BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIG (Sistem Informasi Geografis) Menurut Jaya (2002), SIG adalah sistem berbasis komputer yang terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumberdaya manusia (brainware) yang mampu merekam, menyimpan, memperbaharui, menampilkan, dan menganalisis informasi yang bereferensi geografis. Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan SIG. SIG didesain untuk menerima data spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber dan mengintregrasikannya menjadi sebuah informasi, salah satu jenis data ini adalah data penginderaan jauh. Penginderaan jauh adalah imu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan satu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1979). Wikantika (2008) menjelaskan bahwa secara garis besar tutupan lahan (land cover) mengacu pada wilayah vegetasi atau non vegetasi dari sebagian permukaan bumi, sedangkan tata guna lahan (land use) merupakan wilayah yang digunakan untuk aktivitas manusia di sebagian permukaan bumi. Penutupan tipetipe tata guna lahan dan tutupan lahan dapat dilakukan dengan cara pengamatan dari citra satelit atau bisa juga dari foto udara, selain itu diperlukan juga pengecekan ke lapangan. 2.2 Karakter Citra LANDSAT TM Citra LANDSAT TM dirancang meliputi daerah yang luas untuk pandangan secara keseluruhan. Keberadaan atau arti ciri-ciri geologi yang besar dapat nampak jelas pada citra LANDSAT TM, tetapi mudah diabaikan pada fotografi konvensional karena dibutuhkan jumlah foto udara yang banyak untuk meliputi suatu kawasan yang sama. Frekuensi yang tinggi dalam ulangan pengambilan liputan yang dilakukan oleh citra LANDSAT TM lebih cukup untuk

2 4 mendapatkan peta tahunan yang terbaru dan untuk mengikuti perubahanperubahan yang terjadi sepanjang waktu (Paine 1992) Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, citra LANDSAT TM mempunyai kelebihan baik dari segi resolusi spasial maupun resolusi spektral, resolusi spasial 30x30 m dan resolusi spektral sebanyak 7 (tujuh) band. Selain itu kepekaan radiometriknya dengan laju pengiriman data yang lebih cepat dan fokus penginderaan informasi yang berkaitan dengan vegetasi (Lo 1996) Tabel 1 Saluran Citra LANDSAT Saluran Kisaran Gelombang (μm) Kegunaan Utama 1 0,45 ~ 0,52 2 0,52 ~ 0,60 3 0,63 ~ 0,69 4 0,76 ~ 0,90 5 1,55 ~ 1,75 Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat. Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil. Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembaban tanah.

3 5 Tabel 1 Lanjutan Saluran Kisaran Gelombang (μm) Kegunaan Utama 6 2,08 ~ 2, ,40 ~ 12,50 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembaban tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal. Sumber : Lillesand dan Kiefer (1990) Dwi (2010) menjelaskan bahwa interpretasi citra merupakan kegiatan mengidentifikasi objek melalui citra inderaja. Kegiatan ini merupakan kegiatan terpenting dalam inderaja. Untuk dapat mengidentifikasi objek melalui citra perlu dibantu dengan unsur-unsur interpretasi yang terdiri dari rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi. 1. Rona dan warna. Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra, dengan demikian rona merupakan tingakatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Warna adalah wujud yang tampak pada mata, menunjukkan tingkat kegelapan yang beragam warna biru, hijau, kuning, merah, jingga dan lainnya. 2. Bentuk. Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan kerangka suatu objek. Dalam konteks ini bentuk dapat berupa bentuk yang tampak dari luar (umum), maupun menyangkut susunan atau struktur yang lebih rinci. Contoh: gedung perkantoran biasanya berbentuk huruf I, L, atau U. Pohon kelapa berbentuk bintang, sedang pinus berbentuk kerucut. 3. Ukuran. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Sebagai contoh: ukuran suatu rumah dibedakan apakah rumah hunian, kantor atau pabrik. Rumah hunian biasanya ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan perkantoran atau pabrik. 4. Tekstur. Tekstur biasanya dinyatakan dalam wujud kasar, halus atau bercakbercak. Contoh: hutan biasanya tampak bertekstur kasar, sedangkan belukar

