BAB 3 METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 23 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Eksperimental Laboratorium dengan rancangan penelitian Post Test Control Group Design yaitu melakukan pengukuran atau observasi sesudah perlakuan diberikan. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Pembuatan ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU. Pengambilan sampel, penanaman dan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK USU Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah ± 3 bulan yaitu Maret Mei Populasi, Sampel dan Besar Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah jamur Candida albicans Sampel Sampel yang digunakan adalah biakan Candida albicans (ATCC ) yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi FK USU Besar Sampel Dalam menghitung besar sampel penelitian eksperimental digunakan rumus Federer. Rumus besar sampel Federer yaitu: (t 1) (r 1) 15

2 24 Keterangan : t : Jumlah perlakuan r : Jumlah sampel dalam setiap kelompok Penelitian ini menggunakan 2 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas: 1. Kelompok I : Ekstrak kayu siwak a. Perlakuan 1 : Ekstrak kayu siwak 50% b. Perlakuan 2 : Ekstrak kayu siwak 25% c. Perlakuan 3 : Ekstrak kayu siwak 12,5% d. Perlakuan 4 : Ekstrak kayu siwak 6,25% 2. Kelompok II: Ekstrak temulawak a. Perlakuan 1 : Ekstrak temulawak 50% b. Perlakuan 2 : Ekstrak temulawak 25% c. Perlakuan 3 : Ekstrak temulawak 12,5% d. Perlakuan 4 : Ekstrak temulawak 6,25% Jadi perlakuannya (t) adalah : 8 (8-1). (r - 1) (r - 1) 15 7r r 22 r 22/7 r 3,14 r 4 Jumlah perlakuan ulang sampel r minimum yang diperlukan adalah 4, artinya pada kelompok ekstrak kayu siwak dan kelompok ekstrak temulawak dilakukan masingmasing 4 kali pengulangan setiap perlakuan.

3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi 1. Kayu siwak yang memiliki kriteria : a. Kayu siwak yang berwarna cokelat muda 2. Rimpang temulawak yang memiliki kriteria : a. Rimpang temulawak yang segar b. Rimpang temulawak berwarna jingga tua 3. Sampel Candida albicans ATCC yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU Medan Kriteria Eksklusi 1. Kayu siwak yang memiliki kriteria : a. Kayu siwak yang sudah busuk b. Kayu siwak berwarna cokelat gelap 2. Rimpang temulawak yang memiliki kriteria : a. Rimpang temulawak yang berwarna gelap b. Rimpang temulawak yang keriput

4 Variabel Penelitian Variabel tidak terkendali : Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal kayu siwak Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal temulawak Variabel bebas : Ekstrak kayu siwak konsentrasi 50%; 25%; 12,5%; 6,25% Ekstrak temulawak konsentrasi 50%; 25%; 12,5%; 6,25% Variabel tergantung : Pengukuran zona hambat pada uji sensitivitas jamur Candida albicans Variabel terkendali : Media pertumbuhan Candida albicans yaitu Mueller Hinton Agar (MHA) Suhu inkubasi (37ºC) Waktu inkubasi (24 jam-48 jam) Alat pengukur zona hambat (kaliper geser) Sterilisasi alat, bahan coba dan media Waktu pengamatan Asal kayu siwak dan temulawak (geografis) Lamanya penyimpanan kayu siwak setelah diproduksi Lamanya penyimpanan temulawak setelah dipetik

5 Variabel bebas a. Ekstrak kayu siwak konsentrasi 50%; 25%; 12,5%; 6,25% b. Ekstrak temulawak konsentrasi 50%; 25%; 12,5%; 6,25% Variabel tergantung Pengukuran zona hambat pada uji sensitivitas jamur Candida albicans Variabel terkendali Media untuk menumbuhkan Candida albicans yaitu Mueller Hinton Agar (MHA) Suhu inkubasi (37ºC) Waktu inkubasi yaitu jam Alat pengukur zona hambat (kaliper geser) Sterilisasi alat yang digunakan, bahan coba dan media Waktu pengamatan Asal kayu siwak dan temulawak (geografis) Lamanya penyimpanan kayu siwak setelah diproduksi Lamanya penyimpanan temulawak setelah dipetik Variabel tidak terkendali Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal kayu siwak Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal temulawak

6 Definisi Operational a. Ekstrak kayu siwak adalah sediaan pekat/kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari kayu siwak menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang diperoleh memenuhi standar baku yang telah ditetapkan b. Ekstrak temulawak adalah sediaan pekat/kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari rimpang temulawak menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang diperoleh memenuhi standar baku yang telah ditetapkan c. Ekstrak kayu siwak 50% dan ekstrak temulawak 50% adalah hasil pelarutan ekstrak kayu siwak dan temulawak masing-masing 500 mg dalam aquabidest untuk ekstrak kayu siwak dan DMSO untuk ekstrak temulawak sebanyak 1 ml d. Ekstrak kayu siwak 25% dan ekstrak temulawak 25% adalah hasil pelarutan ekstrak kayu siwak dan temulawak masing-masing 250 mg dalam aquabidest untuk ekstrak kayu siwak dan DMSO untuk ekstrak temulawak sebanyak 1 ml e. Ekstrak kayu siwak 12,5% dan ekstrak temulawak 12,5% adalah hasil pelarutan ekstrak kayu siwak dan temulawak masing-masing 125 mg dalam aquabidest untuk ekstrak kayu siwak dan DMSO untuk ekstrak temulawak sebanyak 1 ml f. Ekstrak kayu siwak 6,25% dan ekstrak temulawak 6,25% adalah hasil pelarutan ekstrak kayu siwak dan temulawak masing-masing 62,5 mg dalam aquabidest untuk ekstrak kayu siwak dan DMSO untuk ekstrak temulawak sebanyak 1 ml g. Candida albicans adalah salah satu jenis jamur yang berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya berwarna putih dengan permukaan yang halus dan disebut sebagai jamur dimorfik h. Mueller Hinton Agar (MHA) merupakan media yang dipakai untuk melihat daya hambat suatu bakteri atau jamur terhadap bahan coba

7 29 i. Tipe Candida albicans ATCC adalah produk yang dihasilkan oleh American Type Culture Collection, dimana produk ini ditujukan hanya untuk penelitian, bukan untuk tujuan diagnostik ataupun terapeutik j. Zona hambat adalah daerah bebas koloni (zona bening) yang diukur dengan menggunakan kaliper dengan menghitung diameter vertikal dan diameter horizontal. 3.7 Alat dan bahan penelitian Alat penelitian Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Timbangan b. Timbangan analitik c. Kertas perkamen 3 kajang d. Blender e. Kapas dan kertas saring f. Aluminium foil 1 gulungan g. Perkolator h. Erlenmeyer i. Vaccum rotavapor j. Vortex k. Inkubator l. Pipet mikro, ose dan spiritus m. Piring petri Bahan penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah : Batang siwak 500 gram Rimpang temulawak 500 mg Etanol 96% dan Etanol 70% 6 liter Media Mueller Hinton Agar (MHA)

8 30 Candida albicans ATCC (Laboratarium Mikrobiologi FK USU Medan), NaCl 0,9 3.8 Prosedur Penelitian Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Kayu Siwak a. Pembuatan Simplisia Siwak (Salvadora persica) dibuka dari kemasan dan ditimbang sebanyak 500 gram. Batang siwak kemudian dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan di dalam lemari pengering dengan suhu 40 o C selama 14 hari. Proses pengeringan dilakukan lebih lama karena kayu siwak mengandung komposisi air yang tinggi. Tanaman dikatakan sudah kering apabila batang siwak telah mudah dipatahkan. Batang siwak yang telah dikeringkan tersebut kemudian ditimbang kembali dan diperoleh 250 gram batang siwak yang telah kering. Selanjutnya siwak dihaluskan dengan blender dan didapat serat-serat halus batang siwak atau simplisia (Gambar 6). Gambar 6. Simplisia Kayu Siwak (Dokumentasi) b. Pembuatan Ekstrak Kayu Siwak Sebanyak 250 gram simplisia diletakkan ke dalam bejana tertutup dan dimaserasi dengan etanol 70% selama 15 menit dengan suhu 25 o C. Perkolator disiapkan dengan cara meletakkan kapas secukupnya yang telah dibasahi dengan etanol pada bagian dasar wadah perkolator, kemudian di atas kapas tersebut diletakkan kertas saring

9 31 sebanyak 2 lembar. Kemudian massa simplisia yang telah direndam tersebut dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dimulai dari bagian tengah hingga ke tepi perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan. Kemudian etanol 70% dituangkan ke dalam perkolator dan massa disaring dengan lapisan kertas saring sampai cairan tersebut mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyaring untuk mengetahui apakah perkolator sudah berfungsi dengan baik. Kemudian perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24 jam (Gambar 7). Gambar 7. Proses Perkolasi (Dokumentasi) Setelah 24 jam, perkolator dibuka kembali dan cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit atu 20 tetes per menit. Tambahkan berulang-ulang etanol 70% secukupnya sehingga selalu terdapat cairan diatas simplisia dan diperoleh ekstrak cair. Setelah proses perkolasi selesai, dilakukan proses rotavaporasi yang bertujuan untuk menguapkan etanol yang terdapat pada larutan. Ambil panci dan masukkan hasil perkolasi kedalam panci tersebut (Gambar 8A). Kemudian diaduk sampai mengental. Setelah mengental dan volumenya sudah berkurang, pindahkan larutan ke

10 32 cawan yang lebih kecil agar lebih mudah diaduk. Cawan dipanaskan diatas beaker glass yang berisi air (Gambar 8B). Setelah menjadi ekstrak kental hentikan proses rotavaporasi dan dimasukkan ke dalam botol plastik, lalu disimpan di tempat sejuk. A B Gambar 8. (A) Proses Rotavaporasi (Dokumentasi) (B) Ekstrak Kental (Dokumentasi) Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Temulawak a. Pembuatan Simplisia Rimpang temulawak sebanyak 500 gr dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian rimpang temulawak diiris tipis-tipis lalu dimasukkan ke dalam lemari pengering dengan suhu 40 o C selama 10 hari. Rimpang temulawak sudah dikatakan kering jika rimpang tersebut mudah dipatahkan. Rimpang temulawak yang telah dikeringkan tersebut kemudian ditimbang kembali dan diperoleh 250 gram rimpang temulawak yang telah kering. Selanjutnya rimpang temulawak dihaluskan dengan blender dan didapat serat-serat halus dari rimpang temulawak atau simplisia (Gambar 9).

11 33 Gambar 9. Simplisia Temulawak (Dokumentasi) b. Pembuatan Ekstrak Temulawak Sebanyak 250 gram simplisia diletakkan ke dalam bejana tertutup dan dimaserasi dengan etanol 96% selama 15 menit dengan suhu 25 o C. Perkolator disiapkan dengan cara meletakkan kapas secukupnya yang telah dibasahi dengan etanol pada bagian dasar wadah perkolator, kemudian di atas kapas tersebut diletakkan kertas saring sebanyak 2 lembar. Kemudian massa simplisia yang telah direndam tersebut dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dimulai dari bagian tengah hingga ke tepi perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan. Kemudian etanol 96% dituangkan ke dalam perkolator dan massa disaring dengan lapisan kertas saring sampai cairan tersebut mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyaring untuk mengetahui apakah perkolator sudah berfungsi dengan baik. Kemudian perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24 jam (Gambar 7). Setelah 24 jam, perkolator dibuka kembali dan cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit atu 20 tetes per menit. Tambahkan berulang-ulang etanol 96% secukupnya sehingga selalu terdapat cairan diatas simplisia dan diperoleh ekstrak cair. Setelah proses perkolasi selesai, dilakukan proses rotavaporasi yang bertujuan untuk menguapkan etanol yang terdapat pada larutan. Ambil panci dan masukkan hasil perkolasi kedalam panci tersebut (Gambar 8A). Kemudian diaduk sampai

12 34 mengental. Setelah mengental dan volumenya sudah berkurang, pindahkan larutan ke cawan yang lebih kecil agar lebih mudah diaduk (Gambar 8B). Cawan dipanaskan diatas beaker glass yang berisi air. Setelah menjadi ekstrak kental hentikan proses rotavaporasi dan dimasukkan ke dalam botol plastik, lalu disimpan di tempat sejuk Pembuatan Suspensi Candida albicans (ATCC ) Candida albicans (ATCC ) (Gambar 10A) diambil menggunakan 1-2 ose lalu diencerkan dengan NaCl 0,9% steril dan disesuaikan kekeruhannya dengan standar larutan Mc Farland 0,5 (Gambar 10B). A B Gambar 10. (A) Candida Albicans ATCC (Dokumentasi) (B) Suspensi Candida albicans dengan standar 0,5 Mc Farland (Dokumentasi) Pengujian Ekstrak Kayu Siwak dan Ekstrak Temulawak pada Candida albicans ATCC Untuk mendapatkan konsentrasi masing-masing ekstrak (kayu siwak dan temulawak) sebanyak 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%, masing-masing dilarutkan dalam aquabides untuk ekstrak kayu siwak dan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk ekstrak temulawak. Ekstrak yang telah dilarutkan sesuai konsentrasi, kemudian dimasukkan kedalam botol yang telah steril dan masing-masing divortex hingga homogen (Gambar 11).

13 35 A B Gambar 11. (A) Ekstrak kayu siwak yang telah diencerkan ke berbagai konsentrasi (Dokumentasi) (B) Ekstrak temulawak yang telah diencerkan ke berbagai konsentrasi (Dokumentasi) 2. Sediakan 32 Disk steril dan teteskan dengan ekstrak kayu siwak dan temulawak dengan konsentrasi masing-masing 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%. 3. Sediakan 8 Cawan Petri yang berisi MHA, kemudian ambil biakan Candida albicans dengan menggunakan ose masukkan ke media lalu distreak/gores dan disk yang telah ditetesi dengan ekstrak kayu siwak dan ekstrak temu lawak dengan konsentrasi masing-masing 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%, diletakkan ke media MHA di Cawan Petri dengan pinset dengan cara menekankan sedikit ke media MHA. Inkubasi pada temperature 37 0 selama 24 jam. Setelah 24 jam dapat diamati hasil kultur.

14 36 A Gambar 12. (A) Uji ekstrak kayu siwak terhadap Candida albicans (Dokumentasi) (B) Uji ekstrak temulawak terhadap Candida albicans (Dokumentasi) B 4. Amati zona hambat yang terjadi disekitar masing-masing disk. Kemudian dilakukan pengukuran diameter yang bebas koloni (zona bening) dengan menggunakan kaliper geser. 5. Zona hambat yang terbentuk diukur sebanyak dua kali yaitu pengukuran secara diameter vertikal dan diameter horizontal. Kemudian hasilnya ditambahkan dan dibagi dua. Catat hasilnya. = Diameter vertikal 6. = Diameter horizontal = Disk = Zona hambat Diameter Zona hambat = Diameter horizontal + Diameter vertikal Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini diproses dan diolah secara komputerisasi. Adapun uji statistik yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan nilai zona hambat dari pengulangan perlakuan adalah uji Deskriptif

15 37 yaitu mean dan standar deviasi. Sedangkan untuk mencari perbedaan yang signifikan antara zona hambat dari ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak terhadap jamur Candida albicans ATCC digunakan Uji statistik T-Test Independent

16 38 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan Candida albicans (ATCC ). Adapun jumlah sampel pada penelitian ini yaitu satu biakan Candida albicans. Sampel Candida albicans (ATCC ) diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU Medan. Setelah proses ekstraksi didapat masing-masing ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak dengan konsentrasi 100%, dan dilakukan pengenceran sesuai kebiasaan di laboratorium yaitu memakai aquabidest untuk ekstrak kayu siwak dan larutan DMSO (Dimethyl Sufoxide) untuk ekstrak temulawak sehingga pada setiap botol plastik diperoleh masing-masing ekstrak dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%. Setelah itu dimasukkan 4 disk kosong pada masing-masing tabung dan dibiarkan selama 15 menit. Kemudian siapkan 4 cawan petri yang berisi media MHA untuk ekstrak kayu siwak dan 4 cawan petri yang berisi media MHA untuk ekstrak temulawak. Kemudian ambil suspensi Candida albicans dengan menggunakan kapas lidi lalu masukkan ke dalam masing-masing media MHA dengan metode streak atau gores berulang-ulang secara merata. Selanjutnya disk dari masing-masing konsentrasi dikeluarkan dan diletakkan dengan cara sedikit menekan pada cawan petri yang sudah diberi tanda konsentrasi tersebut. Setelah itu dilakukan proses inkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37 o C, lalu dilakukan pengamatan ada atau tidaknya zona bening pada semua piring petri yang berisi bahan uji. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak empat kali dan dilakukan pengukuran diameter zona hambat secara horizontal dan vertikal. Terbentuknya zona hambat di sekitar koloni jamur menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan jamur uji. Zona hambat dinyatakan dalam millimeter (mm) yang diukur dari diameter zona hambat yang terbentuk yaitu diameter horizontal ditambah diameter vertikal

17 39 kemudian dibagi dua. Semakin luas zona hambat menunjukkan semakin tinggi aktivitas antifungal kayu siwak dan temulawak. Gambar 13. Pengukuran zona hambat dengan kaliper (Dokumentasi) 4.1 Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak terhadap Pertumbuhan Candida albicans Dapat diketahui dari keempat pengulangan yang dilakukan, pada konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% masing-masing terlihat adanya zona hambat yang terbentuk (Gambar 14). Gambar 14. Hasil percobaan ekstrak kayu siwak (Dokumentasi)

18 40 Pada tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak kayu siwak konsentrasi 6,25% (8,37 ± 0,478 mm) menurut David dan Stout dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dikategorikan sedang, ekstrak kayu siwak konsentrasi 12,5% (10,37 ± 0,250 mm) dikategorikan kuat, ekstrak kayu siwak konsentrasi 25% (12,50 ± 0,707 mm) dikategorikan kuat dan ekstrak kayu siwak konsentrasi 50% (14,75 ± 0,500 mm) dikategorikan kuat. Tabel 1. Perbedaan rerata zona hambat ekstrak kayu siwak 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan Candida albicans Konsentrasi Kategori N X ± SD (mm) (%) David & Stout 6,25 4 8,37 ± 0,478 Sedang 12,5 4 10,37 ± 0,250 Kuat ,50 ± 0,707 Kuat ,75 ± 0,500 Kuat 4.2 Zona Hambat Ekstrak Temulawak terhadap Pertumbuhan Candida albicans Dapat diketahui dari keempat pengulangan yang dilakukan, pada konsentrasi 6,25% tidak terlihat adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar disk. Sedangkan pada konsentrasi 12,5%, 25% dan 50% masing-masing terlihat adanya zona hambat yang terbentuk (Gambar 15).

19 41 Gambar 15. Hasil percobaan ekstrak temulawak (Dokumentasi) Pada tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak temulawak konsentrasi 6,25% tidak memiliki zona hambat. Ekstrak temulawak konsentrasi 12,5% (5,00 ± 0,000 mm) ) menurut David dan Stout dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dikategorikan sedang, ekstrak temulawak konsentrasi 25% (8,50 ± 0,408 mm) dikategorikan sedang dan ekstrak temulawak konsentrasi 50% (11,25 ± 0,288 mm) dikategorikan kuat. Tabel 2. Perbedaan rerata zona hambat ekstrak temulawak 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan Candida albicans Konsentrasi Kategori N X ± SD (mm) (%) David & Stout 6,25 4 0,00 ± 0,000 12,5 4 5,00 ± 0,000 Sedang ,50 ± 0,408 Sedang ,25 ± 0,288 Kuat

20 Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak dan Ekstrak Temulawak terhadap Pertumbuhan Candida albicans Hasil uji T-independent pada tabel 3 untuk semua konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan rata-rata diameter zona hambat yang signifikan antara ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak, dimana ekstrak kayu siwak memiliki zona hambat yang lebih besar daripada ekstrak temulawak pada masing-masing konsentrasi. Tabel 3. Perbedaan zona hambat ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak terhadap pertumbuhan Candida albicans Konsentrasi Percobaan N X ± SD (mm) P 6,25% Ekstrak kayu siwak 4 8,37 ± 0,478 0,000* Ekstrak temulawak 4 0,00 ± 0,000 12,5% Ekstrak kayu siwak 4 10,37 ± 0,250 0,000* Ekstrak temulawak 4 5,00 ± 0,000 25% Ekstrak kayu siwak 4 12,50 ± 0,707 0,000* Ekstrak temulawak 4 8,50 ± 0,408 50% Ekstrak kayu siwak 4 14,75 ± 0,500 0,000* Ekstrak temulawak 4 11,25 ± 0,288 *Terdapat perbedaan signifikan pada p<0,05

21 43 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak memiliki zona hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans serta mengetahui perbedaan zona hambat antara ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak antara beberapa konsentrasi terhadap pertumbuhan Candida albicans. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode agar diffusion test (Kirby- Bauer) karena tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak mempunyai efek antifungal terhadap pertumbuhan Candida albicans. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan dua kelompok, dimana setiap kelompok terdiri atas empat perlakuan yaitu perlakuan 1 (ekstrak kayu siwak 50% dan ekstrak temulawak 50%), perlakuan 2 (ekstrak kayu siwak 25% dan ekstrak temulawak 25%), perlakuan 3 (ekstrak kayu siwak 12,5% dan ekstrak temulawak 12,5%), dan perlakuan 4 (ekstrak kayu siwak 6,25% dan ekstrak temulawak 6,25%). Masing-masing dari konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak empat kali dan semua pengulangan tersebut dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Prosedur penelitian yang dilakukan yaitu peneliti menyiapkan ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak kemudian dilakukan pengenceran sesuai konsentrasi yang dibutuhkan. Setelah itu peneliti memasukkan disk steril yang telah disiapkan ke dalam botol plastik masing-masing konsentrasi. Kemudian peneliti menyiapkan biakan jamur Candida albicans (ATCC ) yang selanjutnya dibuat suspensi Candida albicans (ATCC ) dengan menyesuaikan kekeruhannya sesuai standar larutan Mc Farland 0,5. Kemudian suspensi tersebut diusapkan secara merata pada 8 cawan petri berisi media MHA (4 cawan petri untuk ekstrak kayu siwak dan 4 cawan petri untuk ekstrak temulawak) dengan cara membuat streak (goresan zig-zag) berulang dalam cawan petri. Kemudian pada cawan petri diberi tanda masing-masing konsentrasi untuk setiap ekstrak. Setelah itu, disk yang sedang direndam di dalam

22 44 masing-masing konsentrasi dikeluarkan diletakkan pada cawan petri dengan sedikit ditekan, selanjutnya diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37 o C. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan zona bening yang terbentuk di sekitar disk masing-masing konsentrasi. Zona bening inilah yang disebut dengan zona hambat dan setelah itu dilakukan pengukuran secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan kaliper. Hasil penelitian menunjukkan adanya zona hambat ekstrak kayu siwak terhadap pertumbuhan Candida albicans berdasarkan uji deskriptif, ekstrak kayu siwak diperoleh rata-rata zona hambat dari masing-masing konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50% adalah 8,37 mm, 10,37 mm, 12,50 mm dan 14,75 mm. Sedangkan pada ekstrak temulawak diperoleh rata-rata zona hambat dari masing-masing konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% adalah 0, 5,00 mm, 8,50 mm dan 11,25 mm. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka zona hambat yang terbentuk akan semakin luas. Hasil uji T-Test Independent menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) yaitu p=0,000 pada masing-masing konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kayu siwak dengan masing-masing konsentrasi yang diujikan memiliki zona hambat yang lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak temulawak dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Menurut David dan Stout, diameter zona hambat dapat dikelompokkan berdasarkan kategori kuat (zona hambat mm), sedang (zona hambat 5-10 mm) dan lemah (zona hambat kurang dari 5 mm). 33 Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kayu siwak pada konsentrasi 12,5% yang memiliki zona hambat 10,37 mm sudah tergolong kuat (efektif) dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans, sedangkan pada ekstrak temulawak konsentrasi 50% yang memiliki zona hambat 11,25 mm baru tergolong kuat (efektif) dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Sedangkan ekstrak temulawak baru dapat mengimbangi ekstrak kayu siwak dilihat dari konsentrasi 6,25% ekstrak kayu siwak (zona hambat 8,37 mm) dan konsentrasi 25% ekstrak temulawak (zona hambat 8,50 mm). Adapun faktor yang mempengaruhi kemampuan dari masing-masing ekstrak

23 45 dalam mempengaruhi pertumbuhan jamur yaitu adanya senyawa aktif seperti tanin, flavonoid, alkaloid dalam ekstrak kayu siwak, sedangkan minyak atsiri, flavonoid, alkaloid terkandung dalam ekstrak temulawak. 21,30 Ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan Candida albicans karena adanya senyawa tanin, flavonoid dan alkaloid dalam kayu siwak. Sedangkan pada rimpang temulawak mengandung senyawa minyak atsiri, flavonoid dan alkaloid. Peran tanin sebagai antijamur dapat membentuk kompleks senyawa yang irreversible dengan prolin (suatu protein lengkap) dimana ikatan ini mempunyai efek penghambatan sintesis protein sehingga terjadi kerusakan dinding sel dan menyebabkan senyawa tanin masuk ke dalam sel Candida albicans dan merusak komponen yang terdapat di dalamnya. 24 Flavonoid dan alkaloid sebagai antijamur adalah memicu denaturasi protein dan dapat meningkatkan permeabilitas sel menyebabkan dinding sel mengerut dan lisis. Minyak atsiri pada rimpang temulawak dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan mikroorganisme dengan cara menghambat proses terbentuknya dinding sel, sehingga dinding sel terganggu dan dapat mengakibatkan sel jamur menjadi lisis. 10,11 Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter zona hambat ekstrak kayu siwak lebih besar dibandingkan dengan ekstrak temulawak pada seluruh konsentrasi kemungkinan disebabkan adanya perbedaan isi kandungan dari masing-masing kayu siwak dan temulawak. Penelitian Rizki Amaliah, Al Munawir dan Rosita Dewi (2013) mengemukakan adanya efek antifungal ekstrak etanol kayu siwak terhadap pertumbuhan Candida albicans pada media Saboraud Dekstrose Agar (SDA). Pada penelitian ini dilakukan pengujian ekstrak etanol siwak dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, kontrol positif (ketokonazol 2%) dan kontrol negatif (aquadest) terhadap Candida albicans dengan menggunakan metode difusi sumuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona hambat yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi adalah 2,21 mm, 1,17 mm, 0,75 mm, 0,27 mm, 5,62 mm dan Penelitian Al-Bayati dan Sulaiman (2008) di Irak mengemukakan ekstrak kayu siwak mempunyai efek antimikroba terhadap Candida albicans. Pada penelitian ini dilakukan pengujian ekstrak methanol kayu siwak terhadap Candida albicans

24 46 dengan metode difusi disk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kayu siwak terhadap Candida albicans memiliki zona hambat pada konsentrasi 200, 100, 50, 25, 12,5 mg/ml masing-masing 11 mm, 10,3 mm, 9,8 mm, 9,2 mm dan 8,6 mm. 1 Penelitian Rahmi Adila, Nurmiati dan Anthoni Agustien (2013) mengemukakan bahwa ekstrak rimpang temulawak dengan pelarut etanol memberikan daya hambat yang baik terhadap pertumbuhan Candida albicans dimana pada Candida albicans memiliki rata-rata daya hambat sebesar 13,07 mm. 11 Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan zona hambat antara penelitian ini dengan penelitian lain. Perbedaan hasil penelitian antara penelitian ini dengan penelitian Rizki Amaliah, Al Munawir dan Rosita Dewi kemungkinan disebabkan karena adanya penggunaan metode penelitian yang berbeda yaitu metode difusi sumuran. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode difusi disk. Begitu juga dengan penelitian Al-Bayati dan Sulaiman kemungkinan disebabkan karena perbedaan penggunaan pelarut yaitu methanol dan penelitian ini menggunakan pelarut etanol pada ekstrak kayu siwak sehingga memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian ini. Selain itu, hal lain yang mungkin menyebabkan perbedaan hasil penelitian adalah jenis Candida albicans yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan biakan Candida albicans tipe ATCC 10231, sedangkan penelitian Al-Bayati dan Sulaiman menggunakan biakan Candida albicans yang diisolasi dari rongga mulut pasien yang sedang menjalani pengobatan di klinik gigi. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan yaitu keadaan tanah, curah hujan dan lingkungan asal tanaman kayu siwak dan temulawak. Dan juga lama penyimpanan dan proses yang dilakukan untuk membuat ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak juga dapat menyebabkan perbedaan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur.

25 47 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans, dapat disimpulkan: 1. Zona hambat ekstrak kayu siwak terhadap pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% adalah 8,37 mm, 10,37 mm, 12,50 mm dan 14,75 mm. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu siwak maka zona hambat yang terbentuk akan semakin luas. 2. Zona hambat ekstrak temulawak terhadap pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% adalah 0, 5,00 mm, 8,50 mm dan 11,25 mm. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temulawak maka zona hambat yang terbentuk akan semakin luas. 3. Terdapat adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak pada masing-masing konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50% terhadap pertumbuhan Candida albicans. 6.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan nilai kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) ekstrak kayu siwak dengan ekstrak temulawak.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN : Eksperimental Laboratoris 3.2 LOKASI PENELITIAN : Laboratorium Fatokimia Fakultas Farmasi UH & Laboratorium Mikrobiologi FK UH 3.3 WAKTU PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji Bakteri uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris In Vitro. B. Populasi dan Sampel Penelitian Subyek pada penelitian ini yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada penghambatan pertumbuhan jamur (Candida albicans) dan tingkat kerusakan dinding

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode difusi Kirby bauer. Penelitian di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Lampiran 1. Skema Alur Pikir Lampiran 1 Skema Alur Pikir Latar Belakang 1. Daun sirih merah (Piper crocatum) adalah salah satu obat tradisional yang memiliki aktivitas antibakteri, antiseptik dan antijamur. (Rinanda T dkk., 2012;

Lebih terperinci

Lampiran 2. Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth)

Lampiran 2. Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Lampiran 2 Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Gambar 1. Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) suku Fabaceae Lampiran 2 A B C Gambar 2. Buah dari Tanaman Jengkol (Pithecellobium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) Lampiran 1 A Gambar 1. Tanaman ceplukan dan daun ceplukan B Keterangan A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) B : Daun ceplukan Lampiran 1 (Lanjutan) A B Gambar 2. Simplisia dan serbuk simplisia Keterangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan 47 Lampiran 2. Gambar tumbuhan dan daun binara (Artemisia vulgaris L.) Tumbuhan binara Daun segar tampak depan Daun segar tampak belakang 48 Lampiran 3. Gambar tumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kimia Medik, Ilmu Mikrobiologi, dan Ilmu Farmakologi. 3.1.2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental laboratorium untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih merah (Piper

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah jamur Fusarium oxysporum. Penelitian eksperimen yaitu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Sampel Daun Tumbuhan. dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan

LAMPIRAN. Sampel Daun Tumbuhan. dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan LAMPIRAN Lampiran A. Alur Kerja Ekstraksi Daun Tumbuhan Sampel Daun Tumbuhan dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan Serbuk ditimbang dimasukkan ke dalam botol steril dimaserasi selama + 3 hari

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4 27 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Rumah Sakit Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah 69 Lampiran 2. Gambar tumbuhan rimpang lengkuas merah a b Keterangan: a. Gambar tumbuhan lengkuas merah b. Gambar rimpang lengkuas merah 70 Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis. BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak buah Asam Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subyek pada penelitian ini adalah bakteri Enterococcus faecalis yang

BAB III METODE PENELITIAN. Subyek pada penelitian ini adalah bakteri Enterococcus faecalis yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Subyek Penelitin Subyek pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental laboratoris dan dengan desain penelitian post-test only control group. B. Sampel Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Skema Alur Pikir

LAMPIRAN 1. Skema Alur Pikir 66 LAMPIRAN 1. Skema Alur Pikir Keberadaan bakteri mempunyai nilai yang penting dalam patogenesis pulpa dan periapeks. Eliminasi mikroorganisme dari saluran akar yang terinfeksi merupakan fokus utama pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty)

Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Lampiran 2. Bagan penelitian Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) dicuci dari pengotoran hingga bersih ditiriskan dan ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Sampel penelitian ini adalah biakan murni S. mutans yang berasal dari

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Sampel penelitian ini adalah biakan murni S. mutans yang berasal dari BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group design. 3.2 Sampel dan Besar Sampel Penelitian Sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental laboratoris post test with control group design. 1. Populasi : Mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental laboratoris post test with control group design. 1. Populasi : Mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2013. 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental laboratoris post test with control group design. B. Populasi dan Sampel Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Semarang. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret april 2011.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Semarang. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret april 2011. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen B. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dilaboraturium Mikrobiologi Akademi Analis Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik laboratorik (Notoadmojo, 2012). Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorium. B. Lokasi Penelitian Ekstraksi dilakukan di Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III A. Jenis Penelitian METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak kelopak bunga mawar yang diujikan pada bakteri P. gingivalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium untuk membandingkan kemampuan antibakteri ekstrak etanol daun sirih merah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Lampiran 1. Skema Alur Pikir 65 Lampiran 1. Skema Alur Pikir Adanya bakteri dalam saluran akar merupakan penyebab penyakit pulpa dan jaringan periradikular. Pemberian medikamen intrakanal penting untuk menghilangkan bakteri dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh makhluk hidup, syarat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh makhluk hidup, syarat penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu laboratoris (in vitro). In vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam tabung reaksi, piring

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan completely. rendomized posttest only control group design.

BAB IV METODE PENELITIAN. Merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan completely. rendomized posttest only control group design. 1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan completely rendomized posttest only control group design. K Q1 S R P1 Q2 P2 Q3 P3 Q4 Gambar 4.1 Rancangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi hewan Teripang. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Hasil Identifikasi hewan Teripang. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Hasil Identifikasi hewan Teripang Lampiran 2. Gambar 1. Hewan Teripang segar Gambar 2. Daging Teripang Lampiran 2. (Lanjutan) Gambar 3. Simplisia Teripang Gambar 4. Serbuk simplisia Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016. 3.1 Waktu dan tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016. Tempat penelitian di Labolatorium Terpadu dan Labolatorium Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan post-test only control group design. B. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei serta rancangan deskriptif dan eksploratif. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol Lampiran 2. Karakteristik Tanaman Jengkol A B Lampiran 2. (lanjutan) C Keterangan : A. Tanaman Jengkol B. Kulit Buah Jengkol C. Simplisia Kulit Buah Jengkol

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Post test only control group design (Marczyk dkk., 2005). Bagan rancangan

BAB IV METODE PENELITIAN. Post test only control group design (Marczyk dkk., 2005). Bagan rancangan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental murni (true experiment), memakai kelompok kontrol dengan menggunakan rancangan Post test only control group

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mikrobiologi, dan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2016.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mikrobiologi, dan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2016. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian ini yaitu Ilmu Farmakologi, Ilmu Mikrobiologi, dan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3.2 Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L. Less) TERHADAP ZONA HAMBAT BAKTERI Escherichia coli patogen SECARA IN VITRO Oleh: Ilma Bayu Septiana 1), Euis Erlin 2), Taupik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencangkup Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut serta Ilmu Mikrobiologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Ruang lingkup tempat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental laboratories dengan rancangan. penelitian The Post Test Only Control Group Design.

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental laboratories dengan rancangan. penelitian The Post Test Only Control Group Design. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental laboratories dengan rancangan penelitian The Post Test Only Control Group Design. 4.2 Sampel Penelitian dan Besar Sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian 49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji efektivitas jamu keputihan dengan parameter zona hambat dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 95%. Ekstrak yang

BAB III METODE PENELITIAN. adalah dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 95%. Ekstrak yang digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dekskriptif. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun awar-awar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak daun sirih merah

Lebih terperinci

SKEMA ALUR PIKIR. Kulit Buah Manggis

SKEMA ALUR PIKIR. Kulit Buah Manggis Lampiran 1 SKEMA ALUR PIKIR Kalsium Hidroksida ( Ca(OH) 2 ) Kalsium hidroksida telah digunakan sejak tahun 1920 dan saat ini merupakan bahan medikamen saluran akar yang paling sering digunakan. Sifat antimikroba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu perlakuan konsentrasi dan perlakuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah eksperimen laboratorik dengan metode difusi (sumuran). Perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali sehingga digunakan 12 unit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true experiment dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true experiment dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true experiment dengan rancangan penelitian pre-test dan post-test. B. Populasi dan Sampel 1. Subjek Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Alur pikir

LAMPIRAN 1. Alur pikir LAMPIRAN 1 Alur pikir Bahan irigasi saluran akar: Bahan yang digunakan dalam irigasi saluran akar yang bertujuan: (1) menghilangkan jaringan nekrotik dan tumpukan serpihan dentin, (2) membasahi saluran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

Daya Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.)Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila

Daya Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.)Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila Daya Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.)Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila Noorkomala Sari 1506 100 018 Dosen pembimbing : N.D Kuswytasari, S.Si, M.Si Awik Puji Dyah N., S.Si,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimental laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan daun J. curcas terhadap

Lebih terperinci

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng 44 Tumbuhan ketepeng Daun ketepeng Lampiran 3.Gambarsimplisia dan serbuk simplisia daun ketepeng 45 Simplisia daun ketepeng Serbuk simplisia daun ketepeng Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan metode eksperimen karena terdapat perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian dan diperlukan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PENENTUAN POTENSI JAMU ANTI TYPHOSA SERBUK HERBAL CAP BUNGA SIANTAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN PENENTUAN POTENSI JAMU ANTI TYPHOSA SERBUK HERBAL CAP BUNGA SIANTAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PENENTUAN POTENSI JAMU ANTI TYPHOSA SERBUK HERBAL CAP BUNGA SIANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM (PSOBA) DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 2. Morfologi Tanaman Kecipir Gambar 1. Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) Lampiran 2. (Lanjutan) A B Gambar 2. Makroskopik Daun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi Dasar Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi Dasar Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium Biologi Dasar Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. 2. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Enterococcus faecalis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. 2. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Enterococcus faecalis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Disain Penelitian Disain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental murni secara laboratoris in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji 1. Bahan uji yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan rancangan post test only control group design. Penelitian dilakukan dengan beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif eksploratif dengan metode survey dan teknik wawancara semi terstruktur (semi-structural interview) melalui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium (in vitro) menggunakan ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji efektivitas pada antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. MIPA dan Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. B.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. MIPA dan Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. B. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, mulai dari bulan September sampai Desember 2013, bertempat di Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 22 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian The Post Test-Only Control Group Design. 4.2 Populasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu perkolasi.

Lebih terperinci

Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan

Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Gambar tumbuhan dan daun segarkembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray Keterangan :Gambar tumbuhan kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley)

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI

LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI Jenis antibiotik Konsentrasi cakram antibiotik Diameter zona hambat (mm) Sensitif intermediate Resisten Kloramfenikol 30 µg 18 13 s/d 17 12 Sumber:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara identifikasi bakteri dari probiotik yang berpotensi sebagai bahan biodekomposer.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PE ELITIA

BAB 4 METODE PE ELITIA BAB 4 METODE PE ELITIA 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian : eksperimental laboratorik 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian : Laboratorium Biologi Oral FKG UI Waktu penelitian : Minggu ke-4

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 kegiatan penelitian, yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian tahap I yaitu penelitian eksplorasi untuk melihat hasil modifikasi

Lebih terperinci

Koloni bakteri endofit

Koloni bakteri endofit Lampiran : 1 Isolasi Bakteri Endofit pada tanaman V. varingaefolium Tanaman Vaccinium varingaefolium Diambil bagian akar tanaman Dicuci (menghilangkan kotoran) Dimasukkan ke dalam plastik Dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sentral bagian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sentral bagian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut serta Ilmu Mikrobiologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Sumber Data C. albicans strain ATCC 10231 yang diperoleh dari Departemen Parasitologi Fakultas

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS) AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS) Nurhidayati Febriana, Fajar Prasetya, Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen kuantitatif dengan uji daya hambat ekstrak bawang putih terhadap pertumbuhan jamur Botryodiplodia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) Lampiran 3. Gambar Buah Segar, Simplisia, dan Penampang Melintang Buah Segar Belimbing Manis (Averrhoa

Lebih terperinci