenthos juga memiliki fungsi penting dalam rantai makanan karena merupakan sumber makanan bagi beberapa

3 3 ikan dan sebagai salah satu pengurai bahan organik. Makrobenthos berperan sebagai pengaduk/penggali lumpur yang memungkinkan oksigen masuk kedalam lumpur sehingga mampu diserap oleh akar mangrove. Hal ini akan mengatasi kondisi anoksik yang sering terjadi pada ekosistem mangrove. Walaupun mangrove hanya menggunakan 5 % dari total hara pasang-surut yang merupakan bagian ekosistem mangrove, namun hara hasil dekomposisi makrobenthos sangat penting berkaitan dengan proses fotosintesis yang dilakukan fitoplankton sebagai penyedia energi dasar dalam ekosistem ini. Wibisono (2005) menyebutkan bahwa fitoplankton termasuk dalam golongan organisme autotroph yang menghasilkan bahan organik siap pakai. Bahan organik atau energi tersebut berasal dari hasil fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton dari gas CO 2 terlarut dengan H 2 O dan zat nutrient yang mendapat sinar matahari. Zat nutrient yang digunakan oleh fitoplankton tersebut salah satunya berasal dari hasil dekomposisi yang dilakukan oleh makrobenthos. Dickman dalam Wijayani (2007), menyatakan bahwa biota hewan makrobenthos dapat dikatakan hidup relatif menetap, sehingga kemungkinan kecil sekali untuk menghindar dari perubahan lingkungan yang dapat membahayakan hidupnya. Oleh sebab itu, hewan makrobenthos sangat baik digunakan sebagai petunjuk (indikator) terjadinya perubahan lingkungan perairan. Melihat peran penting makrobenthos dalam siklus trophik dan sebagai indikator perubahan lingkungan perairan khususnya di dalam ekosistem mangrove, maka penelitian mengenai Keanekaragaman Jenis dan Kepadatan Makrobenthos Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Utara Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah penting dilakukan. Hutan mangrove hasil rehabilitasi di kawasan Pantai

4 4 Utara, Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kawasan rehabilitasi yang diharapkan mampu mendukung kelestarian ekosistem mangrove, sehingga dapat memberikan banyak manfaat untuk kehidupan masyarakat. Untuk menjaga kelestarian hutan ini diperlukan data dan informasi mengenai sejauh mana keberhasilan kegiatan rehabilitasi yang telah dilakukan. Keberhasilan rehabilitasi mangrove secara biologis salah satunya dapat dilihat melalui keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos yang kemungkinan besar dipengaruhi kerapatan vegetasi dan kualitas habitat mangrove yang terbentuk di kawasan tersebut. Lokasi penelitian di Pantai Utara Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah dianggap tepat karena pada kawasan rehabilitasi ini terdapat perbedaan umur tanaman berdasarkan tahun tanam yang berbeda. Tegakan mangrove yang memiliki umur berbeda tersebut, dimungkinkan memiliki perbedaan kerapatan vegetasi dan perbedaan kualitas habitat, sehingga pengaruhnya terhadap keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos juga akan berbeda. Kualitas habitat dalam hal ini dicerminkan melalui kualitas fisis dan kimiawi perairan yang meliputi parameter suhu, salinitas, kandungan oksigen terlarut dan ph. Kualitas fisis dan kimiawi perairan merupakan faktor lingkungan penting yang mendukung kestabilan ekosistem mangrove (Poedjirahajoe, 2006). Hal tersebut terkait dengan interaksi antara kondisi lingkungan dengan biota yang ada di dalam ekosistem tersebut. Penurunan dari kualitas fisis dan kimiawi perairan akan berakibat pada menurunnya produktivitas primer perairan, sehingga dalam mengelola perairan faktor-faktor lingkungan harus diperhatikan (Puspita 2012).

5 5 Penelitian mengenai keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos pada kawasan rehabilitasi mangrove di Pantai Utara Pemalang ini belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga penelitian ini merupakan penelitian yang pertama. Hasil penelitian yang diharapkan adalah adanya peningkatan keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos seiring dengan meningkatnya umur hutan mangrove. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui sejauh mana keberhasilan rehabilitasi mangrove dilihat dari segi biologis dapat memberikan andil dalam pembangunan kehutanan khususnya di bidang konservasi kawasan mangrove. 1.2 Perumusan Masalah Hutan mangrove dibentuk dari komunitas pasang-surut (intertidal) yang terlindung, berada pada daerah tropis sampai sub-tropis dan memiliki ciri-ciri tersendiri yang sangat unik (Wibisono, 2005). Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Kusmana, 2003). Hutan mangrove hasil rehabilitasi di kawasan Pantai Utara Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah merupakan hasil kegiatan rehabilitasi yang diharapkan mampu mendukung kelestarian ekosistem mangrove, sehingga dapat memberikan banyak manfaat untuk kehidupan masyarakat serta dapat memberikan andil dalam pembangunan kehutanan khususnya di bidang konservasi kawasan mangrove. Untuk menjaga kelestarian hutan ini diperlukan data dan informasi mengenai sejauh mana keberhasilan rehabilitasi hutan yang telah dilakukan.

6 6 Tegakan hutan mangrove di Pantai Utara Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah yang ditanam pada berbagai tahun tanam dimungkinkan memiliki perbedaan kerapatan vegetasi dan kualitas habitat mangrove, sehingga pengaruhnya terhadap keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos juga akan berbeda. Makrobenthos memiliki peran yang sangat penting dalam aliran energi dalam ekosistem mangrove, salah satunya dalam proses dekomposisi bahan organik dan merupakan indikator perubahan lingkungan. Atas dasar itulah, penelitian mengenai bagaimana keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos pada kawasan rehabilitasi mangrove penting dilakukan. Struktur komunitas makrobenthos yang digambarkan melalui keanekaragaman jenis dan kepadatannya akan mengindikasikan kualitas habitat yang terbentuk di kawasan rehabilitasi mangrove. Hal tersebut secara tidak langsung menjadi indikator keberhasilan kegiatan rehabilitasi mangrove di Pantai Utara Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kerapatan vegetasi mangrove, diameter dan tinggi akar Rhizophora mucronata serta kualitas fisis dan kimiawi perairan pada tahun tanam 2001, 2006 dan Mengetahui keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos di kawasan rehabilitasi mangrove pada ketiga tahun tanam. 3. Mengetahui pengaruh kerapatan vegetasi mangrove, diameter dan tinggi akar Rhizophora mucronata serta kualitas fisis dan kimiawi perairan terhadap keanekaragaman jenis makrobenthos pada ketiga tahun tanam.

7 7 4. Mengetahui pengaruh kerapatan vegetasi mangrove, diameter dan tinggi akar Rhizophora mucronata serta kualitas fisis dan kimiawi perairan terhadap kepadatan makrobenthos pada ketiga tahun tanam. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian berupa data dan informasi mengenai keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos sebagai bagian dari ekosistem mangrove, serta bagaimana pengaruh rehabilitasi mangrove pada tahun tanam yang berbeda terhadap keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos. Informasi mengenai keanekaragaman jenis dan kepadatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi kondisi hutan mangrove, sedangkan informasi mengenai pengaruh rehabilitasi mangrove terhadap keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos dapat dijadikan sebagai tolok-ukur keberhasilan rehabilitasi mangrove yang dilaksanakan tahun 2001, 2006 dan Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah untuk mengetahui peranan hutan mangrove dalam menjaga dan memberikan ruang hidup bagi biota makrobenthos. Manfaat lain ialah memberikan data ekologi berupa keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam penelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan terhadap pengembangan rehabilitasi hutan mangrove di kawasan Pantai Utara Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah agar dapat memberikan manfaat yang lebih optimal baik secara biologis, fisik, maupun ekonomis.