BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum. 1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum. 1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum 1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum Menurut Ramaiah (2003) kecemasan adalah hasil dari proses psikologi dan fisiologi dalam tubuh manusia. Menurut Daradjat (1990) kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang terjadi saat individu mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin. Adapun pengertian berbicara menurut Rumanti (2005) adalah penyampaian informasi yang dilakukan secara lisan melalui ucapan kata-kata. Apollo (2007) menyebut kecemasan berbicara di depan umum dengan istilah reticence, yaitu ketidakmampuan individu untuk mengembangkan percakapan yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna, yang ditandai dengan adanya reaksi secara psikologis dan fisiologis. Masing-masing gejala yang ditunjukkan ketika mengalami kecemasan berbicara di depan umum tidak dapat berdiri sendiri, tetapi masing-masing gejala saling berhubungan. Individu yang mengalami kecemasan berbicara di depan umum akan mengalami gejala pada psikologisnya, akan mempengaruhi fisiologis dan kognitifnya semua gejala tersebut saling timbal balik satu dengan yang lainnya. 1

2 McCroskey (1984) menyebut kecemasan berbicara di depan umum sebagian dari communication apprehension, yaitu tingkat ketakutan atau kecemasan individu yang berhubungan dengan aktivitas berkomunikasi dengan satu orang maupun orang banyak. Sedangkan Philips (dalam Ririn dkk, 2013) menyebut kecemasan berbicara di depan umum dengan istilah reticence, yaitu ketidakmampuan individu untuk mengembangkan percakapan yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna, yang ditandai dengan adanya reaksi secara psikologis dan fisiologis. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum adalah proses psikologi dan fisiologi yang terjadi saat individu mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin ketika menyampaikan informasi secara lisan melalui ucapan kata-kata. 2. Aspek-aspek kecemasan berbicara di depan umum Menurut Rogers (dalam Susanti, dkk 2013) komponen kecemasan terbagi atas tiga yaitu: a. Komponen Fisik Berkaitan dengan reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan kecemasan seperti: detak jantung yang semakin cepat, suara yang bergetar, kaki gemetar, berkeringat dan tangan dingin. 2

3 b. Komponen Kognitif Merupakan reaksi yang berhubungan dengan kemampuan berfikir jernih saat berada dalam situasi persentase seperti: sulit untuk mengingat (konsentrasi terganggu), kurang mampu berbicara (tersumbatnya pikiran sehingga membuat individu berbicara tidak tahu apa yang ingin diucapkan). c. Komponen Emosional Adanya rasa tidak mampu, rasa takut yang muncul sebelum individu tampil dan rasa kehilangan kendali seperti: gugup, takut, malu dan tegang. Menurut Sarastika (2014) terdapat tiga komponen dalam kecemasan yaitu: a. Komponen Fisiologis Beberapa gejala fisiologis yang timbul seperti peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi nafas, diaforesis, gemetar, palpitasi, diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan, gelisah, mulut kering, dan sebagainya. b. Komponen Kognitif Gejala yang timbul seperti tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa, termenung, orientasi pada masa lampau saat ini dan akan datang, perhatian yang berlebihan dan sebagainya. 3

4 c. Komponen Emosional Individu menyatakan bahwa dirinya merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan rasa percaya diri, kehilangan kontrol, tegang, tidak dapat rileks, dan sebagainya. Berdasarkan beberapa aspek di atas dapat disimpulkan bahwa aspekaspek kecemacan berbicara terdiri dari aspek fisiologis (fisik) dan aspek psikologis (kognitif dan emosional). dalam penelitian ini, peneliti memilih aspek yang di kemukakan oleh Rogers dikarenakan aspek yang dikemukakan Rogers lebih lengkap dan detail untuk mengungkap kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. 3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum a. Tipe Kepribadian Kecemasan berbicara di depan umum dipengaruhi oleh berbagai macam hal. Beberapa penelitian menghubungkan kecemasan berbicara dengan karakteristik kepribadian individu. MacIntyre dan Thivierge (dalam Roach, 1999) misalnya, menemukan bahwa ciri umum ekstraversi, kestabilan emosi, dan intelektualitas secara signifikan berhubungan dengan kecemasan berbicara di depan umum.weaver, Sarget, dan Kiewitz juga menemukan hubungan antara tipe kepribadian (Tipe A dan Tipe B) dengan kecemasan berbicara, dimana dilaporkan bahwa individu Tipe A memiliki tingkat kecemasan berbicara yang lebih rendah dibandingkan dengan individu Tipe B (dalam Roach, 1999). 4

5 b. Pola Pikir Rogers (2004) meyakini bahwa yang sangat berpengaruh terhadap kecemasan berbicara di depan umum adalah pola pikir yang keliru. Seseorang yang hendak berbicara di depan umum berpikir bahwa dirinya sedang diadili, merasa bahwa penampilan dan gerak-gerik dan ucapannya sedang menjadi perhatian banyak orang. Sama halnya dengan pendapat Rahayu, dkk (2004) yang menyatakan bahwa kecemasan berbicara di depan umum bukan disebabkan oleh ketidakmampuan individu, tetapi disebabkan pada pikiran-pikirannya yang negatif dan tidak rasional. Hasil penelitiannya yang dilakukan pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola pikir positif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Maksudnya semakin tinggi pola pikir positif seseorang maka semakin rendah kecemasan berbicara di depan umum, sebaliknya semakin rendah pola pikir positifnya maka semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum. c. Pengalaman yang tidak menyenangkan Pada bukunya yang berjudul Human Communication, Burgoon dan Ruffner (dalam Dewi & Andrianto, 2003) menyebutkan adanya satu faktor yang menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum, yaitu kurangnya pengalaman atau adanya pengalaman yang tidak menyenangkan yang dirasakan individu. Hal ini mengakibatkan individu cenderung mempunyai pikiran dan perasaan yang negatif terhadap dirinya 5

6 dan kemudian menghindari bicara di depan umum. Individu meyakini bahwa kejadian yang buruk akan terjadi. Meskipun pada kenyataannya tidak semua pikirannya akan menjadi kenyataan (McCroskey, 1984). d. Citra Raga Individu Triana (2005) mengatakan bahwa faktor mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum adalah citra raga individu (Triana, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasisiwa Universitas Islam Indonesia menunjukkan bahwa semakin positif citra raga individu maka semakin rendah kecemasannya dalam berbicara di depan umum. Sebaliknya semakin negatif citra raga individu, maka kecemasan berbicara di depan umum semakin tinggi. e. Self-efficacy Matindas (2003) memandang keyakinan atau self-efficacy diri seseorang sangat berpengaruh terhadap kecemasannya berbicara di depan umum. Ketidakyakinan yang muncul dalam bentuk rasa takut atau cemas menandakan adanya ketegangan yang sangat besar dalam dirinya. Ketegangan inilah yang menyebabkan tersumbatnya memori atau terganggunya kemampuan mengingat, keluar keringat dingin, dan jantung berdebar. faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum yang dikemukakan oleh Rahayu (2004), yaitu : 6

7 a. Reinforcement Adanya penguatan pada masa kanak-kanak dimana anak umumnya akan diberikan penguat positif (reward) apabila ia diam, dan akan diberikan penguat negatif (punishment) apabila ia berbicara, sehingga pada akhirnya nanti si anak akan mengalami hambatan dalam berbicara karena si anak menghindari situasi komunikasi yang disebabkan oleh adanya proses belajar pada masa kanak-kanaknya. b. Skill Acquisition Individu merasakan kecemasan pada situasi di mana ia dituntut untuk berbicara di depan umum, karena adanya kegagalan dalam mengembangkan keterampilan dalam berbicara dengan baik. c. Modelling Kecemasan dalam berbicara di depan umum dapat timbul karena adanya proses modeling terhadap orang lain, sehingga kecemasan tersebut bisa saja timbul walaupun individu sebelumnya tidak pernah mengalami situasi berbicara di depan umum. d. Pikiran yang tidak rasional Adanya pemikiran individu yang irrasional mengenai sesuatu peristiwa yang berhubungan dengan berbicara di depan umum. Selain faktor-faktor di atas, perbedaan jenis kelamin juga telah menjadi fokus dalam beberapa penelitian mengenai kecemasan berbicara di depan umum. Elliot dan Chong (2004) menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin 7

8 merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum dimana wanita memiliki tingkat kecemasan berbicara yang lebih tinggidi bandingkan dengan pria. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum adalah tipe kepribadian, pola pikir, pengalaman tidak menyenangkan pada masa lalu, citra raga individu, self-efficacy, pikiran yang tidak rasional, reinforcement, skill acquisition, dan modelling. Berdasarkan hal tersebut peneliti memilih self-efficacy sebagai variabel bebas karena salah satu faktor kepribadian yang berhubungan erat dengan kecemasan berbicara di depan umum adalah self-efficacy. Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harianti, 2014 dkk bahwa selfefficacy memberikan sumbangan efektif terhadap kecemasan berbicara di depan umum sebesar 28%. B. SELF-EFFICACY 1.Pengertian self-efficacy Self-efficacy adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi cara mereka berperilaku (Bandura, 1977). Dalam teori sosial kognitif, Bandura (1986) menyatakan bahwa self-efficacy ini membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang mereka tunjukkan dalam menghadapi kesulitan, dan derajat kecemasan atau ketenangan yang mereka alami saat mereka mempertahankan tugas-tugas yang mencakupi kehidupan mereka. Selanjutnya, Bandura (1997) 8

9 menambahkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif. Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan. Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Sedangkan, Feist & Feist (2002) menyatakan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu bahwa mereka memiliki kemampuan dalam mengadakan kontrol terhadapa pekerjaan mereka terhadap peristiwa lingkungan mereka sendiri. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa selfefficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang ia hadapi. 2.Aspek-aspek self-efficacy Bandura (1997) menyatakan bahwa terdapat tiga aspek dalam self efficacy. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut : a. Tingkat (Level) Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan self-efficacy individual terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah, atau tinggi. Individu akan melakukan kegiatan yang dirasa mampu untuk dilaksanakan serta tugas-tugas yang diperkirakan di luar batas 9

10 kemampuan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat kesulitan tugas maka semakin tinggi pula tuntutan self-efficacy seseorang. b. Kekuatan (Strength) Tingkat kekuatan dalam hal ini berkaitan erat dengan kekuatan akan keyakinan yang dimiliki oleh individu. Kekuatan ini meliputi gigih dalam belajar, gigih dalam menyelesaikan tugas, serta konsistensi dalam mencapai tujuan. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat akan self-efficacy yang dimilikinya tentu akan berusaha dan berjuang untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Namun bagi individu yang tidak memiliki keyakinan yang kuat, maka individu tersebut akan mudah menyerah dan goyah untuk berusaha mencapai tujuan yang ditetapkannya. c. Keluasan (Generality) Aspek generalilasi dalam hal ini berkaitan dengan bidang pencapaian individu seperti penguasaan tugas, penguasaan materi pelajaran, serta cara mengatur waktu. Tidak semua individu mampu melakukan tugas dalam beberapa bidang tertentu akan tetapi individu yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung menguasai tugas dari berbagai bidang yang berbeda. Sementara itu, untuk individu yang memiliki self-efficacy rendah cenderung hanya menguasai tugas dari bidang-bidang tertentu saja. Corsini (1994) membagi aspek-aspek Self Efficacy menjadi empat, yaitu: a. Aspek Kognisi Kemampuan seseorang memikirkan cara-cara yang digunakan dan merancang tindakan yang akan di ambil untuk mencapai tujuan yang 10

11 diharapkan. Agar tujuan tercapai maka setiap orang mempersiapkan diri dengan pemikiran-pemikiran terdepan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat. Fungsi utama berpikir memungkinkan seseorang untk memprediksikan kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi timbul pada aspek kognisi adalah semakin efektif kemampuan seseorang dalam analisa berpikir dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan pribadi maka akan mendukung seseorang bertindak dengan cepat mencapai tujuan yang diharapkan. b. Aspek Motivasi Kemampuan seseorang memotivasi diri melalui pikirannya untuk melakukan suatu tindakan dan keputusan untuk melakukan suatu tindakan dan keputusan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi seseorang timbul dari pemikiran optimis dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Setiap orang berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan dan merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Motivasi dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan seseorang. c. Aspek Afeksi Kemampuan mengatasi perasaan emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi terjadi secara alami dalam diri seseorang dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional.afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola perilaku yang benar untuk mencapai tujuan. 11

12 d. Aspek Seleksi Kemampuan seseorang untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Seleksi tingkahlaku ini dapat mempengaruhi perkembangan personal.asumsi yang timbul pada aspek ini yaitu ketidakmampuan individual dalam melakukan seleksi tingkahlaku, sehingga membuat perasaan tidak percaya diri, bingung dan mudah menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit. Berdasarkan hal-hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tiga aspek Self-Efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997) adalah level (tingkat kesulitan), generality (keluasan), dan strength (kekuatan). Selanjutnya empat aspek yang dikemukakan oleh Corsini (1994) yaitu kognisi,motivasi, afeksi dan seleksi. Peneliti memilih aspek yang dikemukakan oleh Bandura (1997) dikareanan aspek yang dikemukakan oleh Bandura lebih lengkap untuk mengungkap self-efficacy. C. Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di depan Umum Pada Mahasiswa Sebagai calon lulusan Sarjana Psikologi Universitas Mercubuana Yogyakarta dan sebagai calon psikolog, setiap mahasiswa diharapkan mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulisan, baik dalam komunikasi antar pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi masa. Demi memenuhi harapan tersebut, metode pembelajaran di Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta kebanyakan menggunakan sistem diskusi kelompok dan presentasi guna 12

13 membiasakan mahasiswa berbicara di depan umum. Namun, tidak jarang mahasiswa merasa cemas untuk mengungkapkan pikirannya secara lisan, baik pada saat diskusi kelompok, bertanya pada dosen, maupun ketika harus berbicara di depan kelas saat mempresentasikan tugas. Dalam hal penanganan kecemasan ini, antara satu individu dengan individu lainnya dapat berbeda tergantung pada penilaian pribadi individu terhadap kemampuan yang dimilikinya yang disebut dengan self-efficacy (Sarafino, 1994) Menurut Bandura (1997) penerimaan self-efficacy mewakili keyakinan bahwa suatu kemampuan dapat merubah perilaku kecemasan. Perubahan perilaku dilihat sebagai penerimaan kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan untuk mengerahkan salah satu sumber dan rangkaian tindakan kecemasan yang diperlukan untuk menjumpai permintaan sesuai situasi. Keyakinan mempengaruhi tujuan untuk merubah perilaku kecemasan. Ketika menghadapi situasi yang menekan, dalam hal ini berbicara di depan umum, keyakinan individu terhadap kemampuan mereka (self-efficacy) akan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi tersebut (Bandura, 1997). Menurut Bandura, self-efficacy berguna untuk melatih kontrol terhadap stressor yang berperan penting dalam keterbangkitan kecemasan. Individu yang percaya bahwa mereka mampu mengadakan kontrol terhadap ancaman tidak mengalami keterbangkitan kecemasan yang tinggi. Sebaliknya mereka yang percaya bahwa bahwa mereka tidak dapat mengatur ancaman, mengalami keterbangkitan kecemasan yang tinggi. Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Feist & Feist (2002), bahwa ketika seseorang mengalami ketakutan yang tinggi, kecemasan yang akut atau tingkat stress yang 13

14 tinggi, maka biasanya mereka mempunyai self-efficacy yang rendah. Sementara mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi merasa mampu dan yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari. Dengan kata lain, semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka tingkat kecemasannya ketika berbicara di depan umum semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Bandura (1997) berasumsi bahwa harapan mengenai kemampuan untuk melakukan tindakan yang diperlukan itu menentukan apakah orang yang bersangkutan akan berusaha untuk melakukannya, seberapa tekun ia melakukannya, dan pada akhirnya akan menentukan seberapa keberhasilan yang akan diperolehnya, jika ia memang memiliki kemampuan insentif yang layak. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lent (1991) bahwa keyakinan yang kuat dalam iri untuk mencapai performansi yang diharapkan akan memberi dorongan dan kekuatan pada diri individu itu sendiri. Selain itu, Myers (1996) menambahkan bahwa individu dengan self-efficacy yang tinggi tidak mudah mengalami depresi dan kecemasan serta memiliki pola hidup yang terfokus, sehingga dapat hidup lebih sehat dan sukses dalam bidang akademis. Dinamika permasalahan yang telah dijelaskan di atas juga telah dibuktikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya bahwa self-efficacy berkorelasi negatif terhadap kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endang Wahyuni (2015) Hasil penghitungan secara manual statistik diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum sebesar r = -0,504 dengan Sumbangan efektif 14

15 sumbangan efektif pada masing-masing variable bebas terhadap variable tergantung. Variabel self-efficacy (X1) memberi sumbangan efektif terhadap variabel kecemasan berbicara di depan umum (X2) sebesar 50,4%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sumbangan variabel self-efficacy cukup besar perannya terhadap kecemasan berbicara di depan umum. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nispayana Harianti (2014) menunjukkan bahwa korelasi antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum sebesar r = -0,529 dengan Sumbangan efektif variabel self-efficacy terhadap kecemasan berbicara di depan umum sebesar 28%. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy yang dimiliki mahasiswa berkorelasi negatif terhadap kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. Hal tersebut dapat terjadi karena self-efficacy berupa keyakinan untuk menyelesaikan masalah dengan tingkat kesulitan yang berbeda, keyakinan dalam menghadapi situasi yang biasa dilakukan maupun yang belum pernah dilakukan, ketahanan dan keuletan individu dalam melakukan tugaas-tugas. D. Hipotesis Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan negatif antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Semakin tinggi self-efficacy maka tingkat kecemasan berbicara di depan umum semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah self-efficacy maka tingkat kecemasan berbicara di depan umum semakin tinggi. 15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Tidak adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik komunikasi verbal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mencetak lulusan yang tidak saja