4 6 bertekstur sedang, dan semak bertekstur halus. Permukaan air bertekstur halus, tanaman pekarangan bertekstur sedang, dan sawah bertekstur halus. 5. Pola. Pola merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek buatan manusia dan beberapa obyek alamiah yang membentuk susunan ruang. Contoh : perumahan real estate dikenali dengan pola yang teratur, sedangkan perkampungan menyebar tidak teratur, perkebunan polanya teratur dan dapat dibedakan dengan vegetasi yang lain. 6. Bayangan. Bayangan objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang tampak samar-samar. Namun demikian merupakan faktor penting untuk mengamati obyek-obyek yang tersembunyi. Contoh: cerobong asap pabrik, menara, bak air yang dipasang tinggi akan tampak dari bayangan, lereng yang terjal akan tampak jelas dari bayangan. 7. Situs. Situs merupakan hasil pengamatan dari hubungan antar objek di lingkungan sekitarnya atau letak suatu objek terhadap objek lain, jadi bukan mencirikan suatu objek secara langsung. Contoh: sitius kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi memerlukan pengaturan air yang baik, kompleks pemukiman biasanya memanjang disepanjang jalan, pada tanggul alam, dan pinggir bentang pantai. 8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Berdasarkan asosiasi bila telah dikenali satu objek tertentu, maka dapat dijadikan petunjuk bagi obyek yang lain. Contoh: jalan kereta api tentu berasosiasi dengan jalan rel kereta api yang berderet, lapangan sepak bola berasosiasi dengan tiang gawang, tribun penonton untuk stadion yang besar. Menurut Wasit (2010), kaitannya dengan pengaturan band citra merupakan langkah penting untuk interpretasi obyek. Pengaturan band citra pada dasarnya merupakan upaya mencirikan kenampakan obyek berdasarkan rona dan warna sebagai unsur dasar interpretasi. Setiap obyek pada dasarnya memiliki kenampakan tertentu berdasarkan rona dan warna, baik warna alami maupun warna palsu. Petunjuk pengenalan obyek dari perbandingan band citra untuk citra LANDSAT berikut :

5 7 Tabel 2 Petunjuk pengenalan obyek dari perbandingan band Citra LANDSAT R, G, B Informasi Obyek Permukaan Lahan 3,2,1 Kombinasi warna alami, menampakkan vegetasi hutan berwarna hijau, dan tanaman pertanian berwarna coklat kuning, jalan berwarna abu abu, 4,3,2 air tampak biru muda atau putih. Daerah bervegetasi berwarna merah, permukiman berwarna biru cyan, dan tanah terbuka bervariasi dari coklat gelap ke terang. Es, salju dan awan berwarna putih atau cyan. 3,4,2 Daerah bervegetasi hijau muda, permukaan tanah terbuka tampak coklat, coklat kemerahan, permukiman tampak ungu, sungai tampak biru tua 4,5,1 4,5,3 dan awan tampak putih. Vegetasi berwarna hijau teduh, kuning merah, coklat atau kuning, obyek tanah berwarna coklat, permukiman tampak biru terang, putih, cyan atau abu-abu, lahan baru dibuka atau vegetasi yang tumbuh jarang Kombinasi juga memunculkan vegetasi berwarna hijau teduh, coklat dan kuning merah, daerah permukiman tampak biru muda, air tampak biru tua, daerah yang berair tampak biru dan tanah tampak coklat 5,4,3. 5,4,2 5,3,1 Seperti kombinasi vegetasi akan muncul, hijau, dan kuning coklat. Vegetasi yang sehat tampak hijau dan ungu muda, permukiman berwarna merah muda, tubuh air atau tanah yang berair tampak biru. Vegetasi tampak hijau, coklat dan kuning terang, permukiman tampak merah muda, tubuh air atau daerah yang berair tampak biru sangat gelap. Kombinasi ini akan memunculkan tekstur topografi. Seperti halnya kombinasi 5,4,1 kenampakan obyek vegetasi hijau, coklat dan kuning Sumber : Wasit (2010) terang, permukiman tampak merah muda, tubuh air atau daerah yang berair tampak biru sangat gelap Kenampakan obyek berdasarkan perbandingan band tersebut tergantung pada band citra yang tersedia dan resolusi dari citra satelit. Pada citra dengan komposit band 543, dapat dengan mudah dibedakan antara obyek vegetasi dengan non vegetasi. Obyek bervegetasi dipresentasikan dengan warna hijau, tanah kering dengan warna merah, komposit ini paling popular untuk penerapan di bidang

6 8 kehutanan (Kementerian Kehutanan). Citra dengan komposit band 543, mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan obyek yang mempunyai kandungan air atau kelembapan tinggi. Obyek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras (Martono 2010) 2.3 Karakteristik ALOS PALSAR ALOS (Advanced Land Observing Satellite) merupakan satelit Jepang yang diluncurkan oleh Japan Aerospace Exploration Agency pada Januari Dalam bahasa Jepang satelit ini diberi nama DAICHI. ALOS mengelilingi bumi pada ketinggian 691,65 km dengan sudut inklinasi 98,16. Untuk mengelilingi bumi ALOS memerlukan waktu 100 menit atau 14 kali sehari dan kembali pada titik awal setiap 46 hari. ALOS mempunyai tiga instrumen penginderaan jauh yaitu PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping) untuk pemetaan ketinggian, AVNIR-2 (Advanced Vicible and Near-Imfrared Radiometer type-2) untuk pengamatan lahan dan daerah coastal, dan PALSAR (Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar) sebuah sensor gelombang mikro yang dapat melakukan pengamatan lahan pada siang dan malam hari tanpa dipengaruhi awan. PALSAR mempunyai 3 metode observasi, yaitu High Resolution Mode, ScanSAR Mode dan Polarimetry Mode. Secara umum karakteristik PALSAR disajikan pada Tabel 3.

7 9 Tabel 3 Karakteristik utama PALSAR Mode Fine ScanSAR Polarimetric Bandwidth 28MHz 14MHz 14,28MHz 14MHz Polarization HH or VV HH+HV or VV+VH HH or VV HH+HV+VH+VV Incidence 8-60deg. 8-60deg deg. 8-30deg. Angle Range 7-44m 14-88m 100m 24-89m Resolution Swath 40-70km 40-70km km 20-65km Quantization 5bits 5bits 5bits 3 or 5bits Date Rate 240 Mbps 240Mbps 120Mbps, 240Mbps 240 Mbps Center Frequency Sumber: ERSDAC (2006) 1270MHz(L-band) JAXA (2006) menjelaskan bahwa sensor PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu metode observasinya, yakni ScanSAR sensor ini memungkinkan untuk melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas 250 hingga 350 km. Bentuk dari 6 instrumen PALSAR dan prinsip pengambilan objeknya disajikan pada Gambar 1 Sumber: JAXA (2006) Gambar 1 Prinsip geometri PALSAR. Polarisasi dari sinyal radar merupakan bentuk gelombang yang diterima ke arah radar atau backscatter yang dapat berupa polarisasi horisontal (H) atau vertikal (V). Beberapa sistem radar dapat memancarkan kedua arah tersebut.

8 10 Dengan demikian terdapat empat kombinasi dari pemancaran dan penerimaan polarisasi sebagai berikut : HH Memancarkan dan menerima secara horisontal VV Memancarkan dan menerima secara vertikal HV Memancarkan secara horisontal dan menerima secara vertikal VH Memancarkan secara vertikal dan menerima secara horisontal Purwadhi (2001) menjelaskan bahwa kecerahan dari kenampakan objek pada citra radar terkait dengan pancaran energi yang dikembalikan ke sensor oleh benda-benda permukan bumi (target). Pada prinsipnya semakin besar tenaga gelombang yang dipantulkan oleh suatu objek maka warna atau penampakan objek pada citra radar akan semakin cerah, demikian juga untuk sebaliknya. Intensitas atau kekuatan tenaga pantulan tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh dua sifat utama yaitu sifat objek yang diindera dan sistem sensor radar yang digunakan. Sifat objek citra radar dipengaruhi oleh: (1) Aspek/arah lereng yang menyebabkan perbedaan arah menghadap ke sensor; (2) Kekasaran permukaan yang menyebabkan perbedaan pantulan pulsa radar; (3) Perbedaan complex dielectrik constant (ukuran kemampuan objek atau benda untuk memantulkan 4 atau meneruskan pulsa/tenaga radar) dari objek; (4) Arah objek berhubungan dengan sudut pengamatan antena terutama terhadap arah pantulan pulsa radar. Pada permukaan kasar, energi microwave akan dipencarkan (scatter) ke beberapa arah sekaligus, ini disebut sebagai difuse atau reflektansi tersebar. Permukaan vegetasi akan menyebabkan hal ini dan terlihat lebih cerah pada citra radar. Pencaran diskrit dicirikan oleh bentuk geometri sederhana seperti bangunan. Bentuk pencaran yang terjadi biasanya seperti reflektor sudut, biasanya terbentuk oleh bentuk yang saling interseksi. Gambar 2 Bentuk bentuk refleksi atau backscatter SAR.

9 11 Tingkat kekasaran permukaan ditentukan oleh panjang gelombang yang digunakan dan sudut pandang. Secara umum sebuah permukaan dianggap halus apabila variasi ketinggiannya lebih kecil dari panjang gelombang (1/2 panjang gelombang). Pada sebuah permukaan tertentu, kenampakan kekasaran akan terlihat meningkat apabila sudut pandang meningkat. Permukaan kasar akan terlihat lebih cerah di atas citra radar dibanding permukaan yang halus, sekalipun materialnya sama. Sebuah objek kecil dapat terlihat sangat cerah pada citra radar. Hal ini dapat terjadi tergantung dari konfigurasi geometrik objek tersebut. Dinding bangunan atau jembatan, dengan kombinasi reflektansi dari tanah dapat membentuk reflektor sudut. Apabila dua buah objek membentuk sudut dan mengarah pada radar, maka dapat terjadi reflektor sudut dihedral yang kuat kalau permukaan refleksinya tegak lurus dengan arah sensor radar. Reflektansi kuat juga terjadi apabila timbul reflektansi sudut trihedral. Peneliti seringkali menempatkan reflektor sudut di lapangan sebagai titik acuan koreksi bagi citra radar. 2.4 Penggunaan Citra LANDSAT untuk Identifikasi Tutupan Lahan Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra LANDSAT telah dilakukan sebelumnya. Harjadi Beny, C. Nugroho, S.P. dan Teguh Setiaji (1999) dalam penelitiannya menggunakan citra LANDSAT resolusi 30 m tahun 1997 di Provinsi Jambi. Penelitian ini mengidentifikasi sebanyak 7 (tujuh) kelas tutupan lahan, yaitu : non kelas, badan air, hutan gambut, tegalan, semak belukar, hutan kering, dan non hutan. Menurut Ikhwan (1999) dalam penelitiannya mengenai deteksi perubahan penutupan hutan dan lahan akibat kebakaran di Provinsi Riau menggunakan citra LANDSAT kombinasi band tahun 1997 didapat hasil identifikasi sebanyak 8 (delapan) kelas penutupan lahan, yaitu : logged-over forest, tanah kosong, perkebunan, padang rumput/semak, lahan terbuka tak bervegetasi dengan tunggak-tunggak kayu hangus, awan, bayangan awan, dan penutupan air. Penelitian Priyatna (2007) di Kabupaten Bogor menggunakan citra LANDSAT TM Multi waktu, interpretasi visual citra dapat diidentifikasi sebanyak 13 kelas tutupan lahan dengan menggunakan kombinasi band Tutupan lahan tersebut, yaitu : badan air, sawah, tanah kosong, padang rumput,

