BAB 3 METODE PENELITIAN. berdasarkan deskripsi data yang mendalam (Arikunto, 2011). Kecamatan Medan Petisah. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah:
|
|
- Doddy Makmur
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan deskriptif komparatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari fenomena yang terjadi pada dua objek atau lebih kemudian membandingkan fenomena-fenomena tersebut berdasarkan deskripsi data yang mendalam (Arikunto, 2011) Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah: 1. Hasil survey menunjukkan masih ditemukannya bayi pada Puskesmas ini dengan status gizi kurang. 2. Adanya perbedaan pendapat ibu tentang status gizi dan kecukupan gizi bayi yang memberikan MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan. 3. Pemberian MP-ASI untuk bayi usia 6-12 bulan di wilayah ini juga beragam yakni MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan. 4. Belum pernah diadakan penelitian tentang status gizi dan angka kecukupan gizi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan didaerah ini. 32
2 Waktu Penelitian Waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2016 sampai Juli Tahapan dilaksanakan mulai survei, pembuatan proposal penelitian dan penelitian sampai ujian komprehensif Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi usia 6-12 bulan yang telah mendapat MP-ASI, adapun jumlah bayi yang terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Tahun 2016 adalah sebanyak 270 bayi. Dimana sebanyak 59 bayi mendapat MP-ASI lokal, sebanyak 33 bayi mendapat MP-ASI pabrikan dan sebanyak 178 bayi mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan Sampel Adapun metode pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal sebanyak 59 bayi dan jumlah sampel untuk yang mendapat MP-ASI pabrikan sebanyak 33 bayi. Adapun alasan pengambilan sampel tersebut adalah karena berdasarkan pertimbangan-pertimbangan peneliti baik dari segi waktu dan jumlah sampel dalam penelitian.
3 Metode pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi atas: 1. Data Primer Data primer dalam penelitian ini diantaranya adalah data ibu yang memiliki bayi umur 6-12 bulan, data bayi diantaranya nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin dan data antropometri bayi yakni berat badan (BB), panjang badan (PB), serta data konsumsi. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi dari Puskesmas Rantang, khususnya tentang jumlah bayi usia 6-12 bulan Variabel dan Definisi Operasional Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah: 1. MP-ASI lokal adalah makanan pendamping ASI yang diberikan oleh ibu kepada bayinya sesudah berumur 6 bulan dan diolah sendiri oleh ibu dengan menggunakan bahan pangan yang ada di wilayah setempat. 2. MP-ASI pabrikan adalah makanan pendamping ASI yang diberikan oleh ibu kepada bayi sesudah bayi berumur 6 bulan yang diproduksi oleh pabrik.
4 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah: 1. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu yang dilihat berdasarkan indeks BB/U, PB/U, BB/PB. 2. Kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat yang diukur dengan metode Food Recall 24 jam yang disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Bagi Bangsa Indonesia. Aspek Pengukuran Untuk setiap pengukuran variabel, baik variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini di jabarkan sebagai berikut: Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Wilayah Puskesmas Rantang No Variabel Variabel Independen 1. MP-ASI Lokal 2. MP-ASI Pabrikan Variabel Dependen Alat / Cara Ukur Wawancara Wawancara Hasil Ukur 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak Skala Ukur Ordinal Ordinal
5 36 3. Status Gizi Menimbang Berat Badan (BB) BB/U: 1. BB Sangat Kurang Z <-3 SD 2. BB Kurang antara -3 SD Z < -2 SD 3. BB Normal antara -2 SD Z 2 SD 4. BB Lebih skor Z >2 SD Ordinal 4. Kecukupan Gizi Mengukur Panjang Badan (PB) Wawancara Tabel 3.1 (Lanjutan) PB/U 1. Sangat Pendek Z <-3 2. Pendek antara -3 SD Z <-2SD 3. Normal antara -2 SD Z 2 SD 4. Tinggi skor Z >2SD BB/PB 1. Sangat Kurus Z <-3SD 2. Kurus antara -3 SD Z <-2 SD 3. Normal Z antara -2 SD Z 2 SD 4. Gemuk Z >2 SD Angka Kecukupan Energi (AKE) 1. Kurang 70% 2. Tercukupi 80% - 100% 3. Melebihi > 100% Angka Kecukupan Protein (AKP) 1. Kurang 70 % 2. Tercukupi 80% - 100% 3. Melebihi > 100% Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal 3.7. Metode Pengukuran Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang: 1. MP-ASI Lokal diukur dengan menggunakan food recall yaitu, membuat skoring dengan 2 kategori yaitu apabila responden menjawab Ya maka dikategorikan memberikan MP-ASI lokal dan Tidak maka dikategorikan tidak memberikan MP-ASI lokal. 2. MP-ASI Pabrikan diukur dengan menggunakan food recall yaitu,
6 37 membuat skoring dengan 2 kategori yaitu apabila responden menjawab Ya maka dikategorikan memberikan MP-ASI pabrikan dan Tidak maka dikategorikan tidak memberikan MP-ASI pabrikan. 3. Status Gizi diukur dengan menggunakan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB. Untuk mengetahui berat badan dapat diukur dengan menggunakan timbangan berat badan. Untuk mengetahui panjang badan dapat diukur dengan alat pengukur panjang bayi. 4. Kecukupan Gizi diukur dengan menggunakan kuesioner Food Recall 1x24 jam. Kemudian membuat scoring dengan 2 kategori apabila hasil perhitungan dari food recall sesuai kecukupan gizi bayi berdasarkan umur maka kecukupan gizi terpenuhi. Namun apabila hasil perhitungan dari food recall tidak sesuai dengan kecukupan gizi bayi berdasarkan umur maka kecukupan gizinya tidak terpenuhi. Dalam penentuan angka kecukupan gizi bayi mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia Metode Analisis Data Analisis univariat yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel penelitian baik variabel dependen maupun independen dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis bivariat dilakukan dengan mengunakan uji T pada tingkat kemaknaan 95%, untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua sampel yang
7 38 saling bebas (Independent Sample T-Test). Dalam penelitian ini untuk melihat perbedaan antara status gizi dan kecukupan gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan.
8 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Rantang adalah salah satu Puskesmas yang terdapat di Kecamatan Medan Petisah kota Medan. Puskesmas Rantang terletak di Jalan Rantang No. 37 Kelurahan Sei Putih Tengah Kecamatan Medan Petisah. Luas Bangunan Puskesmas Rantang adalah 8,7 m 2 dan luas tanah 3078 m 2. Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Rantang yakni: Sebelah Barat Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan : Kelurahan Sei Kambing B : Kelurahan Medan Barat : Kelurahan Sei Putih Timur II : Kelurahan Babura Puskesmas Rantang terdiri dari dua Kelurahan yakni Kelurahan Sei Putih Tengah dan Kelurahan Sei Putih Timur II dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Dengan distribusi penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan jiwa. Jumlah Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Rantang sebanyak 14 Posyandu. Jumlah balita sebanyak 1297 balita dan bayi usia 6-11 bulan sebanyak 270 bayi. 38
9 Karakteristik Bayi Jumlah bayi dalam penelitian ini berjumlah 92 bayi terdiri dari 59 bayi dengan menggunakan MP-ASI lokal dan 33 bayi menggunakan MP-ASI pabrikan. Karakteristik bayi pada penelitian ini disajikan dalam tabel 4.1 dibawah ini: Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Bayi di Puskesmas Rantang Jenis Kelamin n % Laki-Laki 39 42,39 Perempuan 53 57,61 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel di atas menurut jenis kelamin diperoleh bayi dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 39 bayi (42,39) dan perempuan sebanyak sebanyak 53 bayi (57,61%). 4.3 Analisis Univariat Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas yakni jenis MP-ASI serta variabel terikat adalah kecukupan gizi dan status gizi. Tabel 4.2. Distribusi Umur Bayi Berdasarkan Jenis Makanan Pendamping ASI untuk Bayi di Puskesmas Rantang Jenis MP-ASI Umur bayi Lokal Pabrikan n % n % 6 7 bulan 20 33, , bulan 30 50, , bulan 9 15, ,12 Total , ,0
10 40 Berdasarkan Tabel 4.2 di atas terlihat bahwa jumlah bayi yang mendapat MP- ASI lokal umur 6-7 bulan sebanyak 20 bayi (33,90%), umur 8-10 bulan sebanyak 30 bayi (50,85%) dan umur bulan sebanyak 9 bayi (15,25%). Sedangkan untuk bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan diperoleh bayi umur 6-7 bulan sebanyak 11 bayi (33,33%), umur 8-10 bulan sebanyak 18 bayi (54,54%) dan umur bulan sebanyak 4 bayi (12,12%). Tabel 4.3. Distribusi Umur Bayi Berdasarkan Jenis Pangan Makanan Pendamping ASI untuk Bayi di Puskesmas Rantang Umur Jenis Pangan n % 6-7 bulan Bubur bayi (tepung beras ) Bubur bayi pabrikan (beras merah + biskuit) Bubur bayi pabrikan (beras merah) ,74 9,78 2, bulan Nasi Tim (beras, wortel, bayam) Nasi Tim pabrikan (beras merah, ayam, wortel, brokoli) bulan Nasi Tim (beras, ayam, wortel) Nasi Tim (beras, wortel) Nasi Tim pabrikan (beras merah, ayam, wortel, brokoli) ,61 19,57 8,69 1,09 4,35 Total ,0 Berdasarkan Tabel 4.3 di atas terlihat bahwa jumlah bayi yang mendapat MP- ASI lokal dengan usia 6-7 bulan sebanyak 20 bayi (21,74%) jenis pangannya bubur bayi, dengan bahan pangan tepung beras, bayi usia 8-10 bulan sebanyak 30 bayi (32,61%) jenis pangannya nasi tim (beras, wortel, bayam) dan bayi usia bulan sebanyak 8 bayi (8,69%) dengan jenis pangan nasi tim (beras, ayam, wortel) dan sebanyak 1 bayi (1,03%) dengan jenis pangan nasi tim (beras dan wortel). Seluruh bayi yang mendapat MP-ASI lokal masih mendapat ASI. Sedangkan untuk bayi yang
11 41 mendapat MP-ASI pabrikan bayi usia 6-7 bulan sebanyak 9 bayi (9,78%) dengan jenis pangan bubur bayi (beras merah + biskuit) dan sebanyak 2 bayi (2,17%), bayi usia 8-10 bulan sebanyak 18 bayi (19,57%) dengan jenis pangan nasi tim (beras merah, ayam, wortel, brokoli) dan bayi usia bulan sebanyak 4 bayi (4,35%) dengan jenis pangan nasi tim (beras merah, ayam, wortel, brokoli). Bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan semuanya mendapat susu formula dan tidak lagi diberikan ASI. Tabel 4.4. Distribusi Kecukupan Energi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Jenis MP-ASI n Rata-Rata Energi (Kkal) Kecukupan energi Lokal ,02 135,1% Pabrikan ,55 217,9 % Berdasarkan Tabel 4.4 di atas terlihat bahwa bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang, kecukupan energi bayinya melebihi dari kecukupan energi yang dianjurkan. Energi pada bayi yang mendapat MP-ASI local dengan rata-rata kecukupan energinya sebesar 1031,02 Kkal dan diperoleh tingkat kecukupannya 135,1% dan energi pada MP-ASI pabrikan diperoleh rata-rata kecukupannya 1787,55 Kkal dengan tingkat kecukupan energi 217,9%. Adapun standart angka kecukupan zat gizi energi untuk bayi usia 6-12 bulan sebesar 725 kkal menurut PP Menteri Kesehatan No. 75 tahun Hasil perhitungan food recall menunjukkan pemberian MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan jauh melebihi angka kecukupan gizi yang sudah ditentukan.
12 42 Tabel 4.5. Distribusi Kecukupan Protein Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Jenis MP-ASI n Rata-rata Protein (gr) Kecukupan Protein Lokal 59 30,47 155,6 % Pabrikan 33 34,54 172,2 % Berdasarkan Tabel 4.5. di atas terlihat bahwa bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan di Puskesmas Rantang, kecukupan protein bayinya lebih dari angka kecukupan protein yang dianjurkan. Adapun kecukupan protein pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dengan rata-rata 30,47 gr dengan tingkat kecukupan protein sebesar 155,6% dan kecukupan protein pada MP-ASI pabrikan dengan ratarata 34,54 gr dengan tingkat kecukupan sebesar 172,2%. Adapun standart untuk kecukupan protein yang ditetapkan yakni sebesar 18 gram pada bayi usia 6-12 bulan. Hasil food recall menunjukkan bahwa protein pada MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan jauh lebih besar dari angka kecukupan yang sudah ditentukan. Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Berdasarkan Indeks Berat Badan per Umur (BB/U) di Puskesmas Rantang Umur Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U Lokal Pabrikan Kurang Baik Lebih Kurang Baik Lebih
13 43 n % n % n % n % n % n % 6-7 bulan 1 1, ,12 3 5, ,31 1 3, bulan 1 1, ,37 4 6, , , bulan 1 1, , , Jumlah 3 5, , , , ,15 Berdasarkan tabel 4.6. adapun status gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal berdasarkan indeks berat badan per umur (BB/U) diperoleh yakni gizi kurang pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 1 bayi (1,69%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 1 bayi (1,69%) dan bayi umur bulan sebanyak 1 bayi (1,69%). Status gizi baik pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 16 bayi (27,12%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 25 bayi (42,37%) dan bayi umur bulan sebanyak 8 bayi (13,56%). Dan status gizi lebih pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 3 bayi (5,08%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 4 bayi (6,78%). Untuk status gizi bayi yang mendapat MP-ASI Pabrikan berdasarkan indeks berat badan per umur (BB/U) diperoleh yakni status gizi baik pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 10 bayi (33,31%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 14 bayi (42,42%) dan bayi umur bulan sebanyak 4 bayi (12,12%). Dan status gizi lebih pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 1 bayi (3,03%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 4 bayi (12,12%). Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Berdasarkan Indeks Panjang Badan per Umur (PB/U) di Puskesmas Rantang Status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U Umur Lokal Pabrikan Pendek Normal Tinggi Pendek Normal Tinggi n % n % n % n % n % n % 6-7 bulan , , bulan ,45 2 3, , bulan ,86 2 3, ,09 1 3,03
14 44 Jumlah ,22 4 6, ,97 1 3,03 Berdasarkan tabel 4.7. adapun status gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal berdasarkan indeks panjang badan per umur (PB/U) diperoleh yakni bayi dengan status gizi normal pada umur 6-7 bulan sebanyak 20 bayi (33,89%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 28 bayi (47,45%) dan bayi umur bulan sebanyak 7 bayi (11,86%). Bayi dengan kategori tinggi umur 8-10 bulan sebanyak 2 bayi (3,39%) dan bayi umur bulan sebanyak 2 bayi (3,39%). Status gizi bayi yang mendapat MP- ASI pabrikan berdasarkan indeks panjang badan per umur (PB/U) diperoleh yakni bayi dengan status gizi normal pada umur 6-7 bulan sebanyak 11 bayi (33,33%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 18 bayi (54,54%) dan bayi umur bulan sebanyak 3 bayi (9,09%). Bayi dengan kategori tinggi umur bulan sebanyak 1 bayi (3,03%). Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Berdasarkan Indeks Berat Badan per Panjang Badan (BB/PB) di Puskesmas Rantang Umur Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/PB Lokal Pabrikan Kurus Normal Gemuk Kurus Normal Gemuk n % n % n % n % n % n % 6-7 bulan ,81 3 5, ,27 2 6, bulan 5 8, , ,48 2 6, bulan 1 1, , , Jumlah 6 10, ,75 3 5, , ,12
15 45 Berdasarkan tabel 4.8. adapun status gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal berdasarkan indeks berat badan per panjang badan (BB/PB) diperoleh yakni kurus pada bayi umur 8-10 bulan sebanyak 5 bayi (8,47%) dan bayi umur bulan sebanyak 1 bayi (1,69%). Status gizi normal pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 17 bayi (28,81%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 25 bayi (42,37%) dan bayi umur bulan sebanyak 8 bayi (13,56%). Dan status gizi gemuk pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 3 bayi (5,08%). Status gizi bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan berdasarkan indeks berat badan per panjang badan (BB/PB) diperoleh yakni gizi normal pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 9 bayi (27,27%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 16 bayi (48,48%) dan bayi umur bulan sebanyak 4 bayi (12,12%). Dan status gizi gemuk pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 2 bayi (6,06%) dan bayi umur 8-10 bulan sebanyak 2 bayi (6,06) Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan mengunakan uji T pada tingkat kemaknaan 95%, untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua sampel yang saling bebas (Independent Sample T-Test). Hasil analisis dapat diamati pada tabel berikut ini: Tabel 4.9. Hasil Hitung Uji T Untuk Kecukupan Energi Bayi Usia 6-12 Bulan yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Jenis MP-ASI n Rata-rata Energi (Kkal) SD p-value MP-ASI Lokal , MP-ASI Pabrikan , ,000
16 46 Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa kecukupan gizi untuk energi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,000 artinya bahwa ada perbedaan kecukupan gizi energi untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Tabel Hasil Hitung Uji T Untuk Kecukupan Protein Bayi Usia 6-12 Bulan yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Jenis MP-ASI n Rata-rata Protein (gr) SD MP-ASI Lokal 59 30,47 15,8 MP-ASI Pabrikan 33 34,54 3,3 p-value 0,140 Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa kecukupan gizi untuk protein pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,140 artinya bahwa tidak ada perbedaan kecukupan gizi protein untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Tabel Hasi Hitung Uji T Untuk Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Menurut Indeks Berat Badan per Umur (BB/U) yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP- ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Jenis MP-ASI n Z-Score SD p-value MP-ASI Lokal 59-0,03 1,275 0,058
17 47 MP-ASI Pabrikan 33 0,48 1,177 Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan BB/U pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,058 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan BB/U untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Rata-rata status gizi berdasarkan indeks BB/U untuk MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan adalah baik. Tabel Hasi Hitung Uji T Untuk Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Menurut Panjang Badan per Umur (PB/U) yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Jenis MP-ASI n Z-Score SD p-value MP-ASI Lokal 59 0,46 1,149 MP-ASI Pabrikan 33 0,82 1,078 0,145 Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan PB/U pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan adalah normal dan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,145 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan PB/U untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Tabel Hasi Hitung Uji T Untuk Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Menurut Berat Badan Per Panjang Badan (BB/PB) yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang
18 48 Jenis MP-ASI n Z-Score SD p-value MP-ASI Lokal 59-0,64 1,49 MP-ASI Pabrikan 33-0,02 1,56 0,063 Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan BB/PB pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan adalah normal dan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,063 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi berdasarkan BB/PB untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan.
19 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Kecukupan Energi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rantang diperoleh sebanyak 59 ibu memberikan MP-ASI lokal untuk bayinya dan sebanyak 33 ibu memberikan MP-ASI pabrikan. Adapun kecukupan energi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh rata-rata kecukupannya adalah 1031,02 Kkal dan pada MP- ASI pabrikan kecukupan energinya rata-rata 1787,55 Kkal. Hasil uji T menunjukkan bahwa kecukupan energi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,000, artinya bahwa ada perbedaan kecukupan energi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP- ASI Pabrikan. Dari hasil perhitungan food recall yang diberikan kepada ibu yang memiliki bayi menunjukkan bahwa jumlah energi per saji MP-ASI jauh lebih tinggi pada MP-ASI pabrikan dari pada MP-ASI lokal. Makanan pendamping ASI yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori atau energi (karbohidrat, protein dan lemak), vitamin, mineral dan serat untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga yang terjangkau. Makanan harus bersih dan aman terhindar dari pencemaran mikroorganisme dan logam, serta tidak kedaluarsa. Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah, untuk mencukupi kebutuhan energi, dianjurkan sekitar 60-70% energy total berasal dari 48
20 49 karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa (Krisnatuti, 2000). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI (2013), adapun angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk bayi usia 0-6 bulan energi sebesar 550, untuk bayi usia 7-11 bulan kecukupan energi sebesar 725 kkal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar jumlah energi baik untuk kelompok bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan melebihi dari angka kecukupan yang sudah ditentukan. Pada kelompok MP-ASI pabrikan jumlah energi lebih tinggi daripada MP-ASI lokal. Menurut peneliti adapun penyebab lebih tinggi kandungan energi pada MP-ASI pabrikan adalah karena pada MP-ASI pabrikan sudah mengalami fortifikasi zat gizi tertentu untuk membantu ibu memenuhi kebutuhan zat gizi bayi. Dalam pengolahan MP-ASI pabrikan juga teknik pengolahan bahan makanan yang menjadi bahan utama yakni dilakukan dengan teknik penepungan (milling) yaitu pengolahan bahan makanan dengan cara dihaluskan menjadi tepung atau bubuk, sehingga unsur zat gizinya tidak banyak hilang seperti dalam proses pemasakan MP-ASI lokal. Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rantang menunjukkan bahwa kebanyakan dari ibu memberikan MP-ASI bagi bayinya adalah MP-ASI lokal, salah satu alasan mereka adalah faktor biaya yang jauh lebih murah dan pemilihan bahan makanan yang menurut mereka jauh lebih aman dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan bayi. Sedangkan pada ibu yang memilih MP-ASI pabrikan alasan dalam pemilihan MP-ASI pabrikan adalah lebih praktis dan mudah apa lagi jika sibuk. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Renata (2009), pemberian MP-ASI pada bayi
21 50 dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, dimana 30,4% ibu memberikan MP- ASI pabrikan karena sibuk. Dan untuk MP-ASI lokal dipilih karena buatan sendiri lebih berkualitas, sehat dan higenis (37,5%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zaidah (2010), yang menghubungkan antara pemberian MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan dalam penanggulangan kurang gizi pada balita. Ternyata hasil uji diperoleh bahwa MP-ASI Pabrikan efektif digunakan dalam meningkatkan berat badan anak balita. MP-ASI Pabrikan adalah salah satu program pemerintah sebagai bentuk intervensi yang efektiv dalam mengatasi masalah kekurangan gizi akut di masyarakat. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada peningkatan perubahan berat badan anak balita sebelum dan sesudah diberikan MP-ASI Pabrikan. Kandungan zat gizi dalam MP-ASI, baik MP-ASI lokal maupun MP-ASI pabrikan secara umum zat gizi tersebut akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Gizi makro dan gizi mikro berpengaruh terhadap maturitas otak dan pembentukan jaringan-jaringan tubuh dan untuk tumbuh kembang. Apabila asupan MP-ASI tidak adekuat maka akan berpengaruh pada perkembangan otak anak, sehingga nantinya akan mempengaruhi perkembangan anak. Menurut Sudirman (2009) ada hubungan budaya dengan pemilihan makanan, sehingga ada beberapa hal utama yang perlu diperhatikan terkait pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak yang percaya dan taat terhadap pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi
22 51 makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama infeksi saluran pencernaan. Menurut peneliti ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI yakni tingkat sosial ekonomi, pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan faktor lingkungan. Energi dan protein diperlukan dalam pertumbuhan dan pertahanan jaringan dari kerusakan. Dan sangat berguna dalam proses tumbuh kembang bayi yang sedang belajar berjalan. Di sisi lain menunjukkan adanya faktor-faktor kultural atau budaya yang menyangkut aspek sosial, ekonomi, politik, dan proses budaya yang mempengaruhi jenis pangan apa yang diproduksi atau dipilih seseorang atau masyarakat untuk dikonsumsi Kecukupan Protein Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rantang diperoleh sebanyak 59 ibu memberikan MP-ASI lokal untuk bayinya dan sebanyak 33 ibu memberikan MP- ASI pabrikan. Adapun kecukupan protein pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh rata-rata kecukupannya adalah 30,47 gr dan pada MP-ASI pabrikan kecukupan proteinnya rata-rata 34,54. Hasil uji T menunjukkan bahwa kecukupan protein pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,140 artinya bahwa tidak ada perbedaan kecukupan gizi protein untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Dari hasil perhitungan food recall yang diberikan kepada ibu yang
23 52 memiliki bayi menunjukkan bahwa jumlah zat gizi protein pada MP-ASI lokal dan pabrikan jauh lebih tinggi dari standart yang sudah ditentukan Menurut peneliti adapun penyebab jumlah kecukupan protein pada MP-ASI pabrikan dan MP-ASI lokal tidak berbeda karena pada makanan pendamping bayi masih sangat sederhana variasinya, hal ini disesuaikan dengan umur, jenis bahan pangan dan kebutuhan dari bayi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI (2013), adapun angka kecukupan gizi protein yang dianjurkan untuk bayi usia 7-11 bulan kecukupan protein sebesar 18 gr. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar jumlah protein baik untuk kelompok bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan melebihi dari angka kecukupan yang sudah ditentukan. Pada kelompok MP-ASI pabrikan jumlah protein lebih tinggi daripada MP-ASI lokal. Menurut Noer (2012), hasil penelitiannya tentang daya terima dan kandungan zat gizi biscuit bayi sebagai makanan pendamping ASI dengan substitusi tepung labu kuning dan tepung ikan patin menunjukkan bahwa MP-ASI bubuk instan yang di substitusi tepung ikan patin dan tepung labu kuning memiliki kandungan protein yang tinggi. Hasil penelitian Prawitasari (2012), menunjukkan adapun penyebab yang lain sehingga MP-ASI lokal memiliki kandungan protein lebih rendah adalah karena kurangnya pengetahuan ibu dalam proses pengolahan makanan bayi diantaranya menyiapkan makanan bayi harus dengan mengikuti cara yang bersih dan hygiene, melakukan metode masak yang baik diantaranya pengukusan lebih baik baik dari
24 53 perebusan dan penyaringan lebih baik dari penggorengan supaya unsur zat gizi dalam bahan pangan tidak banyak yang hilang Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Berdasarkan Indeks Status Gizi Berat Badan per Umur (BB/U) Hasil penelitian menunjukkan status gizi pada bayi berdasarkan indeks BB/U untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh gizi kurang sebanyak 6,3%, dan gizi baik 83,05% dan gizi lebih 11,86%. Sedangkan untuk bayi yang mendapat MP- ASI pabrikan diperoleh gizi lebih sebanyak 15,15% dan gizi baik sebanyak 84,84%. Hasil uji T menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan indeks BB/U pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,058 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Rata-rata status gizi bayi berdasarkan indeks BB/U baik yang mendapat MP-ASI lokal dan pabrikan diperoleh status gizinya normal. Pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal ditemukan bayi mengalami gizi kurang dan gizi lebih, sedangkan pada MP-ASI pabrikan tidak ditemukan bayi yang status gizi kurang namun justru mengalami gizi lebih. Salah satu hal yang mempengaruhi status gizi bayi adalah pemilihan jenis MP-ASI, faktor ini sangat berpengaruh terhadap status gizi bayi. Selain jenis MP-ASI menurut asumsi peneliti pengetahuan ibu juga sangat mempengaruhi status gizi bayi dimana apabila pengetahuan ibu baik maka ibu akan lebih baik dalam memilih bahan makanan dan
25 54 dalam mengolah bahan makanan bayi tersebut. Status gizi kurang juga bisa terjadi pada bayi bisa disebabkan oleh proses pengolahan bahan makanan yang salah mulai dari proses pembersihan, pemotongan dan pemasakan yang menyebabkan hilangnya zat gizi. Gizi lebih bisa terjadi karena adanya pemahaman ibu bahwa semakin kuat anak makan maka anak akan semakin sehat. Pada masyarakat masih adanya pemahaman bahwa anak dengan status gizi lebih itu adalah anak sehat. Status gizi bayi juga dipengaruhi oleh faktor yang lain yakni pola asuh ibu, karena hasil pengamatan ditempat penelitian pola asuh bayi juga sebahagian diserahkan kepada anak yang lebih besar yang berakibat terhadap seringnya anak tersebut mengalami penyakit infeksi. Kurangnya perhatian dan pengasuhan anak yang kurang baik serta didukung oleh kondisi lingkungan yang tidak bersih menyebabkan bayi terkena penyakit infeksi hal ini juga sangat mempengaruhi status gizi bayi. Hasil penelitian Kristianto (2013), menunjukkan bahwa faktor pengetahuan ibu mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik meliputi pendidikan, pekerjaan, keadaan ekonomi. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan, dan kehendak atau kemauan. Berdasarkan hasil penelitian wahyuni (2009), terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita di desa Ngemplek Kecamatan Karangpandan Karanganyar. Menurut Syafiq (2012), penyebab langsung dari gizi kurang adalah ketidakcukupan intake zat gizi dan infeksi namun faktor penyebabnya sangat kompleks, yaitu faktor pribadi, sosial, budaya, psikologi, ekonomi, politik dan
26 55 pendidikan. Apabila pengaruh faktor ini tidak berubh dan terus berlangsung maka risiko terjadinya malnutrisi akan lebih besar. Bila situasi ini berjalan dalam waktu yang lama dan berat hal ini dapat berakibat kematian. Hal ini sesuai dengan penelitian Elvi (2007), menunjukkan bahwa ibu yang pendidikannya tinggi maka pengetahuannya dalam pemilihan bahan makanan serta pola asuh pada bayinya jauh lebih baik dari ibu yang pendidikannya rendah. Status gizi BB/TB dan BB/U menunjukkan status gizi bayi pada saat ini dalam keadaan normal. Begitu juga dengan status gizi berdasarkan TB/U yang mengindikasikan bahwa status gizi bayi pada masa lampau. Penelitian yang dilakukan Novia (2009) yang menghubungkan pemberian MP-ASI dengan status gizi anak di Desa Ngimboh, Gresik menunjukkan bahwa yang sangat mempengaruhi status gizi balita adalah frekuensi pemberian makan MP-ASI. Sedangkan menurut Irma (2010), dalam penelitiannya tentang hubungan jenis asupan MP-ASI dominan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis asupan makanan pendamping ASI dominan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di puskesmas sibela. Menurut peneliti, selain dari jenis MP-ASI yang diberikan kepada bayi yang mempengaruhi status gizi bayi, faktor pendidikan ibu juga sangat mempengaruhi status gizi bayi terutama dari cara pengolahan, pemilihan dan tingkat kebersihan dari pengelola makanan pendamping bayi beserta peralatan yang digunakan. Dan perilaku pemberian MP-ASI dini harus dikurangi, karena dari hasil pengamatan di tempat penelitian pemberian MP-ASI dini masih tinggi karena hal ini akan mempengaruhi
27 56 status gizi bayi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi yang baik lebih banyak diperoleh dari bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan hal ini disebabkan karena MP-ASI pabrikan sudah diolah dengan pemilihan bahan pangan yang baik dan dalam proses pengolahannya selalu memperhatikan kandungan zat gizi agar jangan sampai terbuang. Dengan adanya juga fortifikasi bahan pangan pada MP-ASI Pabrikan sehingga kecukupan gizi untuk bayi terpenuhi Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Berdasarkan Indeks status gizi Panjang Badan per Umur (PB/U) Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi pada bayi berdasarkan indeks PB/U untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh status gizi normal sebanyak 93,22% dan bayi dengan kategori tinggi sebanyak 6,78%. Sedangkan untuk bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan diperoleh bayi dengan status gizi kategori tinggi sebanyak 3,03% dan bayi dengan status gizi normal sebanyak 96,97%. Berdasarkan hasil uji T menunjukkan status gizi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP- ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,145 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP- ASI Pabrikan berdasarkan indeks PB/U. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi bayi berdasarkan indeks PB/U baik pada MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan rata-rata status gizinya adalah normal. Hasil penelitian Ritasari (2009), menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI dalam jumlah cukup merupakan salah satu faktor tercapainya status gizi anak yang
28 57 baik. Menurut Almatsier (2013), status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Dengan kata lain keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sementara kebutuhan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor antara lain: tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik, dan faktor yang bersifat relatif yaitu: gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization), dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruction) dari zat gizi tersebut dalam tubuh. Hasil penelitian Septiana (2010), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola pemberian MP-ASI dengan status gizi balita. Konsumsi makanan yang tidak tepat akan berdampak pada status gizinya, artinya pemberian energi dan protein yang kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu yang lama akan menghambat pertumbuhan, bahkan mengurangi cadangan energi dan protein sebagai sumber energi dalam tubuh, sehingga terjadinya keadaan gizi kurang maupun buruk Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Berdasarkan Indeks status gizi Berat Badan per Panjang Badan (BB/PB) Hasil penelitian menunjukkan adapun status gizi pada bayi berdasarkan indeks BB/PB untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh bayi gemuk sebanyak 5,08%, bayi dengan status gizi kurus sebanyak 10,17% dan status gizi normal sebanyak 84,75%. Sedangkan untuk bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan
29 58 diperoleh status gizi bayi yang gemuk sebanyak 12,12% dan status gizi normal sebanyak 87,88%. Berdasarkan hasil uji T menunjukkan status gizi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,063 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi untuk indeks BB/PB pada bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Rata-rata status gizi berdasarkan indeks BB/PB terlihat bahwa status gizi bayi baik yang mendapat MP- ASI lokal dan MP-ASI pabrikan diperoleh rata-rata normal. Menurut peneliti pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal ditemukan adanya bayi yang kurus, hal ini bukan karena MP-ASI yang diberikan kepada bayi yang tidak tercukupi gizinya namun, terkadang ibu rumah tangga tidak terlalu memperhatikan pemilihan bahan makanannya sehingga kadar gizi yang diberikan kepada bayinya tidak terukur secara jelas. Hasil penelitian juga diperoleh bayi yang gemuk baik yang mendapat MP-ASI lokal dan pabrikan, hal ini bisa disebabkan oleh karena pada bayi usia 6-12 bulan dalam pemberian MP-ASI ibu kurang memperhatikan kecukupan dan takaran energi dan protein sesuai umurnya, selama bayi masih mau menerima makanan ibu tetap memberikan yang mengakibatkan bayi menjadi kegemukan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan anak karena ketidaksesuaian antara asupan gizi dan kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh anak. Sedangkan faktor yang lain bisa mempengaruhi status gizi bayi, menurut peneliti yang juga ikut mempengaruhi adalah tingkat sosial ekonomi, pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua termasuk faktor yang turut berpengaruh.
30 59 Hasil penelitian Wargiana (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian MP-ASI dini dengan status gizi bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Rowotengah, Jember. Bahwa bayi yang terlalu dini mendapat MP-ASI dapat meningkatkan angka kematian bayi, mengganggu sistem pencernaan pada bayi, dan menyebabkan terjadinya kurang gizi pada bayi. Menurut Soetjiningsih (2011), insidensi obesitas pada masa anak berhubungan kuat dengan variabel keluarga, termasuk obesitas orang tua, status sosio ekonomi yang lebih tinggi, bertambahnya pendidikan orang tua, ukuran keluarga kecil dan pola inaktivitas keluarga. Bila orang tuanya obesitas maka anaknya mempunyai risiko 40% menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orang tuanya obesitas maka risiko menjadi 80%. Penelitian Waryana (2010), status gizi sangat terkait dengan faktor sosial ekonomi, dalam hal ini adalah tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak dan keluarga serta semakin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada.
31 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian analisa status gizi dan angka kecukupan gizi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016 bahwa, 1. Terdapat perbedaan kecukupan gizi energi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Untuk kecukupan protein diperoleh bahwa tidak ada perbedaan kecukupan protein pada MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan. 2. Tidak terdapat perbedaan status gizi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Status gizi bayi baik pada indeks BB/U, PB/U dan BB/PB untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan pabrikan menunjukkan rata-rata status gizi bayi dalam keadaan baik Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka, diharapkan petugas kesehatan meningkatkan upaya penyuluhan kesehatan tentang MP-ASI bagi ibu yang memiliki bayi. Ibu sebagai orang yang berperan langsung dalam pemberian MP-ASI harus mampu memilih bahan makanan yang baik untuk bayinya, dan harus memperhatikan keanekaragaman bahan makanan yang digunakan guna pemenuhan kecukupan gizi 60
32 61 pada bayi. Dalam pemberian MP-ASI harus disesuaikan umur dengan kebutuhan bayi supaya jangan terjadi gangguan dalam proses tumbuh kembang bayi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh
METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL i. HALAMAN PENGESAHAN.. ii. KATA PENGANTAR. iii. HALAMAN PERSYATAAN PUBLIKASI.. iv. ABSTRAK v. DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN.. ii KATA PENGANTAR. iii HALAMAN PERSYATAAN PUBLIKASI.. iv ABSTRAK v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL.... xii DAFTAR GRAFIK... xvi DAFTAR LAMPIRAN...... xvii
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status
Lebih terperinciHUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012
HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciPerbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia
Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Puskesmas Marim Hartati Ginting 1, Ali Rosidi 2, Yuliana Noor S.U 3 1, 2, 3
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, dimana dinamika korelasi antara faktor faktor resiko dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara nasional prevalensi balita gizi kurang dan buruk pada tahun 2010 adalah 17,9 % diantaranya 4,9% yang gizi buruk. Sedangkan target dari Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciPOLA PEMBERIAN ASI DAN STUNTING BAYI USIA ENAM SAMPAI SEBELAS BULAN
POLA PEMBERIAN ASI DAN STUNTING BAYI USIA ENAM SAMPAI SEBELAS BULAN Trini Sudiarti Program Sudi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2017 1 Kerangka Paparan vpendahuluan vtinjauan Pustaka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa kanak-kanak atau yang dikenal sebagai masa prasekolah yaitu anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia prasekolah mengalami perkembangan fisiologik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal
Lebih terperinciPENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Emmi Silitonga* Lufthiani** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
digilib.uns.ac.id 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Makanan Pendamping ASI a. Definisi MP-ASI MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU BALITA DENGAN POLA PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI POSYANDU MENUR IV KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH
Lebih terperinciPANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI
PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI I. IDENTITAS LOKASI 1. Provinsi : Tulis nama dan kode provinsi dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0.
METODE PENELITIAN Desain Penelitian, Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumur Batu, Bantar Gebang Bekasi. Penelitian dilakukan pada bulan Agustusi 2012. Desain penelitian
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional karena pengambilan data
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian n = (zα² PQ) / d²
31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional study), dengan cara mengukur variabel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat
Lebih terperinciAdequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan
Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan dengan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi status gizi anak yaitu konsumsi makanan yang kurang dan penyakit penyerta
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati
49 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei, dengan menggunakan desain penelitian epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut
Lebih terperinciMETODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi yang terdiri dari 5,7% balita yang gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi didalam tubuh. Masalah
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada
Lebih terperinciPENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN
Media Gizi Pangan, Vol. XI, Edisi, Januari Juni PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA -4 BULAN Asmarudin Pakhri ), Lydia Fanny ), St. Faridah ) ) Jurusan Gizi Politeknik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan zat gizi untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan fungsi normal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan yang digunakan adalah case control untuk mempelajari perbedaan pemberian
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN
PENELITIAN HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN PADA SALAH SATU DESA DI WILAYAH LAMPUNG TIMUR Damayanti*, Siti Fatonah* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes
Lebih terperinciKartu Menuju Sehat (KMS)
Kartu Menuju Sehat (KMS) Fungsi: Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang
Lebih terperinciLAMPIRAN. Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut Serta dalam Penelitian (Informed Consent)
LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut Serta dalam Penelitian (Informed Consent) Yang bertanda tangan dibawah ini: N a m a : U s i a : Alamat : Pekerjaan : Dengan sesungguhnya menyatakan
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN
Lampiran 1 NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN Saya Meiti Mahar Resy sebagai mahasiswi Universitas Esa Unggul akan melakukan penelitian Skripsi di RW 03 Kelurahan Pondok Kacang Timur Tangerang Banten.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Balita Balita didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010),
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome dilakukan dalam satu periode waktu yang bersamaan.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data
18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan pertimbangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi atau jumlah makanan (zat gizi) yang dikonsumsi dengan jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Periode emas tersebut dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak mendapatkan asupan
Lebih terperinciKUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA
94 KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA KARAKTERISTIK KELUARGA Nomor Responden : Nama Responden (Inisial)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Anak Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Konsumsi gizi yang baik merupakan modal utama bagi kesehatan individu yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Individu dengan asupan gizi yang tidak sesuai dengan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES Sri Nani Prawiraningrum 1, Agi Erlina 2 dan Rokhani Oktalistiani 3
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi badannya. Pendek atau yang dikenal dengan istilah stunting masih menjadi masalah gizi yang prevalensinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Untuk hidup dan meingkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral) dalam jumlah yang cukup,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi usia 6-12 bulan melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa bayi berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir selama dua minggu. Masa bayi adalah masa dasar yang sesungguhnya untuk proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciGambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita
22 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi yang baik, terutama pada anak merupakan salah satu aset penting untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak. Mengingat manfaat gizi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Salah satu penyebab yang menonjol
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi, maka kehadiran makanan siap saji semakin memanjakan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pola konsumsi
Lebih terperinciSANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) Vol. 09 No. 01, 2018 : 1-5 THE ROLE OF INTAKE OF ENERGY, PROTEIN AND PARENTING WITH NUTRITION STATUS OF AGE 12-24 MONTHS IN SOUTHERN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi Balita 2.1.1 Pengertian Status gizi adalah Status gizi status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam
Lebih terperinciBAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN
BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori Status Gizi Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Jumlah anggota keluarga Langsung Tidak Langsung Biokimia Klinis Antropometri
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan masalah gizi di Indonesia saat ini semakin kompleks. Masalah gizi yang sedang dihadapi Indonesia adalah masalah gizi ganda yaitu keadaan balita yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. AIR SUSU IBU 1. ASI Sebagai Makanan Bayi ASI merupakan emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang diekresi oleh kedua belah kelenjar mammae dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi
Lebih terperinci