IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 46 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Seleksi Jenis Pisang Empat jenis pisang yaitu kepok, siam, uli dan tanduk (Gambar 2) diolah menjadi tepung pisang dan dianalisis kandungan kimia serta sifat fisiknya. Pisang terpilih untuk digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis pisang dengan kandungan pati dan amilosa yang paling tinggi, dengan mempertimbangkan juga sifat-sifat seperti kandungan pati resisten, daya cerna pati in vitro dan derajat putih. Hasil pengeringan alami irisan dan tepung pisang yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3. kepok siam uli tanduk Gambar 2 Empat jenis pisang lokal Gambar 3 Irisan dan tepung pisang alami (konvensional)

2 47 Hasil analisis sifat kimia dan fisik dari keempat jenis pisang (Tabel 6) menunjukkan bahwa jenis pisang dengan kandungan pati resisten alami (RS II) (2.87%) dan kadar serat pangan (1.13%) tertinggi adalah pisang kepok. Pati resisten tipe II merupakan pati alami berupa granula yang bersifat resisten terhadap enzim pencernaan (Aparicio-Saguilan et al. 25). Hasil analisis derajat putih menunjukkan bahwa tepung pisang tanduk memiliki tingkat kecerahan (75.28%) tertinggi, sedangkan pisang uli memiliki daya cerna pati terendah, yaitu 27.72%. Tabel 6 Sifat Kimia dan Fisik Empat Jenis Pisang Lokal Tepung pisang Kadar air (%bk) Kadar pati (%bk) Kadar amilosa (%bk) Kadar amilopektin (%bk) Hasil Analisis Pati resisten (%bk) Serat pangan (%bk) Keterangan : Kadar amilosa berdasarkan pada 1% tepung pisang bebas lemak dan gula bk = basis kering Daya cerna pati (%bk) Derajat putih (%) Kepok Siam Uli Tanduk Hasil analisis kadar pati dan amilosa pada Tabel 6 menunjukkan bahwa keempat jenis pisang memiliki kadar pati (61-73%) dan amilosa (3-39%) yang tinggi serta hasil analisis daya cerna (27-45%) yang relatif rendah, sehingga keempat jenis pisang tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan kadar pati resisten yang tinggi. Amilosa dibutuhkan dalam proses pembentukan pati resisten (Sajilata et al. 26). Kandungan pati dan amilosa yang tinggi dapat membantu dalam peningkatan kadar pati resisten di dalam tepung pisang modifikasi yang dihasilkan. Didalam penelitian ini hanya digunakan satu jenis pisang untuk diteliti lebih lanjut yaitu pisang tanduk, karena memiliki kadar pati dan amilosa paling tinggi yaitu 73.65% (bk) dan 39.35% (bk).

3 Perubahan Mikroflora dan Sifat Kimia Selama Fermentasi Spontan Perubahan Mikroflora Selama Fermentasi Spontan Irisan pisang difermentasi secara spontan dengan cara direndam dalam akuades steril menggunakan erlenmeyer (Gambar 4). Cairan fermentasi dari setiap selang waktu 2 jam digunakan untuk menghitung jumlah total mikroorganisme amilolitik, bakteri asam laktat dan mesofiliknya yang tumbuh selama fermentasi 1 jam. Gambar 4 Fermentasi spontan irisan pisang tanduk Gambar 5 menunjukkan pola pertumbuhan mikroorganisme yang berperan selama fermentasi spontan pisang tanduk. Tiga kelompok mikroorganisme yaitu amilolitik, bakteri asam laktat dan mesofilik tumbuh dengan baik selama 1 jam fermentasi spontan pisang tanduk. Total bakteri mesofilik pada lama fermentasi 1 jam berkisar pada jumlah 8.4 sampai dengan 8.9 log cfu/ml, dengan jumlah tertinggi pada jam ke-6 yaitu 8.9 log cfu/ml. Hasil ini hampir serupa dengan fermentasi spontan pada pati singkong dimana total bakteri mesofilik yang tumbuh mencapai 8. log cfu/g (Lacerda et al. 25).

4 Log cfu/ml Lama fermentasi (jam) Gambar 5 Pertumbuhan mikroorganisme amilolitik ( ), bakteri asam laktat (?) dan mesofilik (? ) selama fermentasi spontan pada pisang Jumlah awal bakteri mesofilik yang ada pada irisan pisang berkisar pada 1.87 log cfu/ml. Bakteri mesofilik yang tumbuh secara spontan dari irisan pisang memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup baik dimana pada fase eksponensial yang berlangsung dari jam ke- hingga jam ke-4 terjadi peningkatan jumlah yang cukup tinggi yaitu sebanyak 6.55 log cfu/ml, selanjutnya hingga jam ke-1 pertumbuhan bakteri mesofilik berada pada fase stasioner. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang memiliki suhu optimum pertumbuhan antara 2-4 ºC (Fardiaz 1992). Jumlah awal mikroorganisme amilolitik adalah 1.75 log cfu/ml. Fase eksponensial berlangsung hingga jam ke-4 (8.38 log cfu/ml) dan dilanjutkan dengan fase stasioner hingga fermentasi 1 jam. Total mikroorganisme amilolitik tertinggi yaitu 9.1 log cfu/ml dicapai pada lama fermentasi 8 jam (Gambar 5). Jumlah mikroorganisme amilolitik yang hampir sama dengan jumlah total bakteri mesofilik, menunjukkan bahwa sebagian besar dari mikroba amilolitik merupakan bakteri yang bersifat mesofilik (Gambar 5). Media pertumbuhan yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri mesofilik adalah media yang kaya akan nutrisi sehingga menunjang pertumbuhan bakteri asam laktat, Bacillus cereus dan khamir (Carvalho et al. 1999). Beberapa jenis bakteri asam laktat seperti Lactobacillus

5 5 amylophilus (Reddy et al. 28) dan L. amylovorus (Yomoto dan Ikeda 1995) dilaporkan bersifat amilolitik. Bakteri asam laktat (BAL) meningkat secara signifikan selama fermentasi pisang berlangsung, yaitu dari 1.38 log cfu/ml menjadi 7.8 log cfu/ml. BAL yang tumbuh kemungkinan termasuk kedalam mikroba amilolitik dan kelompok mesofilik, karena suhu optimum pertumbuhan BAL adalah 3ºC (Pederson 1971). Berbeda dengan pola pertumbuhan dari mikroorganisme amilolitik dan mesofilik, pertumbuhan BAL hingga 1 jam masih mengalami peningkatan (Gambar 5). Asam yang diproduksi oleh BAL selama fase pertumbuhan (Gambar 6) mungkin menghambat pertumbuhan mikroorganisme amilolitik dan mesofilik selain BAL. ph Lama fermentasi (jam) Gambar 6 Perubahan nilai ph selama fermentasi spontan Pertumbuhan bakteri asam laktat memiliki peranan pada turunnya ph cairan selama fermentasi spontan berlangsung (Gambar 6). Fermentasi hingga 4 jam menurunkan ph paling besar yaitu dari 5.86 menjadi 4.6, kemudian ph meningkat kembali menjadi 5.9 pada jam ke-1. Penurunan ph terjadi karena aktivitas bakteri asam laktat selama perendaman. Asam laktat merupakan asam non volatil yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum yang umum terdapat selama fermentasi bahan pangan dengan kadar karbohidrat tinggi (Johansson et al. 1995). Beberapa strain BAL yang tumbuh pada fermentasi spontan dapat menghasilkan beberapa jenis asam organik terutama asam asetat, asam laktat dan asam n-butirat (Greenhill et al. 28).

6 Perubahan Kadar Pati Selama Fermentasi Spontan Kadar pati selama fermentasi spontan 1 jam menunjukkan hasil yang relatif menurun dengan kisaran kadar pati dari 8.22% (bk) sampai dengan 71.83% (bk) (Gambar 7). Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5), menunjukkan bahwa kadar pati pada lama fermentasi 8 jam berbeda nyata dengan kadar pati awal (Lampiran 18). Penurunan kadar pati ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme selama fermentasi, terutama mikroba amilolitik. Kadar pati (%bk) ?4.85ab 73.84?2.6 ab 8.22? ? ?.13 a Lama fermentasi (jam) Gambar 7 Perubahan kadar pati tepung pisang selama fermentasi spontan Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan mikroba amilolitik (Gambar 5), diketahui bahwa jumlah total mikroba amilolitik yang tumbuh pada fermentasi spontan pisang tanduk hingga 1 jam berkisar pada jumlah 8.5 log cfu/ml. Jumlah total mikroba amilolitik tersebut mempengaruhi terjadinya penurunan kadar pati karena mikroba amilolitik mampu menghasilkan enzim amilase yang dapat mendegradasi pati menjadi glukosa yang lebih sederhana sehingga kadar pati tepung pisang mengalami penurunan. Selama fermentasi dimana BAL juga turut berperan (Gambar 5), diharapkan terjadi perubahan pada granula pati sehingga menjadi lebih mudah tergelatinisasi dan membentuk pati resisten (Reddy et al. 28).

7 Perubahan Kadar Amilosa Selama Fermentasi Spontan Kadar amilosa selama fermentasi spontan berlangsung hingga 1 jam mengalami penurunan dari 41.89% menjadi 35.7% (Gambar 8). Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5) menunjukkan bahwa kadar amilosa awal tepung pisang berbeda nyata dengan kadar amilosa pada lama fermentasi 8 jam (Lampiran 19). Hasil ini berkaitan dengan terjadinya penurunan kadar pati pada lama fermentasi yang sama yaitu 8 jam (Gambar 7). Kadar amilosa (%bk) ?1.79 b 39.13?2.92 ab 37.63?4. ab 38.11?2.14 ab 35.7?1.71 a 37.13?.98 ab Lama fermentasi (jam) Gambar 8 Perubahan kadar amilosa tepung pisang selama fermentasi spontan Penurunan kadar amilosa pada tepung hasil fermentasi kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroba amilolitik dalam menghasilkan enzim amilase yang dapat memutuskan ikatan a-glikosidik rantai amilosa menjadi rantai lurus dengan derajat polimerisasi yang lebih rendah atau menjadi gula-gula sederhana. Berdasarkan pada kurva pertumbuhan mikroorganisme selama fermentasi spontan irisan pisang, terjadi peningkatan jumlah total mikroba amilolitik hingga mencapai 9.1 log cfu/ml pada lama fermentasi 8 jam (Gambar 5). Kadar amilosa awal irisan pisang berpengaruh terhadap pembentukan pati resisten yang diperoleh melalui proses pemanasan otoklaf. Kadar amilosa yang tinggi berkorelasi positif dengan kadar pati resisten yang dihasilkan (Sajilata et al. 26). Proses pemanasan dan pendinginan menyebabkan amilosa mengalami

8 53 perubahan struktur menjadi struktur kristal (pati resisten) yang tahan terhadap enzim pencernaan. Pembentukan kadar pati resisten dari tepung pisang modifikasi dipengaruhi oleh kadar pati dan amilosa awal irisan pisang sehingga pemilihan lama fermentasi spontan perlu memperhatikan perubahan sifat fisikokimia irisan pisang selama fermentasi. Disamping itu perlu diperhatikan pula penurunan ph selama fermentasi, dimana kondisi asam akan membantu meningkatkan pembentukan pati resisten pada saat pemanasan otoklaf. Pemilihan lama fermentasi dipilih pada waktu irisan pisang belum mengalami degradasi pati dan amilosa yang berkelanjutan (terlampau banyak) oleh enzim amilase hasil aktivitas mikroba amilolitik dengan bentuk fisik dan aroma yang dapat diterima oleh indera manusia (belum mengalami kemunduran mutu organoleptik akibat kerja mikroorganisme yang terlibat selama fermentasi spontan dalam mendegradasi pati dan menghasilkan asam). Lama fermentasi spontan yang diteliti lebih lanjut untuk dikombinasikan dengan satu siklus pemanasan otoklaf pada pembuatan tepung pisang modifikasi adalah 24 dan 48 jam. Kedua lama waktu tersebut juga mewakili dua kisaran nilai ph yaitu 5.6 (24 jam) dan 4.6 (48 jam) (Gambar 6), dimana perubahan nilai ph tersebut diakibatkan produksi asam laktat oleh bakteri asam laktat yang berperan selama fermentasi spontan Modifikasi Tepung Pisang Melalui Kombinasi Fermentasi Spontan dan Satu Siklus Pemanasan Otoklaf Kadar Pati Resisten Pada umumnya gelatinisasi terjadi pada suhu 4-12ºC tergantung dari asal tanaman dan kadar amilosanya. Selama proses pendinginan setelah pemanasan, pati mengalami pembentukan kembali strukturnya secara perlahan yang disebut dengan retrogradasi. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen. Struktur ini biasanya sangat stabil. Amilosa pati ini membentuk RS tipe III yang stabil terhadap panas, sangat kompleks, dan tahan enzim amilase

9 54 (Sajilata et al. 26). Irisan dan tepung pisang hasil siklus pemanasan otoklaf dapat dilihat pada Gambar 9. (A) (B) Gambar 9 Irisan pisang (A) dan tepung pisang (B) hasil pemanasan otoklaf Kadar pati resisten pada tepung pisang fermentasi 24 dan 48 jam tanpa kombinasi pemanasan otoklaf masing-masing adalah 6.74% (bk) dan 8.62% (bk), sedangkan tepung pisang fermentasi dengan satu siklus pemanasan otoklaf adalah 15.24% (bk) dan 11.1% (bk) (Gambar 1). Pemanasan otoklaf tanpa fermentasi dapat meningkatkan kadar pati resisten tepung pisang dari 6.38% (bk) hingga menjadi 11.26% (bk) (Gambar 1). Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5), menunjukkan bahwa tepung pisang hasil fermentasi yang dilanjutkan maupun tanpa dilanjutkan dengan satu siklus pemanasan otoklaf memiliki kadar pati resisten yang berbeda nyata (Lampiran 2). Kadar pati resisten (%bk) d c c a a b Tanpa fermentasi Fermentasi 24 jam Fermentasi 48 jam Tanpa otoklaf Otoklaf Gambar 1 Pengaruh fermentasi spontan dan pemanasan otoklaf satu siklus terhadap kadar pati resisten tepung pisang

10 55 Peningkatan kadar pati resisten tepung pisang modifikasi hasil kombinasi fermentasi 24 jam dengan satu siklus pemanasan otoklaf disebabkan terjadinya perubahan derajat polimerisasi amilosa dan linierisasi amilopektin dari pati tepung pisang akibat hidrolisis oleh amilase dan asam (pada jumlah tertentu) yang diproduksi oleh mikroba amilolitik dan bakteri asam laktat selama fermentasi spontan 24 jam. Thompson (2) melaporkan bahwa jika derajat polimerisasi (DPn) amilosa lebih tinggi dari 3 (DPn amilosa berkisar antara 4-61) dapat menyebabkan amilosa tidak mudah untuk mengkristal (membentuk kristalitas resisten). Linierisasi amilopektin menggunakan asam organik (asam laktat) dan enzim pululanase secara signifikan meningkatkan pembentukan pati resisten selama pemanasan pada suhu otoklaf (Sajilata et al. 26). Penurunan kadar pati resisten yang terjadi pada lama fermentasi 48 jam kemungkinan terjadi akibat aktivitas amilolitik dari enzim amilase mikroba amilolitik yang lebih kuat dan jumlah produksi asam oleh bakteri asam laktat yang lebih banyak sehingga mengakibatkan pemutusan ikatan a-glukosidik pati (hidrolisis pati) yang lebih banyak dibandingkan pada lama fermentasi 24 jam. Pati singkong yang diberi penambahan asam laktat 1 mmol/l (ph<3.) sebelum diberi perlakuan pemanasan otoklaf menghasilkan kadar pati resisten yang lebih rendah jika dibandingkan pati singkong yang diberi penambahan asam laktat 1 dan 1 mmol/l (Onyango et al. 26). Peningkatan kadar pati resisten pada tepung pisang hasil fermentasi 24 jam dilanjutkan satu siklus pemanasan otoklaf (15.24%) lebih tinggi dibandingkan tepung pisang hasil satu siklus pemanasan otoklaf tanpa fermentasi (11.26%). Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5), menunjukkan bahwa kadar pati resisten tepung pisang modifikasi (TPM) hasil kombinasi fermentasi 24 jam dengan satu siklus pemanasan otoklaf berbeda nyata dengan kadar pati resisten tepung pisang hasil satu siklus pemanasan otoklaf tanpa fermentasi (Lampiran 2) tetapi tidak berbeda nyata dengan kadar pati resisten TPM hasil pemanasan otoklaf dua siklus (15.9 %) (Lampiran 3).

11 Kadar Pati Hasil analisis kadar pati tepung pisang fermentasi 24 dan 48 jam adalah 71.51% dan 74.11%, sedangkan kadar pati tepung pisang kontrol adalah 71.97%. Tepung pisang yang difermentasi dan diberi perlakuan satu siklus pemanasan otoklaf memiliki kadar pati 7.34% dan 7.21%, sedangkan tepung pisang dengan perlakuan satu siklus pemanasan otoklaf tanpa fermentasi memiliki kadar pati 74.11% (Gambar 11). Apata (28) melaporkan secara umum kadar karbohidrat yang tersedia (available carbohydrates) seperti gula-gula sederhana (glukosa, fruktosa), karbohidrat rantai pendek (oligosakarida (rafinosa, stakiosa), inulin), dan pati di dalam biji-bijian yang diotoklaf tidak mengalami perubahan yang nyata (sedikit menurun) dibandingkan kadar karbohidrat yang tersedia pada bahan mentahnya. Kadar pati (%bk) a a a a a a Tanpa fermentasi Fermentasi 24 jam Fermentasi 48 jam Tanpa otoklaf Otoklaf Gambar 11 Pengaruh fermentasi spontan dan pemanasan otoklaf satu siklus terhadap kadar pati tepung pisang Data kadar pati menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan kadar pati tepung pisang selama fermentasi 24 dan 48 jam baik dengan maupun tanpa dikombinasikan dengan satu siklus pemanasan otoklaf. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis kadar pati selama fermentasi spontan hingga 1 jam (Gambar 7) dimana kadar pati dari tepung pisang hasil fermentasi 24 dan 48 jam belum mengalami penurunan akibat hidrolisis pati oleh enzim amilase dan asam yang diproduksi mikroba amilolitik dan bakteri asam laktat. Selain itu, pati resisten

12 57 merupakan bagian dari pati yang bersifat resisten terhadap enzim pencernaan manusia tetapi tetap terukur sebagai bagian dari total pati. Meningkatnya kadar pati resisten dari tepung pisang hasil kombinasi fermentasi dengan satu siklus pemanasan otoklaf (Gambar 1) menyebabkan kadar pati yang terukur tidak mengalami perubahan. Berdasarkan hasil analisis kadar pati yang telah dilakukan dalam penelitian ini, diketahui bahwa perlakuan kombinasi satu siklus pemanasan otoklaf baik dengan fermentasi maupun tanpa fermentasi serta perlakuan fermentasi tanpa satu siklus pemanasan otoklaf tidak mengubah kadar pati dari tepung pisang tanduk. Hal ini sesuai dengan hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5), dimana diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kadar pati kontrol dengan kadar pati tepung pisang perlakuan (Lampiran 21) Kadar Amilosa Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5), menunjukkan bahwa kadar amilosa dari tepung pisang yang difermentasi 24 dan 48 jam tanpa kombinasi pemanasan otoklaf yang masing-masing adalah 35.64% (bk) dan 34.95% (bk), tidak berbeda nyata dengan tepung pisang kontrol (35.68%), tetapi berbeda nyata dengan kadar amilosa dari tepung pisang hasil satu siklus pemanasan otoklaf (45.3%) (Gambar 12). Kadar amilosa (%bk) b ab ab a a a Tanpa fermentasi Fermentasi 24 jam Fermentasi 48 jam Tanpa otoklaf Otoklaf Gambar 12 Pengaruh fermentasi spontan dan pemanasan otoklaf satu siklus terhadap kadar amilosa tepung pisang

13 58 Tidak berubahnya kadar amilosa dari tepung pisang hasil fermentasi tanpa kombinasi dengan pemanasan otoklaf menunjukkan bahwa tepung pisang hasil fermentasi selama 24 dan 48 jam belum mengalami degradasi amilosa. Hasil ini membuktikan bahwa tepung pisang hasil kedua lama fermentasi tersebut masih memiliki potensi yang baik dalam menghasilkan pati resisten. Kadar amilosa tepung pisang hasil kombinasi fermentasi 24 dan 48 jam dengan satu siklus otoklaf masing-masing adalah 4.6% (bk) dan 42.9% (bk) tidak berbeda nyata dengan kadar amilosa hasil satu siklus pemanasan otoklaf (45.3%) dan kadar amilosa kontrol (35.68%). Kadar amilosa hasil kombinasi fermentasi dengan pemanasan otoklaf jika dibandingkan kadar amilosa tepung pisang hasil pemanasan otoklaf tanpa fermentasi sedikit mengalami penurunan, meskipun masih relatif tetap. Terjadinya sedikit penurunan kadar amilosa dapat disebabkan oleh adanya penurunan suhu gelatinisasi dari granula pati. Penurunan suhu gelatinisasi akibat fermentasi dapat menyebabkan amilosa yang tergelatinisasi selama proses pemanasan otoklaf mengalami peningkatan, sehingga amilosa yang mengalami gelatinisasi dan retrogradasi kemungkinan tidak terukur lagi sebagai amilosa tetapi terukur sebagai pati resisten. Selama proses fermentasi struktur granula menjadi melemah, mengalami disintegrasi dan leaching di bagian amorf sebagian granula sehingga mengubah suhu gelatinisasi dari granula pati (Aini 29) Daya Cerna Pati In Vitro Peningkatan kadar pati resisten akan mengakibatkan terjadinya penurunan pada daya cerna patinya, akan tetapi hasil kombinasi fermentasi dengan satu siklus pemanasan otoklaf pada irisan pisang menghasilkan tepung pisang modifikasi dengan daya cerna pati yang meningkat yaitu 6.85% (bk) dan 82.23% (bk). Semakin lama fermentasi (48 jam) menghasilkan peningkatan daya cerna pati yang lebih tinggi (82.23%) (Gambar 13). Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa daya cerna pati tepung pisang hasil fermentasi berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 23).

14 59 Daya cerna pati (%bk) a d c bc a e Tanpa fermentasi Fermentasi 24 jam Fermentasi 48 jam Tanpa otoklaf Otoklaf Gambar 13 Pengaruh fermentasi spontan dan pemanasan otoklaf satu siklus terhadap daya cerna pati tepung pisang Daya cerna tepung pisang hasil fermentasi 24 jam tanpa otoklaf (52.99%) lebih tinggi daripada daya cerna tepung pisang hasil fermentasi 48 jam tanpa otoklaf (49.75%). Hasil ini berkaitan dengan hasil pengukuran kadar pati resisten (Gambar 1) yang menunjukkan bahwa kadar pati resisten tepung pisang hasil fermentasi 48 jam tanpa otoklaf (8.62%) lebih tinggi daripada tepung pisang hasil fermentasi 24 jam tanpa otoklaf (6.74%). Tepung pisang hasil fermentasi memiliki daya cerna yang lebih rendah dibandingkan tepung pisang hasil kombinasi fermentasi dengan satu siklus pemanasan otoklaf (Gambar 13), walaupun kadar pati resisten pada tepung pisang hasil kombinasi fermentasi dengan satu siklus pemanasan otoklaf lebih tinggi dari pada tepung pisang hasil fermentasi tanpa otoklaf (Gambar 1). Penyebab peningkatan daya cerna ini adalah karena proses fermentasi dan pemanasan otoklaf dapat melemahkan ikatan a-glukosidik pati dan oligosakarida selain pati (disakarida, tetrasakarida) yang terdapat di dalam tepung pisang sehingga akan memudahkan kerja enzim pencernaan. Hidrolisis yang terjadi selama proses fermentasi yaitu pemotongan ikatan a-glukosidik pati menjadi molekul-molekul dengan berat molekul lebih rendah (Wurzburg 1989).

15 Kadar Serat Pangan Total Kadar serat pangan total tepung pisang hasil fermentasi 24 dan 48 jam tanpa pemanasan otoklaf yang masing-masing adalah 7.54% (bk) dan 7.51% (bk) berbeda nyata dengan kadar serat pangan total tepung pisang hasil kombinasi fermentasi dengan pemanasan otoklaf yang masing-masing adalah 7.72% (bk) dan 7.93% (bk) (Gambar 14). Kadar serat pangan total yang tinggi dari tepung pisang perlakuan maupun kontrol yaitu antara 7-8% (bk) dapat memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh. Serat pangan total (%bk) bc a c d b b Tanpa fermentasi Fermentasi 24 jam Fermentasi 48 jam Tanpa otoklaf Otoklaf Gambar 14 Pengaruh fermentasi spontan dan pemanasan otoklaf satu siklus terhadap kadar serat pangan total tepung pisang Kadar karbohidrat yang tidak tersedia (unavailable carbohydrates), seperti selulosa, lignin dan polisakarida non-selulosa tidak mengalami penurunan selama perlakuan otoklaf (Apata 28). Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata antara kadar serat pangan total tepung pisang tanpa dan dengan satu siklus pemanasan otoklaf. Begitu pula dengan tepung pisang tanpa fermentasi dan dengan fermentasi (Lampiran 24). Meningkatnya kadar serat pangan total di dalam tepung pisang setelah diberi perlakuan fermentasi dengan atau tanpa satu siklus pemanasan otoklaf berhubungan dengan meningkatnya kadar pati resisten (Gambar 1). Haralampu (2) menyatakan bahwa pati resisten teruji sebagai serat tidak larut tetapi memiliki fungsi fisiologis seperti serat larut. Hal inilah yang menyebabkan

16 61 terjadinya peningkatan kadar serat pangan total pada tepung pisang tanduk hasil modifikasi Modifikasi Tepung Pisang Melalui Pemanasan Otoklaf Berulang Kadar Pati Resisten Kadar pati resisten tepung pisang modifikasi hasil pemanasan otoklaf berulang berkisar dari 8% (bk) hingga 15% (bk) (Gambar 15), lebih tinggi daripada kadar pati resisten kontrol (tanpa otoklaf), yaitu sebesar 6.38% (bk). Kadar pati resisten tertinggi dihasilkan oleh pemanasan otoklaf berulang dua siklus yaitu sebesar 15.9% (bk), dimana terjadi peningkatan sebesar 9.52% dibandingkan kadar pati resisten kontrol (6.38%) d Kadar pati resisten(%bk) c b a kontrol 1 kali siklus 2 kali siklus 3 kali siklus Gambar 15 Pengaruh siklus pemanasan berulang terhadap kadar pati resisten tepung pisang Peningkatan kadar pati resisten berhubungan dengan peningkatan kadar amilosa (Gambar 17) yang berasal dari bagian rantai pendek lurus amilopektin. Wen et al. (1996) melaporkan bahwa amilopektin dapat terdegradasi oleh perlakuan fisik seperti pemanasan menjadi beberapa bagian rantai pendek lurus a(1,4) glukan yang mana dapat meningkatkan kadar pati resisten. Kadar pati resisten tepung pisang modifikasi (TPM) otoklaf dua siklus lebih tinggi daripada

17 62 TPM hasil otoklaf satu siklus yaitu % (bk) sedangkan pada TPM otoklaf tiga siklus, kadar pati resisten menurun menjadi 8.1% (bk) (Gambar 15). Penurunan kadar pati resisten tepung pisang modifikasi (TPM) perlakuan otoklaf tiga siklus berhubungan dengan terjadinya sedikit penurunan pada kadar amilosanya (Gambar 17), dimana kadar amilosa pada TPM tiga siklus otoklaf masih relatif tinggi tetapi tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Pembentukan pati resisten oleh proses pemanasan dan pendinginan dipengaruhi oleh proses kristalisasi amilosa. Jika kadar amilosa yang tersedia mengalami perubahan, maka kadar pati resisten yang terbentuk juga akan mengalami perubahan. Penambahan jumlah pengulangan siklus pemanasan otoklaf memiliki pengaruh yang berbeda di dalam meningkatkan kadar pati resisten. Peningkatan kadar pati resisten di dalam penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Hickman et al. (29), dimana perlakuan otoklaf tiga kali pada tepung jagung dan gandum memberikan dampak peningkatan pati resisten dari 11% menjadi 13.3% untuk tepung jagung sedangkan pada tepung gandum peningkatan yang terjadi hanya dari 9.1% menjadi 1.9%. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5), menunjukkan bahwa pemanasan otoklaf berulang memberikan peningkatan kadar pati resisten pada TPM yang berbeda nyata dengan kadar pati resisten kontrol (Lampiran 25) Kadar Pati Pati merupakan komponen utama dari tepung pisang yang belum matang ( %) (Pacheco-Delahaye et al. 28). Kadar pati tepung pisang modifikasi setelah pemanasan berulang (satu sampai dengan tiga kali) berkisar pada % (bk) (Gambar 16), dimana berdasarkan hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5) kadar pati tepung pisang setelah perlakuan satu, dua dan tiga kali siklus pemanasan tidak tidak berbeda nyata dengan kontrol (7.93% bk) (Lampiran 26). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan kadar pati dari pati garut termodifikasi dimana pemanasan otoklaf dan pendinginan yang diulang sebanyak tiga hingga lima siklus tidak mempengaruhi kadar pati (Pratiwi 28).

18 63 Kadar pati (%bk) a a a a kontrol 1 kali siklus 2 kali siklus 3 kali siklus Gambar 16 Pengaruh siklus pemanasan berulang terhadap kadar pati tepung pisang Pengukuran kadar pati dilakukan dengan menggunakan metode hidrolisis oleh asam kuat. Asam kuat akan menghidrolisis seluruh pati (struktur yang kompleks) termasuk pati resisten menjadi bentuk gula pereduksi. Kadar pati dihitung melalui konversi jumlah gula. Irisan pisang yang diberi perlakuan otoklaf dan pendinginan (suhu 4ºC, selama 24 jam) satu hingga tiga siklus menghasilkan tepung pisang yang tidak mengalami perubahan kadar patinya (pati tidak mengalami penguraian). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terukurnya pati resisten sebagai bagian dari pati selain amilosa dan amilopektin. Peningkatan kadar pati resisten (Gambar 15) dan amilosa (Gambar 17) menyebabkan kadar pati yang terukur tidak mengalami perubahan. Selain amilosa dan amilopektin, pati modifikasi (pati resisten) juga termasuk komponen pati (Pratiwi 28) Kadar Amilosa Kadar amilosa dari tepung pisang modifikasi hasil pemanasan otoklaf berulang berkisar antara % (bk) (Gambar 17). Perlakuan pemanasan berulang satu hingga tiga siklus menghasilkan tepung pisang dengan kadar amilosa yang lebih tinggi atau cenderung konstan jika dibandingkan kadar amilosa kontrol (36% bk). Berdasarkan hasil analisis ragam dan hasil uji lanjut Duncan (a=.5), terjadi peningkatan kadar amilosa tepung pisang modifikasi

19 64 hasil siklus pemanasan berulang yang berbeda nyata dengan kadar amilosa tepung pisang kontrol (Lampiran 27). Kadar amilosa (%bk) a b b ab kontrol 1 kali siklus 2 kali siklus 3 kali siklus Gambar 17 Pengaruh siklus pemanasan berulang terhadap kadar amilosa tepung pisang Peningkatan kadar amilosa pada tepung pisang modifikasi hasil pemanasan otoklaf berulang merupakan indikasi terjadi pemutusan sebagian dari ikatan cabang amilopektin. Perolehan kadar amilosa yang lebih tinggi pada pati pisang yang diberi perlakuan otoklaf dibandingkan yang tidak diberi perlakuan mengindikasikan terjadinya debranching sebagian pada amilopektin (Aparicio- Saguilan et al. 25). Kadar amilosa yang meningkat pada tepung pisang modifikasi menunjukkan bahwa tepung pisang modifikasi memiliki potensi yang baik sebagai prebiotik. Pati yang kaya amilosa setelah mengalami proses gelatinisasi dan retrogradasi berpotensi menghasilkan pati resisten, dimana pati resisten tersebut apabila dapat melewati usus halus akan menjadi substrat untuk mendukung pertumbuhan probiotik (Sajilata et al. 26) Daya Cerna Pati In Vitro Tepung pisang yang diberi pemanasan otoklaf satu kali, dua kali dan tiga kali memiliki daya cerna pati in vitro masing-masing adalah 44.94% (bk), 41.35% (bk) dan 52.6 % (bk) (Gambar 18). Hasil analisis ragam dan uji lanjut

20 65 Duncan (a=.5) menunjukkan bahwa daya cerna pati in vitro tepung pisang hasil otoklaf tiga kali siklus berbeda nyata dengan tepung pisang kontrol, sedangkan tepung pisang hasil otoklaf satu dan dua siklus tidak berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 28). daya cerna pati in vitro (%bk) a a a b kontrol 1 kali siklus 2 kali siklus 3 kali siklus Gambar 18 Pengaruh siklus pemanasan berulang terhadap daya cerna pati tepung pisang Peningkatan nilai daya cerna pati in vitro pada tepung pisang modifikasi tiga siklus otoklaf kemungkinan disebabkan oleh adanya penguraian sebagian dari oligosakarida dan karbohidrat sederhana lain selain pati resisten yang terdapat di dalam tepung pisang akibat proses otoklaf berulang sehingga terukur sebagai karbohidrat yang dapat dicerna. Selain itu, peningkatan daya cerna pati in vitro pada tepung pisang modifikasi (TPM) hasil tiga siklus otoklaf juga berhubungan dengan terjadinya penurunan kadar pati resisten pada TPM tersebut (Gambar 15). Daya cerna pati digunakan sebagai parameter awal untuk mengindikasikan terjadinya peningkatan kadar pati resisten TPM, karena TPM dengan daya cerna yang lebih rendah kemungkinan memiliki kandungan pati resisten yang lebih besar. Peningkatan kadar pati resisten dapat menurunkan daya cerna pati in vitro karena pati resisten dapat terukur sebagai serat pangan yang tidak larut (Ranhotra et al. 1991).

21 Kadar Serat Pangan Total Serat pangan dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu serat larut dan serat tidak larut. Kadar serat pangan total adalah jumlah dari serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Pemanasan otoklaf berulang satu, dua dan tiga siklus menghasilkan kadar serat pangan total 7.61% (bk), 8.2% (bk) dan 8.17% (bk) (Gambar 19). Berdasarkan hasil analisis analisis ragam dan uji lanjut Duncan (a=.5), kadar serat pangan total kontrol (7.36%) berbeda nyata dengan serat pangan total pada tepung pisang modifikasi hasil pemanasan otoklaf satu, dua dan tiga siklus (Lampiran 29). Seratpangan total (%bk) a b c c kontrol 1 kali siklus 2 kali siklus 3 kali siklus Gambar 19 Pengaruh siklus pemanasan berulang terhadap kadar serat pangan total tepung pisang Pemanasan otoklaf berulang dapat meningkatkan kadar serat pangan total dari tepung pisang modifikasi (TPM) yang dihasilkan (Gambar 19). Peningkatan kadar serat pangan total pada tepung pisang modifikasi (TPM) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar pati resisten yang terukur sebagai serat pangan tidak larut. Hasil serupa juga ditemukan pada pati garut yang dimodifikasi dengan pemanasan otoklaf dimana kadar serat pangan meningkat setelah pemanasan akibat terbentuknya pati resisten (Sugiyono et al. 29). Pemanasan otoklaf tiga siklus tidak lagi menghasilkan peningkatan kadar serat pangan total (tidak berbeda nyata dengan TPM hasil dua siklus otoklaf) pada tepung pisang. Hasil ini sesuai dengan kadar pati resisten TPM tiga siklus otoklaf

22 67 yang mengalami penurunan (Gambar 15), sedangkan daya cernanya mengalami peningkatan (Gambar 18) Viabilitas Bakteri Asam Laktat Pada Tepung Pisang Modifikasi Beberapa penelitian in vivo yang dilakukan pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa pati resisten memiliki potensi sebagai prebiotik yang mendukung pertumbuhan probiotik. Kultur bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAL kandidat probiotik yaitu Lactobacillus acidophillus, Lactobacillus plantarum sa28k dan Lactobacillus fermentum 2B4. Pengujian ini menggunakan media m-mrsb sebagai kontrol untuk melihat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai oleh bakteri asam laktat kandidat probiotik yang diujikan di dalam uji ini. Sel hidup dihitung setelah waktu inkubasi 24 jam. Jumlah kultur awal yang diinokulasikan dalam uji viabilitas adalah 6.3 log cfu/ml (L. acidophillus), 6.18 log cfu/ml (L. plantarum sa28k) dan 6.48 log cfu/ml (L. fermentum 2B4). Tepung pisang modifikasi (TPM) yang digunakan adalah tepung pisang hasil kombinasi fermentasi 24 jam dengan satu siklus otoklaf (TPM FO ) dan tepung pisang hasil satu siklus otoklaf tanpa fermentasi (TPM O ) yang kedua TPM tersebut sudah dihilangkan kandungan gula-gula sederhananya Lactobacillus acidophillus sp. Pertumbuhan L. acidophillus sp. pada media air+tpm FO adalah sebanyak 1.41 log cfu/ml sedangkan pada media air+tpm O sebanyak 1.4 log cfu/ml (Gambar 2). Media air digunakan untuk dapat mengamati pengaruh TPM secara khusus dalam membantu meningkatkan pertumbuhan L. acidophillus sp., sehingga dapat menunjukkan sifat prebiotik suatu bahan yang ditambahkan ke dalam media karena hanya bahan tersebut yang dapat digunakan sebagai sumber karbon (nutrisi).

23 Log cfu/ml m-mrsb m-mrsb+tpmo m-mrsb+tpmf Air+TPM Air+TPMF Gambar 2 Viabilitas L. acidophillus sp.pada beberapa media TPM Peningkatan pertumbuhan L. acidophillus sp. pada media m- MRSB+TPM FO cukup baik yaitu sebanyak 2.51 log cfu/ml dan pada media m- MRSB+TPM O yaitu sebanyak 2.34 log cfu/ml. Akan tetapi, jika kita mengamati selisih pertumbuhan L. acidophillus sp. antara media m-mrsb sebagai media kontrol dengan media m-mrsb+tpm sebagai media pertumbuhan, peningkatan pertumbuhan yang terjadi relatif kecil yaitu antara log cfu/ml (Gambar 2) Lactobacillus plantarum sa28k Uji viabilitas Lactobacillus plantarum sa28k menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan pada media air+tpm FO adalah sebanyak.54 log cfu/ml dan pada media air+tpm O adalah sebanyak 1.14 log cfu/ml (Gambar 21). Berdasarkan jumlah peningkatan pertumbuhan L. plantarum sa28k pada media air yang ditambahkan TPM, dapat disimpulkan bahwa TPM O lebih membantu pertumbuhan dari L. plantarum sa28k dibandingkan TPM FO. Respon pertumbuhan pada media air+tpm FO yang berbeda antara L. acidophillus (1.41 log cfu/ml) dengan L. plantarum sa28k (.54 log cfu/ml) menunjukkan bahwa setiap strain memiliki skor aktivitas prebiotik yang berbeda. Interaksi prebiotik dengan probiotik sangat tergantung pada strain bakteri (bersifat spesifik), bukan hanya berdasarkan pada spesies (Artanti 29).

24 Log cfu/ml m-mrsb m-mrsb+tpmo m-mrsb+tpmf Air+TPM Air+TPMF Gambar 21 Viabilitas L. plantarum sa28k pada beberapa media TPM Pertumbuhan L. plantarum sa28k pada media m-mrsb+tpm FO sangat baik yaitu sebesar 2.63 log cfu/ml, sangat berbeda dengan pertumbuhannya pada media air+tpm FO yang hanya mengalami peningkatan.54 log cfu/ml. Perbedaan ini menunjukkan bahwa L. plantarum sa28k sangat membutuhkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Media m-mrsb merupakan media bebas gula (sumber karbon) yang masih mengandung pepton dan ekstrak khamir (sumber nitrogen) serta mineral. Pertumbuhan L. plantarum sa28k pada media m-mrsb+tpm O adalah sebanyak 2.57 log cfu/ml. Selisih peningkatan pertumbuhan yang terjadi antara media m-mrsb sebagai media kontrol dengan media m-mrsb+tpm sebagai media pertumbuhan adalah antara log cfu/ml (Gambar 21) Lactobacillus fermentum 2B4 Peningkatan pertumbuhan L. fermentum 2B4 pada media air+tpm FO adalah sebanyak 1.63 log cfu/ml, sedangkan pada media air+tpm O adalah sebanyak 1.8 log cfu/ml (Gambar 22). Pertumbuhan L. fermentum 2B4 ( log cfu/ml) pada media air+tpm jika dibandingkan dengan pertumbuhan L acidophillus sp. ( log cfu/ml) dan L. plantarum sa28k ( log cfu/ml) relatif lebih tinggi. Perbedaan jumlah peningkatan pertumbuhan pada media air+tpm juga menunjukkan perbedaan kemampuan suatu BAL probiotik dalam memanfaatkan sumber nutrisi (fermentasi prebiotik) yang ada pada media pertumbuhannya.

25 Log cfu/ml m-mrsb m-mrsb+tpmo m-mrsb+tpmf Air+TPM Air+TPMF Gambar 22 Viabilitas L. fermentum 2B4 pada beberapa media TPM Uji viabilitas L. fermentum 2B4 menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan L. fermentum 2B4 pada media m-mrsb+tpm FO adalah sebanyak 2.52 log cfu/ml, sedangkan pada media air+tpm O adalah sebanyak 2.29 log cfu/ml. Selisih pertumbuhan L. fermentum 2B4 antara media m-mrsb sebagai media kontrol dengan media m-mrsb+tpm sebagai media pertumbuhan adalah antara log cfu/ml (Gambar 22). Hasil uji viabilitas terhadap ketiga BAL kandidat probiotik yaitu Lactobacillus acidophillus sp., L. plantarum sa28k dan L. fermentum 2B4 yang ditumbuhkan pada media TPM bebas gula menunjukkan hasil bahwa TPM hasil otoklaf baik dengan dikombinasi fermentasi (TPM FO ) maupun tanpa fermentasi (TPM O ) memiliki potensi dalam membantu meningkatkan pertumbuhan probiotik. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis kadar amilosa pada (TPM O ) dan (TPM FO ) dimana keduanya memiliki kadar amilosa dan kadar pati resisten yang relatif tinggi (Gambar 1 dan Gambar 12). Topping et al. (1997) melaporkan bahwa pati resisten dari pati dengan kadar amilosa tinggi memiliki granula-granula pati yang membentuk suatu pola permukaan bagi probiotik untuk melekat pada usus bagian atas, sehingga dapat meningkatkan viabilitas probiotik. TPM sebagai sumber nutrisi masih mengandung banyak karbohidrat dari pati yang bersifat tidak resisten, sehingga menyebabkan lebih mudah untuk dicerna dan dimetabolisme oleh probiotik. Pengujian viabilitas probiotik pada TPM masih perlu dikonfirmasi dengan hanya menggunakan pati resistennya saja, bukan dalam bentuk tepung (TPM).

Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional

Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II TAHUN 2009 Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) MELALUI PROSES FERMENTASI SPONTAN DAN PEMANASAN OTOKLAF UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATI RESISTEN FATIMAH ABDILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) MELALUI PROSES FERMENTASI SPONTAN DAN PEMANASAN OTOKLAF UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATI RESISTEN FATIMAH ABDILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dewasa ini telah memandang pentingnya menjaga kesehatan sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang baik tetapi juga yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau makanan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

1 Kontrol (S0K) 50, , , ,285 93, , Inokulum (S1I) 21, , , , ,752 2.

1 Kontrol (S0K) 50, , , ,285 93, , Inokulum (S1I) 21, , , , ,752 2. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Asam Lemak Bebas Rantai Pendek 3.1.1. Profil Asam Lemak Rantai Pendek (Short-Chain Fatty Acid/SCFA) Tabel 2. Profil analisis kandungan asam lemak rantai pendek/short chain

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan

8. PEMBAHASAN UMUM Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan 99 8. PEMBAHASAN UMUM Telah dilakukan upaya untuk meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang yaitu dengan meningkatkan kandungan pati resisten (RS) tepung pisang melalui kombinasi fermentasi spontan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. EKSTRAKSI PATI GARUT (Marantha arundinacea L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. EKSTRAKSI PATI GARUT (Marantha arundinacea L.) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI PATI GARUT (Marantha arundinacea L.) Umbi garut yang digunakan dalam penelitian ini berumur sekitar 10 bulan ketika dipanen. Kandungan pati maksimum adalah pada saat

Lebih terperinci

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) MELALUI PROSES FERMENTASI SPONTAN DAN PEMANASAN OTOKLAF UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATI RESISTEN FATIMAH ABDILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ungu Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna ungu pekat. Ubi jalar ungu menjadi sumber vitamin C dan betakaroten (provitamin A) yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang 19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Tanaman pisang berbunga pada saat berumur 9-12 bulan setelah tanam. Pemotongan tandan dilakukan pada umur 80-110 hari setelah berbunga dan biasanya pada umur 110 hari

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Menurut data yang dikeluarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan nonmakanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini dan baik untuk kesehatan usus adalah produk sinbiotik. Produk sinbiotik merupakan produk yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah salah satu jenis sereal yang dikonsumsi hampir satu setengah populasi manusia dan kira-kira 95% diproduksi di Asia (Bhattacharjee, dkk., 2002). Terdapat beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words : banana flour, lactic acid bacteria, autoclaving, resistant starch

ABSTRACT. Key words : banana flour, lactic acid bacteria, autoclaving, resistant starch PATI RESISTEN DAN SIFAT FUNGSIONAL TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) YANG DIMODIFIKASI MELALUI FERMENTASI BAKTERI ASAM LAKTAT DAN PEMANASAN OTOKLAF RESKI PRAJA PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung,

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung, 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbohidrat merupakan senyawa organik yang jumlahnya paling banyak dan bervariasi dibandingkan dengan senyawa organik lainnya yang terdapat di alam. Sumber utama karbohidrat,

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar untuk dikembangkan secara komersial. Data statistik menunjukkan bahwa perkembangan produksi jagung

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira

BABI PENDAHULUAN. dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira BAB PENDAHULUAN ' I BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nira siwalan (Borassus jlabell~fer) merupakan carran yang diperoleh dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanas merupakan buah tropis yang banyak dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) dalam Lathiifah dkk. (2014), produksi nanas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoghurt adalah poduk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Strepcoccus thermophilus, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kurva Pertumbuhan E. faecium IS-27526 Pertumbuhan E. faecium IS-27526 dilakukan dengan dua macam pengukuran, yaitu metode turbidimetri dengan spektrofotometer serta metode hitungan

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Bahan dan Alat

METODOLOGI Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Bahan dan Alat 29 METODOLOGI Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 hingga Maret 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan siap santap berupa makanan cair atau berupa bubur instan merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat sekarang. Saat ini produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan minuman terhadap kesehatan, sehingga memicu berkembangnya produk-produk pangan yang memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enzim amilase termasuk dalam enzim amilolitik yaitu enzim yang dapat mengurai pati menjadi molekul-molekul penyusunnya. Amilase merupakan salah satu enzim yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi buah tropis di Indonesia cukup beragam, salah satu buah yang dibudidayakan adalah buah nanas yang cukup banyak terdapat di daerah Lampung, Subang, Bogor,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Penelitian Pendahuluan, (2) Penelitian Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman.

TINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman. 26 TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta) Ubi kayu (Manihot esculenta) tumbuh dengan sangat baik di daerah-daerah dengan suhu antara 25 o C-29 o C dengan ketinggian daerah sekitar 1.500 m. dpl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β-(2 1)-Dfruktosil-fruktosa

BAB I PENDAHULUAN. glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β-(2 1)-Dfruktosil-fruktosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inulin merupakan polimer unit-unit fruktosa dengan gugus terminal glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β-(2 1)-Dfruktosil-fruktosa (Roberfroid,

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki konsumsi yang besar terhadap produk tepung terigu baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu nasional masih belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah pengembangan santan menjadi minuman susu kelapa. Santan kelapa sebagai bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lahan pertanian mengakibatkan impor beras semakin tinggi, atau bahkan krisis

I. PENDAHULUAN. lahan pertanian mengakibatkan impor beras semakin tinggi, atau bahkan krisis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan yang semakin meningkat dan menyempitnya lahan pertanian mengakibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

APLIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT UNTUK MEMODIFIKASI TEPUNG SINGKONG SECARA FERMENTASI

APLIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT UNTUK MEMODIFIKASI TEPUNG SINGKONG SECARA FERMENTASI Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 9 No. 1 Juni 2015 : 1-8 ISSN No.2085-580X APLIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT UNTUK MEMODIFIKASI TEPUNG SINGKONG SECARA FERMENTASI LACTIC ACID BACTERIA FERMENTATION IN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

ANALISA ph OPTIMUM UNTUK PERKEMBANGBIAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DALAM PROSES FERMENTASI GLUKOSA PADA SOYGURT

ANALISA ph OPTIMUM UNTUK PERKEMBANGBIAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DALAM PROSES FERMENTASI GLUKOSA PADA SOYGURT Laporan Tugas Akhir ANALISA ph OPTIMUM UNTUK PERKEMBANGBIAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DALAM PROSES FERMENTASI GLUKOSA PADA SOYGURT (Analysis Of Optimum ph For Lactobacillus bulgaricus Growth In Glucose

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia,

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia, terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari segala ciptaannya. Sekecilkecilnya makhluk ciptaannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN III.METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Enterococcus faecium IS-27526 (Genebank accession no. EF068251) dan Lactobacillus plantarum

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iles dan merupakan tanaman lokal Indonesia yang banyak tumbuh di hutan. Porang

BAB I PENDAHULUAN. iles dan merupakan tanaman lokal Indonesia yang banyak tumbuh di hutan. Porang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Porang (Amorphophallus oncophyllus) termasuk salah satu jenis tanaman iles iles dan merupakan tanaman lokal Indonesia yang banyak tumbuh di hutan. Porang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan mendorong pengembangan probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

dan sifat-sifat yang khas. Identifikasi L. plantarum dilakukan untuk memastikan

dan sifat-sifat yang khas. Identifikasi L. plantarum dilakukan untuk memastikan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbanyakan Isolat Lactobacillus plantarum Mikroorganisme yang ada di alam memiliki karakteristik morfologi, struktur, dan sifat-sifat yang khas. Identifikasi L. plantarum dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Definisi karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 200; FAO/WHO, 2002;

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO

PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO Dosen: Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Msi dan Ir. Sutrisno Koswara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pati merupakan polimer glukosa yang banyak ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang disebut granula. Granula

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang salah satunya disebabkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. meliputi hasil analisis dan pembahasan akan dijelaskan di bawah ini.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. meliputi hasil analisis dan pembahasan akan dijelaskan di bawah ini. 53 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dan penelitian utama pada pembuatan tepung ubi jalar fermentasi dan aplikasinya dalam pembuatan biskuit yang telah dilakukan meliputi hasil analisis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci