HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan I Detoksif ikasi Sianida Menjadi Tiosianat di Dalam Tubuh Kambing

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan I Detoksif ikasi Sianida Menjadi Tiosianat di Dalam Tubuh Kambing"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Detoksif ikasi Sianida Menjadi Tiosianat di Dalam Tubuh Kambing Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 8, Tabel & Lampiran 3, dan 4, serta Gambar 5. Dari data pada Gqbar 5 terlihat bahwa 15 menit setelah pemberian sianida ke 'dalam rumen, tampak kadar sianida darah meni-gi (42.9 pmol/l) dan menurun dengan cukup tajam pada pengamatan 30, 45, dan 60 menit kemudian. Pada pengmatan 120 &an 240 menit sete- lah pencekokan sianida, kadar sianida darah menjadi 6.8 pol/l dan 6.0 mol/l, kadar ini terlihat relatif stabil. Kadar tiosianat plasma juga mulai meningkat pada 15 menit setelah pemberian cekokan sianida (44.3,umol/L). Kadarnya meningkat pada 30, 45, 60 menit dan mencapai ka- dar yang tertinggi serta relatif stabil pada 120 dan 240 menit setelah pencekokan, yaitu 107.7pmol/L dan 107.6,umol/L (Tabel 8 dan Gambar 5). Penurunan kadar sianida dalam darah kambing disertai. dengan peningkatan kadar tiosianat plasma yang terbentuk. Hal ini menggambarkan adanya perubahan sianida menjadi tiosianat. Funderburk dan van Middlesworth (1971) dan Sitompu 1 (1977) mengemukakan bahwa hubungan antara kadar sianida dalam ransum dan konsentrasi tiosianat plasma menggambarkan fungsi daxi sistem detoksifikasi sianida dalam tu buh.

2 Tabel 8. Kadar Tiosianat dan Sianida darah kambing pada 0, 15, 30, 45, 60, 120, dan 240 menit setelah pemberian cekokan sianida pada kambing-kambing normal* at Kimia Setelah pencekokan sianida (menit) A w C Sianida h Tiosianat * rata-rata dari 24 pengamatan Lima belas menit pertama setelah pencekokan sianida, diperoleh kadar sianida darah tertinggi. Hal ini kemung- kinan karena sianida dalam rumen telah diabsorbsi sebanyak 75 persen dalam wektu 15 menit (Coop dan Blakley, 1949). Hasil ini sejalan dengan yang diperoleh Blakley dan coop (1949) yang mengemukakan bahwa kadar sianida darah mencapai maksimum pada 15 menit -setelah pemberian sianida melalui rumen pada dcmba. Kadar sianida setelah lebih dari 15 menit cepat menu- run, yang kemudian diikuti dengan terbentuknya tiosianat. Keadaan ini juga sesuai dengan yang diamati Sylvester, dkk. (1983) pada anjing. Kadar tiosianat dan sianida yang di- ukur pada 120 dan 240 menit setelah pemberian cekokan mem- perlihatkan kadar yang relatif stabil. Hal ini juqa tidak jauh berbeda dengan Sylvester, dkk. f 3983 ) yanq menyatakan bahwa sianida dan tiosianat akan mencapai rasio yang kons- tan pada 3 jam setelah pemberian sianida pada anjing.

3 . k Waktu penreri ksaan setelah pemberian cekokan (menit 1 Gambar 5. Kadar tiosianat dan sianida darah kambingkambing normal setelah beberapa waktu diberi cekokan sianida ke dalam rumennya

4 Dari hasil yang diperoleh ini dapat disimpulkan bahwa kadar tiosianat plasma (sehagai hasil detoksifikasi siani- da) tertinggi dapat dicapai pacfa 120 menit (2 jam) setelah pemberian sianida ke dalam rumen kambing. Berdasarkan ha- sil ini maka pemeriksaan tiosianat plasma dalam InemDelajari 4 kemampuan tubuh kambing dalam mendetoksifikasi sianiqp pada Percobaan I1 ditentukan pada 120 menit (2 jam) setelbh pan- berian cekokan (penantangan) sianida ke dalan rumen kambing percobaan. Percobaan I1 Penuaruh Penbexian Sianida dan Daun Ubi Xayu Pada Peninqkatan Daya Tahan Kambing Terhadap Racun Sianida dan Efek Kroniknya Pada Tiroid, Hati dan Ginjal Peningkatan Kemmpuan Kambing Dalam Mendetoksifikasi Sianida Iiasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 9 dan Gam- bar 6. Dari data tersebut terlihat bahwa kemampuan tubuh kambing dalam mendetoksifikasi sianida menjadi tiosianat meningkat setelah kambing-kambing tersebut diberi rangsangan (perlakuan) sianida maupun daun ubi kayu selama 8 dan 16 minggu. Adanya peningkatan kemampuan kambing mendetoksifikasi sianida menjadi tiosianat merupakan petunjuk terbentuknya ketahanan atau daya tahan kambing terhadap senyawa sianida. Hasil ini mendukung apa yang dilaporkan oleh Steyn (1932) mengenai pengamatannya pada kelinci yang diberi sianida

5 Tabel 9. Kadar tiosianat (pmol/l) yang terdapat dalam plasma darah kambfng setelah 120 menit pencekokan si anida Lama pemberian Daun ubi Daun ubi per lakuan Kontrol Sianida kayu + sulbninggu 1 kayu fur * angka dalam kurung adalah jumlah kambing/pengamatan dosis rendah selama 25 hari. Demikian pula kejadian pada tikus seperti yang dikemukakan oleh sitanpull (1983). ndanya daya tahan terhadap senyawa racun tersebqt da- pat diterangkan oleh teori yang mengemukakan bahwa pemberi- an (exposure) bahan kimia dapat menginduksi pembentukan en- zim untuk mendegradasi bahan kimia tersebut (Conney dan Burns, 1972). Sedangkan Hopper (1985) mengctmukakan bahwa resistensi hewan (terutama ruminansia) terhadap senyawa beracun dapat terjadi antara lain disebabkan adanya detok- sifikasi metabolik yang terjadi pada hati secara alamiah yang prosesnya dapat meningkat dengan adanya rangeangan. Pemberian daun ubi kayu tanpa sulfur selama 8 dan 16 minggu memberikan respons yang kuadratik dengan persamaan 2 Y3 = X X dan r2 = yang mana Y3

6 6 6 adalah kadar tiosianat yang terbentuk setelah 120 menit psnberian cekokan sianida, dan X merupakan lama pemberian daun ubi kayu (0, 8, dan 16 minggu). Pemberian daun ubi kayu ditambah sulfur juga memberikan respons kuadratik de- 2 'ngan persamaan Y4 = X X dan r2 = yang mana Y4 adalah kadar tiosianat yaw terbentuk satelah i 120 menit pemberian cekokan sianida, dan X merupakan lad pemberian daun ubi kayu ditambah sulfull (0, 8, 16 minggu). Oleh karena kedua respons tersebut belum berbeda nya- ta, maka kedua persamaan di atas dapat digabung sehingga didapat persmaan Y 2 2 = X X dan r = gab (lihat Gambar 6 dan Tabel Lampiran 9). yanq mana Y gab. adalah kadar tiosianat yang terbentuk (pmol/l) setelah 120 menit pemberian cekokan sianida, dan X merupakan lama pem- berian daun ubi kayu dengan maupun tanpa sulfur. + Kogfisien b2.(-0.15) yang regatif menunjukkan bahwa pemberian daun ubi kayu selama 16 minggu (lebih dari 8 minggu) tidak lagi le- bih meningkatkan kmampuan kawbing mendetokeifikasi sianida menjadi tiosianat. Hal ini kemungkinan disebabkan pada pemberian daun ubi kayu selirma 16 minggu (lebih deri 8 minggu) telah melampaui titik jenuh kambing dalam mendetok- sifikasi sianida menjacli tiosianat (lihat Tabs1 12), se- hingga aktivitas tubuh dalam memproduksi enzim untuk men- detoksifikasi sianida tidak laqi meningkat. Pemherian sianida (1 mg/kg berat badanl selama 16 minggu memperlihatkan respons kuadratik densan persamaan 2 YZ = X X dan r2 = yang mana Y2 adalah kadar tiosianat yang terbentuk setelah 120 menit

7 -.- Sianida Daun ubi kayu dengan maupun 'tanpa sulfur Orata-rata dari 24 pengamatan *rata-rata dari 6 pengamatan I 0 Gwbar 6. w 8 is Lama perlakuan (minggu ) Hubungan antara macam dan lama pemberian perlakuan terhadap kemampuan kambing dalam menbentuk tiosianat

8 Pmberian cekokan sianida, dan X merupakan lama pemberian rangsangan sianida (0, 8, dan 16 minggu). Koefisien b2 (+0.04) yang positif menunjukkan bahwa pemberian rangsang- an siani&a selama 16 minggu (lebih dari 8 minggu) akan le- bih meningkatkan kemampuan kambing mendetoksifikasi sianida (Gambar 6). 4- t* Dari data pada Tabel 9 dan Gambar 6 tersebut terlihaa bahwa kambing yang diberi 1 mg sianida/kg berat badan se- lama 8 minggu mempunyei kemampuan yang meningkat dalm men- detoksifikasi sianida, walaupun kmampuannya masih lebih rendah daripada kambing yang diberi daun ubi kayu dengan maapun tanpa sulfur. Tetapi setelah kambing tersebut di- beri sianida selama 16 minggu, kemmpuannya mendetoksif i- kasi sianida melebihi kemampuan kennbing ygng diberi daun ubi kayu dengan maupun tanpa sulfur dalam waktu yang sma. Dari hasil tersebut terlihaf bahwa pemberian sianida dosis kecil memerlukan waktu yang lebih lama untuk memba- ngun ketahanan kambing yang lebih baik. Keadaan ini se- jalan dengan keteranqan de Bruin (1976) serta Clarke dan Clarke (1975). Sedangkan pemberian daun ubi kayu (yang mengandung sianida lebih tinggi) maerlukan waktu yang relatif lebih singkat tetapi ketahanannva tidak dapat lebih baik lagi setelah pemberian daun ubi kayu tersebut diper- panjang. Hal ini di sampinq telah melampwi titik jenuh (dalam mendetoksif ikasi sianida menj adi tiosianat) pada pemberian daun ubi kayu selama lebih dari 8 minggu (lihat Tabel 12), kemungkinan juga pada pemberian sianida dengan kadar tinggi (dalam ha1 ini daun ubi kayu) dalam jangka

9 waktu 16 minggu (lebih dari 8 minggu), menyebabkan ter jadi- nya anoksia seluler pada sebaqian sel-sel tubuh kambing se- hingga terjadi kelelahan dari sel-sex tersebut. Akibatnya aktivitas tubuh dalam mernproduksi enzim untuk mendetoksi- fikasi sianida tidak setinggi bila dibanbingkan dengan kam- bing-kambing yang dirangsang dengan sianida kadas rest%& : (1 mg/kg berat badan/hari). c a Hasil penelitian ini memberikan petunjuk bahwa untuk meningkatkan ketahanan kanbing terhadap sienida sebaiknya diberi latihan (pemberian) rangsangan dengan sianida dosis rendah (sub letal) dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini terutama diberikan kepada kambing-kambing muda yang umumnya belum biasa mengkonsumsi daun ubi kayu. Kelenj ar Tiroid (Wakroskopik dan Mikroskopik) Hasil yang diparoleh disajikan dalam Tabel 10 dan Gam- bar 7, 8, 9, dan 10. Dari data pada Tabel 10 terlihat wa- laupun berat kelenjar tiroid kambing-kambing yang diberi daun ubi kayu dengan sulfur dan yang diberi daun ubi kayu tanpa sulfur lebih besar (96.46 dan mg/kg berat ba- dan) dibanding dengan berat tiroid kambing-kambing kontrol dan yang diberi sianida, yaitu dan 81.7 mg/kg berat badan (Tabel 101, tetapi perbedaan ini masih belum nyata pada P(0.05 (Tabel Lampiran 10). Hal ini berarti pemberi- an sianida atau daun ubi kayu selama 16 minggu belum menye- babkan pembesaran kelenjar tiroid kambing secara makroskopi k.

10 Pada pengamatan kelenjar tiroid secara mikroskopik (histologiknya), terlihat adanva perubahan yang ringan dari struktur jaringannya. Delm ha1 ini tampak terjadi hipertrofi dan hiperplasia [Gainbar 9 dan 10) wafaupun ti- dak begitu hebat. Pada Tabel 10 terlihat bahwa tinggi sel- sel epitel follike1 tiroid nyata (PC 0.05) nenincrgi a@&t i pemberian perlakuan (Tabel Lampiran 11). Di sini sel-sell epitel tiroid nyata meninggi (P< 0.05) pada kambing-kamhing yang diberi daun ubi kayu, baik dengan sulfur (8.86,um) maupun tanpa sulfur (6.45 m) dibanding dengan kambing- kambing kontrol (4.07 m) dan kambing yang diberi sianida (5.07,um). Hal ini berarti pemberian daun um kayu selama 16 minggu telah mulai mempengaruhi struktur jaringan ti- roid, tetapi belm menyebabkan penbesaran kelenjar tiroid secara keselumhan atau secara makroskopik. Perubahan pada struktur jaringan tiroid ayam akibat diberi 60 persen ubi kayu pernah dilaporkan oleh Bahri, dkk. (1964). Sedangkan Sitompul (1977) melaporkan adanya pe- ningkatan berat kelenjar tiroid ayam yang diberi ransum mengandung sianida. Perubahan-perubahan pada struktur jaringan tiroid ter- setut menandakan adanya aktivitas yang meningkat dari sel- sel epitelnya agar dapat mempertahankan produksi hormon tiroid yang dibutuhkan tubuh kambing tersebut. Aktivitas yang mengingkat ini akibat respons dari adanya kadar tio- sianat yang cukup tinggi (lihat Tabel 12) dalam waktu yang lama pada kambing-kambing yang diberi daun ubi kayu dengan

11 Gambar 7. Struktur jaringan tiroid kambinq kontrol, tampak sel-sel epitel f ollikel mendatar ltidak begitu aktif ). 200 X. Gambar 8. Struktur jaringan tiroid kambing yang diberi sianida, sel-sel epitel tampak lebih aktif, ada sedikit hiperplasi. 200 X.

12 Gambar 9. Struktur jaringan tiroid kambing yang diberi dwn ubi kayu, tampak sel-sel epitel meninggi (kolumnar), ada sedikit hipertropi. 200 X. Gmbar 10. Struktur jaringan tiroid kambing yang diberi daun ubi kayu dan sulfur. Selsel epitel sancrat aktif, meninggi (kolumnar), ada hiperplasi dan hipertropi, bentuk follikel ada yang tidak teratur. 200 X.

13 7 3 maupun tanpa sulfur. Sebagaimana diketahui tiosianat ber- sifat goitrogenik (Ekpechi, dkk., 1966; Ekpechi, 1967; Turner dan Ragnara, 1976) sehingga dapat mengganagu ker ja kelenjar tiroid. Pemberian tiosianat juga dilaporkan me- nyebabkan pembesaran tiroid pada babi (Sihombing, dkk., 1971) dan pada tikus (Langer, 1966). :$' & Bourdoux, dkk. (1980a) mengemukakan bahwa konseitrasi tiosianat dalam serum sebanyak lebih dari 1 mg/100 ml da- pat menghambat uptake yodium oleh tiroid pada kondisi sup- lai yodium normal. Sedangkan dalam percobaan ini kadar tiosianat dari kambing-kambincr yang diber i daun ubi kayu berkisar antara 1.43 mg/100 ml ( pmol/l) sampai 1.91 mg/100 ml ( pol SCN-/L). Untuk kambing-kanrbing yang diberi daun ubi kayu dengan sulfur, kadar tiosianatnya berkisar antara 1.90 mg/l00 ml sampai 2.29 mg/loo ml at& antap pol/l Sampai pol/l (Tabel 12). Dengan demikian kadar tiosianat pada kambing vang diberi daun ubi kayu dalam percobaan ini dapat mempengaruhi kelenjar tiroidnya seperti yang diperlihatkan dengan adanya peninggian dari sel-sel epitel follikel tiroid sebagai respons dari kadar tiosianat yang tinggi tersebut. Sifat goitrogenik dari tiosianat disebabkan karena ia berkelakuan menyerupai senyawa-senyawa halida atau anionanion univalen yang ukuren ioniknva menyerupai yodida (Wood dan Williams, 1949). Akibatnya tiosianat dapat ber- kanpetisi menghambat transpor aktif yodida baik di dalam maupun di luar kelenjar tiroid (Langer, 1983).

14 Tabel 10. Berat kelenjar tiroid dan tinggi selsel epitel follikel tiroid kambingkmbing yaw mendapat per lakuan selama 16 minggu* Karakteristik Kontrol Sianida Daun ubi kayu Daun ubi kayu + sulfur Berat tiroid (mg/kg berat '-$. C badan) L ~inggi selsel follikel tiroid (yun) * * rata-rata dari 6 pengamatan Tabel 11. Kadar homnon tiroksin dan triiodotironin dari kambing-kambing yang mendapat perlakuan selama 16 minggu* ~arakteristik Kontrol Sianida Daun ubi Daun ubi. kakayu yu + sulfar Kadar tiroksin plol/l) Kadar triiodotironin (ng/100 ml) * rata-rata dari 5 pengamatan

15 Walaupun penambahan berat tiroid masih belum nyata pada percobaan ini, tetapi secara mikroskopik terlihat adanya hiperplasia dan hipertrof i. Perubahan-perubahan ini kemungkinan masih dalam taraf anal sehingga masih belum menambah berat kelenjar tiroid secara nyata. Homon Tiroksin dan Triiodotironin Penentuan kadar hormon tiroksin dan triiodotironin ini dapat dipakai untuk mengetahui fungsi kelenjar tiroid. Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan kedua kadar honnon terseht dalam plasma kambing-kambing percobaan disajikan pada Tabel 11 dan Tabel Lampiran 12 dan 13. Ternyata kadar honnon tiroksin dari kambing-kambing p~rcobaan masih belwn terpengaruh (P < 0.05) setelah pemberian perlakuan selama 16 minggu (Tabel Lampiran 12).' Kadar honnon tiroksin kambing setelah perlakuan adalah 66.4, 72.33, 66.02, dan rymol/l masing-masing pada kambing kontrol, kambing yang diberi sianida, yanq aiberi daun ubi kayu, dan kambing yam diberi daun ubi kayu dengan sulfur (Tabel 11). Kadar honnon demikian tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Juarini, dkk. (1983 yang rnengemukakan bahwa kadar hormon tiroksin pada kasnbing kontrol adalah 67.7 pmol/l, sedangkan kambing yang diberi daun ubi kayu adalah 58.1 pol/l, dan perbedaan tersebut. rnasih belum nyata. Kadar hormon tiroksin kambing yang dilaporkan oleh McDonald (1980) japh lebih rendah, yaitu 3.45 pg/100 ml atau 4 4.5,umol/L.

16 Dengan tidak terjadinya perubahan yang berarti pada hormon tiroksin dark kambing-kambing percobaan, berarti fungsi kelenjar tiroid kambing tersebut masih cukup baik. Kadar hormon triiodotironin terlihat ada kecenderung- an meninggi pada kambing-kaabing yang diberi daun ubi kayu (Tabel 11 &an Tabel Lampiran 13) yang mana struktur j&ng-,' an tiroidnya memperlihatkan peninggian dari ssl-sel &pit& follikelnya. Peninggian kadar hormon triiodotironin dalam serum pede penctuduk yang menderita goiter juga pernah di- laporkan oleh Patel, dkk. (1973) di Papua Nugini, dan oleh Djokanoeljanto (1974) di Jawa Tengah. Walaupun kadar triiodotironin pada kmbing yang di- beri daun ubi kayu meningkat (112.2 dan pg/100 ml), tetapi kadar ini masih dalam batas-batas normal menurut Irvine (1980), yaitu pg/100 ml ( '0.38 wnol/l). Sedangkan kadar normal menurut McDonald (1980) adalah pg/100 ml. bningkatnya kadar triiodotironin pada kambing-kambing setelah pernberian perlalcuan selama 16 minggu kemungkinan terjadinya deycdinasi dari hormon tirokain di perifer atau pada target sel dari kerja honnon tersebut (McDonald, 1980; Turner dan Bagnara, ). Kadar Tiosianat dan Sianida Darah Selama Percobaan Kadar Tiosiahat. Sebagaimana telah diketahui bahwa tiasianat merupakan hasil detoksifikasi utama dari sianida (Osuntokun, 19701, dan sebanyak kira-kira lebih dari 90 per- sen sianida yang masuk dalam tuhuh diubah menjadi tiosianat (Sylvester, dkk., 1983 : Weger, 1983).

17 Kadar tiosianat yang ditentukan pada 0, 1, 2, 4, 8, dan 16 minggu setelah perlakuan dimaksudkan untuk mengetahui besarnya konsentrasi tiosianat pada kambing-kambing percobaan sehingga dapat menerangkan efek kroniknya ter- utama terhadap tiroid kanbing. Hasil yang diperoleh di- sa)ikan pada Tabel 12 serta b e 18 dan Tabel Lampiran 19. Lampiran 11, 15, 164$1, i.i Dari data pada Tabel 12 terlihat bahwa pada minggu- minggu pwtama kadar tiosianat sudah cukup tinggi pada kanbing yang diberi daun ubi kayu dengan sulfur, kemudian diikuti dengan kmbing-kambinq yang diberi daun ubf kayu tanpa sulfur, dan yang hanya diberi.siani&a (masinq-masing yaitu , , itan pmol/l). Sedangkan kambing- kambfng kontrol hampir tidak berubah kadar tiasianatnya. Kadar tiosianat pada minggu kedua, ~eningkatannya tidak terlalu mencolok, dan setelah pexlakuan lebib dari 4 minggu tampaknya sudah mulai )ermh (lihat TabeL 12). Kadar tiosianat tertinggi yang tanpak pada Tabel 12 terseimt terdapat pada kambing-kambing yang diberi daun ubi kayu dengan maupun tanpa sulfur (P4 0.01) dibandingkan dengan yang diberi sianida, dan y%ng diberi daun ubi kayu dengan sulfur lebih tinggi (P < 0.05) daripada yang diberi daun ubi kayu tanpa sulfur (Tahel Lampiran 15, 16, 17, 18, dan 19). Keadaan ini juga pernah dilapoxkan oleh Tewe (1981) pada dmba yang diberi daun ubi kayu dan sulfur. Hal ini menunjukkan adanya peranan sulfur dalam mendetoksi- fikasi sianida menjadi tiosianat seperti yang dikemukakan

18 Tabel 12. Kidar tiosianat (pol/l) plasma kambingkambing percobaan yang diperiksa pada 0, 1, 2, 4, 8, dan 16 minggu setelah perlakuan* ** Perlakuan 0 M 1 M 2 M 4 M 8 M 16 M... Tiosianat +mol/l) Kontrol SianLda Dwn ubi kayu Daun ubi kayu + sulfur * Rata-rata dari 6 pengamaten * * M = Minggu Clamanya waktu pemberian perlakuan) Barrett, dkk. (1978) serta Oke (1378). Penaglbahan sulfur elemental di sini ticiak langsung dipergunakan dalam detok- sifikasi sianida, melainkan sulfur tersebut mengalanti' meta- bolisme lebih lanjut di dalam ramen das tutuh karabing se- hingga pada gilirannya tersedia donor sulfur dalaa bentuk sulf at atau tiosulfat (may, 1969). Teta~i Westley, dkk. (1983) mengemukakan bahwa kemnngkinan sulfur elemental juga dapat bereaksi langsung dengan sianida.dengan mekanisme tertentu. Pada kambing-kambing yang diber i daun ubi kayu tanpa sulfur juga memperlihatkan tiosianat yang cukup tinggi. Hal ini terjadi oleh karena adanya proses biotransfomasi sianida menjadi tiosianat dengan menggunakan sulfur yang berasal dari asam amino bersulfur (Wheeler, dkk., 1975)

19 atau donor-donor sulfur lain (Way, 1983; Cohan dan Guz- zardi, 1984). Protein memiliki asam amino bersulfur yang akan di- bebaskan pada degradasi protein, yang selanjutnya asam mino tersebut dapat dijadikan sebagai donor sulfur dalam 4 proses biotransfomasi sianida menjadi tiosianat. 0+h karena itu penambahan protein atau ransum yang banyai rnm- andung protein pada ternak yang banyak mengkonsufflsi makanan mengandung sianida, akan mmperlihatkan kadar tiosianat yang tinggi dalam serum dan air seninva (Tewe dan Maner, 1980; Schulz, dkk., 1P82; dan Tewe, 1984). Penggunaan asam amino bersulfur untuk detoksifikasi sianida di dalam tubuh sangat tidak menguntungkan, oleh ka- rena asam-asam mino tersebut sebenarnya masih dibutuhkan oleh tuhh. Oleh karena itu untuk mengatasi maselah 'ini sebaiknya dalam ransum yang banyak mengandung sirnitla parlu diberi tatnbahan sulfur. Dari hasil yang diperoleh ini ternyata kadar tiosianat cukup tinggi, terutama pada kambing-kmbing yang diberi daun ubi kayu dengan inaupun tanpa sulfur. Kadar tioeianat ter- sebut berkisar dari mol/l sampai pmol/l atw 1.43 sampai 1.91 mg/100 ml pada kambing yang diberi daun ubi kayu tanpa sulfur. Pada kambing yang diberi daun ubi kayu dengan sulfur kadar tiosianatnya berkisar dari pmol/l sampai mol/l atau 1.90 sampai 2.29 mg/100 ml. Xadar ini cukup tinggi dan dapat mengganggu proses uptake yodium oleh kelenjar tiroid (Rourdoux, dkk., 1980a).

20 Kadar Sianida. Siasida darah kambing diperiksa pada 0, 1, 2, 4, 8, dan 16 minggu percobaan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel Lampiran 20, 2L, 22, 23, 24 dan 25. Dari data pada Tabel 13 terlihat bahwa kadaz sianida darah kambing yang diberi rangsangan sianida hanya meningkat 4 sionpai 5 kali ( ,umol/L dari 0,? f ~ o l / ~ ). Kadar sianida pada kambing-kwing yaw diberi.* daun ubi kayu dan dwn ubi kayu dengan-sulfur meningkat 25 sampai 40 kdi (7.07 sampai 9.15 pa01/l dari 0.23 dan 0.28 mol/l). Sedangkan kambing-kambing kontrol kadar sianidanya tidak meningkat. Tabel 13. Kadar Sianida (Clmol/L) darah kambingkambing.percobaan yang diperiksa pada 0, 1, 2, 4, 8, dan 16 minggu setelah perlakuan* Perlakuan 0 M** 1 M 2 M 4 W 8 M 16 M Kontrol Sianida Daun ubi kayu Daun ubi kayu + sulfur * Rata-rata dari 6 pengamatan * * M = Minggu (lama pemberian perlakuan) Kadar sianida kambing yang diberi daun ubi kayu jauh lebih tinggi daripada kambing-kambing yang diberi sianida. Hal ini disebabkan sianida dalam daun ubi kayu tersebut

21 tidak dilepaskan sekaligus dalam rumen, tetapi ia akan di- bebaskan bertahap (sedikit-sedikit) dari daun ubi kayu ter- sebut, sehingga kadar sianida selalu terdapat dalam darah untuk jangka waktu yang cukup lama. Kadar sianida darah antara kambing-kambing yang diberi daun ubi kayu denga % su lf u,r dibandingkan dengan yanq tanpa sulfur hampir ddak i jauh berbeda. Pengukuran kadar sianida ini dilakukan pada pagi bars sebelum peinberian perlakuan berikutnya. Oleh karena itu kadar sianida yang diperlihatkan relatif rendah, sebab te- lah banyak yang didetoksif ikasi dan dikeluarkan dari tubuh.1c selama hampir 24 jam. Detoksifikasi sianida terjadi di seluruh tukrh, termasuk di dalam darah dalm jumlah cukup banyak (Cohan dan Guzaardi, 1984). Keadaan Organ Hati dan Ginjal Pada peneriksaan patoloqi anatmi (makroskopik) kambing-kantbing percobaan, tmpak organ hati dari seekor kambing yang diberi daun ubi kayu tanpa sulfur lnemperlfhatkaa konaistansi yang agak lunak, menbengkak dan bidang sayatan basah. Sedangkan pada pernerikssan mikroskopik tampak ada- nya perluasan sinusoid dengan sel-ael Kupffernya yang aktif, dan disertai oedema di sekitar vena sentralfs (Gambar 11 dan Tabel 14). Hal ini kemumkinan disebabkan oleh senyawa racun sianida yang terus-menerus diberikan (di dalam saluran pencernaannya) masuk ke dalam vena porta terus ke hati. Di sini sel-sel Kupffer hati akan berespons terhadap

22 racun tersebut sesuai denqan fungsinya untuk melawan benda- benda asing (senyawa racun) yang masuk ke hati (dari vena porta) setelah diserap saxuran pencernaan (Wright, 1977). Organ hati dari seekor kambing lainnya memperlihatkan konsistensi yang juga agak lunak. Pada pemeriksaan pi kopik terlihat adanya bagian yang mengalami degeneradf di i daerah tertentu di dekat vena sentralis, sedangkan daerah 8 2 Ps- lainnya masih normal (Gambar 12 dan ~a&l 14). Hal ini ke- mungkinan disebabkan oleh danya pengaruh sianida sehingga sel-sel hati aktif bekerja untuk menetralisir racun terse- h but yang mengakibatkan kerunakan sel-sel tersebut. Degene- rasi ini juga dapat disebamcan oleh karena terjadinya anoksia selular akibat adanya sianida terus-menerus. Organ hati dari dua ekor kambing yang diberi daun ubi kayu tanpa sulfur lainnya juga memperlihatkan konsistensi yang agak lunak dan berwarne kekuning-kuningan serta sedi- kit membengkak pada pemeriksaan makroskopik. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopik terlihat adanya sedikit degenerasi lemak di sekitar vena sentralis dan seqitiga kiernan. Dalam ha1 ini tampak adanya butir-hutir lemak di sitoplasna sel hati sehingga mendesak inti sel ke bahagian tepinya (Gambar 13 ). Hal yang sama pernah dilaporkan pada tikus yang diberi sianida secara kronik (Clarke, 1936), dan pada beberapa danba yang juga diberi sianida kronik (van der Walt, 1944). Perubahan ini kemungkinan oleh karena terjadinya proses detoksif ikasi sianida menjadi tiosianat yang terus-menerus di organ hati tersebut, sehingga mempengaruhi

23 Ganbar 11. Struktur jarinqan hati karabing yong diberi daun ubi kayu, tampak perluasan sinusoid dan sel-sel Kupffernya agak aktif, pembendunqan/oedema (x) di aekitar vena sentralis fy), sel-sel hati pada umumnya masih beik. 200 X. Gambar 12. Struktur jarinaan hati kambing yang diberl daun ubi kayu, terlihat adanya daerah yang mengalami degenerasi (x) di dekat vena sentralis, sel-sel lainnya tampak baik. 200 X.

24 Tahel 14. Keadaan makroskopik dan mikroskopik organ hati dan ginjal kambing percobaan setelah diberi per lakuan selama 16 minggu Perlakuen Makroskopik Perubahan Mikroskopik Kontrol Tidak ada kelainan Tidak ada kei,&?? an Sianida Tidak ada kelainan Tidak ada kefainah Daun ubi kayu Konsistensi menurun, ' Perluasan sinusoid agak membengkak dan dan sel-sel Kupf- ' bidang sayatan basah* fer agak aktif,,oedema di sekitar vena sentralis. Degenerasi di dekat vena sentralis. Konsistensi menurun dan warna kekuningkuningan** Degenerasi lemak di sekitm vena sentralis dan daerah segi tiga kiernan Daun ubi kayu Tidak ada kelainan Tidak ada keiainan + sulfur * Berasal dari 2 ekor kambing * * Berasal dari 2 ekor kambing sel-sel hati. Dalam proses detoksifikasi dipergunakan sul- fur yang umumnya herasal dari asam amino bersulfur seperti sistein, sistin dan metionin (Osuntokun, 1980). Keadaan ini yang berlangsuns cukup lama (16 minggu), kemungkinan mempengaruhi persediaan protein dalam tubuh kambing tersetut sehingga terjadi mobilisasi lemak dari sel-sel hati. Di sauiping itu proses detoksif ikasi sendiri memerlukan energi. Demikian juga pembentukan atau proses produksi

25 Gambar 13. Struktur jaringan hati kambing yang diberi daun ubi kayu, terlihat ada degenerasi lemak (x) di dekat daerah segitiga kiernan (y). 200 X. Gambar 14. Struktur jaringan hati kmbing kontrol, terlihat sel-sel hati yang normal di sekitar daerah segitiga kierpan (y). 200 X.

26 enaim menerlukan energi dan hahan-bahan yanq diperlukan untuk kebutuhan pemeliharaan dan pertumbuhan sel-sel tuhuh lainnya (Freeland dan Janzen, 1914). Perubahen-perubahan ringan yang terdapat pada empat organ hati kambing-kambing yang dibexi daun ubi kayu s w.f lana 16 minggu masih belum mengganggu fungsi hati. $a1 ini terlihat dari masih baiknya keadaan sel-sel hati e- cara keseluruhan. Dengan dmikian dapat dikatakin bahwa pemberian daun ubi kayu clan sianida selama 16 minggu belum mempengaruhi fungsi hati. Hal yang sama juqa dilaporkan pada pasien di Nigeria yang selalu mengkonsurnsi ubi kayu (menqandung sianida) dalam jangka waktu bertahun-tahun, tetapi belum menyebabkan abnormalitas hati (Osuntdrun, 1980). Organ ginjal pada kambing-kambing percobaan secara makroskopik tidak msmper lihatkan perubahan rang berarti kecuali ginjal dari 2 ekor kambing yang diberi dawn ubi 4+ keyu sedikit mengalami pembengkakan. Sedangkan qambaran mikroskopiknya memperlihatkan adanya sedikit pesbendungan pada daerah tuhlinya (Gmbar 15 dan 16). Secara keselu- ruhan dapat dikatakan bahwa pemberian daun ubi kayu atau sianida selama 16 minggu masih belum menyebabkan kerusakan ginj a1.

27 Gambar 15. Struktur jaringan ginjal dari kambing yang diberi daun ubi kayu. Terlihat sedikit pembenaungan (x) di tuhuli. Tidak terlihat perubahan yam berarti pada tubuli maupun glomerulusnya. 200 X. Gambar 16. Struktur jaringan qinjal kambing yang diberi daun ubi kayu, terlihat pembendungan (x) di tubuli, beberap sel tukuli nekrosis. 200 X.

28 Percobaan 111 Detoksif ikasi Sianida oleh Cairan Men Kambing Kadar tiosianat yang terbentuk pada 5 macam medium inkubasi dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16 serta Gambar 17. Dari data tersekut terlihat bahwa setelah inkubas + 2% jam, kadar tiosianat yang terbentuk adalah 3.3, 6j3, a * 36.O, 37.7, dan 40.1 pmol/l, masingqaxing untuk medium inkubasi tanpa sulfur (kontrol), dengan sulfur elemental,. - dengan tiosulf at, dengan sistin, dan medium dengan sistein. Kadar tiosianat yang terbentuk ini semakin meningkat pada 5, 74, dan 10 jam setelah inhbasi (Tabel 15 &an 16 serta Gambar I?). Pembentukan tiosianat tersebut nyata (P < 0.01) lebih banyak p& medium inkubasi yang berisi elemental sulfur, tiosulfat, sistin dan sistein dibandingkan dengan medium yang tanpa tambahan senyawa sulfur (Tabel Ladpiran 26, 27, v 28, dan 29). ' Dari data pada Tabel 15 dan 16 terlihet bahwa medium yang berisi cairan rumen tanpa senyawa sulfur juga mampu membentuk tiosianat walaupun dalam jumlah kecil (sedikit). Hal ini berarti cairan rmen sendirimampu mendetoksifi- kasi sianida rnenjadi tiosianat. Keadaan ini menyokong pendapat Coop dan Blakley (1949) yang mengmukakan bahwa cairan rumen domba dapat mendegradasi sianida dan mereka menduga bahwa hasil degradasi tersebut herupa tiosianat. Detoksifikasi sianida meniadi tiosianat tersebut sa- ngat meningkat (P < 0.01) dengan adanya senyawa-senyawa

29 Tabel 15. Kadar tiosianat (umol/l) pada 5 macam medium inkubasi in vitro dari cairan rumen kambing normapada 0, 2+, 5, 735, don 10 jam inkubasi* Masa Cairan Cairan Cairan Cairan Cairan inkubasi Rumen rumen + rumen + rumen + rumen + (jam) sulfur tiasulfat sistin sist*n... Tiosianat (pmol/lf...? i'... * Rata-rata dari 10 pengamatan * Tabel 16. Peninqkatan kadar tiosianat (pmol/l)'. pada 5 macam medium inkubasi in vitro. dari cairan rumen kawbing normiilxlah 24, 5, 74, dan 10 jam inkubaei** Masa Cairen Cairan Cairan Cairan Cairan inkubasi ruwen rumen + ruman + rumen + men + (jam) sulfur tiosulfat siatin sistein... Tiosianat (plmol/l)... * Setelah dikurangi kadar tiosianat pada 0 jam inkubasi ** Rata-rata dari 10 pengamatan

30 1 150 Cairan rumen (CR) tanpa sulfu: CR + elemental sulfur CR + tiosulfat..- - CR + sistin / /D.r a- CR + sistein /.5*< Orata-rata dari 10 pengamatan Waktu inkubasi (jam) Gambar 17. Kadar tiosianat yang terbentuk setelah beberapa waktu inkubasi dari 5 macam medium inkubasi berisi cairan rumen kambing normal

31 sulfur (Tabel Lampiran 26, 27, 28, dan 29). Coop dan Blakley juga mengamati meningkatnya detoksif ikasi sianida dengan adanya senyawa tiosulfat dan sistin. Hal ini sama seperti proses detoksif ikasi sianida di dalara tubuh (hati, ginjal dan lain sebagainya) yang melibatkan enaim sulfur- transf erase dan senyawa sulfan sulfur (Westley, dkk.,t 1983). i Berarti dalan cairan rumen tersebut terdapat enaim-enzim* pemecah sianida tersebut.,* Pada penelitian ini terlihat sistein dan sistin lebih banyak meningkatkan pembentukan tiosianat (P< 0.05) diban- dingkan tiosulfat (Tabel Lampiran 27, 28 dan 29). Hal ini karena sistein dalam membantu detoksif ikasi sianida dapat melalui dua jalur (lihat Gambar 31. Pertama, sistein akan memakai jalur piruvat yang pada akhirnya akan membentuk - tiosulfat dengan menggunakan senyawa sulf it (SO;), dan tio- sulfat tersebut akan bereaksi dengan sianida dengan bantuan enzim rodanese sehingga terbentuk tiosianat. Cara kedua, sistein akan membentuk 3-merkaptopiruvat yam dengan enzim merkaptopiruvat sulfurtransferase akan membentuk tiosianat (Wilson, 1983; Neister, dkk., 1954; Fielder dan Wood, 1956). Sistin sendiri membentuk tiosianat dari sianida dengan melalui jalur sistein terlebih dahulu (yang akan membentuk tiosianat mklalui dua jalur sepexti pada Gambar 4), kemudian membentuk p-tiosianoalanin yang pada gilirannya dapat membentuk asam 2 amino-tiazolin-4-karboksilat atau membentuk asam tiosianopiruvat (Bourdoux, dkk., 1980b; dan Wilson,

32 1983). Asam tiosianopiruvat akbn mengalami perubahan atau dekanposisi sehinqga akhirnva terbentuk tiosianat (lihat Gmbar 4) (Wood dan Cooley, 1956). Sedangkan senyawa tio- su If at dalam peranannya mendetoksif ikasi sianida menjadi tiosianat hanya dapat dengan melibatkan enzim rodanese.pa Medium dengan sulfur e2emental jwh lebih rendail4dalam i membentuk tiosianat dibanding dengan medium yang diberi k%o- sulfat, sistin dan sistein. Hal ini oieh karena sulfur elemental terseht hams menjalani proses terlebih dahulu, antara lain ikut terlibat dalam membentuk protein mikroba sehingga pada akhirnya tersedia senyawa sulfur kmplek se- perti sistein, sulfat dan lain sebagainya (Bray, 1969). Kemungkinan juga sulfur elemental dapat bereaksi langsung dengan sianida membentuk tiosianat dengan mekanisme yang masih belum diketahui (Westley, dkk., 1983: Way, dkk., Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa cairan rumen dapat mendetoksifikasi sianida menjadi tio- sianat, dan adanya sulfur meningkatkan proses detoksifi- kasi tersebut. Senyawa sulfur berbentuk tiosulfat, asam amino sistein dan sistin merupakan yang terbaik dalam pro- ses detoksif ikasi ter sebut. Percobaan IV Detoksifikasi Sianida oleh Fraksi Mikroorganisme dan Fraksi Supernatan Cairan EPlmen Kambine Hasil detoksifikasi sianida menjadi tiosianat oleh fraksi mikroorganisne rumen, fraksi supernatan dibanding-

33 kan dengan cairan rumen utuh dapat dilihat pada Tabel 17, 18 dan Gmnbar 18. Dari data tersebut terlihat bahwa medium inkubasi cairan rumen utuh, fraksi mikroorganisme rumen, dan medium yang berisi fraksi supernatan masing-masing mem- bentuk 37.9, 37.2, dan 17.3 pmol SCN-/L,* 93 setelah 2% jam in- kubasi (Tabel 18). Kadar tiosianat yang terbentuk tesebut i semakin bertambah banyak terutarna pada medium yang berid+ cairan rumen utuh dan fraksi mikroorganisme men setedah 5, 7%, dan 10 jam inkubasi. Hal ini disebabkan oleh me- ningkatnya proses detoksifikasi sejalan dengan bertambahnya populasi mikroorganisme rumen seperti vanq dikemukakan oleh Majak dan Cheng (1983). Dalam ha1 ini pertmbuhan mikro- organisme rumen mencapai optimum setelah kurang lebih 10 jam inkubasi. Cairan rumen utuh membentuk tiosianat lebih ba6ak daripacta fraksi mikroorganisme rumen, tetapi perbedaan ini masih belum berarti. Sedangkan cairan rumen utuh maqpln fraksi mikroorganisrne rumen memhentuk tiosianat jauh lebih banyak (P < 0.01) dibandingkan dengan f raksi supernatan (Tabel 18 dan Tabel Lmpiran 30, 31, 32, dan 33). Hal ini berarti bahwa fraksi mikroorganisme rumen merupakan bagian utama dari cairan rumen dalam mendetoksif ikasi sianida men- jadi tiosianat, walaupun f raksi supernatannya juga dapat berperan. Keadaan ini menunjang dugaan BLakley dan Coop (194 9) bahwa mikrof lora rumen dapat mendetoksif ikasi sia- nida menjadi tiosianat.

34 Tabel 17. Kadar tiosianat (pnol/l) pada 3 macam medium inhbasi in vitro dari cairan rumen dan fraksiiiyam 0, 2%, 5, 7% dan 10 jam inkubasi* Masa inkubasi (jam) Cairan rumen Fraksi mikro- Praksi suutuh organisme pernat* )%... * * ~ata-rata dari 12 pengamatan, Tahel 18. Kadar tiosianat (Funol/L) yang terbentuk* pada 3 mach medsum inkubasi in vitro dari cairan rumen dan frakaing*- Masa Cairan rumen Fraksi mikro- Fraksi superinku basi utuh organi sme natan (jam) % * Setelah dikurangi kadar tiosianat pada 0 jam inkubasi ** Rata-rata dari 12 pengamatan

35 ----- Fraksi Mikroorgenisme -0- Fraksi Supernatan. Caisan Rumen Utuh. rata-rata dari 12 pengmatan 0 2% 5 7 % 10 Waktu inkubasi (jam) Gmbar 18. Kadar tiosianat yang terbentuk setelah 10 jam inkubasi pada medium inkubasi berisi Cairan rumen utuh, Fraksi mikroorganisne rumen dan Fraksi supernatan dari cairan rumen kambing

36 Sebagaimana diketahui bahwa detoksifikasi sianida men- jadi tiosianat melibatkan enaim sulfurtransferase. Dengan adanya kemampuan mikroorganime rurnen dalam mendetoksif i- kasi sihida, berarti terdapat enzim sulfurtransfexase pada mikroorganisme rumen tersebut. Sedangkan kemawpuan fraksi supernatan cairan rumen dalam menderoksif ikasi sianid,jy'te- nimbulkan dugaan bahwa enah yang dipoduksi oleh miliro-.* organisme rumen tersebut sebahagian ada yang diekshesikan ke dalarn cairan rumen (supernata), di samping kemungkinan ikut terbawanya mikrooxganisme rumen pada fraksi supernatan ter semt. Detoksifikasi sianida oleh mikrcrorganisae rumen lebih ctiperkuat dengan adanva petunjuk bahwa beberapa mikrob seperti - B. coli - canrnun (lihat Blakley dan Coop, 1949) dan Escherichia coli - (Hylin, dkk., 1959) masing-raasing m&iliki enzim rodanese dan merkaptopiruvat sulfurtransfesase. Sedangun Westley, dkk. (1983 jelas-jelas merrerangkan bahwa enzim-enzim sulfurtransferase didapati pada hampir semua organisme tennasuk bakteri heteropik. Cendawan atau kapang juga ada yang memiliki enzim tiosulfat reduktase (Uhteg dan Westley, 1979; dan Westley, dkk., 1983). Adanya kemampuan cairan rumen (isi rumen) dalam men- degradasi senyawa-senyawa toksin telah dipelajari oleh Morris dan Ga'rcia-Rivera dkk. (1977) terhadap senyawa oksalat. (19551, Watts (19571, dan Allison, Sedangkan degradasi senyawa-senyawa nitrat oleh mikroorganisme rumen telah di- pelajari oleh Majak dan Cheng (1981) dan Majak,dkk. (1982).

37 Demikian juga degradasi beberapa senyawa mikotoksin oleh mikroba rumen telah dipelajari oleh Karl-Heinz Kiessling (1984). Seaangkan dari hasil penelitian ini dapat melengkapi data mengenai kemampuan cairan rumen kambing dalam menaetoksifikasi sianida menjadi tiosianat.

PENDAHULUAN. tumbuhan (tingkat pertamhahan) dan pengembangan sel-s31 C

PENDAHULUAN. tumbuhan (tingkat pertamhahan) dan pengembangan sel-s31 C PENDAHULUAN Protein merupakan suatu zat gizi vang kehadirannya di dalam tumh mutlak diperlukan sebagai protein fungsio- nal maupun sebagai pembangun struktur (pertumbuhan), ter- utama pada anak usia di

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata

Lebih terperinci

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di PENGANTAR Latar Belakang Domba termasuk ternak ruminansia kecil dengan potensi daging yang sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan ternak kambing meliputi aspek potensi dan kepentingan dari ternak kambing serta sif at-sif at khusus dan pola makannya.

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan ternak kambing meliputi aspek potensi dan kepentingan dari ternak kambing serta sif at-sif at khusus dan pola makannya. TINJAUAN PUSTAKA Dalasn tinjauan pustaka ini diuraikan mengenai lima aspek pokok yang berkaitan erat dengan judul disertasi. Kelima aspek tersebut meliputi ternak kambing, ubi kayu, sianida, tiosianat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus globalisasi tidak saja membawa dampak positif di segala bidang seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup terutama pola aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan ekonomis. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring

I. PENDAHULUAN. dan ekonomis. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan di Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat, seiring dengan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya kebutuhan gizi terutama protein hewani berupa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuh-tumbuhan mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke alam (back to nature),

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan Latar Belakang 4 Untuk mampu berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya, ternak unggul hasil pemuliaan dan bioteknologi memerlukan pakan berkualitas baik. Limbah serat merupakan sumberdaya yang tersedia

Lebih terperinci

tas dan kuantitasnya perlu diperhatikan.

tas dan kuantitasnya perlu diperhatikan. V KESIMPULAN UMUM Ternak kelinci merupakan salah satu alternatif peng- hasil daging dan kulit yang mempunyai nilai tinggi, Ba- nyak aspek yang menarik pada ternak kelinci, antara lain mempunyai kemampuan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAK. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan dan. 1. Tepung daun alang-alang muda umur 28 hari dapat digunakan

KESIMPULAN DAN SARAK. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan dan. 1. Tepung daun alang-alang muda umur 28 hari dapat digunakan KESIMPULAN DAN SARAK Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Tepung daun alang-alang muda umur 28 hari dapat digunakan untuk menyusun ransum broiler baik sebagai

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. Tujuan penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol

BAB VI PEMBAHASAN. Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol 44 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Kadar Trigliserida dan Kolesterol VLDL Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol pertama yaitu kelompok yang tidak diberikan diet tinggi fruktosa dan air seduh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gondok Endemik merupakan masalah gizi yang dijumpai hampir diseluruh negara di dunia, baik di negara berkembang termasuk di Indonesia maupun negara maju. Terlebih

Lebih terperinci

PEMBAHASAN L? Respons tanaman padi terhadap pemupukan nitrogen yang. sebagai persawahan dianggap masih belum memuaskan.

PEMBAHASAN L? Respons tanaman padi terhadap pemupukan nitrogen yang. sebagai persawahan dianggap masih belum memuaskan. PEMBAHASAN L? Respons tanaman padi terhadap pemupukan nitrogen yang dilakukan setelah beberapa tahun daerah pasang surut dibuka sebagai persawahan dianggap masih belum memuaskan. Salah satu penyebabnya

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada setiap tahapan adaptasi, aklimasi, dan postaklimasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas

Lebih terperinci

Minggu 2 (kedua) dan ketiga

Minggu 2 (kedua) dan ketiga Minggu 2 (kedua) dan ketiga Pokok Bahasan: Protein. :.Protein pakan ruminansia, bentuk-bentuk nitrogen dalam hijauan bijian pakan ruminansia dan ketersediaannya bagi ternak ruminansia Tujuan Pembelajaran:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

PENDAHULAUAN Latar Belakang

PENDAHULAUAN Latar Belakang PENDAHULAUAN Latar Belakang Tubuh membutuhkan iodin untuk pembentukan hormon tiroid yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 ). Kedua hormon ini sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700811) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI DAN FUNGSI KELENJAR TIROID. Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan

BAB 2 ANATOMI DAN FUNGSI KELENJAR TIROID. Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan BAB 2 ANATOMI DAN FUNGSI KELENJAR TIROID 2.1 Anatomi Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka membangkitkan semangat kebersamaan persatuan dan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting untuk pertumbuhan maupun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci