UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kenyataan bahwa pendidikan merupakan sebuah jembatan yang paling memungkinkan untuk membangun sebuah kesadaran berpikir manusia sebagai modal untuk mengerti kemudian mampu menghadapi permasalahan yang ada di sekitarnya tentulah tak dapat dipungkiri. Pendidikan yang menghadirkan metode pengajaran dengan penekanan pada upaya melihat konteks kehidupan secara lebih kritis adalah bentuk pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Untuk itu pembaharuan model pendidikan di sekolah-sekolah yang lebih dialogis dan menekankan penyadaran akan konteks kehidupan sangatlah dinantikan demi menjawab kebutuhan manusia dalam mempersiapkan diri menghadapi realita sosial. Paulo Freire telah mencetuskan pemikiran tentang pendidikan yang membebaskan bagi konteksnya sendiri di Brazilia sebagai sebuah bentuk pembaharuan model pendidikan di tahun 1960an. Model tersebut jelas punya dampak yang signifikan bagi kehidupan di Brazilia karena apa yang dilakukan menjawab kebutuhan serta pergumulan yang dihadapi masyarakat. Melalui skripsi ini penulis ingin melihat apakah pemikiran Freire tentang pendidikan yang membebaskan yang tertuang dalam buku Pendidikan Kaum Tertindas dan Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan dapat juga ditemukan di dua buah kegiatan bimbingan belajar yang dilakukan oleh GKI Cianjur yaitu Rumah Belajar dan Taman Belajar. Dua kegiatan tersebut merupakan sebuah aksi gereja bersama dengan masyarakat untuk memberikan pelayanan di bidang pendidikan untuk anak-anak di tingkat TK-SMP. Ketertarikan dan kesediaan gereja serta masyarakat sekitar untuk menjalankan kegiatan ini merupakan suatu hal yang baik, menandakan bahwa gereja mau berkarya secara utuh dalam pelayanannya di kehidupan manusia. Gereja mau menyentuh bagian-bagian esensial yang memang menjadi kebutuhan anak-anak. Dan penulis tertarik untuk mengecek secara lebih mendalam apakah yang dilakukan gereja ini merupakan sebuah praktek pendidikan yang membebaskan? Penelitian yang dilakukan penulis bukan semata-mata bertujuan untuk mengevaluasi praktek pendidikan di sana tetapi juga ingin lebih jauh mengelaborasi konsep pemikiran Freire tentang pendidikan yang membebaskan. Dua unsur utama dalam pendidikan yang membebaskan ini, yaitu proses penyadaran dan gaya dialogis, merupakan hal yang penting juga yang semestinya ada dalam 1

2 proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk semakin mampu menghadapi permasalahan-permasalahan sosial di sekitarnya. Jadi proses pendidikan yang dilakukan tidak hanya kegiatan penuangan informasi, tetapi benar-benar membebaskan si pembelajar dan sang pengajar. Penulis ingin mengetahui apakah pemikiran tersebut dapat juga ditemukan atau diterapkan di kehidupan orang Indonesia khususnya di Cianjur? Selanjutnya penulis akan menjelaskan lebih jauh soal Rumah Belajar dan Taman Belajar serta pemikiran dari Paulo Freire Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur Dua tahun yang lalu penulis mendapat kesempatan untuk melakukan tugas praktek kejemaatan (pra-stage) di GKI Cianjur Pos Jemaat Ciranjang. Gereja tersebut memiliki program pelayanan diakonia Rumah Belajar dan Taman Belajar yang bergerak di bidang pendidikan. Rumah Belajar didirikan pada tahun 2011 di salah satu rumah dekat Pos Jemaat Ciranjang. Rumah Belajar adalah sarana bimbingan belajar gratis untuk anak-anak di sekitar gereja mulai dari tingkat TK sampai SMP. Kegiatan Rumah Belajar dimulai pada hari Senin-Jumat jam Pengajar di Rumah Belajar adalah mahasiswi-mahasiswi keguruan yang menerima beasiswa kuliah dari Pos Jemaat Ciranjang dan beberapa anggota jemaat Pos Jemaat Ciranjang. Sampai tahun 2015, Rumah Belajar sudah menerima murid setiap harinya. Program Rumah Belajar ini telah menjadi program pelayanan masyarakat yang diandalkan di GKI klasis Bandung. Keberadaan Rumah Belajar memberikan inspirasi kepada gereja lain untuk mulai melihat kebutuhan pendidikan sebagai bidang yang perlu menjadi pergumulan gereja yang merupakan bagian dari masyarakat. Ide pendirian Rumah Belajar menjadi upaya untuk menjawab kebutuhan masyarakat sekitar yang kurang memiliki fasilitas pendidikan. Daerah Ciranjang yang menjadi lokasi Rumah Belajar adalah sebuah perkampungan di pinggir pasar yang masyarakatnya dikenal berekonomi lemah. Ada banyak warga sekitar gereja yang memiliki anak di tingkat sekolah dasar tetapi belum lancar membaca dan berhitung. Anak-anak tersebut mengikuti pelajaran di sekolah tetapi tidak mendapatkan pemahaman yang mendalam. Konteks ini jugalah yang menjadi perhatian Pos Jemaat Ciranjang untuk melakukan pelayanan Rumah Belajar. Setelah empat tahun berjalan, muncul juga ide untuk mengembangkan layanan bimbingan belajar ini di tempat yang berbeda yaitu di gereja induk GKI Cianjur yang diberi nama Taman 2

3 Belajar. Program ini dilaksanakan dengan fokus pada pembentukan karakter anak-anak. Kegiatan Taman Belajar diadakan setiap hari Selasa, Rabu, dan Jumat jam di halaman belakang gereja. Hingga saat ini pengajarnya berasal dari jemaat yang terpanggil untuk membantu anak-anak dalam belajar juga masyarakat di sekitar gereja. Rumah Belajar dan Taman Belajar adalah bentuk pelayanan sosial yang tentunya memiliki kerinduan yang lebih dalam dari sekadar membantu anak-anak belajar agar bisa baca dan tulis. Di awal pengadaan pelayanan ini ada kesadaran tentang kehidupan di sekitar masyarakat yang bergumul dalam konteks keberagaman dan kemiskinan. Kehadiran Rumah Belajar juga Taman Belajar haruslah menjadi sebuah proses untuk mentransformasi keadaan di sekelilingnya bersama-sama dengan masyarakat. Proses tersebut semestinya mewujud dalam pelaksanaan belajar-mengajar di Rumah Belajar dan Taman Belajar sehari-hari. Seperti yang dikatakan oleh Paulo Freire bahwa niat awal yang merevolusi tidaklah cukup untuk mengupayakan perubahan sosial. Dibutuhkkan sebuah upaya yang terintegrasi antara niat awal dan pelaksanaan sebuah aksi sosial. Semangat revolusioner haruslah mewujud dalam bentuk pelaksanaan upaya transformasi sosial begitu pula dalam hal-hal teknisnya. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang bisa diubah. Kemiskinan bukanlah takdir yang hanya bisa diterima. Kemiskinan bisa dientaskan dengan mengupayakan sebuah perjuangan dari orang-orang yang mengalami kemiskinan. Pendidikan adalah sebuah perjuangan mendasar yang dapat dipakai untuk mengubah keadaan kemiskinan dalam kehidupan masyarakat. Pelaksanaan pendidikan yang memerdekakan dan menyadarkan murid akan menghasilkan kepekaan dan keberanian untuk mengubah dunia mereka sendiri lewat pemahaman dan aksi yang dapat mereka wujudkan di kehidupan sehari-hari. Melalui tulisan ini penulis tertarik mendalami pelaksanaan Rumah Belajar dan Taman Belajar berkaitan dengan upayanya menghadirkan pelayanan sosial di bidang pendidikan bagi pengentasan kemiskinan masyarakat sekitarnya. Penulis ingin melihat apakah pelaksanaan Rumah Belajar dan Taman Belajar memiliki penekanan-penekanan yang selaras dengan apa yang dikatakan Paulo Freire tentang pendidikan yang membebaskan. Apakah pendidikan yang berupaya untuk mengubah keadaan sosial ini benar-benar memberdayakan orang-orang yang dilibatkannya baik itu dari pendidik maupun peserta didik? Paulo Freire Pendidikan yang Membebaskan 3

4 Paulo Freire terkenal dengan konsep pendidikan yang membebaskan. Konsep pendidikan yang ia kemukakan ini lahir dari pergumulannya selama melakukan kegiatan-kegiatan kependidikan di Brazil bersama dengan masyarakat di sana juga ketika ia mengalami pengasingan politik. Pemikirannya tentang pendidikan yang membebaskan merupakan sebuah respons dari konteks kehidupan yang menghilangkan humanisasi dari proses pendidikan yang diterima masyarakat di negeri asalnya. Freire berangkat dari perspektif bahwa kondisi dehumanisasi yang dialami manusia bukanlah sebuah takdir yang tak dapat diubahkan. Dehumanisasi adalah sebuah produk tatanan tidak adil yang melahirkan kekerasan para penindas, yang pada gilirannya mengubah kaum tertindas menjadi kurang dari manusia. 3 Untuk mengubah kondisi dehumanisasi tidak bisa mengandalkan kebebasan yang datang secara kebetulan. Pembebasan untuk kondisi seperti ini membutuhkan sebuah perjuangan. Perjuangan yang dilakukan adalah sebuah upaya untuk melepaskan diri dari kondisi ketertindasan tanpa berubah menjadi kaum penindas. Perjuangan seperti ini tidak bisa dimulai dari pihak-pihak yang menindas karena mereka akan kesulitan untuk menyadari bahwa mereka sedang ada dalam kondisi yang sebenarnya mendehumanisasi diri mereka sendiri. Perjuangan ini semestinya dimulai oleh orang-orang dari kaum yang tertindas. Kaum tertindas merupakan kelompok yang dirugikan dalam kondisi dehumanisasi. Kelompok yang dirugikan akan lebih mudah menyadari bahwa kondisi di sekitarnya merupakan suatu kondisi yang harus direvolusi. Bagi kelompok yang menindas, yang mengambil keuntungan, kondisi ini justru mereka harapkan untuk berlangsung selamanya, karena meskipun kondisi ini mendehumanisasi kaum tertindas dan diri mereka sendiri, tetapi mereka diuntungkan melalui keadaannya. Maka dari itu, kaum tertindaslah yang harus bangkit berjuang demi kemanusiaan yang lebih utuh. 4 Pendidikan dengan kaum tertindas merupakan sebuah bentuk perjuangan untuk mengubah kondisi dehumanisasi. Pendidikan ini menjadikan penindasan beserta sebab-musababnya sebagai objek renungan kaum tertindas, dan dari situ mereka akan terlibat dalam perjuangan untuk membebaskan diri sendiri. 5 Proses pendidikan ini dapat dimulai ketika kaum tertindas dan penindas telah menyadari keberadaan mereka dalam kondisi yang dipenuhi dengan ketidakadilan. Kesadaran itulah yang menjadi modal bagi mereka untuk berjuang, berkontribusi secara aktif dengan orang lain untuk mengupayakan pembebasan dan lingkungan baru yang 3 P. Freire, Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan yang Memanusiakan dalam Menggugat Pendidikan Fundamentalis Konservatif Liberal Anarkis, Ed. Omi Intan Naomi, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 1999), p Ibid., p Ibid., p

5 dipenuhi dengan keadilan. Perjuangan bersama-sama antara kaum tertindas dan penindas ini membutuhkan tekad solidaritas sejati kepada yang tertindas. Solidaritas ini bukanlah bentuk kedermawanan yang pura-pura, yang hanya berwujud dalam bentuk aktivitas memberikan bantuan. Solidaritas tersebut hendaknya mewujud dalam bentuk tindakan dan refleksi bersama dengan kaum tertindas. Tujuan utamanya bukan supaya yang tertindas mendapatkan kemudahan-kemudahan dari yang menindas, tetapi agar situasi konkret yang memperanakkan penindasan itu dapat diubah. 6 Dengan demikian, tekad solidaritas ini menuntut agar orang masuk ke situasi orang lain untuk memberdayakannya agar keadaannya dapat diubah. Aksi ini mesti dilakukan secara radikal, tidak bisa jika hanya dilakukan sedapatnya saja. Paulo Freire mengemukakan konsep pendidikan yang membebaskan sebagai respons atas pendidikan gaya bank 7 yang dilakukan pemerintah sebagai cara agar masyarakat tetap ada dalam budaya bisu atau budaya tanpa kekritisan. Peserta didik hanya dididik untuk menghafalkan materi yang diajarkan dan mengulangnya sebagai pembelajaran mutlak yang satu-satunya. Peserta didik tidak diberi kesempatan untuk berpendapat di luar kerangka berpikir yang disiapkan pendidik. Alhasil relasi antara guru-murid adalah relasi subjek-objek. Guru sebagai subjek dari proses pendidikan dan murid adalah objek pembelajarannya. Kondisi seperti demikian ingin direvolusi oleh Freire. Baginya subjek dalam proses pendidikan adalah guru-yang-murid serta murid-yang-guru dengan membuang otoritarisme dan intelektualisme 8. Sementara objek dari pendidikan itu adalah dunia, segala realita yang ada di sekitarnya yang dapat berubah setiap waktunya. Kemampuan untuk melihat dunia secara kritis merupakan hal yang penting dalam proses pendidikan karena kekritisan dilahirkan melalui proses dialogis, humanisasi sang pembelajar, dan upaya praksis atas pemahaman yang didalami. Pendidikan yang membebaskan bukan sebuah upaya yang datang dari kaum penindas, tetapi justru dari kaum yang tertindas. Hanya orang-orang yang tertindas yang paham pembebasan seperti apa yang mereka idam-idamkan. Maka dari itu, jika kelompok pemerintah atau organisasi masyarakat tidak melibatkan rakyat atau komunitas tertentu yang mengalami penindasan untuk 6 P. Freire, Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan yang Memanusiakan dalam Menggugat Pendidikan Fundamentalis Konservatif Liberal Anarkis, Ed. Omi Intan Naomi, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 1999), p P. Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, (Jakarta: Pusat LP3ES Indonesia, 2008), p Ibid., p

6 ikut merevolusi keadaan maka tindakan pembebasan itu patut dipertanyakan. Tindakan pembebasan bukan semata-mata ditujukan untuk rakyat, tetapi merupakan sebuah upaya oleh dan bersama rakyat. Hal ini menjadi dasar yang kuat untuk menjalankan pendidikan bernafaskan pembebasan. Konsep pendidikan yang Freire ajukan ini merupakan suatu aksi budaya untuk melawan budaya bisu yang diciptakan oleh penguasa atau pemerintah di Brazil. Budaya bisu yang dimaksud di sini adalah keadaan masyarakat yang tidak bisa ikut ambil bagian untuk bersuara dalam kehidupan bersama sebagai bagian dari negara. Pemerintah di sana memanfaatkan kondisi masyarakat yang buta huruf dengan tidak melibatkan mereka dalam pemilihan umum. Konsep pendidikan yang digagas Freire diwujudkannya sebagai aksi budaya dalam bentuk pemberantasan buta huruf yang di dalamnya ada upaya konsientisasi sebagai pendidikan yang humanis. Hal yang paling utama dalam konsep pendidikan yang diajukan Freire yaitu mengenai suatu pendidikan yang menyadarkan manusia. Dalam aksi pemberantasan buta huruf di dalamnya harus ada proses dialog, kekritisan dan aksi dari masyarakat sehingga subjek pemberantasan buta huruf bukan semata-mata melek huruf tetapi juga menyadari keberadaannya di dalam dan bersama dengan dunia. Dengan pendidikan seperti ini, budaya bisu yang telah tertanam dalam mereka dapat dilepaskan dan digantikan dengan budaya baru dimana mereka menyadari kebebasan yang mereka miliki, dan dari sini mereka dapat bergerak dan berperan secara langsung dalam kehidupan sosialnya. Mereka dapat memahami bahwa merekalah yang dapat melakukan transformasi dalam kehidupan mereka, yaitu dengan menyuarakan aspirasinya dan menggunakan hak politik mereka. Dengan ini, terciptalah suatu pembebasan dalam kehidupan mereka Teologi Pembebasan dan Upaya Bersolidaritas Pemikiran Freire yang dipakai penulis untuk melihat praktik solidaritas pada Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur merupakan alat untuk melihat unsur-unsur pelaksanaan pendidikan di sana. Selanjutnya, apa yang nanti ditemukan melalui penelitian tersebut hendak penulis analisis lewat kacamata teologi pembebasan. Teologi pembebasan merupakan teologi yang berkembang dalam upaya merespons kondisi ketertindasan di suatu konteks kehidupan. Di konteks Freire bukan hanya pemikiran pendidikan yang membebaskan darinya yang berkembang namun teologi pembebasan juga ikut mewarnai perjuangan untuk melepaskan masyarakat dari 6

7 ketertindasan. Pemikiran teologi pembebasan yang kuat berkembang pada masa itu merupakan pemikiran dari Gustavo Gutierrez. Ia menyadari bahwa proses berteologi yang dilakukan umat tidak dapat dilepaskan dari pengalaman kehidupan atau aksi. Aksi dan kontemplasi merupakan dua hal yang menyatu yang disebut praksis. Praksis merupakan bagian penting dalam menghadirkan pengenalan yang bertanggungjawab tentang Allah dalam kehidupan bersama sesama. Pengenalan itulah yang memampukan manusia untuk memperjuangkan kehidupan yang berkeadilan dengan sesama ciptaan. Refleksi tentang teologi pembebasan sekiranya merupakan refleksi yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti penulis di Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur. Namun untuk memperdalam ulasan ini, penulis melihat hasil penelitian bukan hanya melalui pemikiran teologi pembebasan yang berkembang di konteks Freire, tetapi juga melalui teologi pembebasan yang berkembang di konteks Indonesia yaitu lewat pemikiran J. B. Banawiratma dan Josef Widyatmadja. Teologi pembebasan lahir dari konteks kehidupan yang menindas umat. Pergumulan tentang kemiskinan, penderitaan, ketidakadilan dan ketertindasan melahirkan pengenalan akan Allah dan cinta kasih yang berbeda dari konteks yang lain. Budaya yang menyekitari pergumulan tersebut pun mempengaruhi refleksi teologis yang dihasilkan. Pergumulan kemiskinan di Amerika Latin tidak sama dengan apa yang dipergumulkan di Indonesia. Indonesia punya kekhasannya tersendiri tentang kemiskinan. Kemiskinan yang dipahami dan dikaji kebanyakan hanya berorientasi pada sosial-ekonomi sementara yang terjadi di Indonesia, kemiskinan bersangkutpaut pada agama juga politik, dan berdampak pada kehidupan kultural. Kondisi kemiskinan yang terjadi di Indonesia bukan semata-mata karena ketidakbisaan masyarakat dalam mencari nafkah. Fenomena kemiskinan juga terjadi karena ketidakadilan sistem sosial di masyarakat. Kesempatan yang tidak merata untuk mengenyam pendidikan juga menjadi faktor kuat terlestarinya kondisi kemiskinan. Hal-hal seperti ini merupakan perkara ketidakadilan yang semestinya menjadi sorotan gereja dalam upaya menghadirkan diri di masyarakat. Gereja tidaklah dihadirkan Allah di dunia untuk dirinya sendiri. Gereja ada di dunia, tentulah untuk berkarya bagi kehidupan yang sedang berlangsung di sekitarnya. 7

8 Banawiratma mengungkapkan tujuan hidup umat beriman adalah Kerajaan Allah. 9 Sebagai umat yang mengimani Yesus sebagai Juruselamat, gereja punya tugas dan tanggung jawab untuk hidup selayaknya Yesus hidup. Gereja bukan hanya menerima kemuliaan Yesus, tetapi juga seluruh hidup dan keprihatinan yang Ia nyatakan sepanjang kehidupannya, seutuh-utuhnya. 10 Keprihatinan Yesus yang tertera dalam cerita Injil adalah pemakluman Kerajaan Allah terutama kepada mereka yang tertindas, pada kaum miskin. Sebagai umat beriman, gereja punya tugas untuk memaklumkan Kerajaan Allah terutama kepada kaum miskin seperti yang Yesus lakukan namun dalam konteksnya masing-masing. Kerajaan Allah merupakan simbol relasional antara Allah dan manusia. 11 Dari sisi Allah, Kerajaan Allah merupakan dirinya sendiri yang mewahyukan dirinya pada manusia untuk menyelamatkan manusia. Kerajaan Allah menandakan bahwa Allah meraja dalam kehidupan manusia. Kerajaan Allah dari sisi manusia dilihat sebagai suasana atau peristiwa di mana manusia membiarkan Allah untuk merajai kehidupannya dengan berbagai kuasanya. Hal ini berarti manusia tidak menyingkirkan Allah dalam kehidupan sosial mereka. Allah tetap dilibatkan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Allah yang meraja dalam kehidupan manusia membuat manusia memiliki daya untuk memperbaharui kehidupan personalnya. Daya berupa cinta kepada kehidupan berdampak juga pada pengupayaan keadilan bagi kehidupan sesama. Pengupayaan keadilan bagi kehidupan sesama itulah yang harus senantiasa digumulkan dan dinyatakan lewat berbagai pelayanan yang bisa dilakukan gereja dengan melibatkan jemaat dari berbagai latar belakang. Pelayanan tersebut haruslah menjadi jawaban dari kebutuhan masyarakat yang mampu direspons gereja. Perhatian akan permasalahan kemiskinan, penindasan, dan ketidakadilan sudah semestinya menjadi tanggung jawab gereja di dan dari Indonesia. Gereja Kristen Indonesia (GKI) yang lahir dan bertumbuh di Indonesia, sudah punya keprihatinan akan hal tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui salah satu poin dalam mukadimah GKI nomor 10 yang berbunyi dalam kebersamaan yang dijiwai oleh iman Kristen serta semangat persatuan dan kesatuan bangsa, GKI membuka diri untuk bekerja sama dan berdialog dengan gereja-gereja lain, pemerintah serta kelompokkelompok yang ada di masyarakat, guna mengusahakan kesejahteraan, keadilan, perdamaian, 9 J.B. Banawiratma dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), p Ibid. 11 J.B. Banawiratma dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), p

9 dan keutuhan ciptaan bagi seluruh rakyat Indonesia. 12 Keberadaan GKI sebagai gereja di dan dari Indonesia menjadi sebuah keadaan yang membutuhkan perhatian khusus. Pelayanan yang dilakukan GKI sudah semestinya bersuara dan berjalan dalam kehidupan masyarakat. Apa yang terjadi di dalam gedung gereja bukanlah hal yang satu-satunya penting dan utama. Praktik kehidupan sehari-hari juga penting untuk dipakai sebagai penyataan cinta kasih dan kebenaran Injil. Dari pemikiran Banawiratma penulis melihat bahwa gereja memiliki tugas dan panggilan untuk berperan aktif memaklumkan Kerajaan Allah. Pemakluman Kerajaan Allah diwujudkan dengan mengentaskaan permasalahan-permasalahan konkret di masyarakat. Keterlibatan gereja baik itu berupa sumbangan ide, daya, dana, dan berbagai perhatian haruslah diarahkan dalam bentuk aksi solidaritas yang memberdayakan dalam kerangka pemakluman Kerajaan Allah. Josef Widyatmadja menguraikan pelayanan gereja dalam upaya memaklumkan Kerajaan Allah dalam tiga jenis diakonia yaitu diakonia karitatif, reformatif dan transformatif. 13 Ketiga jenis diakonia ini sama-sama bentuk dari upaya pemakluman Kerajaan Allah namun berbeda pada penekanan dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Jika dilihat dari lingkup yang lebih khusus yaitu GKI, pemakluman Kerajaan Allah ini juga sejalan dengan mukadimah GKI. Langkah yang GKI Cianjur lakukan dengan mendirikan Rumah Belajar dan Taman Belajar dapat dimasukkan dalam kerangka tersebut. Program Rumah Belajar dan Taman Belajar dapat dikembangkan bukan hanya sebagai program pelayanan sosial bersama masyarakat kurang mampu di sekitar gereja. Lebih dari itu, Rumah Belajar dan Taman Belajar bisa menjadi sebuah peluang bagi GKI Cianjur untuk belajar berteologi pembebasan di tengah konteks masyarakat. Dari uraian di atas, penulis bermaksud untuk mengecek pelaksanaan Rumah Belajar dan Taman Belajar secara lebih mendalam khususnya tentang bentuk solidaritas yang mereka maknai dan wujudkan melalui program yang mereka lakukan. Enam tahun perjalanan Rumah Belajar dan dua tahun perjalanan Taman Belajar tentulah merupakan sebuah proses pergumulan iman bagi GKI Cianjur khususnya anggota jemaat yang fokus dalam pelayanan tersebut. Kondisi masyarakat sekitar dan kerinduan awal yang menjadi titik tolak pelaksanaan pelayanan ini tentulah mengalami dinamika naik turun. Dengan mengecek pelaksanaan Rumah Belajar dan 12 Tata Gereja GKI, J. Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), p

10 Taman Belajar secara lebih mendalam, penulis berharap dapat mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang wujud solidaritas yang dilakukan GKI Cianjur lewat Rumah Belajar dan Taman Belajar bersama dengan masyarakat. Hal-hal tersebut yang penulis telusuri melalui skripsi ini secara lebih mendalam. Sudah ada satu skripsi dan satu tesis yang membahas kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh GKI Cianjur termasuk tentang Rumah Belajar. Skripsi karya Virgo T. S. Anggoro berjudul Berjalan Bersama Menuju Kemandirian: Implementasi Diakonia GKI Cianjur, Jawa Barat, Melalui Pemberdayaan Potensi Masyarakat membahas kegiatan sosial di GKI Cianjur lewat perspektif diakonia, si penulis mencoba melihat praktik diakonia yang menjadi cara gereja untuk berdialog, menguatkan, dan memberdayakan masyarakat. Sementara tesis karya Samuel Ismayanto berjudul Hidup Untuk Berbagi, Berbagi Untuk Hidup (Membangun Pendidikan Kristiani Dengan Pendekatan Spiritualitas Yang Terealisasi Dalam Aksi Sosial Bagi Pertumbuhan Spiritualitas Jemaat GKI Cianjur) meneliti pengaruh aksi sosial yang dilakukan GKI Cianjur pada pertumbuhan jemaat serta membangun Pendidikan Kristiani yang sesuai dengan pertumbuhan spiritualitas yang ada di GKI Cianjur. Dan penelitian yang dilakukan penulis lewat skripsi ini berfokus pada pelaksanaan pendidikan yang dilakukan di Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur dengan menggunakan konsep pendidikan yang membebaskan dari Paulo Freire untuk kemudiam merefleksikannya melalui perspektif teologi pembebasan. Maka dari itu hasil penelitian pun tentu memiliki keterbatasan dalam pembahasannya karena hanya mencakup pada satu fokus saja. 1.2 RUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dikerucutkan menjadi dua pertanyaan yang akan diteliti, yaitu: 1. Jika dilihat dari konsep pendidikan Paulo Freire, apakah pelaksanaan Rumah Belajar dan Taman Belajar merupakan sebuah bentuk pendidikan yang membebaskan? 2. Bagaimanakah pemahaman teologi pembebasan yang dihayati dan dikembangkan anggota jemaat GKI Cianjur melalui pelaksanaan Rumah Belajar dan Taman Belajar jika dipandang dari konsep berteologi pembebasan di Indonesia? 1.3 JUDUL SKRIPSI Rumah Belajar dan Taman Belajar Gereja Kristen Indonesia Cianjur: Pelaksanaan Pendidikan yang Membebaskan sebagai Ruang Berteologi Pembebasan 10

11 1.4 TUJUAN DAN ALASAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan yang membebaskan dapat ditemukan juga di dalam proses pendidikan di Rumah Belajar dan Taman Belajar. Selanjutnya, penulis juga ingin meneliti sejauh mana pelaksanaan program Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur telah memberikan pengaruh pada pemahaman teologi GKI Cianjur tentang pembebasan kehidupan manusia di tengah konteks hidup kemiskinan dan kepelbagaian. 1.5 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi adalah: (1) penulis akan melakukan kajian deskriptif analitis terhadap konsep pendidikan yang membebaskan dari Paulo Freire. (2) Penulis juga akan melakukan penelitian kualitatif dengan metode wawancara secara mendalam pada peserta didik, pengajar, serta Majelis Jemaat yang aktif dalam program pelayanan Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur untuk mendapatkan informasi yang akurat dan aktual tentang dinamika pelaksanaan program Rumah Belajar dan Taman Belajar, hasil wawancara tersebut lalu dianalisa lewat teori pendidikan yang membebaskan dari Paulo Freire, serta (3) melakukan studi pustaka tentang pemikiran teologi pembebasan khususnya di Indonesia untuk memberikan tinjauan teologis bagi pelaksanaan Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur dalam konteks hidup kemiskinan dan kepelbagaian bersama dengan masyarakat. 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Bab 1. Pendahuluan Bab ini memaparkan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan, dan metode yang akan digunakan, serta sistematika penulisan. Bab 2. Pelaksanaan Pendidikan yang Membebaskan dalam Konteks Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur Bab ini memaparkan tentang konsep pendidikan yang membebaskan dari Paulo Freire yang digunakan sebagai alat penelitian di konteks Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur berserta hasil penelitiannya. Bab 3. Berteologi Pembebasan melalui Rumah Belajar dan Taman Belajar GKI Cianjur 11

12 Bab ini memaparkan refleksi teologis tentang teologi pembebasan dari hasil penelitian dengan menggunakan konsep teologi pembebasan di Indonesia. Bab 4. Penutup Bab ini berisikan paparan mengenai kesimpulan dan saran sebagai penutup dari skripsi ini. 12

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan

Lebih terperinci

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia BAB IV Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia 4.1. Diakonia sebagai perwujudan Hukum Kasih Gereja dapat dikatakan sebagai gereja apabila dia sudah dapat menjalankan fungsinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pada saat ini, bangsa Indonesia dilanda dan masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh, krisis multidimensi. Kita dilanda oleh krisis politik,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN Dalam bab ini, penulis akan melakukan tinjauan kritis terhadap model penyuluhan agama berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja merupakan lembaga keagamaan yang ada dalam dunia ini. Sebagai sebuah lembaga keagamaan tentunya gereja juga membutuhkan dana untuk mendukung kelancaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

I.1. PERMASALAHAN I.1.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. PERMASALAHAN I.1.1. Latar Belakang Masalah Gereja adalah perwujudan ajaran Kristus. AjaranNya tidak hanya untuk diucapkan, melainkan juga untuk diperlihatkan secara nyata di dalam

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.20 tahun 2003 juga memuat hakikat pendidikan yang menjadi tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. No.20 tahun 2003 juga memuat hakikat pendidikan yang menjadi tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pendidikan diselenggarakan untuk membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang membelenggunya. Hal ini mengandung pengertian bahwa pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. PERMASALAHAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. PERMASALAHAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1. 1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan suatu hal yang mendasar dalam kehidupan manusia karena pendidikan dan kehidupan manusia selalu berjalan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paulo Freire merupakan salah satu pemikir pendidikan yang berasal dari Brazil. Paulo Freire adalah tokoh penggagas pendidikan yang terkenal dengan gagasannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB IV. Diakonia dan Warung Tiberias

BAB IV. Diakonia dan Warung Tiberias BAB IV Diakonia dan Warung Tiberias Seperti kita ketahui bersama, bahwa kemiskinan adalah sebuah masalah yang amat sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak dan elemen masyarakat termasuk

Lebih terperinci

1.2 Menegakkan Kerajaan Allah dalam Modernisasi Indonesia: O. Notohamidjojo...33

1.2 Menegakkan Kerajaan Allah dalam Modernisasi Indonesia: O. Notohamidjojo...33 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI...x DAFTAR SINGKATAN...xv DISSERTATION ABSTRACT... xvii PENDAHULUAN 1. Latar Belakang...1 2. Pokok Studi...5 2.1 Studi-Studi Sebelumnya dan Pentingnya Studi Ini...5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF Kemiskinan adalah suatu masalah besar dan serius yang sedang terjadi ditengahtengah kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi.

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda Bab I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sosial, akan terdapat keberagaman di dalam masyarakat. Ada keberagaman golongan, suku, dan agama. Keberagaman bukanlah sebuah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dilakukan terhadap orang-orang miskin. Pertanyaan yang sangat crucial

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dilakukan terhadap orang-orang miskin. Pertanyaan yang sangat crucial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan hal yang sudah lama mendapat perhatian dari gereja, namun sampai sekarang kemiskinan masih menjadi masalah dalam pelayanan gereja. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pekabaran Injil adalah tugas dan tanggung jawab gereja di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi pekabar Injil (kabar sukacita, kabar

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE Pandangan Freire tentang Netralitas Kelompok Netralitas yang memiliki ideologi yang sama Netralitas gereja yang berkaitan dengan sejarah dan politik

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Misi pembebasan ialah upaya gereja sebagai mitra Allah dalam perjuangan kemanusiaan melawan kemiskinan, ketidakadilan sosial, perbudakan, kebodohan, politik,

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH

@UKDW BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH Berhadapan langsung dengan perkembangan ekonomi pasar global, tentunya masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat yang posisinya berada di luar lingkaran praktekpraktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Kerangka Teori. Gereja, dalam ekklesiologi, dipahami sebagai kumpulan orang percaya yang dipanggil untuk berpartisipasi dalam perutusan Kristus yaitu memberitakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 Latar Belakang Permasalahan Keberadaan gereja tidak bisa dilepaskan dari tugas dan tanggung jawab pelayanan kepada jemaat dan masyarakat di sekitarnya. Tugas dan tanggung

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dilihat secara objektif, gereja merupakan suatu institusi yang di dalamnya terjadi perjumpaan antara manusia dengan Allah. Manusia berjumpa dengan keselamatan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA - 273 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.2 Keadaan Umum Gereja Saat Ini Gereja yang dahulu hanya berfungsi dan dianggap jemaat sebagai tempat bersekutu, merasa tenang, menikmati liturgi yang menarik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah yang sejati seperti yang ditegaskan oleh Rasid Rachman 1 sebagai refleksinya atas Roma 12:1, adalah merupakan aksi dan selebrasi. Ibadah yang sejati tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah gereja dapat dikatakan gereja jikalau gereja melaksanakan misi Allah di tengah dunia ini, atau dapat dikatakan bahwa gereja tersebut menjadi gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.1.1. Jakarta dan realita permasalahan ekonomi Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk datang dan mencari peruntungan

Lebih terperinci

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang 5 Bab Empat Penutup Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang merupakan uraian singkat dari bab pendahuluan dan ketiga bab di atas, guna membuktikan kebenaran hipotesis penelitian dan hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Gereja Bali atau singkatannya GKPB, adalah salah satu dari sedikit gerejagereja

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL Lenda Dabora Sagala STT Simpson Ungaran Abstrak Menghadapi perubahan sosial, Pendidikan Agama Kristen berperan dengan meresponi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri khas dari semua agama adalah berdoa. Semua agama yang ada di Indonesia mengajarkan kepada umat atau pengikutnya untuk selalu berdoa. Doa diyakini

Lebih terperinci

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I PENDAHULUAN Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1.1 Krisis Dalam Pelayanan Jemaat Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan. Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pekabaran Injil (PI) atau penginjilan sering disebut juga dengan evangelisasi atau evangelisme, 1 merupakan salah satu bentuk misi Gereja. Kata Injil yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 PERMASALAHAN 1. 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Di Indonesia, pada umumnya konteks yang sekarang ini sedang dihadapi adalah konteks kemiskinan yang parah dan keberagaman agama.

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 21 Maret 2006, bertempat di Jakarta ditetapkanlah sebuah peraturan pemerintah yang baru, yang dikenal sebagai Peraturan Bersama dua Menteri (selanjutnya

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan kepanjangan tangan dari Allah di dunia ini. Dunia memiliki konteks dimana ia hidup, sehingga kenyataan ini membuat Gereja harus memperhatikan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai Propinsi yang memiliki penduduk mayoritas Kristen. Hampir seluruh Pulau yang terletak di Nusa Tenggara Timur, memiliki masyarakat

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan UKDW

Bab 1. Pendahuluan UKDW Bab 1 Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Keadilan menjadi salah satu persoalan di abad ke-21 ini. Persoalan keadilan muncul karena jauhnya ketimpangan antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Ketimpangan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Gereja ada dan eksis di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri, juga bukan atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk melaksanakan misi-nya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gereja sementara berhadapan dengan sejumlah persoalan besar yang ada yaitu antara lain masalah ekonomi, pendidikan anak, kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga, politik

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J.

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. Isi singkat 1. Semangat mistik 2. Semangat kenabian 3. Spiritualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci

TIDAK ADA BAB 5 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TIDAK ADA BAB 5 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara religius yang menganjurkan warganya untuk memeluk sebuah agama. Untuk menegaskan hal ini para pendiri bangsa kita menuangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tidak seorangpun ingin dilahirkan tanpa dekapan lembut seorang ibu dan perlindungan seorang ayah. Sebuah kehidupan baru yang telah hadir membutuhkan kasih untuk bertahan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Indonesia. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Indonesia. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah suatu masalah besar dan serius yang sedang terjadi ditengahtengah kehidupan masyarakat Indonesia. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seperti diketahui bersama bahwa dalam kehidupan orang Kristen saat ini, gereja adalah sebuah identitas yang sangat penting bagi orang-orang percaya kepada

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Masih segar dalam ingatan bangsa Indonesia, ketika Ambon membara begitu juga Poso dan seterusnya, ratusan jiwa melayang dan sebagian dari mereka tidak tahu kenapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) para pelayanan kebaktian anak dan remaja dikenal dengan sebutan pamong. Istilah pamong ini tidak ada dalam buku Tata Pranata GKJW

Lebih terperinci

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA DI SUSUN OLEH ENDANG AYU PURWANINGTYAS (752013020) MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju tahap yang lebih dewasa. Secara formal, seseorang dikatakan sebagai remaja jika telah memasuki batasan

Lebih terperinci

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. 03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jemaat GKI Arcamanik, Bandung. Mengapa katekisasi, Pendalaman Alkitab, khotbahkhotbah, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. jemaat GKI Arcamanik, Bandung. Mengapa katekisasi, Pendalaman Alkitab, khotbahkhotbah, UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini bergulat di dalam batin penulis, berdasarkan pengalaman hidup bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Fenomena kasus hamil sebelum nikah saat ini sering terjadi di masyarakat. Di Indonesia sendiri, kasus hamil sebelum nikah sangat banyak terjadi di kota besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. BAB I Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hidup yang penuh berkelimpahan merupakan kerinduan, cita-cita, sekaligus pula harapan bagi banyak orang. Berkelimpahan seringkali diartikan atau setidaknya

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. BAB I Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Secara umum kita dapat mengamati bahwa para pelayan jemaat atau pendeta, pengerja maupun para calon pendeta yang ditempatkan di berbagai gereja-gereja arus utama di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

Setelah Ono Niha menjadi Kristen, lalu apa yang terjadi?

Setelah Ono Niha menjadi Kristen, lalu apa yang terjadi? Setelah Ono Niha menjadi Kristen, lalu apa yang terjadi? 1. Tercipta: Tiga jalan (Sara lala hada, sara lala fareta, sara lala Agama) 2. Terjadi dualisme kepercayaan dalam diri Ono Niha yang Kristen. Pada

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini, di berbagai tempat di dunia, terkhusus di Indonesia, terjadi perubahan yang cukup mencolok dalam partisipasi jemaat

Lebih terperinci