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasakan tentang dirinya (sense of self) serta bagaimana cara individu

BAB I PENDAHULUAN. merasakan tentang dirinya (sense of self) serta bagaimana cara individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Begitu juga dengan prilaku, tidak ada prilaku yang tidak membutuhkan komunikasi, baik komunikasi verbal,

Lebih terperinci

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kekhawatiran yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahwa manusia itu pada hakikatnya zoo politicon yang berarti manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahwa manusia itu pada hakikatnya zoo politicon yang berarti manusia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir semua orang memahami bahwa keberadaan dan perkembangan manusia sejak lahir hingga tua membutuhkan komunikasi. Aristoteles menyatakan bahwa manusia itu pada hakikatnya

Lebih terperinci

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MAHASISWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MAHASISWA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MAHASISWA 1. Pengertian Mahasiswa Orang yang belajar pada perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yag terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal yang seringkali dialami oleh kebanyakan orang. Bahkan seseorang yang telah berpengalaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010). BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari interaksi sosial. Interaksi dapat berlangsung baik antara individu dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya. Hal ini berarti bahwa manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan Berbicara Saat Persentasi. kecemasan berbicara seperti, demam panggung (stage fright), kecemasan berbicara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan Berbicara Saat Persentasi. kecemasan berbicara seperti, demam panggung (stage fright), kecemasan berbicara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Defenisi Kecemasan Berbicara A. Kecemasan Berbicara Saat Persentasi Rakhmat (201 4) banyak istilah yang digunakan untuk menamai gejala kecemasan berbicara seperti, demam panggung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum. 1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum. 1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum 1. Pengertian kecemasan berbicara di depan umum Dalam kamus istilah psikologi, Chaplin (2000) mendefenisikan kecemasan sebagai perasaan campuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F100110087 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang dimana kita termotivasi untuk melakukan sesuatu dan memperingatkan individu bahwa adanya ancaman yang membahayakan individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masa depan bangsa sangatlah ditentukan oleh para generasi muda bangsa ini. Generasi muda adalah harapan bangsa. Oleh karena itu setiap pemuda Indonesia

Lebih terperinci

SS S TS STS SS S TS STS

SS S TS STS SS S TS STS Fakultas / Universitas : Semester : Angkatan : Skripsi sampai bab : Pedoman Pengisian Skala Pada penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala 1 dan skala 2. Pada skala ini ada beberapa pernyataan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM. ketakutan terbesar yang dialami oleh manusia. Kecemasan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM. ketakutan terbesar yang dialami oleh manusia. Kecemasan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan komunikasi di depan umum merupakan salah satu ketakutan terbesar yang dialami oleh manusia. Kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggrakan pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk meningkat taraf pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT Yuni Nur Faridah 1 dan Retno Tri Hariastuti 2 Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan penggunaan strategi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EFIKASI DIRI PARENTING 1. Pengertian Efikasi Diri Bandura merupakan tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (2001) mendefinisikan bahwa efikasi

Lebih terperinci

yang ada dengan penguasaan Bahasa Asing. Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia antara lain mengajarkan Bahasa Inggris sejak jenjang

yang ada dengan penguasaan Bahasa Asing. Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia antara lain mengajarkan Bahasa Inggris sejak jenjang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan jaman yang dikenal sebagai era globalisasi saat ini menuntut setiap individu untuk berkomunikasi dengan individu dari berbagai kalangan dan belahan dunia. Bahasa yang paling

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan tujuan untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, maka pada tahun 2003 pemerintah menetapkan untuk mengganti EBTANAS dengan UAN. Melalui menteri Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa fakultas psikologi di tuntut untuk memiliki kemampuan berbicara di depan umum, selain mengungkapkan pikirannya secara tertulis. Kemampuan mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini berbagai lembaga pendidikan tinggi berkompetisi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas yang baik agar bisa terserap di dunia kerja. Saat ini biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang di hadapi. Self efficacy (kemampuan diri) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang di hadapi. Self efficacy (kemampuan diri) sendiri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Self efficacy (kemampuan diri) merupakan hal yang terpenting dalam dunia pembelajaran, dimana seorang harus meyakini terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan pada siswa. Menurut sebagian siswa UN merupakan proses biasa yang wajib dilalui oleh siswa kelas 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S-1 yang membahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan berolahraga badan akan terasa segar dan sehat. Banyak macam olah raga yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II 6 KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Gibson (1996) Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang atlet diperlukan kerja keras dari awal sampai akhir, seperti persiapan saat latihan yang keras, mempersiapkan kondisi fisik dan tubuh mereka,

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang

Lebih terperinci

DEWI KUSUMA WARDHANI F

DEWI KUSUMA WARDHANI F HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SKRIPSI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhui Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa 2.1.1 Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam suatu proses penjualan. Fungsi SPG antara lain melaksanakan promosi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam suatu proses penjualan. Fungsi SPG antara lain melaksanakan promosi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sales promotion girl atau SPG merupakan sumber daya manusia dengan peran penting dalam suatu proses penjualan. Fungsi SPG antara lain melaksanakan promosi suatu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arismunandar, Prof. W. (2003). Makalah Apresiasi Guru Besar Teknik Mesin.Komunikasi dalam Pendidikan.Departemen Teknik Mesin ITB.

DAFTAR PUSTAKA. Arismunandar, Prof. W. (2003). Makalah Apresiasi Guru Besar Teknik Mesin.Komunikasi dalam Pendidikan.Departemen Teknik Mesin ITB. 64 DAFTAR PUSTAKA Arismunandar, Prof. W. (2003). Makalah Apresiasi Guru Besar Teknik Mesin.Komunikasi dalam Pendidikan.Departemen Teknik Mesin ITB. Azwar, S. (2000).Sikap Manusia: Teori dan Pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anastasi, A. dan Urbina, S Tes Psikologi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. Alih Bahasa : Imam, R.H. Jakarta : Prenhallindo.

DAFTAR PUSTAKA. Anastasi, A. dan Urbina, S Tes Psikologi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. Alih Bahasa : Imam, R.H. Jakarta : Prenhallindo. DAFTAR PUSTAKA Anastasi, A. dan Urbina, S. 1997. Tes Psikologi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. Alih Bahasa : Imam, R.H. Jakarta : Prenhallindo. Apollo. 2007. Hubungan antara Konsep Diri dengan Kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak akan terlepas dari kegiatan bekerja sebab dengan bekerja manusia bisa memenuhi suatu kebutuhan, baik untuk aktualisasi diri maupun untuk mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang dan Masalah Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Procrastination 1. Pengertian Procrastination Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan awalan pro yang berarti mendorong

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF 52 LAMPIRAN A Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF 53 LAMPIRAN A-1 Data Try Out KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS 54 55 LAMPIRAN A-2 Data Try

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SOCIAL LOAFING 1. Pengertian Social loafing Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerja sama dengan kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri (Latane,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul dan diterima dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian

BAB I PENDAHULUAN. bergaul dan diterima dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusianya bisa berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan pada dasarnya menyertai di setiap kehidupan manusia terutama bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik. Sebenarnya kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus merupakan aspek yang harus dibina dalam olahraga. sampai sasaran perilaku. McClelland dan Burnham (2001), motivasi

BAB I PENDAHULUAN. menerus merupakan aspek yang harus dibina dalam olahraga. sampai sasaran perilaku. McClelland dan Burnham (2001), motivasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia olahraga, motivasi berprestasi, lebih populer dengan istilah competitiveness merupakan modal utama dalam mencapai keberhasilan penampilan. Tidak mengherankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujian Nasional (UN) bukanlah hal yang asing dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting oleh setiap individu. Melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan berinteraksi dengan orang lain karena dengan adanya interaksi, akan mempermudah individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan namun juga untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan tinggi di Indonesia mengalami pergantian bentuk kurikulum, seperti di Fakultas psikologi yang berubah dari ajaran kurikulum tahun 2008 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai Alternatif Kelulusan 1. Pengertian Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 67 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan hidup matinya indutri tersebut. Berbagai jenis perusahaan mulai dari perusahaan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang didirikan oleh pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang didirikan oleh pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal yang didirikan oleh pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci