BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Tepung Tulang Jangilus Pengolahan limbah tulang Jangilus basah sebanyak 1000 gram menghasilkan berat kering tulang Jangilus sebanyak 550 gram dan menghasilkan tepung tulang sebanyak 330 gram, sehingga rata-rata rendemen tepung tulang Jangilus adalah sebesar 33% dari berat basah tulang Jangilus (Lampiran 11). Penelitian Nabil (2005) yang memanfaatkan tulang tuna menjadi tepung tulang tuna menghasilkan rendemen sebesar 13,28% - 28,85%. Asni (2004) menggunakan tulang ikan patin sebanyak 40 kg menghasilkan tepung tulang ikan patin sebanyak 3,2 kg, rendemen yang dihasilkan dari tulang ikan patin tersebut sebesar 8%. Berdasarkan hal tersebut nilai rata-rata rendemen tulang Jangilus menjadi tepung lebih banyak dibandingkan dengan tulang tuna dan tulang ikan patin. 4.2 Kadar Air Biskuit Kadar air dalam suatu bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Selain itu air juga berfungsi sebagai media dan katalis reaksi yang terjadi dalam adonan yang nantinya akan membentuk dan mempengaruhi tekstur biskuit (Winarno 199). Kadar air rata-rata hasil uji dari biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Kadar Air Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Jangilus Penambahan Tepung Tulang Rata-rata Kadar Air Jangilus (%) (%) 0 3,16 5 2,6 10 2, , ,85 2

2 28 Menurut SNI No , standar mutu biskuit untuk kadar air yaitu maksimum 5%. Secara kesuluruhan kadar air biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus yang dihasilkan masih sesuai dengan standar mutu biskuit. Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata kadar air paling tinggi adalah pada biskuit tanpa penambahan tepung tulang Jangilus sebesar 3,16%, dan rata-rata kadar air paling rendah adalah pada biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus sebanyak 20% yaitu sebesar 1,85%. Hasil pengukuran kadar air pada biskuit menunjukkan dengan bertambahnya tepung tulang Jangilus pada bahan biskuit memberikan pengaruh dengan semakin berkurangnya kadar air pada produk biskuit. Perbedaan kandungan kadar air pada tepung tulang dimungkinkan karena metode pembuatan yang berbeda (Tababaka 2004). Tepung tulang merupakan produk kering yang memiliki kandungan air yang cukup rendah, mengingat dalam proses pembuatannya tulang dipanaskan dan dikeringkan sehingga pada saat ditambahkan ke dalam adonan, tepung tulang akan menyerap air yang ada dalam adonan (Kaya 2008). Dengan demikian semakin besar persentase penambahan tepung tulang pada biskuit akan menyebabkan kadar air yang terdapat pada biskuit menjadi lebih rendah. 4.3 Kemekaran Biskuit Hasil pengamatan rata-rata kemekaran biskuit dari tiap perlakuan adalah 34,81% - 3,8% (lampiran 13), kemekaran biskuit tertinggi pada penambahan tepung tulang Jangilus 0% dan terendah pada penambahan tepung tulang Jangilus 15% dan 20% (Tabel 6). Tabel 6. Rata-rata Kemekaran Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Jangilus Penambahan Tepung Tulang Jangilus (%) Rata-rata Kemekaran Biskuit (%) 0 3,8 5 36, , , ,81

3 29 Hasil pengamatan menunjukan bahwa semakin banyak penambahan tepung tulang Jangilus akan menurunkan presentase kemekaran biskuit. Dalam kandungan terigu terdapat gluten yang merupakan protein gandum yang tidak larut dalam air dan mempunyai sifat elastis seperti karet (Marliyati et al, 1992 dalam Maulida 2005). Gluten juga memegang peranan penting sebagai bahan pembangun struktur adonan (Ikrawan 2006). Dalam penelitian ini tepung tulang Jangilus yang digunakan memiliki kadar abu yang cukup tinggi yaitu sebesar 61,5%. Semakin tinggi kadar abu yang terkandung dalam adonan biskuit dapat mempengaruhi homogenitas jaringan gluten, dengan kata lain gluten akan mudah putus sehingga akan mempersulit proses pengembangan pada biskuit. Hal ini sesuai dengan penelitian Wijayanti (200) yang menyatakan meningkatnya kadar abu dan pati dapat menurunkan tingkat pengembangan dan homogenitas adonan pada roti. 4.4 Karakteristik Organoleptik Karakteristik organoleptik merupakan parameter yang dinilai oleh panelis dalam menentukan tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Karakteristik organoleptik yang diamati dengan uji hedonik yaitu kenampakan, aroma, rasa dan tekstur pada biskuit Kenampakan Biskuit Kenampakan merupakan parameter organoleptik yang pertama dan penting yang dinilai oleh panelis karena bila kesan kenampakan produk baik atau disukai, maka panelis akan melihat parameter organoleptik yang lainnya (aroma, rasa dan tekstur). Meskipun kenampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi kenampakan juga mempengaruhi penerimaan konsumen. Produk dengan bentuk seragam, menarik dan utuh pasti lebih disukai panelis dibandingkan dengan produk yang kurang rapi dan tidak utuh (Soekarto 1985). Hasil pengamatan kenampakan penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit disajikan pada Tabel sedangkan pengamatan dan perhitungan pada Lampiran 15.

4 30 Tabel. Rata-rata Kenampakan Biskuit Berdasarkan Perlakuan Persentase Penambahan Tepung Tulang Jangilus Penambahan Tepung Tulang Jangilus (%) Median Rata-rata Kenampakan,10 a,10 a,10 a 6,40 a 6,30 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan taraf 5% Berdasarkan hasil penelitian terhadap kenampakan biskuit, diperoleh nilai median untuk semua perlakuan bernilai yang berarti produk tersebut disukai oleh panelis, sedangkan rata-rata kenampakan biskuit berkisar 6,30 sampai,10 (lampiran 15), hasil rata-rata kenampakan tertinggi adalah perlakuan penambahan tepung tulang Jangilus sebanyak 0%, 5% serta 10% dan terendah pada perlakuan 20%. Nilai rata-rata kenampakan cenderung lebih disukai oleh panelis dari semua perlakuan terdapat pada fortifikasi tepung tulang Jangilus sebanyak 0%, 5% dan 10%, yaitu termasuk disukai dengan kenampakan permukaan utuh dan rata serta warna biskuit coklat kekuning-kuningan. Kenampakan biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus 15% dan 20% mempunyai kenampakan permukaan kurang rata dan warna biskuit sedikit kecoklatan. Warna makanan atau biskuit yang berwarna coklat disebabkan adanya browning non enzimatik yaitu sebuah proses kimia yang menghasilkan warna coklat pada makanan tanpa adanya aktivitas enzim, salah satunya karamelisasi yang disebabkan oleh pemanasan gula yang melampaui titik leburnya dan menghasilkan lelehan gula berwarna coklat (Winarno 199). Menurut Soekarto (1985), produk dengan bentuk seragam, menarik dan utuh akan lebih disukai konsumen dibandingkan dengan produk yang kurang rapi dan tidak utuh. Berdasarkan uji statistik semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kenampakan biskuit, hal ini disebabkan karena biskuit mempunyai warna yang relatif sama serta sulit dibedakan, yaitu berwarna coklat kekuning-kuningan

5 31 dan cerah, sehingga penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit dari semua perlakuan tidak berpengaruh pada kesukaan panelis terhadap kenampakan warna biskuit (lampiran 10). Hal ini berarti bahwa penambahan tepung tulang Jangilus sampai dengan persentase fortifikasi tepung tulang Jangilus sebesar 20% masih disukai panelis Aroma Biskuit Beberapa industri pangan menyimpulkan bahwa uji aroma sangat penting karena dapat memberikan hasil penilaian yang disukai atau tidak disukai pada produk makanan. Aroma pada produk pangan sebagian besar berasal dari bumbubumbu yang ditambahkan pada adonan (Soekarto 1985). Hasil pengamatan aroma penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit disajikan pada Tabel 8 dan data hasil perhitungannya pada Lampiran 16. Tabel 8. Rata-rata Aroma Biskuit Berdasarkan Perlakuan Persentase Penambahan Tepung Tulang Jangilus Penambahan Tepung Tulang Jangilus (%) Median 3 3 Rata-rata Aroma,60 b 6,60 b 6,50 b 4,50 a 3,90 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan taraf 5% Berdasarkan hasil penilaian terhadap aroma biskuit, diperoleh nilai median untuk semua perlakuan berkisar antara 3 (tidak disukai) dan (disukai) panelis. Aroma biskuit pada perlakuan 0%, 5% dan 10% berbeda nyata dengan perlakuan 15% dan 20%. Aroma biskuit pada perlakuan 0% mempunyai nilai rata-rata paling tinggi yaitu,60 menghasilkan aroma biskuit yang tidak tercium aroma bau amis dari tulang ikan melainkan aroma khas mentega yang tercium. Aroma biskuit pada perlakuan 20% mempunyai nilai rata-rata lebih rendah yaitu 3,90 menghasilkan aroma biskuit yang masih tercium aroma bau amis dari tulang ikan.

6 32 Hasil uji statistik Friedman pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang Jangilus memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan panelis pada aroma biskuit yang dihasilkan. Penambahan persentase tepung tulang Jangilus yang semakin meningkat pada biskuit memberikan aroma yang kuat, hal ini dipengaruhi oleh tepung tulang Jangilus yang memiliki bau khas tulang ikan. Aroma khas tulang ikan yang kuat dalam tepung tulang Jangilus mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik aroma. Hal ini mengakibatkan semakin bertambahnya persentase tepung tulang Jangilus yang digunakan akan menurunkan penilaian aroma panelis terhadap produk biskuit yang disajikan. Biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus 0%, 5%, dan 10% masih disukai oleh panelis tetapi pada perlakuan 15% sampai 20% sudah tidak disukai Tekstur Biskuit Perubahan tekstur bahan dapat mengubah rasa dan aroma yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan kelenjar air (Winarno 199). Dalam penelitian ini pengamatan tekstur dilakukan dengan cara ketika biskuit dikunyah maupun digigit dalam mulut. Hasil pengamatan tekstur penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit disajikan pada Tabel 9 dan data hasil perhitungan pada Lampiran 1. Tabel 9. Rata-rata Tekstur Biskuit Berdasarkan Perlakuan Persentase Penambahan Tepung Tulang Jangilus Penambahan Tepung Tulang Jangilus (%) Median Rata-rata Tekstur,10 a 6,0 a 6,80 a 6,40 a 6,20 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan taraf 5%

7 33 Berdasarkan hasil penilaian terhadap tekstur biskuit, diperoleh nilai median untuk semua perlakuan berkisar yang berarti produk tersebut disukai panelis, dengan karakteristik tekstur biskuit agak padat dan renyah. Hasil uji statistik Friedman pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang Jangilus tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat penerimaan panelis pada tekstur biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit tidak terlalu mempengaruhi terhadap penilaian rata-rata tekstur. Penambahan tepung tulang Jangilus mengakibatkan penurunan gluten karena adanya kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan daya ikat atau struktur adonan yang dibangun oleh gluten kurang menyatu atau kurang kompak sehinggamenyebabkan tekstur biskuit menjadi sedikit keras, kasar, dan kurang rata. Sesuai dengan pernyataan Kaya (2008) kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi dalam tepung tulang mempengaruhi tekstur biskuit yang semakin keras. Meskipun demikian tekstur biskuit yang ditambah dengan tepung tulang Jangilus hingga 20% masih dapat diterima panelis dan tidak berbeda nyata dengan kontrol Rasa Biskuit Penerimaan panelis terhadap suatu produk sangat dipengaruhi oleh karakteristik rasa, walaupun parameter lainnya baik, tetapi jika memiliki rasa yang tidak disukai maka produk akan ditolak (Soekarto 1985). Hasil pengamatan rasa penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rata-rata Rasa Biskuit Berdasarkan Perlakuan Persentase Penambahan Tepung Tulang Jangilus Penambahan Tepung Tulang Rata-rata Median Jangilus (%) Rasa ,10 b 6,10 ab 6,50 b 5,40 ab 4,0 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan taraf 5%

8 34 Berdasarkan hasil penilaian terhadap rasa biskuit, diperoleh nilai median untuk semua perlakuan berkisar antara 5 (netral) dan (disukai) oleh panelis. Penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit berpengaruh terhadap rasa setiap perlakuan. Rasa biskuit pada perlakuan 0% mempunyai nilai rata-rata tertinggi yaitu,10 menghasilkan biskuit dengan rasa khas biskuit pada umumnya, hal ini disebabkan pada perlakuan 0% tidak dilakukan penambahan tepung tulang Jangilus, sehingga rasa gurih berasal dari bahan utama pada produk biskuit. Rasa biskuit pada perlakuan 20% mempunyai nilai rata-rata terendah yaitu 4,0 menghasilkan rasa gurih yang dihasilkan dari tulang ikan yang cenderung kurang disukai oleh panelis. Hasil uji statistik Friedman pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang Jangilus memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan panelis pada rasa biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung tulang Jangilus ternyata mempengaruhi rasa dari biskuit yang dihasilkan. Kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi dari tepung tulang ikan mengakibatkan after taste pada produk yang dihasilkan yaitu terasa sedikit berkapur (Kaya 2008). Penambahan tepung tulang Jangilus pada perlakuan 5% menghasilakn nilai rata-rata sebesar 6,10 cenderung lebih rendah dibandingkan dengan penambahan tepung tulang Jangilus pada perlakuan 10% yaitu sebesar 6,50. Hal ini disebabkan penambahan tepung tulang Jangilus sebanyak 5% belum mampu merubah penilaian panelis terhadap rasa gurih pada biskuit. Perlakuan 10% memiliki hasil nilai rata-rata rasa paling tinggi dari perlakuan penambahan tepung tulang Jangilus, hal ini disebabkan karena pada perlakuan penambahan tepung tulang Jangilus 10% terhadap biskuit menghasilkan rasa gurih yang berasal dari tepung tulang. Sedangkan pada perlakuan 15% dan 20% terjadi penurunan nilai rata-rata rasa seiring dengan peningkatan penambahan tepung tulang Jangilus, hal ini disebabkan karena adanya after taste atau rasa berkapur yang dihasilkan dari tulang ikan, sehingga kurang disukai dibandingkan dengan perlakuan 5% dan 10%.

9 Pengambilan Keputusan Dengan Metode Bayes Pengambilan keputusan terhadap nilai bobot relatif dari kriteria kenampakan, aroma, rasa, dan tekstur biskuit dilakukan dengan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison), pengambilan keputusan dengan metode Bayes yaitu suatu teknik yang digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif atau perlakuan dengan mempertimbangkan bobot kriteria dan nilai median (Marimin 2004). Data hasil uji perbandingan berpasangan terhadap kriteria kenampakan, aroma, rasa, dan tekstur biskuit dari ke-20 panelis disajikan pada Lampiran 19. Penyelesaian hasil perbandingan berpasangan tersebut dilakukan dengan manipulasi matriks untuk menentukan bobot kriteria (Lampiran 20). Hasil perhitungan terhadap bobot kriteria kenampakan, aroma, rasa dan tekstur biskuit disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Bobot Kriteria Biskuit Kriteria Kenampakan Aroma Rasa Tekstur Bobot Kriteria 0,19 0,26 0,46 0,08 Berdasarkan perhitungan terhadap bobot kriteria kenampakan, aroma, rasa dan tekstur biskuit didapatkan hasil bahwa rasa mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kriteria lainya, ini membuktikan kriteria rasa paling berpengaruh terhadap penilaian biskuit. Hasil perhitungan terhadap bobot kriteria dan dalam menentukan perlakuan terbaik dengan mempertimbangkan kriteria kenampakan, aroma, rasa dan tekstur biskuit disajikan pada Tabel 12 dan cara perhitungan disajikan pada Lampiran 20.

10 36 Tabel 12. Matriks Keputusan Penilaian Biskuit Dengan Metode Bayes Kriteria Perlakuan (%) Nilai Kenampakan Aroma Rasa Tekstur Alternatif 0,00 5,00 10, , ,04 Bobot Kriteria 0,19 0,28 0,46 0,08 Berdasarkan perhitungan dengan metode Bayes didapatkan hasil bahwa biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus semua perlakuan masih diterima atau disukai oleh panelis, namun perlakuan 0%, 5%, dan 10% memperoleh nilai alternatif lebih tinggi yaitu (disukai) panelis dibandingkan dengan perlakuan 15% dan 20% yaitu 5,04 (biasa). Berdasarkan semua parameter yang diamati, penambahan tepung tulang Jangilus 0%, 5%, dan 10% merupakan perlakuan yang lebih disukai oleh panelis dibandingkan perlakuan lainnya. 4.6 Kadar Kalsium Biskuit Pengukuran kadar kalsium didasarkan pada hasil penilaian tingkat kesukaan panelis pada biskuit yang diuji. Biskuit tanpa penambahan tepung tulang Jangilus dan biskuit dengan penambahan tulang Jangilus sebesar 10% diukur berdasarkan hasil dari uji hedonik dimana 0% hingga 10% lebih disukai dibandingkan dengan 15% dan 20%. Hasil pengukuran kandungan kalsium biskuit adalah sebagai berikut: Tabel 13. Kandungan Kalsium Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Jangilus Berdasarkan Perlakuan yang Disukai dalam 3 g Biskuit Penambahan Tepung Tulang Kandungan Kalsium (%) Jangilus (%) 0 0, ,63

11 3 Kalsium adalah salah satu karakteristik kimia yang merupakan komponen utama dalam penentuan mutu. Kalsium yang terkandung dalam biskuit pada penelitian ini berasal dari kalsium yang terkandung dalam tepung terigu, susu bubuk dan tepung tulang Jangilus. Biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus mempunyai kandungan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan tepung tulang Jangilus. Nilai kandungan kalsium dari perlakuan 0% dan 10% menunjukan semakin bertambahnya tepung tulang Jangilus pada biskuit diikuti dengan semakin bertambahnya kadar kalsium yang terkandung. Hasil perhitungan kandungan kalsium pertakaran saji sebanyak 3 g menunjukkan bahwa biskuit tanpa penambahan tepung tulang Jangilus mengandung kalsium 5, mg/3 g biskuit, dan biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus 10% mengandung kalsium sebesar 18,9 mg/3 g biskuit (Lampiran 21). Lebih besarnya kandungan kalsium pada biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus dengan biskuit tanpa penambahan tepung tulang Jangilus menjadi keunggulan tersendiri. Hal tersebut menunjukan bahwa biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus selain disukai masyarakat juga memiliki kandungan gizi berupa kadar kalsium lebih besar dibandingkan biskuit tanpa penambahan tepung tulang Jangilus. Kadar kalsium yang terkandung pada biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus 10% sebagai salah satu biskuit yang paling disukai belum mencukupi kebutuhan kalsium manusia per harinya, karena berdasarkan Widyakarya pangan dan gizi (2004) kebutuhan kalsium manusia antara 500 hingga 1000 mg/hari. Kekurangan kalsium ini menurut Asni (2004) dapat ditambahkan dari bahan pangan lain seperti susu, keju, serealia, sayuran (bayam dan brokoli) dan kacang-kacangan. 4. Hasil Keseluruhan Pengamatan Hasil keseluruhan penelitian yang telah dilakukan terhadap uji rendemen tepung tulang Jangilus, uji organoleptik (hedonik), uji fisik dan uji kimia dengan penambahan tepung tulang Jangilus pada biskuit disajikan pada Tabel 14.

12 38 Tabel 14. Hasil Keseluruhan Pengamatan Biskuit Rata-Rata Penambahan Tepung Tulang Jangilus Pengamatan (%) Kadar Air (%) Kemekaran (%) 3,16 3,8 2,6 36,30 2,36 36,30 2,03 34,81 1,85 34,81 Karakteristik Organoleptik (Hedonik) Kenampakan Aroma Rasa Tekstur,10 a,60 b,10 b,10 a,10 a 6,60 b 6,10 ab 6,0 a,10 a 6,50 b 6,50 b 6,80 a 6,40 a 4,30 a 5,40 ab 6,40 a 6,30 a 3,90 a 4,0 a 6,20 a Metode Bayes Nilai Alternatif,00,00,00 5,04 5,04 Kadar Kalsium (%) 0,19-0, Pengamatan biskuit menghasilkan bahwa dengan semakin tinggi persentase fortifikasi tepung tulang Jangilus akan menurunkan tingkat kadar air dan kemekaran biskuit. Berdasarkan hasil uji hedonik yang dilakukan, fortifikasi tepung tulang Jangilus pada biskuit 0%, 5%, dan 10% dari perhitungan uji bayes ketiga perlakuan ini mempunyai nilai alternatif yang sama dan lebih disukai dibandingkan dengan perlakuan 15% dan 20%, namun perlakuan 15% dan 20% masih diterima oleh panelis. Berdasarkan perhitungan kadar kalsium perlakuan 0% mempunyai kadar kalsium 0,19% dan perlakuan 10% sebesar 0,63%, sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan tepung tulang Jangilus akan meningkatkan kadar kalsium biskuit. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, tingkat kesukaan merupakan hal utama yang menjadi pertimbangan, hasil pengujian diperoleh bahwa perlakuan penambahan tepung tulang Jangilus 0%, 5%, dan 10% merupakan perlakuan yang disukai oleh panelis, namun dalam fortifikasi nilai gizi menjadi daya dukung suatu produk. Pengujian kadar kalsium biskuit dengan perlakuan penambahan tepung tulang Jangilus 10% memiliki nilai yang lebih baik

13 39 dibandingkan hasil penilaian biskuit tanpa penambahan tepung tulang Jangilus. Hal tersebut menunjukan penambahan tepung tulang Jangilus sebanyak 10% pada pembuatan biskuit sebagai perlakuan yang lebih baik dari perlakuan lainya, karena karakteristik organoleptik yang disukai serta didukung adanya kalsium yang terkandung didalamnya.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 2012

Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 2012 45 Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 01 No Bulan Produksi (kg) Nilai (Rp) 1 Januari 137 3.083.000 Februari.960 67.737.000 3 Maret

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume, Nomor, September 0 Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo Didi Indrawan Bunta, Asri Silvana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan tepung tulang Jangilus, biskuit dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

Karakterisasi Kimiawi Dan Organoleptik Pempek Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Mas Asal Waduk Cirata

Karakterisasi Kimiawi Dan Organoleptik Pempek Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Mas Asal Waduk Cirata Jurnal Akuatika Vol.VI No.1/Maret 2015 (79-86) ISSN 0853-2532 Karakterisasi Kimiawi Dan Organoleptik Pempek Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Mas Asal Waduk Cirata Chemical And Organoleptic Characterization

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), legum (polong-polongan) dan umbi-umbian.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup, khususnya manusia pasti membutuhkan zat gizi sebagai penunjang kelancaran pertumbuhan dan perkembangan. Apabila zat gizi yang dibutuhkan tidak

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cake beras ketan hitam merupakan salah satu produk bakery dan tergolong sponge cake jika ditinjau dari proses pengolahannya. Cake beras ketan hitam memiliki karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tepung Sorghum. Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tepung Sorghum. Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimianya. HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung Sorghum Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan Sifat Fisik Tepung Sorghum Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alternatif (Suryana dan Purwoto, 1996). dan serat. Bentuk buah sukun padat dan sering disebut sebagai Bread fruit.

I. PENDAHULUAN. alternatif (Suryana dan Purwoto, 1996). dan serat. Bentuk buah sukun padat dan sering disebut sebagai Bread fruit. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan terhadap sumber karbohidrat berupa beras dan terigu yang tinggi. Kebutuhan bahan pangan pokok yang terus meningkat tentu harus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Pembuatan Tepung Ikan Nila menurut Dwiyitno (1995), yang dimodifikasi

Lampiran 1. Skema Pembuatan Tepung Ikan Nila menurut Dwiyitno (1995), yang dimodifikasi 57 Lampiran 1. Skema Pembuatan Tepung Ikan Nila menurut Dwiyitno (1995), yang dimodifikasi Ikan Nila Disiangi Difilet Direndam dengan air selama 30 menit, dibilas, ditiriskan Dikukus selama 15 menit Daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Sukrosa Hasil analisis sidik ragam dari perlakuan substilusi tepung terigu dengan tepung sagu dan tepung pisang daiam pembuatan roti manis memberikan pengaruh nyata

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Sumber : anekailmu48.blogspot.com

Gambar 1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Sumber : anekailmu48.blogspot.com BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Ikan Jangilus termasuk ke dalam golongan ikan-ikan besar perenang cepat yang mengarungi samudera-samudera besar dunia. Daerah penyebarannya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik (Uji skoring) Produk yang Diuji : Baso Kerang Darah Nama Panelis : Tanggal Uji :

Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik (Uji skoring) Produk yang Diuji : Baso Kerang Darah Nama Panelis : Tanggal Uji : LAMPIRAN 47 48 Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik (Uji skoring) Produk yang Diuji : Baso Kerang Darah Nama Panelis : Tanggal Uji : Spesifikasi Nilai Kode Contoh A B C D 1. Kenampakan Warna cokelat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, salah satu industri yang berkembang sangat pesat adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, salah satu industri yang berkembang sangat pesat adalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, salah satu industri yang berkembang sangat pesat adalah industri kuliner atau makanan. Salah satu makanan yang sedang digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayatinya. Keanekaragaman yang dimiliki oleh negara ini berupa flora dan fauna. Salah

Lebih terperinci

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pola konsumsi masyarakat yang berbasis pada beras menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan bahan pangan bagi manusia bukan hanya sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi bahan makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal tersebut yang belum termanfaatkan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang potensial sebagai penghasil bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang potensial sebagai penghasil bahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang potensial sebagai penghasil bahan pangan. Beraneka bahan pangan seperti sayuran, umbi-umbian, kacangkacangan dapat dijumpai.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan tepung tulang ikan patin yang bahan bakunya diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin IPB dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PEMBUATAN MIE BASAH DITINJAU DARI ELASTISITAS DAN DAYA TERIMA NASKAH PUBLIKASI

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PEMBUATAN MIE BASAH DITINJAU DARI ELASTISITAS DAN DAYA TERIMA NASKAH PUBLIKASI PEMANFAATAN TEPUNG KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PEMBUATAN MIE BASAH DITINJAU DARI ELASTISITAS DAN DAYA TERIMA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Destyna Mahanany J PROGRAM STUDI DIII GIZI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan Oleh : Zindy Sukma Aulia P. (2308 030 022) Rahmasari Ibrahim (2308 030 064) Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

1 Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil PerikananFakultas Ilmu-Ilmu Pertanian UNG 2 Tenaga Pengajar di Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian

1 Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil PerikananFakultas Ilmu-Ilmu Pertanian UNG 2 Tenaga Pengajar di Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian 1 2 KARAKTERISTIK KIMIAWI HASIL ORGANOLEPTIK PRODUK MIE KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii Mahdawita Sahi 1, Rieny Sulistijowati 2, Nikmawatisusanti Yusuf 2 ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang memiliki peran penting dalam tubuh. Kekurangan kalsium pada anak dan remaja dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN

EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH (MSM), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus) The Quality Evaluation Of Cookies Which

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi komoditas perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Jumlah produksi di suatu saat tinggi, di saat lain rendah atau tidak ada sama sekali. Saat produksi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU DODOL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii

PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU DODOL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii 1 PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU DODOL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii 1 Ahmad Ibrahim, 2 Asri Silvana Naiu, 2 Lukman Mile iahmad301@yahoo.com Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengolahan sumberdaya perikanan terutama ikan belum optimal dilakukan sampai dengan pemanfaatan limbah hasil perikanan, seperti kepala, tulang, sisik, dan kulit. Seiring

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 212: 1-2 ISSN : 288-313 FORTIFIKASI TEPUNG TULANG NILA MERAH SEBAGAI SUMBER KALSIUM TERHADAP TINGKAT KESUKAAN ROTI TAWAR Ainy Justicia*, Evi Liviawaty**

Lebih terperinci

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi dan persaingan bebas, industri kecil berbasis pertanian perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian. Seiring dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gembili Menurut Nur Richana (2012), gembili diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Magnoliophyta ( tumbuhan berbiji

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Singkong (Manihot utillisima) merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis

Lebih terperinci