10 12 pemukiman, semak, kebun campuran, kebun karet, kebun teh, tegakan pinus, hutan daun lebar, awan dan bayangan awan. Hasil penelitian Laksono (2008) di Kabupaten Rembang menggunakan citra LANDSAT TM resolusi 30 m tahun 1996 mampu mengidentifikasi sebanyak 7 kelas tutupan lahan, yaitu : hutan rapat, hutan kerapatan sedang, hutan jarang, lahan pertanian, pemukiman, pemukiman + kebun campuran, dan tambak. Dalam penelitian Wasit (2010) mengenai interpretasi citra, citra LANDSAT dapat mengidentifikasi sebanyak 10 (sepuluh) kelas tutupan lahan, yaitu : hutan rakyat, hutan sekunder, kebun campuran, lahan terbuka (galian c), permukiman penduduk, semak belukar, lahan sawah, tegalan, tubuh air (sungai) dan jalan. 2.5 Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR juga telah dilakukan sebelumnya. Hendrayanti (2008) dalam penelitiannya menggunakan citra komposit HH-HV-HH resolusi 200 m di Pulau Jawa mampu mengidentifikasi obyek ke dalam 4 kelas penutupan lahan yaitu : tubuh air, lahan pertanian, hutan atau vegetasi biomassa rendah, dan hutan atau vegetasi biomassa tinggi. Riswanto (2009) menggunakan citra komposit yang sama, HH-HV-HH resolusi 200 m di Pulau Kalimantan mampu mengidentifikasi obyek ke dalam 4 kelas tutupan lahan, yaitu : badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang, dan vegetasi rapat. Hasil penelitian Radityo (2010) menggunakan citra komposit HH-HV- HH/HV resolusi 50 m di Pulau Kalimantan terdapat 8 obyek penutupan lahan yang mampu dibedakan, yaitu : badan air, lahan terbuka, lahan terbangun, belukar rawa, hutan mangrove, pertanian/kebun campuran/semak, perkebunan sawit, dan hutan. Pada penelitian Bainnaura (2010) dengan menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m di Kabupaten Bogor dan Sukabumi mampu mengidentifikasi adanya 12 kelas tutupan lahan, yaitu : badan air, landasan udara, hutan lahan kering, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit,

11 13 perkebunan teh, pertanian lahan kering, perumahan, sawah, semak belukar, dan tanah terbuka. Penelitian Puminda (2010) di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan menggunakan citra komposit yang sama (HH-HV-HH/HV) mampu mengklasifikasikan obyek dalam 8 (delapan) kelas, yaitu : badan air, hutan tanaman pinus, kebun campuran, pertanian lahan kering, hutan tanaman jati, lahan terbangun, sawah, dan kebun kelapa. Salman (2011) dalam penelitiannya menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dengan komposit HH-HV-HH/HV di Provinsi Bali mampu mengidentifikasi citra sebanyak 11 kelas tutupan lahan, yaitu : badan air, landasan udara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, dan tambak. Hasil penelitian Nurhadiyatin (2011) di Kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas, dan Ciamis menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m dengan komposit HH-HV-HH/HV mampu mengidentifikasi 9 (Sembilan) kelas penutupan lahan, yaitu : badan air, hutan tanaman sedang-tua, hutan tanaman muda, kebun campuran, perkebunan karet sedang-tua, perkebunan karet muda, pemukiman, sawah diolah/digenangi air, dan sawah bervegetasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi adalah 133.300.543,98 ha (Kementerian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

benar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa ISSN 0853-7291 Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa Petrus Soebardjo*, Baskoro Rochaddi, Sigit Purnomo Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi dan pada suatu obyek atau fenomena, dengan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer yang terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT Eksakta Vol. 18 No. 1, April 2017 http://eksakta.ppj.unp.ac.id E-ISSN : 2549-7464 P-ISSN : 1411-3724 PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2010 sampai bulan September 2011, diawali dengan tahap pengambilan data sampai dengan pengolahan dan penyusunan

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Pengertian lahan berbeda dengan tanah, namun dalam kenyataan sering terjadi kekeliruan dalam memberikan batasan pada kedua istilah tersebut. Tanah

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU Kelas C Oleh : Ayu Sulistya Kusumaningtyas 115040201111013 Dwi Ratnasari 115040207111011 Fefri Nurlaili Agustin 115040201111105 Fitri Wahyuni 115040213111050

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota TINJAUAN PUSTAKA Tata Ruang Kota Kota adalah sebagai suatu wadah yang mempunyai batasan administrasi wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota sebagai suatu lingkungan

Lebih terperinci

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT THEMATIC MAPPER Ipin Saripin 1 Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama foto udara dianggap paling baik sampai saat ini karena

Lebih terperinci

IV. PENGINDERAAN JAUH

IV. PENGINDERAAN JAUH IV. PENGINDERAAN JAUH 1. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO Risma Fadhilla Arsy Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Tadulako

Lebih terperinci

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS Oleh : Tresna Sukmawati Suhartini C64104020 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono I. PENGANTAR Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA Atriyon Julzarika Alumni Teknik Geodesi dan Geomatika, FT-Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2003 Lembaga Penerbangan

Lebih terperinci

II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian 7 II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011, yang meliputi kegiatan persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengolahan

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH Oleh: Bambang Syaiful Hadi JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FIS UNY 1. RONA Rona adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia seringkali terjadi bencana alam yang sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Fenomena bencana alam dapat terjadi akibat ulah manusia maupun oleh

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

PENELITIAN FISIKA DALAM TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS DI WILAYAH PESISIR PERAIRAN KABUPATEN KENDAL)

PENELITIAN FISIKA DALAM TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS DI WILAYAH PESISIR PERAIRAN KABUPATEN KENDAL) 54 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 hal. 54-60 PENELITIAN FISIKA DALAM TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS DI WILAYAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM (Digital Elevation Model) Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk 3 dimensi dari permukaan bumi yang memberikan data berbagai morfologi permukaan bumi, seperti kemiringan

Lebih terperinci

MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a. Lilik Budi Prasetyo. Abstrak

MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a. Lilik Budi Prasetyo. Abstrak MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a Lilik Budi Prasetyo Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan-IPB, PO.Box 168 Bogor, Email

Lebih terperinci

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA Minggu 10: Klasifikasi Data Citra Proses Sebelum Klasifikasi Koreksi Geometri Koreksi Radiometri Koreksi Topografi Penajaman Citra Minggu 9 Klasifikasi Pemilihan Kombinasi warna Teknik Klasifikasi Visual

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Geomorfologi merupakan salah satu cabang ilmu kebumian (earth sciences) yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi atau bentuklahan (landform). Perhatian geomorfologi

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Lebih terperinci

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo) KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo) Oleh: IB Ketut Wedastra Sr. Officer Conservation Spatial Planning WWF Indonesia PENGINDERAAN JAUH

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi Usahatani merupakan organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi lapangan pertanian (Hernanto, 1995). Organisasi

Lebih terperinci

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI KONSEP KONVERGENSI BUKTI PADA INTERPRETASI CITRA LANDSAT 8 (KASUS DAS CILIMAN DAN CILEMER PROVINSI BANTEN) CONVERGENT EVIDENCE CONCEPT ON IMAGE INTERPRETATION OF LANDSAT 8 (CASE: WATERSHED CILIMAN AND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan yang menjadi dasar dari Perbandingan Penggunaan

Lebih terperinci

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 m DAN CITRA ALOS AVNIR-2 RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 m DAN CITRA ALOS AVNIR-2 RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN APLIKASI CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 m DAN CITRA ALOS AVNIR-2 RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN, BLORA, REMBANG, DAN BOJONEGORO RATIH SOLICHIA MAHARANI E14063132 DEPARTEMENMANAJEMEN

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH:

PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH: PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH: Studi Kasus Daerah Eks PLG 1 Juta Hektar di Kalimantan B. Mulyanto, B Sumawinata, Darmawan dan Suwardi Pusat Studi Lahan Basah, Institut Pertanian Bogor Jl.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

JENIS CITRA

JENIS CITRA JENIS CITRA PJ SENSOR Tenaga yang dipantulkan dari obyek di permukaan bumi akan diterima dan direkam oleh SENSOR. Tiap sensor memiliki kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Kepekaannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Titik Panas Titik panas (hotspot) adalah indikator kebakaran hutan yang mengindikasikan suatu lokasi yang memiliki suhu relatif tinggi dibandingkan suhu disekitarnya. Definisi

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci